***"Bagaimana keadaan Nenek Anita, Gas? Apa sudah semakin membaik, oh ya, Ibu mau tanya sesuatu." Halimah memberondong Bagas dengan banyak perkataan sementara Bagas hanya mengangguk lesu dan berujung dengan mendaratkan bokongnya di sofa ruang tamu.Keduanya saling bungkam hingga beberapa menit, sampai Vano datang dan memulai percakapan yang sejak tadi belum tercipta."Kamu tau video yang sedang viral itu, Gas?"Bagas seketika menoleh. Alisnya bertaut dan mencondongkan tubuhnya ke arah dimana Vano sedang duduk."Darimana Ayah tau?""Coba cek sosial media, Gas. Video yang menampakkan wajah Anita dengan jelas sudah menyebar di semua sosmed."Bagas berdecak kesal. "Aku dan Anita baru tau tadi, Yah. Aku akan mengurus ini besok," kata Bagas tegas."Apa tidak sebaiknya kamu melepaskan Anita, Nak?""Kita sudah berjanji untuk tidak ikut campur masalah pribadi Bagas bukan, Hal?"Halimah melengos. Sebaik apapun Anita, dia tetaplah seorang Ibu yang ingin anaknya hidup tanpa banyak masalah yang d
***"I-- itu suara Sea, Gas?" Halimah nampak berkaca-kaca dengan meremas sepuluh jemarinya. "Di-- dia yang sudah menyebar video Anita, tapi ... tapi bagaimana bisa?" Halimah bermonolog dengan pikiran yang begitu kalut. Bagaimana bisa wanita yang sudah dia anggap sebagai anak sendiri justru ingin memperlakukan wanita lain yang hendak dipinang putranya."Dan apa itu tadi ... cinta ...? Astaga," pekik Halimah. Dia menutup wajahnya dengan telapak tangan. Bahunya bergetar karena tangisnya semakin kencang terdengar. Bagaimana bisa ... bagaimana bisa Sea mencintai Bagas yang selama ini sudah seperti Kakak baginya?Vano mengusap wajahnya kasar. Dia berkacak pinggang seraya mendesah perlahan karena masalah yang terjadi ternyata cukup pelik. Melaporkan pelaku penyebaran video Anita sama halnya dengan melaporkan Sea, keponakannya sendiri. Bagaimana Tomi bisa memahami apa yang terjadi nantinya?"Tenang, Bu. Tenanglah!" hibur Bagas sembari memeluk Halimah dengan erat. "Aku ... aku bahkan tidak men
***Tomi dan Gina menoleh cepat ke arah Halimah. Keduanya menggeleng bersamaan seolah menegaskan jika apa yang Halimah katakan tidak bisa mereka percaya."Jangan ngaco kamu, Hal!" tepis Tomi. "Sea bukan gadis seperti itu. Untuk apa pula dia melakukan perbuatan tidak baik itu, apalagi Sea tau siapa Anita, dia calon istri Bagas. Jangan sembarangan kamu menuduh!"Halimah menunduk dalam. Dia bisa merasakan apa yang Tomi rasakan. Tidak percaya, tentu saja! Sea yang selama ini terlihat manis bagaimana bisa berbuat jal sedemikian kejam pada orang lain.Sedangkan Gina tiba-tiba saja menurunkan pandangannya, dadanya berdebar hebat mengingat hanya dia yang selama ini mengetahui perasaan Sea pada Bagas."Bisa kami urus masalah ini dengan Sea, Hal? Aku yang akan menanyakan semuanya, kupastikan Sea akan berkata jujur.""Apa maksudmu, Dek? Kamu menuduh Sea melakukan hal kejam itu, hah?""Mas, tenanglah!" seru Gina. "Kamu tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, bisa saja Sea memang melakukan itu kare
***Bagas menggeleng perlahan. Sikap Halimah kali ini benar-benar membuat Bagas kecewa. Pasalnya dari sekian banyak orang dewasa bahkan paruh baya di rumahnya, tidak ada satupun yang mau membela Bagas kau ini padahal Sea adalah satu-satunya orang yang bersalah. "Jika Ibu saja bisa kecewa denganku, maka aku pun demikian, Bu. Aku tidak menyangka, dari sekian banyak orang tua di sini, ternyata mereka lebih mementingkan nama baik keluarga daripada Anita yang memang belum menjadi bagian dari keluarga ini. Aku kecewa, Bu!"Vano berdiri. Napasnya tersengal mendengar Bagas yang pertama kalinya menjawab semua ucapan Halimah. "Bagas!""Jangan membuang tenaga dengan membentakku, Yah. Permisi!"Dia berlalu masuk ke dalam kamar dan menyambar kunci mobil. Beberapa detik kemudian dia keluar tanpa berbicara sepatah kata pun pada semua keluarganya. Bagas benar-benar sedang marah karena sikap orang tuanya yang begitu melindungi Sea.Langkahnya berhenti tepat di ambang pintu saat kedua netra Bagas mena
***Setelah perdebatan yang tidak menemukan ujung atas kesalahan Sea, pagi-pagi sekali Tomi menemui Anita baru saja Nando menelepon dan mengatakan jika Bagas mulai memproses laporannya.Meskipun Tomi tau jika langkah Bagas memang tegas, tapi tetap saja dia tidak mau putrinya mendekam di penjara. Ucapannya kemarin hanyalah ingin menampar keadaan Sea dengan sikapnya yang seolah-olah mendukung aksi Bagas melaporkan penyebar video calon istrinya."Waalaikumsalam, ah Pakde," pekik Anita sedikit berseru. Dia mencium punggung tangan Tomi dengan takzim. Melihat gelagat yang Anita berikan, Tomi dapat menyimpulkan jika wanita muda di depannya kini belum tau menahu tentang siapa pelaku penyebaran videonya. "Silahkan masuk! Maaf, masih berantakan. Rumah berhari-hari di tinggal, Nenek juga masih istirahat. Pakde mau minum apa?"Tomi mengulas senyum tipis. Dia bisa melihat sikap Anita yang ramah dan tulus tanpa dibuat-buat. Pantas saja Bagas menggilai wanita ini, pikir Tomi."Apa saja, Nak."Menden
***"Hamil, Fred?"Fredi mengangguk mantap. Laki-laki yang merangkap menjadi kepala Cafe dan showroom itu bisa memastikan jika telinganya masih berfungsi dengan baik."Tapi sepertinya Leo menolak anak yang wanita itu kandung. Ah, siapa namanya, Pak?""Citra. Namanya Citra, Fred," sahut Bagas tegas. "Bodoh sekali dia sampai merelakan dirinya dikoyak Leo."Fredi dan Bagas saling geleng. Tidak habis pikir dengan jalan pikiran Citra yang terkesan bisa memberikan semuanya demi laki-laki yang dia inginkan, apalagi dulu dia mengenal Leo sebagai laki-laki kaya, tapi nyatanya ...."Bagaimana jika wanita itu kalau Leo sudah ....?""Itulah yang sedang aku pikirkan, Fred. Citra tidak memiliki siapapun, aku takut dia akan kembali mengganggu Anita nanti," sela Bagas cepat."Sepertinya anda harus segera meresmikan Bu Anita, Pak. Wanita itu terlalu malang jika dibiarkan sendiri. Kita tidak tau apa yang akan terjadi ke depannya. T
***"Tanpa Pakde jelaskan sepertinya saya sudah menemukan jawabannya. Aneh memang, saya merasa Sea terlalu posesif pada Mas Bagas. Jadi benar dugaan saya, dia mencintai sepupunya sendiri," gumam Anita pada akhirnya."Pakde merasa gagal menjadi seorang Ayah, Nit. Anak yang selama ini Pakde kira sebagai wanita cerdas, ternyata berbuat hal yang bisa merugikan orang lain," papar Tomi. Dia tidak marah dengan ucapan Anita yang terkesan mengintimidasi tindakan Sea, bahkan diam-diam Tomi merasa tertipu, bagaimana bisa dia tidak menyadari sikap Sea yang terlalu berlebihan pada Bagas.Anita mengulas senyum tipis. "Jangankan Sea, semua orang jika mengedepankan perasaan maka akan menyingkirkan perasaan yang lain, Pakde."Tomi mengangguk membenarkan. "Kamu benar, Nit. Terima kasih karena sudah mengesampingkan emosi kamu. Pakde tidak tau harus membalas semua ini bagaimana nantinya.""Pakde cukup berjasa bagi hidup saya. Maaf, karena tidak bis
***"Darimana, Mas?"Tomi menutup mulutnya rapat. Dia terluka karena Gina menyembunyikan kenyataan tentang kebenaran perasaan Sea. Langkahnya semakin menjauh dari Gina yang saat ini masih saja terpaku di ambang pintu. Mendapat perlakuan dingin dari Tomi benar-benar menyakitkan, tapi Gina menyadari jika kekecewaan suaminya memang begitu dalam mengingat Sea adalah putri yang begitu dia sayangi."Kemana Sea?" Gina sedikit melebarkan langkah. "Ada di kamarnya, mau aku panggilkan, Mas?"Tomi mengangguk. Dia menyandarkan punggungnya di sofa dengan satu tangan memijit pelipisnya yang terasa begitu pening. Siapa sangka, di usianya saat ini ia masih harus mengurus banyak hal yang begitu rumit."Ayah memanggilku?" "Duduklah. Ada banyak hal yang akan Ayah tanyakan padamu," sahut Tomi tegas. "Dengarkan baik-baik karena Ayah tidak akan mengulangi ucapan nantinya."Sea mengangguk lemah. Di depan Tomi dia benar-benar kehilangan dirinya yang bar-bar. Kasih sayang Tomi membuat Sea tidak bisa berkuti
Dikira Miskin (Extra Part) *** Lima bulan kemudian .... "Hai ... lama tidak bertemu, usia berapa kandungan kamu?" Sea menoleh dan mendapati sosok Nando tengah berdiri dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celana. "Se?" "Ah, maaf, Bang. Aku ... kaget aja tiba-tiba kamu muncul disini," celetuk Sea gugup. "Sendirian, Bang?" "Ya, karena wanita yang hampir menemani masa tuaku ternyata lebih memilih pria lain. Takdir memang selucu itu, Se." Sea membuang muka. Ada perasaan sedih ketika melihat Nando yang masih mengingat dirinya bahkan disaat dia dan Tirta sedang bahagia menanti buah hati mereka lahir. "Maaf, Bang." Nando terkekeh. "Aku baik-baik saja, Sea. Mungkin Tuhan memang melindungi kamu dari pria tua sepertiku." Sea menggeleng samar. Kedua matanya berembun melihat raut putus asa di wajah Nando. "Sudah kukatakan, kamu pasti mendapatkan wanita yang jauh lebih baik, Bang." "Sendirian?" tanya Nando mengalihkan pembicaraan. Sea mengangguk samar, "Mas Tirta sibuk ngurus Caf
Dikira Miskin (TAMAT)***Satu tahun kemudian ...."Pulang dulu, Sayang. Brian pasti nyariin kamu," kata Bagas lembut. Anita mendongak, kedua matanya memerah dengan bekas air mata yang di pipi. "Sebentar lagi ya, Mas. Sebentar saja," rengeknya manja. Jemarinya yang lentik mengusap-usap pusara kedua orang taunya bergantian, lalu beralih pada pusara Haryati yang nampak segar dengan bunga-bunga yang Anita taburkan barusan. "Brian sudah bisa berjalan, Yah. Kalau saja Ayah dan Ibu masih ada ....""Nit ...." Suara Bagas mengambang di udara. Kehilangan adalah hal yang paling menakutkan baginya. "Biarkan mereka semua tenang di alam sana. Ayo pulang!"Anita bergeming. Matanya semakin sembab karena sudah hampir satu jam ia menangis di pusara tiga orang tercintanya. Haryati sengaja di kuburkan tepat di samping anak dan menantunya. "Semua terasa begitu cepat, Mas.""Takdir Tuhan adalah misteri, apalagi kematian ... semua tidak ada yang tahu sampai kapan batas usia mereka, Sayang. Berhenti berse
***"Darimana kamu tahu kalau Bang Nando menaruh hati pada Sea, Sayang?"Anita mengedikkan bahu. Dia bangkit dan berjalan menjauhi Bagas yang saat ini nampak cengo karena keterkejutannya barusan."Anita ...," pekik Bagas tertahan mengingat sekarang dia sedang berada diantara banyak tamu undangan.Anita menghentikan langkah dan bergelayut manja di lengan Halimah. Wanita cantik itu sekarang tidak segan-segan untuk memeluk mertuanya karena selama ini Halimah memang mencurahkan perhatiannya pada Anita."Bawa Anita pulang, Gas. Dia pucat sekali," ucap Halimah panik. Dia mengusap-usap pipi menantunya dengan lembut. "Pulanglah, acaranya mungkin akan selesai agak malam. Kamu istirahat saja, biar Ibu yang menjelaskan pada Sea nanti."Anita mengangguk patuh. Dia mengikuti langkah Bagas dengan jemari yang saling bertaut. Acara pernikahan Sea memang di adakan di sebuah hotel ternama, perjalanan untuk pulang ke rumah mereka pun menempuh waktu sekitar dua puluh menit."Kamu belum menjawab pertanyaa
***"Nit, kami ...."Anita beralih menatap Tomi dan Gina. Sorot matanya penuh selidik sampai suara Sea membuatnya tiba-tiba terpekik dan berjingkrak bahagia seperti gadis kecil yang mendapat mainan. "Kami ... sebentar lagi akan menikah.""Hah? Serius, kalian ... tidak lagi membohongi aku kan?"Sea menggeleng. Dia merentangkan tangan untuk menyambut tubuh Anita, sahabat yang paling baik yang ia punya selama ini. Sea dan Tirta tertawa ketika Anita jingkrak-jingkrak senang dengan kabar yang ia dengar."Kamu membuatku takut, Se!" Anita mengusap air mata sambil memeluk Sea. "Kalian ... akhirnya. Ya Tuhan!" Anita kembali memekik bahagia. Dia mengurai pelukan dan berlari menuju Gina. Tanpa aba-aba lagi, kedua wanita beda generasi itu saling memeluk dan menangis lirih. Betapa Tomi merasa haru dengan suasana di depan matanya. Siapa sangka, restu yang ia berikan justru memberikan kebahagiaan bagi banyak orang, tidak hanya Sea dan Tirta. "Kami sudah lelah menangis, Nit. Ayolah, kalau kamu masi
***"Brengsek! Berani-beraninya dia ngusir kita, Mas?!" jerit Nayna marah. Bibirnya mengerucut sembari satu tangan mengusap dahi yang mulai berpeluh. "Harusnya kamu bisa tegas sama istrimu itu, Mas! Bagaimanapun kamu adalah kepala keluarga, jangan lembek gini dong!" Suara Nayna semakin membuat kepala Rayan berdenyut nyeri. "Diam, Nay!""Kenapa kamu malah bentak aku? Harusnya kamu bentak saja di Prisa yang kurang ajar itu!""Semua ini salah kamu! Murahan! Kamu bisa kan bersikap baik di depan Prisa bukan malah menyulut pertengkaran seperti ini!""Ya, ya! Salahkan saja aku terus, Mas! Bela wanita mandul yang tidak berguna itu! Aku muak melihat sikapmu yang lemah di depan Prisa!"Plak ....Nayna memegang pipi kanannya yang terasa panas. Tidak ada air mata melainkan hanya kemarahan yang bersarang di dadanya saat ini. "Tampak! Tampar yang banyak kalau perlu bunuh sekalian bayimu ini! Pria miskin! Aku menyesal mau mengakui anak ini sebagai darah dagingmu!"Rayan mengusap wajahnya kasar. Pe
***Tirta dan Sea bergeming. Ucapan Tomi membuat rasa percaya diri Tirta yang sempat tumbuh terasa dihempas begitu saja. Ternyata, setelah bisa mendapatkan kembali hati Sea, ia harus melalui satu jalan lagi yaitu Tomi dan Gina. "Ada banyak pria di luaran sana, Sea! Kamu cantik, mandiri dan ... kamu bisa mencari pria lain tanpa harus terjebak dengan pria yang sama!" ucap Tomi marah. "Kamu lupa ... dia bahkan rela memohon agar wanita yang sudah membuatmu celaka itu bebas. Jangan bodoh!"Sea menunduk. Bodoh! Ya, dia memang sudah bodoh karena setelah berbulan-bulan terlewati, perasaannya pada Tirta terus saja tumbuh tanpa sedikitpun berkurang. Gina mengusap lengan Tomi dengan lembut. Kedua matanya menatap Sea dengan nanar. Putri yang ia anggap sudah melupakan Tirta ternyata masih memiliki perasaan yang begitu besar untuk pria itu."Dia sudah membuatmu terluka, Se. Apa kamu pikir Ayah akan melepaskanmu dengan pria yang sudah pernah membuatmu kecewa?""Yah ....""Tidak!" sahut Tomi tegas.
***Sea dan Tirta terlonjak. Wanita itu mengurai pelukan saat kedua matanya mulai terbuka dan mendapati sosok Freya berdiri di ambang pintu dengan air muka kebingungan."Fre mau ikut peluk," ucapnya polos. Sea merentangkan tangan dan menghambur di pelukan Sea. Bibirnya terus mengukir senyum seolah-olah dua pasangan di depannya bukanlah sebuah ancaman bagi Papanya. "Ini siapa, Tante? Papa ...." Freya memanggil Hamka ketika pertanyaannya tidak kunjung mendapat jawaban dari mulut Sea. "Ayo, sini! Kita pelukan sama-sama!"Brenda membuang muka. Sedikit banyak dia mulai mengerti apa yang sedang terjadi di depan matanya. Melihat Freya yang begitu dekat dengan Sea sudah memberikan jawaban atas pertanyaan Brenda pada Hamka tadi."Kalian ... di-- dia kenal Sea?" tanya Brenda terbata. "Kalian ... sudah saling mengenal?"Hamka mengangguk sambil tersenyum tipis. Pria itu melangkah mendekati Freya dan meninggalkan Brenda di depan toko dengan rasa cemas yang luar biasa."Hai ...," sapa Hamka. "Maaf
***"Se, tolong dengarkan aku!" pinta Tirta memelas. Dia melangkah mendekati Sea yang memunggunginya sembari menutup telinga dengan dua tangan seakan-akan tidak ada yang ingin dia dengarkan dari mulut Tirta. "Aku datang hanya ingin menjelaskan semuanya. Setelah itu semua keputusan terserah padamu. Aku ... hanya ingin meminta maaf atas semua rasa kecewa yang kamu rasakan.""Untuk apa meminta keputusan dariku, Mas? Bukankah kamu sudah memutuskan semuanya sendiri? Kamu lebih memilih wanita itu daripada aku yang ... aku yang tidak sedang mengandung anakmu!" "Dia bukan anakku, Sea!""Dan aku tidak peduli!" teriak Sea. Air matanya berlomba-lomba untuk meluncur bebas ke pipi. "Anakmu atau bukan, yang jelas kamu sudah memilih Nayna daripada aku! Dan itu ... sudah cukup membuatku paham jika nama Nayna berada di posisi tertinggi dalam hatimu."Tirta menunduk. Langkahnya terhenti ketika Sea sudah berada tepat di depan matanya. "Bahkan setelah melukai hatiku berkali-kali, kamu datang dengan wani
***"Mana sarapan untukku?"Nayna duduk di kursi makan dengan melipat tangan. Persis seperti seorang anak kecil yang sedang menunggu sarapannya tersaji."Coba ulangi lagi!"Nayna mendengus kesal. "Ck! Jangan cari gara-gara ya, Mbak. Ini masih pagi, mood ku juga sedang buruk, kamu nggak mau kan kalau sampai aku ngadu ke Mas ....""Kamu pikir aku takut?""Ouh, jadi nantangin? Kamu mau tau siapa yang akan dipilih oleh suami kamu, begitu?" angkuh Nayna. "Lihat! Di perutku ada kehidupan lain, dia yang bertahun-tahun lamanya sangat diinginkan oleh Mas Rayan, yakin kalau aku merajuk dia bakalan lepas kamu begitu saja?"Wanita yang usianya jauh lebih tua di banding Nayna itu tertawa sumbang. Ya, tidak mengelak jika hadirnya seorang bayi adalah keinginan dia dan Rayan selama bertahun-tahun menjalani biduk rumah tangga. Tapi tidak dengan bayi dalam hubungan yang kotor. Rayan sudah mencurangi pernikahan mereka."Kenapa diam,