"Tuan, mereka bilang mereka bisa membantumu untuk membunuh pembunuh Daniel. Mereka harap kamu bisa memberi mereka kesempatan untuk bertemu," kata pengawal."Oh? Benarkah?" kata Roman sambil mengernyitkan alis.Setelah merenung sejenak, dia akhirnya menganggukkan kepala. "Baiklah, biarkan mereka masuk.""Baik!" Setelah merespons, pengawal itu segera pergi. Tak lama kemudian, dia sudah membawa Julia dan Gretel memasuki ruangan.Julia masih lumayan, hanya pipi yang sedikit bengkak. Sementara itu, Gretel terlihat agak menyedihkan dengan wajah pucat, kurang bersemangat, dan duduk di kursi roda kesulitan bergerak. Dia bahkan sesekali batuk beberapa kali, jelas sangat lemah."Hormat pada Tuan Roman." Saat melihat Roman, Julia segera bersujud dan sikapnya sangat hormat.Gretel berusaha untuk bangkit dari kursi roda, tetapi Roman mengangkat tangan dan menghentikannya. "Sudahlah. Nggak perlu begitu formal, cepat berdiri.""Terima kasih banyak Tuan Roman." Julia segera bangkit, lalu menundukkan k
Malam itu berlalu dengan cepat.Keesokan paginya, Luther tiba-tiba menerima telepon dari Julia."Halo. Luther, kami ingin berbicara denganmu, bisa bertemu dengan kami?" kata Julia dengan nada yang lembut."Nggak ada yang bisa dibicarakan di antara kita, semuanya adalah kesalahan kalian sendiri," kata Luther dengan dingin."Luther, aku sudah tahu kesalahanku, aku sangat menyesali pilihanku dulu. Bisa beri aku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku?" kata Julia dengan sangat sedih."Beri kamu kesempatan? Bagaimana dengan Berry? Dia jelas-jelas nggak melakukan apa-apa, tapi kalian malah membunuhnya. Apa kalian ada memberinya kesempatan?" kata Luther dengan tanpa ekspresi."Kamu salah paham, kematian Berry nggak ada hubungannya dengan kami. Aku bersumpah, aku awalnya nggak tahu apa pun," kata Julia dengan nada serius."Apa kamu pikir aku akan percaya? Kalian sama seperti Daniel, sama-sama kejam," kata Luther dengan ekspresi dingin. Dia sudah tahu Julia ini kejam, egois, dan berpura-pura
Setelah berinteraksi dengan Luther selama beberapa saat, Julia sudah sangat mengenal dengan Luther. Meskipun tidak ahli dengan hal lain, dia sangat pandai dalam mengenal temannya."Cepat lihat! Dia sudah datang!" Pada saat ini, Gretel seolah-olah melihat sesuatu dan tiba-tiba menunjuk ke arah pintu.Saat mengikuti arah yang ditunjuk Gretel, Julia melihat Luther yang berpakaian putih sedang perlahan-lahan memasuki ruangan. Yang membuat mereka senang adalah Luther datang sendirian, tanpa membawa orang untuk membantunya. Semuanya terjadi sesuai dengan rencana mereka."Luther, kamu akhirnya datang. Silakan duduk." Setelah Luther mendekat, Julia segera bangkit untuk menyambut Luther sambil tersenyum. Sikapnya yang sangat ramah itu seolah-olah Luther adalah teman yang sudah lama tak berjumpa.Luther malah langsung duduk tanpa sungkan dan berkata dengan dingin, "Aku sudah datang, langsung katakan saja.""Nggak perlu terburu-buru, minum teh ini dulu dan kita pelan-pelan membahasnya," kata Juli
Harus diakui, wanita berpakaian merah itu sangat cantik. Bukan hanya penampilannya yang cantik, yang paling menonjol adalah auranya yang spesial hingga bisa membuat orang terpesona dengan mudah."Ternyata dia tahu pesona." Setelah tertegun sejenak, Luther segera menyadari situasinya.Saat wanita berpakaian merah itu turun sambil berputar, tubuhnya akan menyebarkan aroma yang lembut, sehingga orang yang mencium aroma itu akan terhanyut. Ini tentu hanya sebuah trik kecil saja. Sebenarnya, yang paling menakutkan adalah tatapannya yang memancarkan cahaya putih yang memiliki kekuatan magis untuk memikat. Ini adalah trik yang disebut pesona di dunia persilatan. Jelas wanita ini bukan orang biasa."Amber sudah keluar!""Memang pantas menjadi wanita cantik peringkat sepuluh besar di Peringkat Bidadari, kecantikannya sangat memikat!""Kalau bisa tidur satu malam dengan Amber, aku rela mati!""Amber adalah bintang terbaik di Restoran Raksi ini. Dia hanya menjual bakat, tapi nggak menjual tubuhny
Luther sudah bertemu banyak wanita cantik, mana mungkin terkena efek sihir pemikat ini. Luther juga bukan pria yang dikendalikan oleh hasrat."Tuan, kenapa marah-marah?" Amber menghampiri sambil tersenyum manis. Dia pun menjulurkan tangan untuk menuangkan dua gelas anggur, lalu meneruskan, "Tamu adalah raja. Aku merasa sangat terhormat karena kedatanganmu. Kalau begitu, aku akan bersulang untukmu."Selesai berbicara, Amber langsung mengangkat gelas anggur dan meneguknya hingga habis. Luther hanya menyesap anggurnya sedikit, lalu berkata dengan ekspresi datar, "Terima kasih.""Aku dan Julia berteman. Kudengar, kalian punya masalah sebelumnya. Aku benar-benar berterima kasih karena Tuan nggak bersikap perhitungan padanya," ujar Amber dengan tersenyum."Nona, sebaiknya kamu jangan ikut campur masalah kami. Ini juga demi kebaikanmu sendiri," timpal Luther dengan dingin."Tuan berbakat dan berkarisma, untuk apa bersikap perhitungan dengan wanita? Kalau Tuan mau membantuku kali ini, aku past
Luther melirik kunci itu, lalu bertanya, "Kenapa sok misterius begini? Jangan-jangan, kamu sudah merencanakan sesuatu?""Jangan bicara begitu. Kami cuma wanita lemah, mana mungkin bisa membuat rencana jahat," balas Julia yang memaksakan senyuman."Ya, kami benar-benar ingin bertobat, jadi nggak mungkin berbuat jahat lagi. Kalau nggak, kami akan disambar petir!" sumpah Gretel.Demi meyakini Luther, Gretel sampai berani bersumpah seperti itu. Mendengar ini, sudut bibir Julia berkedut. Dia ingin sekali menampar Gretel. Julia membatin, 'Silakan kalau kamu mau disambar petir, tapi jangan melibatkanku!'"Kalau begitu, kalian temani aku masuk," ujar Luther dengan nada datar."Eh ...." Ekspresi Julia membeku. Dia melirik Gretel, lalu menjelaskan, "Gretel naik kursi roda, susah beraktivitas. Aku harus menjaganya di sini. Lagi pula, pelaku itu kejam dan berbahaya. Apa yang bisa dilakukan wanita lemah seperti kami?""Benar, ini terlalu berbahaya bagi kami." Gretel buru-buru mengangguk.Luther tid
"Tuan, ini ruangannya. Selamat bersenang-senang." Setelah mengantar Luther ke ruang privat nomor 4, pengawal itu pun pergi.Luther mengetuk pintu dengan pelan, tetapi tidak ada respons apa pun. Dia mencoba merasakan, tetapi tidak merasakan bahaya apa pun. Setidaknya, tidak ada niat membunuh di ruangan ini.Luther membuka pintu dengan kunci, lalu langsung masuk. Ada aromaterapi di dalam ruangan ini, pencahayaannya tampak hangat. Di seberang pintu, terlihat sebuah meja dan kursi cendana dengan anggur dan camilan di atas.Di sebelah kiri, ada kain kasa merah yang digantung dan terlihat berbagai macam mainan seks. Di sebelah kanan, ada kain kasa putih yang digantung beserta ranjang di baliknya.Luther memandang ke sekeliling. Segera, dia mendapati seseorang berbaring di ranjang tersebut. Hanya saja, dia tidak bisa melihat wajah orang itu karena ditutupi selimut."Siapa kamu? Apa bisa keluar sebentar?" tanya Luther dengan tidak acuh. Orang itu tidak bergerak ataupun merespons, seolah-olah s
"Da ... dasar pembunuh! Berani sekali kamu membunuh Amber! Ini dosa besar! Pengawal, cepat tangkap pembunuh ini!" Kedua wanita itu terus berteriak. Mereka yakin bahwa Luther adalah orang yang membunuh Amber.Dalam sekejap, Luther dikepung oleh orang-orang. Semuanya memelototinya dengan galak. Amber menduduki posisi penting di tempat ini. Ada banyak pria yang mengejarnya. Orang-orang tentu menyayangkan kematiannya."Besar sekali nyalimu! Beraninya kamu membunuh orang di sini. Benar-benar cari mati!""Restoran Raksi termasuk industri Organisasi Mondial. Amber adalah adik Adam. Kamu nggak bakal bisa lolos kali ini!""Segera menyerah atau kami nggak akan segan-segan padamu."Orang-orang yang berkerumun sibuk berteriak. Penampilan mereka yang galak terlihat seperti ingin mencabik-cabik Luther."Bukan aku yang membunuhnya. Waktu aku masuk, dia sudah mati," jelas Luther dengan ekspresi datar."Omong kosong! Cuma kamu di dalam kamar. Siapa lagi kalau bukan kamu?""Benar! Kamu yang membunuh Amb