Share

Ketahuan

Author: Rahmi Aziza
last update Last Updated: 2022-10-21 08:48:35

“Jangan bicara kasar di depan anak kecil." Dia berkata lebih lembut kini, tapi menyebalkan, kesannya kok, jadi aku yang antagonis! 

Berusaha sabar, kutarik napas panjang. Mau marah, tapi kurasa waktunya memang tidak tepat. Aku tak mau Rania melihat kami tak akur sebagai keluarga. "Oke. Tapi kita mau ke mana?" 

Arman memandangku, diam beberapa detik, lalu bilang, “Aku yang tanya ke kamu, mau ke mana? Aku antar.”

Aku menatapnya takjub. Tumben. Ah, pasti Mama yang suruh. Mama gigih sekali ingin menjodohkanku dengan Arman.

“Aku mau ke reuni SMA. Yakin mau nganter?”

Setahuku Arman bukan orang yang suka dengan reuni. Setiap kali diundang reuni ia tidak pernah mau datang. Bahkan ia juga enggan masuk ke grup WA sekolah.

Aku dan Arman satu SMA dan satu angkatan hanya beda kelas. Lucunya, aku baru tahu saat hendak menikah dengan Mas Arya. Padahal kata Erna, Arman ini cukup populer di sekolah, lho. Banyak yang mengidolakan, ya maklum dia kan termasuk anggota klub basket yang sering memenangkan berbagai kejuaraan. 

Sebagai seorang yang pernah menjabat ketua ekskul jurnalistik, aku memang sempat mewawancarai tim basket, tapi bukan Arman, melainkan ketua timnya. Sementara anggotanya hanya kutahu sepintas saja, sebatas nama yang kuketikkan di mading dan majalah sekolah.

“Oke kita ke reuni, masuk!” Matanya memberi isyarat padaku untuk segera masuk ke dalam mobil. Aku menurut.

“Biasanya kamu tidak suka datang ke reuni? Kenapa sekarang-”

“Rania tanggung jawabku! ” Dengan cepat ia memotong ucapanku.

“Mulai sekarang aku yang akan menjaga kalian, menggantikan mas Arya.”

Alasan itu lagi. Antara senang ada sosok yang menyayangi dan melindungi Rania seperti ayahnya, tapi juga jengah, karena Arman jadi suka mengatur kehidupanku melebihi mas Arya sewaktu masih ada.

*******

Kami sampai di tempat reuni. Sebuah restoran yang cukup mewah di tengah kota Semarang. Resto ini punya beberapa ruang privat yang bisa dibooking untuk acara meeting, arisan atau reuni. Makanan di sini lumayan mahal. Kawan sekelasku yang kini bekerja di Irlandia yang menjadi sponsor acara. Kebetulan ia sedang pulang ke Indonesia untuk suatu urusan.

“Kita masuk sendiri-sendiri saja, aku turun duluan ya,” kataku sambil membuka sabuk pengaman saat mobil telah terparkir.

“Kenapa harus begitu?” tanyanya. 

“Nanti turun pasaranmu, dikira pria beristri, udah punya anak lagi” jawabku sekenanya sambil bercermin di kaca spion tengah mobil, merapikan jilbab.

Arman mencabut kunci mobil dan memasukkan di saku celananya, lalu membuka pintu, dan turun dari mobil.

“Rania biar sama aku,” katanya.

“Hah?” Aku ngga salah dengar?

Arman membuka pintu mobil bagian belakang tempat Rania duduk “Ayo Rania, sama Paman ya.”

“Asiik.” Rania terlihat hepi.

Sambil menggendong Rania, Arman kemudian membuka pintu mobil di sisi tempatku duduk.

Aku turun dari mobil dan berjalan bersisian dengannya menuju resto. Orang-orang yang kami lewati pasti mengira kami ini pasangan suami istri dengan satu anak. Ini yang sebenarnya tidak kusuka. 

“Nadiaa!” Erna memanggil saat aku clingukan di depan resto. Aku melambaikan tangan ke arahnya.

Setelah bersalam-salaman dan sedikit ngobrol dengan beberapa orang kawan yang duluan kutemui di area depan resto, aku berjalan menuju Erna. Ia tampak sedang mengobrol dengan sekumpulan temen-temen perempuan.

Sementara Arman bergabung bersama teman lelaki di sisi yang lain. Kulihat ia bercakap cukup akrab dengan beberapa orang teman sekelasku yang ikut ekstra kurikuler basket saat SMA.

“Nadia, kamu sama Arman, emm ...” Aku sudah bisa menebak arah pertanyaan Maya.

“Dia adik almarhum suamiku May ...”

Maya dan kebanyakan teman SMA lain sepertinya tidak tahu kalau Arman adik iparku. Aku memang tidak pernah memberi pengumuman ke temen sekelas bahwa aku adalah kakak ipar Arman. Yaa  buat apa, sepertinya tak penting juga. Beberapa teman yang tahu karena mereka hadir di acara pernikahanku dan melihat ada Arman di sana.

“Ohh, kirain.” Maya nampak lega mendengar jawabanku.

“Eh dia masih single kan?” tanya Maya menyelidik. Beberapa teman perempuan lain ikut kasak-kusuk ngomongin Arman.

“Tambah ganteng ya.” Sissy senyum-senyum memandang ke arah Arman.

“Tambah ganteng apa? Tambah rese iya!” kataku menimpali. Erna hanya tertawa-tawa mendengar obrolan kami.

Diam-diam aku melihat ke arah Arman. Ia berpenampilan rapi dengan mengenakan kemeja putih lengan panjang yang digulung sampai ke bawah siku. Banyak yang bilang Mas Arya dan Arman mirip. Tapi tidak di mataku. Mungkin karena pembawaan mereka beda. Mas Arya orang yang selalu ramah terhadap siapa saja, murah senyum, suka menyapa terlebih dahulu, beda dengan Arman. Laki-laki yang dingin, tidak banyak bicara. Secara fisik, kulit mas Arya sedikit lebih gelap daripada Arman, postur tubuh mas Arya, meski termasuk cukup tinggi, tapi sedikit lebih kecil dibanding Arman.

Arman tambah ganteng? Masa? Ah aku tak pernah ingat seperti apa dia waktu SMA. Aku masih terus memperhatikan Arman. Ia tengah menyuapi Rania makan dengan telaten. Maniis sekali. Ops, mikir apa aku ini. 

“Heh kamu ngapain senyum-senyum sambil lihatin Arman?” Suara Maya membuyarkan lamunanku.

“Eh enak aja, lihatin Arman. Aku lihat anakku, jangan sampe ditelantarin sama tuh orang.”

Maya memandangku tidak percaya. “Hmmm masa sih kamu ga jatuh cinta sama Arman.”

“Kakaknya lebih ganteng tauk, lebih perhatian, lebih lembut, beda jauh sama adiknya. Kamu belum kenal aja!” jawabku ketus.

“Kalo gitu mau dong dikenalin, ya ... ya ... pliissss. ” Maya bergelondotan di tanganku sambil tersenyum genit bikin aku keselek.

“Aduhh kalo itu, aku nggak janji, kayaknya sih dia udah ada calon,” jawabku, meski ngga terlalu yakin juga dia masih menjalin hubungan dengan Sheila atau tidak.

“Eh bentar ya aku mau ke toilet.” Aku mengelus-elus perut. Berakting lagi kebelet. Cara yang klise untuk mengakhiri obrolan tapi tetep ampuh.

“Oh oke, nanti kita ngobrol lagi ya! “ Maya lantas bergabung dengan teman yang lain.

Di toilet aku hanya cuci tangan dan merapikan jilbab, lalu keluar karena nampaknya acara sudah dimulai, sayup-sayup kudengar suara MC bicara di microphone.

Aku berjalan sedikit tergesa karena tidak mau ketinggalan acara. Tanpa sengaja, aku menginjak ujung rok ku sendiri. Hampir terjatuh, jika seseorang tidak memegang kedua tanganku dengan sigap.

Aku mengangkat kepalaku dan kulihat ...

“Pak Galang?”

Ia nampak kaget saat melihatku dan segera melepaskan pegangan tangannya.

Dari kejauhan kulihat Rania berlari ke arahku.

Tidaak, jangan ke sini Rania.

“Mamaaa ...” Rania menghambur memelukku,sementara Arman berjalan cepat mengikutinya.

Galang menatap tajam padaku dan Rania.

“Kamu ....” Ia nampak marah. “Kita ketemu besok di kantor!” geramnya kemudian berlalu pergi.

“Siapa dia?” tanya Arman.

Duuh mati aku!

Comments (15)
goodnovel comment avatar
siti fauziah
yah ketahuan ...
goodnovel comment avatar
Siti Fatimah Mamah
cerita nya membuat penasaran
goodnovel comment avatar
syauqi rabbani salam
menarik ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Hari Pertama

    Hari Senin, hari pertamaku masuk kerja. Grogi. Ini momen pertamaku bekerja lagi setelah tiga tahun lamanya tidak menyandang status sebagai pekerja kantoran. Ditambah harus bertemu lagi dengan Galang, setelah pertemuan tanpa sengaja tempo hari di acara reuni. Apa yang kira-kira akan dikatakannya nanti? Apakah ia akan menganggapku melakukan penipuan? Huh, entahlah. “Biar kutemani sampai ke dalam,” kata Arman sesampainya kami di Kafe Mentari. Nampaknya ia bisa membaca ekspresi tegang di wajahku. Di perjalanan pulang dari acara reuni kemarin, aku memang menceritakan semuanya. Perihal aku yang menggunakan kartu identitas lamaku untuk melamar kerja. Mau bagaimana lagi, ia sudah terlanjur melihat Galang bicara padaku dengan nada marah. “Jangan!! Kau pikir aku anak kecil harus dianter masuk segala,” cegahku. “Kalau bosmu marah, keluar saja, nanti akan kubantu mencari pekerjaan yang cocok buatmu.” “Heem.” Hanya itu jawabku. “Bahkan seharusnya, kamu tidak perlu bekerja, aku bisa menghidupi

    Last Updated : 2022-12-09
  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Bos Galak

    “Kamu itu, BISA MOTRET NGGAK, SIH?!” serunya sambil membanting sendok garpu diatas meja. “Aduh Pak, tadi udah bagus lho, tinggal kurangi senyum dikiit aja. Biar nampak elegan, gitu loh.” “Kasih instruksi itu yang jelas, jangan sepotong-potong!” bentaknya. “Maaf, Pak.” Aku menunduk, pura-pura merasa bersalah, padahal sebenarnya jengkel setengah mati. Mentang-mentang bos, seenaknya bentak anak buah. Huh! Mungkin ia sadar, foto yang kubuat demi kemajuan kafenya juga, iapun lantas mengambil kembali sendok dan garpu lalu berpose seperti yang kupinta. Tak menyia-nyiakan kesempatan, akupun mengambil beberapa foto. Setelah nasi goreng, kuletakkan mie sapi lada hitam di mejanya, lalu spagheti, steak, sup iga, mashed potato, burger, roti bakar, dan aneka minuman. Kuminta ia berganti pose. Setelah duduk dengan menoleh ke kanan, kuminta ia duduk menghadap jendela, duduk sambil makan, berdiri, berjalan, kayang, koprol, eh nggak lah, bisa ngamuk dia nanti. “Sekarang bapak pakai kostum chef

    Last Updated : 2022-12-10
  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Siapa Dia?

    Lonceng yang terpasang di pintu kafe berbunyi ketika aku sedang sibuk membuat konten untuk sosmed.Tak lama, seseorang mendorong pintu dari luar.Sesosok perempuan cantik, tinggi, modis, bak model berjalan masuk dengan anggun. Aku beranjak mendekatinya. Hmm apakah dia pikir kafe ini sudah buka?“Maaf mbak, kafe kami belum buka.” Aku tersenyum dengan kepala sedikit mendongak.Perempuan itu balas tersenyum tapi terlihat sinis.“Kamu nggak tahu siapa saya?” Ia membuka kaca mata hitam. Ampun deh, hari ini, nggak si bos, nggak tamu, kenapa judes semua ya.Siapa dia? Duuh, siapa, sih? Ibu negara? Menteri? Teman lama? Sepertinya familiar. Aku pernah lihat, tapi entah di mana. Lupa.“Maaf, Mbak mau bertemu siapa ya?" tanyaku akhirnya. Mungkin saja dia rekan bisnis Pak Wira. Kenapa aku baru kepikiran sekarang, ya.Perempuan itu masih tetap tersenyum sinis dengan mata memicing melihatku.Sesaat kemudian, secara mengagetkan tiba-tiba ia mendorong bahuku dengan kasar. Berjalan menerobos masuk ke

    Last Updated : 2022-12-10
  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Ipar Rasa Pacar

    “Tunggu!” Suaranya terdengar tak asing. Akupun menoleh demi memastikan dugaanku “A.. Arman?!”Spontan aku turun dari mobil. Mau apa sih, dia?“Mau ke mana?” tanyanya dingin seperti biasa.“Aku.. emm.. ada urusan pekerjaan,” jawabku sedikit gugup. Aneh sebenarnya, jawabanku ini kenapa jadi seperti seorang yang ke-gap selingkuh oleh pacar, sih?“Sudah lewat jam kantor, Rania sudah menunggumu di rumah.”“Sudah-sudah, tenang saja, akan kuantar dia pulang,” sahut Galang menengahi ketegangan diantara kami.“Tidak usah. Aku yang akan mengantarnya pulang.” Arman berjalan mendahuluiku menuju mobilnya. Pergi begitu saja tanpa berpamitan pada Galang.Aku menarik napas kesal lalu menoleh ke arah Galang. Ia hanya mengedikkan bahu. “Ikutlah bersama pacarmu.”“Dia bukan pacar saya, Pak!” kataku setengah berbisik.“Lalu?”Aku pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaan Galang. Kupikir-pikir, Arman memang sudah seperti pacar posesifku saja. Selalu mengatur aku harus begini, harus begitu dengan dalih

    Last Updated : 2022-12-11
  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Mak Comblang

    Sampai di rumah, aku teringat dengan selembar foto yang kutemukan terjatuh dari buku agenda Arman. Kupandangi lagi foto itu, mengingat-ingat kapan kira-kira foto itu diambil, saat kejadian apa, dan siapa yang memotretnya. Di foto itu aku tengah duduk di bangku panjang depan kelas. Tidak sendirian, ada Maya di sampingku. Nampaknya seseorang memotret kami dari lantai dua sekolah. Candid, karena aku maupun Maya sama-sama tidak melihat ke kamera. Kami sedang tersenyum menatap lurus ke depan. Entah apa yang kami lihat, aku lupa. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Panggilan whats app. Kulihat nama yang terpampang di layar. Maya. “Assalamualaikum May..” sapaku. “Waalaikum salam Nad, aku mau menagih janjimu kemarin,” kata Maya. “Hah? Janji apa?” Perasaan aku ngga pernah menjanjikan apa-apa deh ke Maya. “Itu tuh.. katanya kamu mau nyomblangin aku sama adik iparmu.” “Ihh siapa juga yang janji.” Maya memang selalu begitu, suka menyimpulkan sesuatu seenaknya sendiri. “Lagian aku kan bilang, dia t

    Last Updated : 2022-12-12
  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Menunggu

    “Kamu ... lagi?”Aku kaget melihat sosok di depanku."Pak Ga-lang," ujarku terbatas. Oh, dunia ini mengapa begitu sempitnya. Diantara sekian banyak tempat makan, kenapa Galang harus datang ke sini dan akhirnya kami jadi bertemu. "Mau ... makan, Pak?" tanyaku basa-basi."Mau makan orang!" Ia menjawab kasar lalu menengok jam tangannya. "Kamu sudah terlambat tiga menit lima puluh tujuh detik!"Astaghfirullah, kebangetan emang ini Bos, waktu sekolah, matematikanya pasti dapat nilai sempurna.“Maaf Pak, saya sudah mau kembali ke kantor.”"Perjalanan ke kafe saya dengan kendaraan bermotor memakan waktu, sebelas menit.""Kalau Bapak menahan saya di sini, saya bisa lebih lama lagi sampai kafe, Pak. Permisi, saya mau pesan ojek dulu." Aku menundukkan kepala dan hendak berlalu pergi, namun ucapannya kembali membuatku terhenti.“Menunggu ojek datang, bisa menghabiskan waktu lima sampai sepuluh menit."Grrrrh, rasanya ingin marah, namun tak berdaya. "Jadi, menurut Bapak saya harus bagaimana?" ta

    Last Updated : 2022-12-13
  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Bertemu Lagi (POV Arman)

    POV Arman“Suka ya?” Aku terkejut mendengar pertanyaan Maya. Pasti ia bertanya begitu karena memperhatikanku yang tanpa sadar terus melihat Nadia sampai hilang dari pandangan.“Ngeliatinnya gitu banget. Kamu suka sama Nadia?” Dia mengulangi pertanyaannya yang hanya kujawab dengan wajah yang pasti terlihat bingung di depannya. Karena jujur aku tak tahu harus menjawab apa. Mau jawab tidak, tapi aku suka, mau jawab suka, tapi ... “Kalau suka itu bilang aja.”“Ya nggak semudah itu.”“Oh, jadi beneran suka?”Aku menelan ludah menyesali pernyataan yang keluar dari mulutku barusan,. Itu artinya secara tidak langsung aku mengakui perasaanku ke Nadia di depan Maya, kan.“Kenapa sih? Karena dia mantan kakak iparmu?”Buru-buru aku meneguk minuman di depanku.“Memang sejak kapan sukanya?”“May!” Aku meletakkan gelas ke atas meja dengan sedikit keras. “Kamu tanya lagi, aku pulang nih!”“Yaelah Man, tersiksa banget ngga sih, mendam rasa kaya gitu. Apalagi kamu masih sering ketemu. Eh jangan-jangan

    Last Updated : 2022-12-13
  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Cemburu

    “Ayo!” sebuah suara mengagetkanku. Aku mengangkat kepala yang sedari tadi tertunduk memandangi gawai.“Udah lama nunggu?” tanyanya.“Nunggu? Siapa yang nunggu?” Aku berusaha berkelit. Kulihat sekilas ia tersenyum yang seolah tidak percaya dengan jawabanku.“Yaudah, yuk!” Dengan matanya ia memberi kode agar aku mengikutinya menuju mobil. “Gimana tadi?” Setelah sekian lama kami hanya diam dalam mobil yang melaju, akhirnya aku memulai pembicaraan.“Apa?”“Di resto.”“Oh, makanannya enak,” jawab Arman singkat.“Bukan itu. Gimana tadi Maya?”Mobil berhenti di lampu merah. Ia menoleh ke arahku.“Maya? Cantik, masih seperti dulu.”Entah mengapa aku merasa ada panas yang menjalar di wajahku. Iya Maya memang cantik. Dari dulu dia cewek idola di sekolahan. Mungkin termasuk Arman.“Jadi, kamu sengaja merencanakan semua ini?” tanyanya. Aku menatapnya dengan takut-takut lalu mengangguk.“Kenapa?”“Ini!” Aku mengulurkan selembar foto.“Kemarin terjatuh dari buku agendamu. Kukembalikan.”Arman meli

    Last Updated : 2022-12-13

Latest chapter

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 12

    "Serius, Ra, kamu mau berhenti kuliah?" Mata Andini membulat. Apalagi setelah Kinara menjawabnya dengan sebuah anggukan. "Ra, kita baru beberapa bulan kuliah, sayang tauk uang masuknya. Galang yang suruh?" Kinara menggeleng. "Nggak, Ndin." Memang bukan karena permintaan Galang. Justru lelaki itu sama terkejutnya dengan Andini saat Kinara mengutarakan niatnya berhenti kuliah. "Kenapa, Flo?" Galang mengusap mulutnya dengan serbet, menjauhkan piring makan yang telah kosong di depannya. "Bukannya kuliah itu cita-cita kamu dari dulu?" "Hmm, bukannya kamu seneng kalau aku nggak kuliah, nggak ketemu Mas Jagad lagi di sana." "Iya, aku memang cemburu, tapi nggak usah sampai berhenti juga, Sayaang." Galang mencubit gemas pipi Kinara. Aww. "Setelah kupikir-pikir, Lang." Kinara mengusap-usap pipinya yang dicubit Galang tadi. "Aku hanya ingin fokus belajar fotografi, di kuliahan pelajarannya macam-macam." "Nah, kalau alasan ini masuk akal. Oke, aku akan carikan sekolah fotografi terbaik bua

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 11

    Otak Kinara memerintahnya untuk berlari kencang namun otot kakinya menegang, sulit bergerak. Ia hanya mampu berjalan mundur, selangkah demi selangkah, lalu ... "Astaghfirullah." Tiba-tiba kakinya menginjak genangan air hingga ia jatuh terduduk. Kinara menoleh ke kanan dan ke kiri. Kenapa jalanan ini sepi sekali. Ditambah lagi hujan mulai turun rintik-rintik, membuat suasana semakin mencekam. "Oh, kamu rupanya. Sepertinya kita pernah berjumpa, ya." Hendri mengulurkan tangan, seolah mau membantu Kinara bangun dari jatuhnya. Namun Kinara menggeleng. Sedikit pun ia enggan menyentuh lelaki itu. "Mau terus-terusan di sini? Ayo ...." ujar lelaki itu, lembut tapi terdengar menyeramkan. "Kenapa, ha?" Ia mulai membentak, satu tangannya mencengkram kuat pipi Kinara. "Apa yang kau dengar?" Lagi-lagi Kinara hanya sanggup menggeleng tanpa suara. "Biarkan dia, kita bicara di tempat lain!" seru Malya yang nampak gusar. Ia tak mau berada di tempat ini berlama-lama namun merasa perlu menyelesaik

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 10

    "Kamu tahu dia siapa?" bisik Arash ketika Hendri sudah jalan menjauh. "Hah, siapa, Kak?" Kinara sedikit mencondongkan badan mendekat pada Arash. "Dia produser yang disebut Marini." "Ma-maksudnya yang menghamili Marini?" Arash mengangguk. "Hem, begitu menurut pengakuannya." "Tuntutannya belum diajukan, Kak?" Kinara ingat beberapa waktu lalu saat ke rumah sakit tempat Marini dirawat, perempuan itu sempat menunjukkan surat tuntutan. "Para korban pelecehan menolak menandatangi surat tuntutan. Marini pun akhirnya berubah pikiran. Aku tidak bisa memaksa." Kinara menelan ludah. Tak semudah itu memang mengakui kasus pelecehan seksual meski kita sebagai korban. "Tapi aku masih tetap berusaha. Ada seorang korban lagi yang sedkit demi sedkit mulai menguak kebusukannya." "Siapa, Kak?" "Ada, seorang aktris pendatang baru. Maaf, aku tidak bisa sebut nama. Tapi kemungkinan kamu pun tidak tahu. Debutnya baru sebatas pemeran figuran. Ia ditawari casting untuk sebuah film dan dilecehkan ketika

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 9

    Meski sudah kembali ke ibu kota, bukan berarti kesibukan Kinara berkurang. Jadwal syuting yang berbenturan dengan jam kuliah membuatnya terpaksa membolos lagi dan lagi. Saat hanya menjadi asisten, asalkan sudah mempersiapkan segala keperluan Galang, ia santai saja ijin barang beberapa jam untuk mengikuti perkuliahan, lalu setelahnya akan menyusul kembali ke lokasi syuting. Ah, ia jadi paham kenapa Galang sampai sekarang belum juga lulus kuliah. "Kinara, ntar sore jam empat, jangan lupa, lu dan Galang ada talkshow di podcast." Nah, belum lagi undangan wawancara sana-sini. Bagi Kinara sebagai artis pendatang baru, undangan wawancara terdengar mengerikan, bagaimana kalau dia sampai salah bicara. "Datang tepat waktu, promosikan sinetron kita, dan kalau ditanya soal Malya, jawab aja nggak tahu." "Oke, Bang, siap!" Karena Kinara diam saja, akhirnya Galang yang menjawab arahan Bang Sut. "Sayang, santai aja," bisik Galang begitu melihat wajah Kinara yang berubah tegang. "Hah, santai?" Ki

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 8

    "Cut!" teriak Sutradara. Namun Galang bergeming. Bahkan ia memeluk Kinara erat dan semakin erat. "Woy, cut! Selesai! Udah! End!" Bang Sut mengulangi instruksinya hingga membuat Galang sadar dan melepaskan pelukan. "Eh, udah? Gini aja?" Galang menoleh. "Ya, emang udah, lo nggak baca naskahnya?" "Maksud gue, kaya ... nanggung gitu, Bang. Kan bisa diimprove, ditambah adegan kissing mungkin!" "Edan!" Bang Joel yang baru datang menoyor kepala Galang. "Mau merusak moral anak bangsa, lo?" "Jangan didengerin, Bang!" Bang Joel menoleh pada Sutradara. "Otaknya lagi rada-rada korslet!" Lelaki itu menempelkan telunjuk dengan posisi miring di dahinya. Bang Sut tertawa sembari geleng-geleng kepala. Setelahnya ia memberi instruksi untuk break syuting. "Jam setengah tujuh tet kita ganti lokasi, siap-siap, ya!" Mendengar perintah sang sutradara, para kru segera membereskan peralatan, sementara talent kembali ke kamar masing-masing. Ini hari ketiga mereka di Bandung. Revisi naskah membuat merek

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 7

    "Dia, asisten lo kan, Lang? Kita pakai dia!" "Pakai? Saya?" Kinara menunjuk dirinya sendiri dengan raut wajah bertanya-tanya, menoleh pada Galang dan Bang Sut si sutradara secara bergantian. "Maksudnya, Bang?" "Elo jadi artis." Ucapan Bang Sut lebih seperti perintah yang harus disetujui daripada sebuah tawaran. "Cup! Urus dia!" katanya pada sang asisten. "Siap, grak!" "Eh, eh, kita mau kemanaa?" teriak Kinara ketika Ucup si asisten sutradara menarik tangannya. "Heh, Cup! Lu main tarik is-ehm asisten gue sembarangan aja!" Galang pasang badan menghadang langkah sang astrada. "Emangnya dia bersedia?" "Gini, ehm. Ki ... Kinara." Bang Sut maju menengahi. "Bener nama lo Kinara, kan?"Kinara mengangguk. "Karena Malya ngilang dan ntah kapan bisa syuting lagi, sementara sinetron kita kejar tayang, kita terpaksa mengubah jalan ceritanya. Jadi Malya bakal dibuat mendadak mati karena kecelakaan. Terus Galang yang ada di mobil yang sama dengan Malya saat kecelakaan diselamatkan orang. Nah,

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 6

    "Ayok, Lang, kita main!" Kinara menarik tangan Galang usai mengunci pintu penghubung dengan kamar Bang Joel. "Main?" Galang takjub dengan ajakan Kinara, frontal juga dia, ya. "Sekarang? Langsungan, nih?" "Iya lah, keburu Bang Joel berubah pikiran ntar, kita harus manfaatkan waktu berdua." "Okee, siapa takut." Sebenarnya sempat terlintas ancaman Bang Joel tentang uang dua milyar, tapi ah, bodo amat. Ada kesempatan kenapa disia-siakan. Soal yang lain pikir belakangan. Tanpa menunggu lama, Galang membuka baju atasannya, tapi ... "Laaang, ngapain buka bajuuu?" "Lah kata kamu tadi ... main, kan?" Galang mulai ragu-ragu. "Main ini!" Kinara melemparkan papan catur ke atas tempat tidur. "Kamu tahu nggak, pas SD, semua teman udah pernah kutantangin main catur dan tidak ada yang bisa mengalahkanku. Bahkan pak guru olahraga aja kalah tanding catur denganku," ucapnya bangga. "Cuma sama kamu aja aku belum pernah main, karena terlalu gengsi mau ngajakin." Astagaaa .... Galang berdecak. "F

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 5

    "Dua puluh satu ribu lima ratus, Kak," ucap seorang kasir setelah menghitung menu yang dibawa Kinara di hadapannya. "Oh, iya." Kinara tengah membuka dompetnya ketika suara seorang lelaki terdengar dari arah belakang seraya menyerahkan selembar uang lima puluh ribuan. "Ini, Mbak. Sekalian punya saya." Tentu saja hal itu spontan membuat Kinara menoleh. Mas Jagad? Udah sengaja Kinara makan di kantin fakultas sebelah, eh, masih bertemu mantan juga. Heran. "Nggak-nggak, ini aja," tolak Kinara. Cepat-cepat ia mengambil uang dari dalam dompetnya. "Uang pas," ucapnya seraya tersenyum. "Sudah, Mbak, cepetan dihitung. Uangnya sudah ada di tangan Mbak, kan." Jagad tak mau kalah. Lelaki itu merasa menang langkah karena uang lima puluh ribunya sudah di tangan si embak kasir. "Pak!" Kinara melotot. Tapi demi tidak membuat keributan di depan umum, perempuan itu memilih untuk mengalah. Ia berjalan meninggalkan meja kasir dan duduk di salah satu bangku kosong. "Gimana Ibu, Ra?" tanya Jagad y

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 4

    "Mbok, biar saya yang masak." Hari ini Kinara datang lebih pagi dan langsung menuju dapur rumah Galang. Mbok War yang sedang asik mengupas bawang putih menoleh heran."Kenapa, Mbak? Masakan Mbok selama ini nggak enak, ya?" "Enak, Mbok. Saya cuma, cuma ...." Kinara mencoba mengarang-ngarang alasan. Sebenarnya dia hanya ingin seperti suami istri pada umumnya saja. Pagi-pagi menyiapkan sarapan untuk suami sebelum berangkat kerja. So sweet sepertinya. Tapi, tak mungkin ia mengutarakan itu pada Mbok War, bukan? "Kangen masak sendiri ajah," ucapnya akhirnya. "Oh ... Mbak Kinar pengen masakkin yang spesial buat Mas Galang, ya?" goda Mbok War. Sudah sejak lama perempuan tua itu merasa ada sesuatu antara majikannya dengan sang asisten. Memang sih, yang terlihat di depannya, kedua muda-mudi itu lebih sering beradu argumen. Tapi seperti ada yang beda saja, setidaknya feeling seorang ibu mengatakan demikian. Apalagi ia membersamai Galang bukan baru setahun dua tahun, melainkan semenjak majikann

DMCA.com Protection Status