Bulu penting di kelopak mata Elaine bergerak perlahan. Pertanda sang pemilik sudah siap hendak membuka kedua matanya.Namun, silaunya sinar matahari membuat dia terasa berat untuk membuka kedua matanya. Elaine terdiam beberapa saat sebelum akhirnya bisa membuka kedua mata dengan sempurna.Seketika dia terbelalak saat melihat wajah Reyhan sedang tersenyum cerah di depannya. Elaine menghela napas, melingkarkan kedua tangan di leher pria itu kemudian kembali memejamkan kedua mata."Apakah semalam begitu melelahkan sampai kamu tidak sanggup untuk bangun?"Seketika kedua mata Elaine terbuka dan melirik Reyhan dengan sinis. Menggigit bibir bawahnya untuk menyembunyikan rasa malu. Kedua tangannya memukul dada Reyhan sebagai balasan ucapan pria itu."Dan yang membuatku kelelahan adalah dirimu," ucap Elaine sambil lalu namun masih bisa terdengar di telinga Reyhan.Reyhan tersenyum kemudian mengusap puncak kepala sang istri dengan lembut. Dilihatnya kedua mata Elaine yang sangat jernih. Dalam k
Reyhan tersenyum pada sang istri, menggenggam tangannya kemudian meletakkan di pangkuannya. Mengusap punggung tangan itu seperti memberikan kenyamanan di sana."Sudah lama?" Tatapan matanya begitu lembut, hanya dengan melihat sikapnya pada Elaine orang-orang tentu tahu betapa hanya ada Elaine di mata pria itu.Sementara Albert tentu saja merasa bahagia. Tuan muda Sunarya begitu mencintai putrinya, sudah tentu akan menuruti semua keinginannya. Semua pria di dunia ini sama, jika sudah jatuh cinta, nyawa pun rela dipertaruhkan."Tidak, hanya beberapa saat setelahnya kamu datang," Elaine membalas senyumannya.Tante yang merupakan adik ipar Albert memandang tidak suka. Lebih tepatnya dia iri dengan kehidupan Elaine yang lebih baik dari putrinya. Putrinya lebih muda dan jauh lebih cantik, seharusnya juga bisa mendapatkan pria sama seperti Reyhan.Kemudian dia melihat ke kursi kosong di sebelahnya, baru saja membatin dan sekarang hatinya semakin gusar.Seorang pelayan datang mendekat dan men
"Maaf, Pa. Hari sudah semakin larut. Kami harus segera pulang. Lagi pula besok pagi kami harus pergi bekerja. Aku sangat lelah sekarang," Elaine menolak. Dia tidak mau memberikan kesempatan pada ayahnya untuk semakin menggerogoti Reyhan. "Sebentar saja, ada sesuatu yang ingin papa bicarakan dengan menantu papa." Albert tersenyum penuh kasih, bagai seorang ayah yang sangat mencintai putrinya. "Apakah salah jika mertua ingin berbicara dengan menantu?" Tidak salah memang jika mertua ingin melakukan pendekatan dengan menantunya. Tapi mertua yang seperti apa dulu? Jika mertua seperti ayahnya, tentu itu tidak boleh dibiarkan. "Tidak, maksudku—" Elaine baru saja ingin menyela tetapi ditahan oleh Reyhan. Pria itu mengeratkan genggamannya, membuat Elaine menoleh ke arahnya. "Tidak apa-apa. Aku hanya akan berbicara sebentar dengan papa mertua," ucap Reyhan menenangkan. Dia percaya dengan suaminya, tapi tidak percaya dengan sang ayah. Elaine tahu bagaimana karakter Albert karena itu dia tid
Elaine dengan gusar menunggu Reyhan di kamarnya. Sudah 15 menit berlalu dan tidak ada tanda-tanda mereka selesai bicara.Elaine bangun dan berjalan mondar-mandir bak setrika panas yang sedang menghaluskan pakaian. Dia melihat ponselnya yang tidak memiliki notifikasi apapun. Tidak ada pesan balasan dari Reyhan. Seketika hatinya menjadi semakin gelisah."Kenapa mereka lama sekali?" Elaine bermonolog.Akhirnya dia kembali duduk di tepi kasur. Setelah sekitar 5 menit tidak ada balasan, barulah dia bangkit dan keluar dari kamar.Dilihatnya tidak ada siapapun, Elaine berjalan menuju ruang tamu. Dia melewati anak tangga yang menuju ruang kerja, seketika terbersit semua ide untuk menyusul Reyhan dan Albert.Namun, dia segera menepis pemikiran itu. Elaine segera pergi dari sana dan memilih untuk menunggu Reyhan sembari memainkan ponselnya di ruang tamu.Selagi menunggu, tiba-tiba Diana datang dan menghampirinya. Wanita itu tersenyum seraya memandang ke arahnya."Bagaimana kabarmu? Sudah lama s
Elaine duduk di kursi penumpang sebelah Reyhan, dia meletakkan tangannya di jendela dan melihat kaca spion, ibu dan ayahnya perlahan menghilang dari pandangannya.“Baru kali ini mereka memperlakukanku dengan sangat baik,” ujar Elaine memecah keheningan.“Bukankah keluargamu selalu memperlakukan orang secara berbeda-beda?” Reyhan memutar setirnya dan berkata dengan santai.Elaine mengangkat bahunya dan tidak berdaya, jika dipungkiri, mereka adalah keluarganya, dia tidak bisa memilih di mana dia dilahirkan.“Dokumen apa yang tadi kamu pegang?” tanya Elaine lagi.Reyhan memegang setir dengan satu tangannya dan memberikan dokumen itu pada Elaine.“Hadiah untukmu, 10% saham Aditama dan property di puncak Bogor. Apa kamu puas?” tanya Reyhan kemudian.“Huh, papa memang pintar mencari muka dan licik. Dia sengaja melakukan ini untuk menaikkan levelku di matamu, lalu dia akan menjualku dengan harga tinggi.”“Heemmm, kira-kira berapa yang ditawarkan Tuan Muda Sunarya untuk wanita dari keluarga A
Setelah pintu ruangan Roy Sunarya ditutup, Elaine tidak langsung pergi dari sana. Dalam hatinya terbesit suatu rasa penasaran tentang apa yang dibicarakan Reyhan setelah melihat dirinya keluar dari ruang kerja ayahnya. Elaine melihat jam tangannya, sebenarnya dia masih memiliki waktu untuk kembali ke kantor tetapi hari ini dia sudah izin untuk pulang lebih awal dari biasanya. Jadi sudah tidak ada kewajiban baginya untuk kembali ke perusahaan. Kemudian dia teringat dengan amplop yang diberikan Roy Sunarya. Entah apa isinya, dia juga belum melihat. Mungkin sebuah dokumen, Elaine juga tidak berani menebak isi di dalamnya. Ketika memutuskan untuk datang memenuhi panggilan Roy Sunarya, Elaine sama sekali tidak menduga akan ada hadiah pernikahan untuknya. Dalam bayangannya adalah Roy Sunarya yang mungkin secara terang-terangan akan menentang hubungannya dengan Reyhan. Meminta dia pergi dan meninggalkan Reyhan. Mengingat perbedaan mereka yang lumayan jauh. Meski keluarganya juga memiliki
Elaine begitu sampai di rumah, langsung melihat Kaesha yang sedang bermain dengan bibi pengasuh. Hari ini setelah bertemu dengan ayah mertua, hatinya menjadi berbunga. Elaine dengan senyuman ceria, datang mendekati Kaesha."Hai, anak cantik!"Kaesha sedang sibuk dengan lukisan yang sedang dia buat, otomatis mengangkat kepala. Melihat Elaine dengan wajah cerah, segera bangkit dan memeluknya erat."Mama!" serunya ceria.Elaine tertawa, membalas pelukan si kecil Kaesha sembari mengusap rambutnya hangat. Setelah beberapa saat, baru melonggarkan pelukannya."Bagaimana harimu di sekolah?" Elaine bertanya, menggendong Kaesha untuk duduk di pangkuannya.Kaesha mengangguk antusias, "Sangat menyenangkan, Ma! Aku bermain banyak hal dengan teman-teman."Kaesha, anak yang begitu polos, menceritakan apapun peristiwa yang terjadi selama di sekolah. Bahkan hal-hal remeh seperti teman-teman yang berebut mainan, juga diceritakan olehnya.Elaine menanggapi dengan antusias, bak sepasang sahabat yang seda
Elaine bersikap dengan sangat biasa, kedua tangannya terangkat dan mulai menyisir rambutnya dengan tangan, dengan sebelah tangan yang bebas, dia mengambil jepit rambut dan mencepolnya ke atas. Memperlihatkan lehernya yang jenjang. Elaine seakan tidak tahu sikap dan pakaian yang dia kenakan saat ini merupakan hal yang tidak akan mengundang hasrat seorang pria. Meski bukan seorang pria yang senang bermain wanita, Reyhan tetaplah seorang pria yang memiliki naluri kelelakian. Elaine menoleh ketika tidak mendengar langkah kaki suaminya. Dilihatnya Reyhan yang seakan membeku hingga tidak bisa menggerakkan kedua kakinya. "Reyhan," panggilnya. "Kenapa masih di sana?" Elaine menepuk bahunya, "Bahuku sakit sekali, hari ini sangat lelah dan aku ingin dipijit sekarang." Telinga Reyhan bisa mendengarnya dengan jelas. Tetapi otaknya seperti tidak bisa berpikir dengan jernih. Tubuhnya hanya bergeming di tempat dia berdiri, melihat Elaine, meneguk saliva kemudian perlahan berjalan mendekatinya.
Elaine merasa dia sudah berusaha adil pada kedua anaknya. Tapi entahlah namanya pemikiran orang dia tidak bisa menebak.Elaine mengerucutkan bibirnya, “Bagaimana bisa aku begitu menyayangi anak itu, aku memarahinya satu kali maka dia akan membalas 10 kali. Anak itu begitu pandai berbicara, dia pantas menjadi penerusmu.”“Abi ingin menjadi seorang pengacara, menegakkan keadilan.” Elaine tersenyum.Tahun ini Kaesha sudah berusia 17 tahun dan Abimanyu 11 tahun. Saat itu Reyhan datang ke kamar putrinya, dengan canggung berkata, “Bagaimana dengan sekolahmu?”“Papa.” Kaesha tidak lantas menjawab, lantaran kaget dengan sosok papanya yang masuk ke kamar. Perasaan campur aduk kini memenuhi seluruh ruangan.Reyhan tidak akan secanggung ini jika bertemu dengan Abimanyu atau sekedar mengobrol dengannya, mungkin karena Abimanyu adalah laki-laki sedangkan Kaesha adalah seorang putri yang sudah remaja. Sangat tidak baik jika dia memberikan kesan yang buruk.“Sekolah, baik Pa.”“Tahun depan kamu suda
Reyhan diberitahukan seperti itu, tidak kalah paniknya dengan Elaine. Dia berlari keluar dan memanggil sopir untuk menyiapkan mobil. Setibanya di rumah sakit, Elaine didorong menggunakan brangkar. Dokter dan perawat lalu masuk melihat kondisi Elaine. Dokter mencium cairan itu dan berkata dengan gugup, “Nyonya, jangan bergerak, cairan ketuban pecah. Aku akan segera perintahkan untuk mempersiapkan ruang persalinan dan dokter kandungan yang akan menanganimu.” Setelah mendengar itu, wajah Elaine menjadi pucat. Cairan ketuban pecah itu artinya anak akan segera lahir, tapi kandungannya baru berusia 7 bulan. “Dokter, tolong lakukan yang terbaik!” Elaine memegang perutnya dengan cemas dan bibirnya bergetar hebat. Reyhan pernah mendampingi Allesia melahirkan tapi dia tidak pernah menghadapi hal seperti ketuban pecah dan lain sebagainya. Karena dia merasakan ada keanehan, dia lalu bertanya pada dokter, “Apa yang terjadi, Dok?” “Istri anda akan dibawa ke ruang persalinan karena air ketubann
“Maaf Tuan, tiba-tiba ada seorang wanita yang muncul di depan mobil. Untung saja saya cepat menginjak rem, kalau tidak hasilnya akan parah sekali.” Supir sudah berkeringat dingin karenanya.“Turun dan lihat kondisinya. Jangan menunda waktu dan cepat bereskan.” Reyhan berbicara sembari melirik jam tangannya. Sama sekali tidak ada maksud untuk ikut turun dari mobil.Supir buru-buru mengangguk, mendorong pintunya dan turun dari mobil. Di depan mobil Mercedes hitam, seorang wanita duduk dengan sangat lemah. Kulit kakinya tergores membuat dia terus saja menangis kesakitan.Ketika perempuan itu mendengar ada orang yang mendekatinya, dia langsung menatapnya dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya. Alhasil, rencananya gagal, yang keluar bukanlah CEO yang tadi bersamanya.“Nona, apakah tidak apa-apa?” Supir berjalan menghampirinya, lalu melihat perempuan itu dari ujung kaki ke ujung rambut. Ketika tidak menemukan luka serius pada tubuhnya, kecuali kaki yang tergores sedikit, supir itu ba
“Hallo, Nona Elaine. Aku Audi putri kedua dari Pak Walikota. Maaf dari tadi aku belum sempat menyapa.” Audi memegang tangan Elaine.“Tuan Reyhan, apa kabar?” Audi tidak lupa menyapa Reyhan, dibandingkan dengan Andin, Audi jauh lebih agresif dan terlihat berterus terang.“Nona Elaine, sekarang kamu sudah bergabung dengan wanita kelas atas. Mari aku perkenalkan teman-temanku. Kamu pasti bisa menyesuaikan diri dengan mereka.” Dengan cepat Audi menarik tangan Elaine agar menjauh dari Reyhan.Selang waktu berjalan, Reyhan sudah menghabiskan wine yang ada di gelas. Tiba-tiba seorang pelayan datang lagi menghampirinya, dan mengatakan bahwa Elaine sedang menunggunya di lantai atas dan meminta untuk ke sana.“Tunggu, untuk apa istri saya ke atas? Ini rumah pribadi, bukan hotel yang bisa dia masuk sesuka hati.”“Nona kedua mengatakan kalau Nyonya Elaine merasa tidak nyaman pada perutnya. Dia lalu membawa Nyonya Elaine beristirahat di kamarnya.”Reyhan merasa ini cukup masuk akal, tapi sebelum i
“Ceritanya sangat panjang, bahkan aku saja tidak tahu harus menceritakannya darimana.” “Ya Tuhan! Sungguh dia bahkan tidak mengundangku dalam pernikahan kalian. Apa dia sudah tidak menganggapku sebagai teman lagi?” Dania dari tadi begitu banyak pertanyaan dan Elaine tidak bisa menjawab semuanya. Dia dan Reyhan bisa dibilang memang sudah menikah, tapi pesta pernikahan dan acara lainnya bahkan belum diadakan sama sekali. “Apakah kalian menikah secara diam-diam?” Dania sungguh orang yang tidak bisa mengontrol ucapannya. “Bisa dibilang seperti itu, dan aku rasa itu juga cukup baik.” Dari ucapan Elaine, Dania bisa menyimpulkan bahwa wanita di hadapannya ini adalah wanita sederhana juga cantik. Reyhan menatap mereka dengan dingin, hatinya sudah dibakar oleh perasaan cemburu terhadap Dania yang jelas-jelas tidak sebanding dengan dirinya dilihat dari sisi manapun. Ketika Dania merasakan tatapan Reyhan, dia lalu berkata padanya, “Reyhan, kamu tidak mengundangku di hari pernikahanmu. Diam
Di dalam sebuah ruangan, ada boneka barbie besar seukuran dirinya. Boneka itu bisa bergerak dan memberi hormat, bagaikan robot tapi sangat mirip dengan manusia sungguhan.Hanya saja ketika tahu bahwa tangan Kaesha sedang memegang remote untuk menggerakkannya, Elaine tersenyum padanya.“Nyonya, apakah ada yang bisa dibantu?” Betapa terkejutnya Elaine, ternyata robot itu bisa berbicara.“Di mana kalian mendapatkan robot seperti ini?” tanya Elaine penasaran.“Robot barbie ini didatangkan langsung dari German oleh papa. Papa sudah memesannya selama satu tahun, dan bertepatan dengan hari ulang tahun Kaesha, robot itupun selesai dirakit. Jadi papa menjadikannya sebagai hadiah untuk Kaesha.”Elaine sungguh tercengang mendengarnya, apakah mereka benar-benar tidak memiliki tempat lagi untuk menyimpan uang. Hanya ulang tahun seorang anak kecil berusia 6 tahun, apakah perlu menghamburkan uang seperti ini?Apakah putranya nanti juga akan dimanjakan hingga ke atas langit ke tujuh seperti ini? Ya t
Hanya ada lampu berwarna orange di dalam kamar, cahaya lampunya sedikit redup. Kaesha berbaring di atas ranjang, tubuhnya terbungkus dengan selimut kartun. Wajah putih kecilnya mengerut, menangis terisak, kedua tangannya tidak berhenti melambai.“Mama, mama!”Elaine duduk di samping ranjang, mengangkat tubuh Kaesha yang berat dan membawanya ke dalam pelukan, menghibur dengan ringan, “Jangan takut, ada mama di sini.”Mendapatkan pelukan yang hangat, Kaesha mulai merasa tenang, tapi masih ada butir air mata di wajahnya. Elaine dengan lembut menyeka bekas air mata di pipinya.“Apakah dia mimpi buruk lagi?” Reyhan berdiri di depan pintu, rambutnya masih basah setelah mandi. Dengan lembut bertanya.“Iya.” Elaine mengangguk.Dia terus saja memanggil mamanya, Elaine juga tidak tahu mama yang dimaksud di sini apakah dirinya atau Allesia.Reyhan melihat ada sorot kekecewaan dalam wajah Elaine, dia lalu berkata, “Kaesha dari kecil selalu bermimpi dan memanggil mama, sudah lama semenjak kehadira
Roy kembali merangkul tubuh Elaine dan mengucapkan selamat ulang tahun untuknya, segala doa dia panjatkan untuk menantunya di dalam hati.“Nyonya, maaf, hanya ini yang bisa kami berikan untukmu.” Suara salah seorang perwakilan pelayan yang juga sedang membawa kue di tangannya.Tidak heran jika Elaine begitu dihormati dan disegani oleh para pelayannya, karena memang karakter Elaine yang baik hati dan tidak sombong.Dia tidak pernah sekalipun memandang rendah mereka, justru Elaine selalu mengajari mereka cara menghormati orang lain dari prilakunya.“Makanan sudah siap kan? Ayoo kita makan bersama.” Roy mengarahkan mereka untuk masuk, dia juga mulai belajar memperlakukan pelayan dengan baik.Dia hampir seharian ini sudah mendengar langsung dari para pelayan di rumah Reyhan, bagaimana Elaine memperlakukan mereka selama ini.Jika dulu dia mendengar semua itu, dia pasti akan menganggap Elaine wanita rendahan yang berasal dari kalangan pelayan. Karena bagi Roy, pelayan hanyalah orang yang di
Elaine juga kaget dan langsung melihat Reyhan yang sudah memeluk tubuhnya, “Kenapa ponselmu tidak bisa dihubungi? Elaine, apakah kamu tahu betapa khawatirnya aku menunggumu di sini?” Elaine yang menghadapi tatapan mata perhatian dari Reyhan, luka dihatinya seperti terkoyak lagi. Namun dia hanya berpura-pura menyembunyikan perasaannya. “Kenapa kamu ada di sini? Apakah kamu sudah sembuh?” “Tidak peduli dengan rasa sakitku, aku hanya ingin bersamamu dan merindukanmu.” Reyhan menarik Elaine ke atas, setelah menutup pintu apartemen, dia pun memeluk Elaine dengan sangat erat, seperti Elaine akan menghilang dari hidupnya. “Apakah kamu tahu, bagaimana aku melewati hari-hari tanpamu? Setiap hari aku lalui dengan rasa takut. Berjanjilah ini adalah pertama kalinya dan juga terakhir kalinya kamu tidak ada di sisiku. Kalau tidak, aku pasti akan hancur.” Elaine bersandar di dada Reyhan yang hangat, dia bahkan bisa merasakan detak jantung Reyhan. Air mata kembali mengalir, hari-hari terakhir ta