Fernando mengangkat alisnya, "Tunggu, jadi tuan Sunarya itu punya dua orang putra?"Temannya menganguk, "Iya, yang saat ini menjadi kekasih putrimu adalah putra kedua dari istri keduanya. Sedangkan yang kudengar, pewaris yang sesungguhnya adalah putranya yang pertama. Sampai saat ini tidak banyak orang yang bisa melihatnya dengan jelas. Dia begitu rahasia dan tidak sembarang orang yang bisa bertemu dengannya.""Tapi itu juga masih merupakan sebuah gosip dikalangan pebisnis. Untuk lebih jelasnya, tuan Sunarya belum pernah mengatakannya secara gamblang.""Tentu saja hal seperti itu tidak akan dengan mudah dikatakan oleh tuan Sunarya."Mereka menganggukkan kepala, membenarkan perkataan itu. Dalam kondisi keluarga Sunarya, keluarga itu memiliki kekuatan yang kuat, tetapi rumor yang diucapkan dari mulut ke mulut tentu tidak akan hilang dengan mudah.Semakin kuat sebuah keluarga maka akan semakin menarik untuk mengulik kehidupan pribadi. Tuan Sunarya memiliki dua orang anak lelaki dari dua
Mobil yang ditumpangi oleh Reyhan itu perlahan berjalan menjauhi restoran. Meninggalkan sang pemilik restoran yang menatapnya kegirangan.Pemilik restoran sangat senang bisa bertemu dengan tuan muda Sunarya yang terkenal sangat misterius hingga tidak sembarang orang bisa bertemu. Hari ini siapa sangka dia malah memiliki kesempatan itu.Mungkin perkataannya tadi tidak akan ditanggapi dengan serius tetapi untuk ke depannya bisa jadi tuan muda Sunarya akan kembali menggunakan restorannya sebagai tempat pertemuan dengan klien bisnis lainnya.Seperti mendapat angin segar, sang pemilik restoran tidak kunjung menurunkan senyumannya. Dalam kepalanya hanya ada keuntungan-keuntungan yang akan dia dapatkan setelahnya.Sementara di sebelah dari pemilik restoran itu, ada seorang pengawal keluarga Sunarya yang tertinggal dia sana.Dia mengenakan jas hitam dan tersenyum tipis, “Bos, tuan muda kami tidak suka dipublikasikan, sehingga mohon untuk merahasiakan kedatangannya di sini.”Pemilik restoran t
Pengacara menghela napasnya, menatap Devan dengan kasihan. Pada akhirnya, pengacara hanya bisa menerima sikap Devan dengan terdiam. Dia juga tidak melontarkan pertanyaan lagi kepada pria itu, karena pertanyaannya akan sia-sia."Baiklah, aku akan melakukannya sesuai dengan yang kamu minta." Pengacara mengambil tasnya kemudian berdiri dan mengulurkan tangannya, "Terimakasih karena telah mempercayakan kasus ini padaku. Dan maafkan aku karena tidak bisa membantumu."Devan menatap uluran tangan itu beberapa saat sebelum akhirnya sebuah senyum terlukis di wajah. Dia lalu bangun dan menerima uluran tangan pengacara."Tidak apa-apa. Aku mengerti," ucapnya.Pengacara semakin terheran dengan sikap Devan yang berubah banyak setelah kasus ini. Dia meyakinkan diri bahwa mungkin saja ini adalah yang terbaik. Dia adalah seorang pengacara dan telah melakukan tugasnya dengan baik, tapi memang hasil akhirnya tergantung dari hakim.Setelah bersalaman, pengacara lalu berpamitan dan meninggalkan Devan. Ki
Davendra tertawa kecil, menatap Allesia tanpa takut, menegakkan punggung bahkan cenderung mencondongkan tubuhnya ke arah Allesia, "Tidak. Aku tidak mau melakukan itu."Alis Allesia terangkat sebelah, kerutan di dahinya terlihat tajam, "Jika bukan itu, lalu apa yang kamu inginkan?"Davendra kembali berkata, “Aku ingin menanyakan beberapa informasi darimu.”Allesia memutar kedua bola matanya malas, yang dimaksud oleh Davendra, tentu saja dia paham. Karena perkataannya itulah membuat Allesia kembali teringat dengan kejadian mengerikan malam itu."Informasi apa yang ingin kamu ketahui dariku? Apakah informasi mengenai betapa pengecutnya kakakmu yang telah meninggalkanku seorang diri bersama dengan para penjahat itu? Menjadikanku tumbal supaya dirinya bisa selamat?" Allesia sama sekali tidak menahan amarah dalam dirinya. Dia mengatakannya secara gamblang dan ketus yang tidak disembunyikan.Davendra sama sekali tidak terkejut dengan kemarahan
Mendengar pertanyaan Allesia, seketika tubuh Devan menegang, raut wajahnya berubah tetapi dengan cepat dia berusaha untuk bersikap normal. Tentu saja Allesia bukan wanita bodoh, jelas-jelas dia melihat perubahan mimik wajah pria itu. Namun, dia hanya diam saja dan membiarkan mantan kekasihnya itu bersikap sesukanya.Devan berkata sambil terkekeh, “Aku sudah bisa menebak apa tujuanmu ke sini, ayo silahkan duduk! Kita bahas pertanyaanmu itu sambil melepas rindu.”Allesia menggelengkan kepalanya mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh Devan. Padahal sudah mendorongnya ke jurang kematian tetapi pria ini semakin tidak tahu malu.Devan mempersilahkan Allesia duduk layaknya ini bukanlah tahanan, melainkan rumahnya sendiri. Dia bahkan bersikap seperti seorang gentlemen dengan menepuk kursi seakan sedang membersihkannya dari butiran debu sebelum diduduki oleh Allesia.Allesia melihatnya, tetapi dia sudah melihat sifat asli Devan yang sesungguhnya. Jadi dia tidak akan mudah goyah dengan
Devan tersenyum mendengar pertanyaan Allesia. Dia tentu tahu keterkejutan di wajah wanita ini juga merupakan sebuah perasaan takut dalam hatinya."Kenapa kamu hanya tersenyum?" Hati Allesia semakin gusar melihat ekspresi Devan yang sama sekali tidak bisa ditebak. Dia mulai geram, hatinya diliputi perasaan takut jika ternyata memang benar dia adalah orang yang ditargetkan oleh Devan."Katakan padaku, siapa yang akan menjadi targetmu?!" Nada suara Allesia agak sedikit meninggi akibat dia terbawa emosi."Sstttt ... bukankah sudah kukatakan bahwa kita tidak boleh sembarangan berbicara?" Devan memperingati.Allesia menurunkan emosinya, kemudian setelah perasaannya sedikit tenang, dia kembali bertanya, "Siapa orangnya?"Butuh waktu beberapa saat sampai akhirnya dia paham apa yang dipikirkan oleh Allesia. Setelah otaknya mulai bisa berpikir, tawa Devan menggema dalam ruang tahanan itu.Kerutan di dahi Allesia semakin dalam, tawa yang keluar dari mulut Devan, dia masih tidak bisa memahaminya.
Sementara di tempat lain, Reyhan dan Elaine sedang menghadiri acara sekolah Kaesha.Tiba-tiba saja, sebuah Mercedes-Benz berhenti di depan mereka, seorang wanita turun dari mobil dan langsung memanggil Elaine.“Elaine, apa yang sedang kamu lakukan di sini? Kamu tidak sedang menjemput anakmu kan? Aku dengar kamu juga baru menikah.”Elaine agak kaget, pasalnya, temannya yang bernama Kania ini tiba-tiba muncul di hadapannya. Setahunya, Kania tinggal di luar negeri.Kini, sosok Kania sedang memandang ke arah Reyhan, dia mengerutkan kening dan bertanya, “Elaine, apa dia suamimu?”“Iya.” Elaine mengangguk mengiyakan.Melihat pakaian Reyhan yang sederhana, Kania tidak bisa menyembunyikan ekspresi merendahkan di wajahnya.Namun, di depan Elaine, dia tetap tersenyum, “Suamimu cukup tampan, dia tinggi dan memiliki tubuh yang bagus. Aku sudah mendengar acara pernikahanmu, bisa dibilang kalian menikah tanpa acara yang meriah.”“Terima kasih.” Reyhan tidak membantah dan hanya menerimanya begitu sa
Elaine memandang Reyhan, dalam hati sebenarnya dia sudah lumayan jengah dengan sifat Kania yang suka melebih-lebihkan. Selalu memandang orang hanya dari penampilan. Memandang rendah orang yang dirasa tidak sepadan. Elaine bisa menduga bagaimana sikap Kania jika tahu latar belakang Reyhan. Identitas suaminya yang merupakan pewaris dari Sunarya Grup.Sepanjang perjalanan, Kania tak henti memamerkan suaminya. Betapa hebat pilihan dan hidupnya sekarang. Memilih seorang pria bule dengan latar belakang keluarga kaya. Hidup dalam kemewahan dan bergelimpahan harta kekayaan.Namun, Elaine sama sekali tidak merasa iri, dia jelas memiliki lebih dari yang Kania miliki. Reyhan, dari segi penampilan dan latar belakang, bahkan perangainya, sangat sempurna bagi Elaine. Hanya dengan melihat Reyhan saja, sudah membuatnya merasa cukup dengan seisi dunia meski terkadang pertengkaran kecil di antara mereka tidak bisa dihindarkan.Sekitar 30 menit dari sekolah Kaesha terdapat sebuah restoran mewah yang bia
Elaine merasa dia sudah berusaha adil pada kedua anaknya. Tapi entahlah namanya pemikiran orang dia tidak bisa menebak.Elaine mengerucutkan bibirnya, “Bagaimana bisa aku begitu menyayangi anak itu, aku memarahinya satu kali maka dia akan membalas 10 kali. Anak itu begitu pandai berbicara, dia pantas menjadi penerusmu.”“Abi ingin menjadi seorang pengacara, menegakkan keadilan.” Elaine tersenyum.Tahun ini Kaesha sudah berusia 17 tahun dan Abimanyu 11 tahun. Saat itu Reyhan datang ke kamar putrinya, dengan canggung berkata, “Bagaimana dengan sekolahmu?”“Papa.” Kaesha tidak lantas menjawab, lantaran kaget dengan sosok papanya yang masuk ke kamar. Perasaan campur aduk kini memenuhi seluruh ruangan.Reyhan tidak akan secanggung ini jika bertemu dengan Abimanyu atau sekedar mengobrol dengannya, mungkin karena Abimanyu adalah laki-laki sedangkan Kaesha adalah seorang putri yang sudah remaja. Sangat tidak baik jika dia memberikan kesan yang buruk.“Sekolah, baik Pa.”“Tahun depan kamu suda
Reyhan diberitahukan seperti itu, tidak kalah paniknya dengan Elaine. Dia berlari keluar dan memanggil sopir untuk menyiapkan mobil. Setibanya di rumah sakit, Elaine didorong menggunakan brangkar. Dokter dan perawat lalu masuk melihat kondisi Elaine. Dokter mencium cairan itu dan berkata dengan gugup, “Nyonya, jangan bergerak, cairan ketuban pecah. Aku akan segera perintahkan untuk mempersiapkan ruang persalinan dan dokter kandungan yang akan menanganimu.” Setelah mendengar itu, wajah Elaine menjadi pucat. Cairan ketuban pecah itu artinya anak akan segera lahir, tapi kandungannya baru berusia 7 bulan. “Dokter, tolong lakukan yang terbaik!” Elaine memegang perutnya dengan cemas dan bibirnya bergetar hebat. Reyhan pernah mendampingi Allesia melahirkan tapi dia tidak pernah menghadapi hal seperti ketuban pecah dan lain sebagainya. Karena dia merasakan ada keanehan, dia lalu bertanya pada dokter, “Apa yang terjadi, Dok?” “Istri anda akan dibawa ke ruang persalinan karena air ketubann
“Maaf Tuan, tiba-tiba ada seorang wanita yang muncul di depan mobil. Untung saja saya cepat menginjak rem, kalau tidak hasilnya akan parah sekali.” Supir sudah berkeringat dingin karenanya.“Turun dan lihat kondisinya. Jangan menunda waktu dan cepat bereskan.” Reyhan berbicara sembari melirik jam tangannya. Sama sekali tidak ada maksud untuk ikut turun dari mobil.Supir buru-buru mengangguk, mendorong pintunya dan turun dari mobil. Di depan mobil Mercedes hitam, seorang wanita duduk dengan sangat lemah. Kulit kakinya tergores membuat dia terus saja menangis kesakitan.Ketika perempuan itu mendengar ada orang yang mendekatinya, dia langsung menatapnya dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya. Alhasil, rencananya gagal, yang keluar bukanlah CEO yang tadi bersamanya.“Nona, apakah tidak apa-apa?” Supir berjalan menghampirinya, lalu melihat perempuan itu dari ujung kaki ke ujung rambut. Ketika tidak menemukan luka serius pada tubuhnya, kecuali kaki yang tergores sedikit, supir itu ba
“Hallo, Nona Elaine. Aku Audi putri kedua dari Pak Walikota. Maaf dari tadi aku belum sempat menyapa.” Audi memegang tangan Elaine.“Tuan Reyhan, apa kabar?” Audi tidak lupa menyapa Reyhan, dibandingkan dengan Andin, Audi jauh lebih agresif dan terlihat berterus terang.“Nona Elaine, sekarang kamu sudah bergabung dengan wanita kelas atas. Mari aku perkenalkan teman-temanku. Kamu pasti bisa menyesuaikan diri dengan mereka.” Dengan cepat Audi menarik tangan Elaine agar menjauh dari Reyhan.Selang waktu berjalan, Reyhan sudah menghabiskan wine yang ada di gelas. Tiba-tiba seorang pelayan datang lagi menghampirinya, dan mengatakan bahwa Elaine sedang menunggunya di lantai atas dan meminta untuk ke sana.“Tunggu, untuk apa istri saya ke atas? Ini rumah pribadi, bukan hotel yang bisa dia masuk sesuka hati.”“Nona kedua mengatakan kalau Nyonya Elaine merasa tidak nyaman pada perutnya. Dia lalu membawa Nyonya Elaine beristirahat di kamarnya.”Reyhan merasa ini cukup masuk akal, tapi sebelum i
“Ceritanya sangat panjang, bahkan aku saja tidak tahu harus menceritakannya darimana.” “Ya Tuhan! Sungguh dia bahkan tidak mengundangku dalam pernikahan kalian. Apa dia sudah tidak menganggapku sebagai teman lagi?” Dania dari tadi begitu banyak pertanyaan dan Elaine tidak bisa menjawab semuanya. Dia dan Reyhan bisa dibilang memang sudah menikah, tapi pesta pernikahan dan acara lainnya bahkan belum diadakan sama sekali. “Apakah kalian menikah secara diam-diam?” Dania sungguh orang yang tidak bisa mengontrol ucapannya. “Bisa dibilang seperti itu, dan aku rasa itu juga cukup baik.” Dari ucapan Elaine, Dania bisa menyimpulkan bahwa wanita di hadapannya ini adalah wanita sederhana juga cantik. Reyhan menatap mereka dengan dingin, hatinya sudah dibakar oleh perasaan cemburu terhadap Dania yang jelas-jelas tidak sebanding dengan dirinya dilihat dari sisi manapun. Ketika Dania merasakan tatapan Reyhan, dia lalu berkata padanya, “Reyhan, kamu tidak mengundangku di hari pernikahanmu. Diam
Di dalam sebuah ruangan, ada boneka barbie besar seukuran dirinya. Boneka itu bisa bergerak dan memberi hormat, bagaikan robot tapi sangat mirip dengan manusia sungguhan.Hanya saja ketika tahu bahwa tangan Kaesha sedang memegang remote untuk menggerakkannya, Elaine tersenyum padanya.“Nyonya, apakah ada yang bisa dibantu?” Betapa terkejutnya Elaine, ternyata robot itu bisa berbicara.“Di mana kalian mendapatkan robot seperti ini?” tanya Elaine penasaran.“Robot barbie ini didatangkan langsung dari German oleh papa. Papa sudah memesannya selama satu tahun, dan bertepatan dengan hari ulang tahun Kaesha, robot itupun selesai dirakit. Jadi papa menjadikannya sebagai hadiah untuk Kaesha.”Elaine sungguh tercengang mendengarnya, apakah mereka benar-benar tidak memiliki tempat lagi untuk menyimpan uang. Hanya ulang tahun seorang anak kecil berusia 6 tahun, apakah perlu menghamburkan uang seperti ini?Apakah putranya nanti juga akan dimanjakan hingga ke atas langit ke tujuh seperti ini? Ya t
Hanya ada lampu berwarna orange di dalam kamar, cahaya lampunya sedikit redup. Kaesha berbaring di atas ranjang, tubuhnya terbungkus dengan selimut kartun. Wajah putih kecilnya mengerut, menangis terisak, kedua tangannya tidak berhenti melambai.“Mama, mama!”Elaine duduk di samping ranjang, mengangkat tubuh Kaesha yang berat dan membawanya ke dalam pelukan, menghibur dengan ringan, “Jangan takut, ada mama di sini.”Mendapatkan pelukan yang hangat, Kaesha mulai merasa tenang, tapi masih ada butir air mata di wajahnya. Elaine dengan lembut menyeka bekas air mata di pipinya.“Apakah dia mimpi buruk lagi?” Reyhan berdiri di depan pintu, rambutnya masih basah setelah mandi. Dengan lembut bertanya.“Iya.” Elaine mengangguk.Dia terus saja memanggil mamanya, Elaine juga tidak tahu mama yang dimaksud di sini apakah dirinya atau Allesia.Reyhan melihat ada sorot kekecewaan dalam wajah Elaine, dia lalu berkata, “Kaesha dari kecil selalu bermimpi dan memanggil mama, sudah lama semenjak kehadira
Roy kembali merangkul tubuh Elaine dan mengucapkan selamat ulang tahun untuknya, segala doa dia panjatkan untuk menantunya di dalam hati.“Nyonya, maaf, hanya ini yang bisa kami berikan untukmu.” Suara salah seorang perwakilan pelayan yang juga sedang membawa kue di tangannya.Tidak heran jika Elaine begitu dihormati dan disegani oleh para pelayannya, karena memang karakter Elaine yang baik hati dan tidak sombong.Dia tidak pernah sekalipun memandang rendah mereka, justru Elaine selalu mengajari mereka cara menghormati orang lain dari prilakunya.“Makanan sudah siap kan? Ayoo kita makan bersama.” Roy mengarahkan mereka untuk masuk, dia juga mulai belajar memperlakukan pelayan dengan baik.Dia hampir seharian ini sudah mendengar langsung dari para pelayan di rumah Reyhan, bagaimana Elaine memperlakukan mereka selama ini.Jika dulu dia mendengar semua itu, dia pasti akan menganggap Elaine wanita rendahan yang berasal dari kalangan pelayan. Karena bagi Roy, pelayan hanyalah orang yang di
Elaine juga kaget dan langsung melihat Reyhan yang sudah memeluk tubuhnya, “Kenapa ponselmu tidak bisa dihubungi? Elaine, apakah kamu tahu betapa khawatirnya aku menunggumu di sini?” Elaine yang menghadapi tatapan mata perhatian dari Reyhan, luka dihatinya seperti terkoyak lagi. Namun dia hanya berpura-pura menyembunyikan perasaannya. “Kenapa kamu ada di sini? Apakah kamu sudah sembuh?” “Tidak peduli dengan rasa sakitku, aku hanya ingin bersamamu dan merindukanmu.” Reyhan menarik Elaine ke atas, setelah menutup pintu apartemen, dia pun memeluk Elaine dengan sangat erat, seperti Elaine akan menghilang dari hidupnya. “Apakah kamu tahu, bagaimana aku melewati hari-hari tanpamu? Setiap hari aku lalui dengan rasa takut. Berjanjilah ini adalah pertama kalinya dan juga terakhir kalinya kamu tidak ada di sisiku. Kalau tidak, aku pasti akan hancur.” Elaine bersandar di dada Reyhan yang hangat, dia bahkan bisa merasakan detak jantung Reyhan. Air mata kembali mengalir, hari-hari terakhir ta