Hesty memekik kaget. "Bapak gila? Mobil itu aku beli dengan harga 70 juta dan Bapak lepas cuma 35 juta?!"Pak Bambang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sementara Bu Sur megap-megap mendengar gelang dan kalungnya yang ternyata dicuri suami sendiri."Ya gimana lagi, lakunya cuma segitu, Hes ... Lagipula Bapak dapat ganti mobil baru, ini kredit lima tahun, cicilan perbulannya cuma 4 juta. DP juga murah loh, Hes, 50 juta doang.""Doang?"Napas Hesty memburu. Kepalang malu, dia berkacak pinggang di depan para tetangga menghardik pria yang tidak lain adalah Bapaknya sendiri."Pak, kalau gak bisa cari uang, minimal jangan buang-buang uang!" hardiknya geram. "Bapak tau nggak, mobil itu atas nama Mas Rey, gimana kalau tiba-tiba dia keluar dan mau ambil mobilnya. Gimana?""Ya bilang saja kalau mobil itu sudah jadi hak milik anak kamu. Kamu mau dicerai tanpa mendapatkan harta apa-apa? Pinter dikit lah, Hes," seloroh Pak Bambang. "Langkah Bapak ini sudah benar, nanti kamu tinggal cari duit bu
"Mbak Eti ...." Suara Nabila tergantung di udara Bu Saroh mengangguk lemah. "Eti sudah meninggal, Nak. Tolong, maafkan semua kesalahannya yang sudah menghancurkan rumah tangga kamu. Maafkan anak Ibu," tutur Bu Saroh sendu. "Eti ... dia bunuh diri."Nabila menutup mulutnya dengan dua tangan sementara suaminya menggendong bayi yang kini terlihat sangat aktif sekali dan berkata, "Saya ijin bawa anak-anak keluar sebentar, anak-anak lebih baik tidak mendengar hal-hal yang cukup sensitif. Bicarakan dengan baik-baik semua unek-unek yang masih tersisa di hati kamu, Sayang. Bagaimanapun menyimpan dendam itu tidak baik untuk hatimu. Mengerti?"Nabila mengangguk ragu. Kedua matanya terlihat penuh dengan air mata. "Ayo, Sayang, ikut Ayah!" Anak laki-laki itu mengangguk dan menggandeng jemari pria bertubuh tinggi di sebelahnya. Mereka melangkah beriringan keluar rumah dan bermain di halaman rumah Maya yang memang cukup luas untuk sekedar bermain lari-larian."Jangan duduk di bawah, Bu," pinta M
"Mas kenal sama Mas Reza?" tanya Maya menelisik."Dia teman Mas yang waktu itu undang kita ke acara pernikahan, May.""Oh, yang Mas bilang Bos Showroom itu?" tanya Maya lagi. "Masya Allah, ternyata dunia sempit sekali ya?"Abian dan Reza saling berjabat tangan layaknya teman baik yang lama tidak bertemu sementara Nabila hanya mengangguk sembari tersenyum ke arah Abian."Wah, kamu punya hutang banyak penjelasan ke kami, Za! Andai kita tahu kalau Nabila calon istri kamu, pasti Maya sudah kupaksa berangkat waktu itu," gurau Abian. "Gak, bercanda! Memang kami belum ada waktu, Za. Istriku mabuk berat di awal-awal kehamilannya.""Santai saja, Bro! Lagipula ternyata sekarang kita bisa berkumpul. Ya kan?"Abian mengangguk setuju. Dia mengambil duduk di sebelah Maya dan mempersilahkan tamunya untuk menikmati jamuan makan siang yang sudah Bu Saroh siapkan.Mengingat Bu Saroh, Abian tiba-tiba juga teringat sesuatu."Sudah ketemu Bu Saroh?" Abian berbisik pada Maya. Istrinya mengangguk sambil men
"Si-- siapa kamu?" tanya Hesty gugup. "Ja-- jangan ngomong sembarangan ya, tetanggaku ini pada julid, jangan sampai ucapan kamu memancing rasa kepo mereka!" imbuh Hesty sembari menyindir Bu Hanum dan Dahlia yang berdiri bersisian.Wanita yang berdiri di depan rumah Maya itu tergelak. Dia mengibaskan rambutnya yang tergerai lurus sambil menatap remeh ke arah Hesty yang air mukanya sudah berubah memucat."Biasanya orang akan memperlakukan orang lain sesuai dengan apa yang mereka terima. Kalau para tetangga kau anggap kepo, itu artinya dulu kamu adalah tetangga yang kepo pula. Ingat, apa yang kau tanam itu yang kau tuai," ucap rival Hesty santai. "Nah, seperti hari ini ... kamu sebentar lagi akan menuai apa yang kamu tanam, Hesty. Tidak semua hasil mencuri itu berujung bahagia. Apalagi mencuri suami dari wanita lain."Bu Saroh hendak berbalik. Kejadian di depan mata mengingatkannya pada peristiwa dimana Eti dan Nabila ribut kala itu. Nabila dengan elegan memberikan Satria pada Eti, bahka
"Of course," sahut Laura mantap. "Aku memang sudah mengurus surat perceraian kami. Mbak Hesty yang cantik jelita tidak perlu khawatir. Aku ... tidak membutuhkan pria yang tidak tau diri sepertinya!""Dasar angkuh!" hardik Hesty, "Kalau bukan karena Mas Gading, kamu pasti tidak bisa secantik ini. Lihat, mobil yang kamu pakai, pakaian yang kamu kenakan, perhiasan, dan semua yang kamu nikmati ini dari siapa kalau bukan dari Mas Gading. Tau diri dong, Mbak!""Jaga mulutmu, Hesty!" bentak Gading marah. "Laura istriku, jaga bicaramu!""Ah, no ... no, maaf ... aku adalah Laura Florine, pewaris tunggal Perusahaan Andreas. Aku ... bukan istrimu lagi, Mas!" "Pewaris tunggal? Mimpi!" sergah Hesty. "Kalau kamu dan Mas Gading bercerai, bersiap-siaplah kamu akan kembali pada kehidupan yang susah! Ingat, jangan mengusik tentang harta gono-gini!" ucap Hesty."Ide bagus!" Laura manggut-manggut setuju. "Dengar kan, Mas ... calon istrimu itu menolak harta gono-gini.""Ya, harus itu! Biar wanita sombong
"Ra! Sayang, kita bisa bicarakan ini baik-baik." Gading hendak mendekat, namun Laura melangkah mundur dan kini seorang pria bertubuh tinggi sedang berdiri di depannya. Melindungi istrinya dengan begitu gagah. "Minggir!" bentak Gading, "Laura istriku itu artinya aku adalah suaminya. Mau kamu aku pecat sekarang juga, hah?!""Majikan kami hanya Nona Laura sementara anda adalah benalu yang tidak tau diri!""Kurang ajar! Apa kamu bilang?""Masih kurang jelas, atau perlu kaca besar agar anda bisa melihat bagaimana diri anda yang sebenarnya? Tanpa Nona Laura, anda hanyalah pria jalanan yang terombang-ambing! Jangan lupakan masa lalu anda yang kelam, Pak Gading. Seharusnya anda berterima kasih pada kebaikan Nona Laura, bukan malah berselingkuh di belakangnya seperti ini.""Tau apa kamu, hah? Kamu itu hanya bodyguard, brengsek!""Dia memang bodyguard, Mas, tapi pekerjaannya lebih mulia daripada kamu! Semua pekerjaku bekerja demi anak dan istri mereka sementara kamu ... menggerogoti harta kelua
Dua hari kemudian ...."Saya terima nikah dan kawinnya Hesty binti Bambang Suprapto dengan Mas Kawin uang tunai sebesar seratus ribu rupiah dibayar ... tunai!""Sah?""Sah!""Alhamdulillah."Gading mengulas senyum kemenangan sementara Hesty memberengut kesal karena akhir dari pencariannya berujung pada sosok Gading."Nah, kalau begini kan Perumahan kita gak menanggung banyak dosa. Apalagi dosa zina, ngeri!" Bu Hanum berbicara sambil bergidik ngeri. Ekor matanya melirik Hesty yang terlihat sangat tidak bersemangat pada acara pernikahannya yang kedua ini. "Semoga setelah membuang Reyhan, kamu mendapat suami yang jauh lebih baik ya, Hes," sindirnya satir. Beberapa tetangga mengangguk mengaminkan sedangkan Hesty melengos kesal. Lain Hesty, lain Gading ... pria itu tersenyum jumawa bersikap seakan-akan tetangga kanan kiri dan depan rumah istrinya tidak tahu menahu seluk beluk kejadian dua hari y
Ting ...Tong ...Bel rumah Maya berbunyi nyaring ketika semua anggota keluarga sedang sarapan bersama. Bu Saroh yang kebetulan sudah menandaskan makanan di piring pun pamit untuk melihat siapa yang bertamu di pagi-pagi begini."Siapa, Bu?" tanya Maya."Hesty, Mbak Maya. Boleh saya bukakan pintu pagar?"Maya dan Ibu mengangguk sementara Abian sedang menyelesaikan sarapannya sedikit terburu-buru karena harus berangkat ke Restoran pagi ini."Silahkan masuk!" Bu Saroh membuka pintu rumah cukup lebar dan membiarkan Hesty beserta keluarganya masuk dan duduk di sofa menunggu Maya keluar."Bilang sama Mbak Maya, cepetan, kita ada yang mau dibicarakan!" ucap Hesty ketus.Bu Saroh hanya mengangguk tanpa menimpali. Sikap Hesty masih saja sama meskipun karma yang Tuhan berikan sudah bertubi-tubi datang kepadanya. Bu Saroh kembali ke dapur dan kembali lagi dengan beberapa gelas minuman hangat di atas nampan. "Silahkan diminum, Mbak Maya sebentar lagi selesai sarapan.""Hem!" Hesty hanya berdeh
Tubuh Gading mematung. Lagi-lagi pertemuannya dengan Laura membawa kilas pedih pada masa lalu. "O-- oh, hai, Ra," sapa Gading kikuk. "Sama suami kamu lagi?"Laura bergeming sementara Hesty menatap heran ke arah suaminya. "Mas kenal suami Laura?" tanya Hesty menyelidik.Gading mengedikkan bahu. Dia menurunkan Seila dan menjawab. "Kapan hari kan Mas ketemu Laura sama suaminya. Gading, Mas!" Gading menjulurkan tangannya di depan Reyhan. "Reyhan, Mas," sahut mantan suami Hesty datar. "Kalau begitu kami pamit dulu. Permisi!"Reyhan berjalan sembari menggandeng tangan Mazaya sementara Laura mengekor di belakang mereka dengan air mata yang menganak sungai. "Mas ...." Panggil Hesty lirih. Gading menoleh. Wajahnya berubah sendu ketika bertemu Laura untuk yang kesekian kalinya. "Dia ... mantan suamiku," aku Hesty."Dia?"Hesty mengangguk. "Sepertinya dia baru keluar dari penjara. Entah bagaimana ceritanya, Mas Reyhan ... tidak mau membahas luka yang sudah aku ciptakan."Gading seketika men
"D-- dia istri kamu, Mas?" tanya Hesty gagap. Kedua matanya memanas melihat Mazaya, gadis kecil yang begitu Reyhan lindungi ternyata putri dari wanita yang sudah ia hancurkan rumah tangganya. "D-- dia ...?"Reyhan terkekeh getir. Dia melepaskan genggaman tangannya pada Mazaya dan mempersilahkan wanita di sampingnya menggendong putri kecil yang beberapa menit lalu ia cari-cari."Kalau wanita seperti kamu saja bisa membuangku tanpa berpikir dua kali, apa kamu pikir ada wanita lain yang mau menerimaku sebagai suami, Hes?" tanya Reyhan perih. "Aku hanyalah pria kotor yang rela melakukan apa saja demi memenuhi gaya hidup istriku dan keluarganya. Tapi itu dulu ... sekarang, aku hanyalah seorang pria yang berjuang untuk keluarganya. Untuk Emak dan Bapakku di kampung. Apalagi setelah aku tahu bahwa putriku hidup dengan layak, sepertinya memang aku harus meredam ego. Demi masa depannya. Demi mentalnya. Jaga dia!"Reyhan melengos sembari mengusap sudut matanya yang berair. Sejenak kemudian, dia
"Apa kabar, Hes?" Reyhan bertanya dengan nada dingin. Bertanya kabar mantan istrinya dengan air muka begitu tenang. "Putriku sudah sebesar ini ya? Boleh aku gendong?"Seila menggeleng kata tangan Reyhan terangkat ke udara. Gadis kecil itu berlari bersembunyi di belakang tubuh Bu Sur dan berceloteh gemas. "Kata Papa gak boleh! Jangan gendong Seila, Om," ucapnya cadel. Hati Reyhan berdenyut nyeri. Seila, bayi mungil yang dulu selalu nyaman berada dalam gendongannya kini menolak pelukan darinya dengan dalih dilarang oleh Papa. Papa siapa yang Seila maksud, batin Reyhan."Om cuma mau peluk. Boleh?"Seila menggeleng takut. Kedua mata Reyhan memanas dengan satu tangan yang kembali menggenggam erat jemari Mazaya. Gadis kecil yang usianya sepadan dengan Seila."M-- Mas sudah bebas?" tanya Hesty dengan suara bergetar. Ada perasaan bersalah yang teramat dalam untuk mantan suakmunya itu. Bagaimana dulu Hesty memilih bercerai karena Reyhan kedapatan tertangkap polisi sedang mengedarkan barang ha
"Nanti siang aku mampir ke Restoran ya, Mas?"Hesty yang sedang menyuapi putrinya berbicara manja pada Gading. Sejak setahun yang lalu suaminya bekerja di Restoran milik Abian dan kehidupan Hesty perlahan-lahan mulai membaik. Gaji yang Abian tawarkan memang tidak kaleng-kaleng. Apalagi selama ini Restoran itu terkenal dengan hidangan yang lezat. Ada harga, ada rasa."Memangnya nanti siang mau kemana?" tanya Gading menelisik. "Jalan-jalan?"Hesty nyengir. Dia mengangguk ragu dan melirik Bu Sur yang juga tengah sarapan bersama mereka di ruang makan. "Boleh ya, Mas?""Boleh, sekalian ajak Ibu."Bu Sur mengangkat kepalanya. Matanya memanas. Untuk pertama kalinya dia merasakan kehangatan dari hubungan rumah tangga Hesty. Kegagalan di masa lalu membuat wanita muda itu banyak belajar bahwa menerima kekurangan pasangan jauh lebih baik daripada harus saling menuntut."Bapak gak sekalian, Ding?"Gading tertawa lebar. "Ki
"Apa kabar anak Ayah hari ini? Bunda nakal gak? Kamu menyusu dengan baik kan?" goda Abian sembari mengambil alih sang putra dari gendongan Ibunya. "Jelas dengan baik lah, kan Ayah sudah kehilangan jatah menyusu," sahut Ibu sarkas.Maya dan Abian mematung. Keduanya tergelak ketika menyadari ucapan Ibu terlalu frontal sore ini."Ibu apa-apaan sih, ada Bu Saroh tuh, gak baik bicara seperti itu. Bikin kita malu aja!" gerutu Abian yang dibalas tawa renyah oleh Ibu."Diskusi apa sama Maya, Ibu boleh tau?"Abian mengangguk. Mereka berjalan menuju ruang makan sementara Abimanyu ia serahkan pada Bu Saroh."Tolong ajak Abimanyu sebentar ya, Bu.""Dengan senang hati, sini anak manis," sahut Bu Saroh yang tersenyum lebar mendapatkan tubuh Abimanyu yang mungil dalam dekapan. "Jadi aku tadi mampir ke rumah Mbak Hesty, Bu," kata Abian bercerita. "Kebetulan kepala dapur di Restoran Cempaka resign, dia ikut istrinya pulang kampung dan cari kerja disana saja katanya. Aku pikir, daripada aku ambil ora
Satu minggu kemudian ....Abian pulang dengan membawa rasa rindu pada istri dan anaknya. Bahkan pria itu sekarang lebih sering berada di rumah dan menghandle Restoran dari rumah. "Baru pulang, Mas Gading?" Abian yang menutup pintu pagar sengaja menyapa Gading yang baru pulang dari bekerja. Mamang pergi mengantar Emak dan Bapak yang sudah kembali ke kampung, itu sebabnya sekarang Abian membawa mobil sendiri."Iya, Mas," sahut Gading sambil mengulas selarik senyum. Gading terlihat kelelahan mendorong gerobak yang sudah ia pisahkan dari motornya. Peluh membasahi bajunya yang nampak lusuh. Benar-benar ... kesalahan membuat Gading dan Hesty berubah banyak beberapa bulan belakangan. Abian merasa kasihan. Dulu, ia sengaja menolak memperkerjakan Gading karena memang kurang suka dengan gaya bicara tetangganya itu. Apalagi dulu Gading masih menjunjung tinggi sikap sombong dan pongah membuat Abian jengah dan enggan beruru
"Oek ... oek ...."Suara tangis bayi memecah ketegangan dalam ruangan. Maya terengah, sementara Abian berulang kali mengecup pelipis Sang Istri tanpa lupa mengucap syukur atas kelahiran bayinya."Alhamdulillah, bayi laki-laki yang sehat dan lahir dengan kondisi tubuh lengkap tanpa kurang satu apapun. Berat sekitar 3,3 kg," papar suster menjawab rasa penasaran Abian.Maya tersenyum lega. Dia diberi kesempatan untuk memeluk bayinya sebelum Suster yang bertugas membersihkan Sang Bayi ke dalam ruangan khusus. "Bisa saya adzani dulu, Sus?""Tentu saja, Pak. Mari, silahkan!"Suster mengangguk dan mengarahkan telinga bayi tampan itu tepat di bibir Abian. Abian hampir saja tergugu jika dia tidak segera menguasai emosinya. Bayi mungil dengan wajah Maya membuat hatinya terenyuh. Penantian mereka akhirnya terbayar dengan memuaskan."Terima kasih," kata Abian. Suster mengangguk ramah dan segera membawa bayi Maya menuju ruangan terpisah. Sementara Maya sedang terbaring lemah dan mendapatkan pena
. . Dua bulan berlalu, perut Maya sudah semakin membuncit dan seminggu lagi adalah jadwal bayinya dilahirkan. Namun sepertinya Tuhan berkehendak lain, pagi ini ... istri Abian itu merasakan mulas yang teramat sangat. Celana tidur yang ia pakai sudah basah karena air ketuban yang pecah. Maya memanggil-manggil Abian yang sedang berada di dalam kamar mandi. "Kenapa, May?" Abian keluar hanya memakai handuk, bahkan buih sabun masih menempel di tubuhnya. Pria itu panik, takut jika ada apa-apa dengan istrinya menjelang melahirkan."Mas, sshhh ... perutku," keluhnya.Mata Abian melotot tatkala melihat sprei yang sudah basah ditambah dengan celana yang istrinya kenakan pun sama basahnya."Sepertinya mau lahiran," adu Maya sambil meringis.Abian mengusap sisa sabun di tubuhnya tanpa membilas lebih dulu menggunakan air. Dengan gerakan cepat, ia berganti pakaian tanpa peduli apakah Maya melihat
Laura hanya menoleh sekilas, lalu menatap bungkusan cilok yang ada di tangan keponakannya."Sudah beli jajannya? Ayo!"Abigail mengangguk. Dia berlari menuju dimana mobil Tantenya berada sementara Gading memanggil-manggil nama Laura membuat wanita itu terpaksa menghentikan langkah."Ba-- bagaimana kabar kamu?" tanya Gading basa-basi. Mantan istrinya terlihat begitu cantik dengan baju yang sedikit kedodoran."Menurut kamu?" sahut Laura balik bertanya. "Akta perceraian sudah aku kirim ke rumah istri kamu, sudah kamu terima kan?"Gading mengangguk. Kini, penyesalan terasa begitu menusuk ke dalam relung hatinya. Melepaskan Laura sama halnya dengan melepas berlian yang tengah bersinar indah."Maafkan aku, Ra!"Laura yang hendak berbalik kini lagi-lagi menghentikan langkah."Aku sadar kalau aku banyak salah, maaf sudah menyakiti kamu, Ra. Maaf sudah mengkhianati pernikahan kita dulu. Maafkan aku ...."Jantung Laura berdegup kencang. Perlahan tangannya mengusap perut yang masih rata. Entah.