POV BAGAS Sebelum aku kerja di perusahaanku yang sekarang, aku bekerja di salah satu mall yang ada di kotaku. Tepatnya di gerai makanan cepat saji, perusahaan waralaba dari negeri Paman Sam. Sebagai karyawan baru tentu saja aku masih belum lihai dengan pekerjaanku itu. Untung saja ada temanku yang selalu membantuku dengan senang hati, Ranti namanya. Ranti sering membimbingku bagaimana caranya melayani customer dengan baik, meskipun sebenarnya aku sudah mendapatkan training soal itu. Tapi dia langsung memberi contoh saat di lapangan. Ranti selalu sigap saat aku melakukan kesalahan, dia dengan cepat menghandle keadaan dan aku selamat dari teguran Supervisorku. Suatu hari Ranti mengajakku berkunjung ke rumahnya sepulang kerja. Aku pun menurut karena merasa tidak enak jika menolak permintaannya. Aku menunggu di ruang tamu rumahnya, sementara Ranti masuk ke dalam katanya mau menyiapkan sesuatu untukku. Di saat aku menunggu sendiri, aku bert
Rangga pulang ke rumah dengan muka lesu. Nampak luka dan kecewa bercampur jadi satu. Perasaan hampa menyelimuti jiwanya. Setidaknya dia sudah tahu di mana Kinan sekarang berada. Saat ini dia ingin memberikan Kinan kesempatan untuk berpikir sejenak. Tak ingin mengganggunya dengan segala macam alasan, takut wanita itu malah akan lari darinya. "Rangga, kamu udah pulang, Nak? Kamu pasti lapar, 'kan? Itu Ibu sudah menyiapkan makanan kesukaanmu," ucap Bu Yuni seperti tak terjadi apa-apa sebelumnya. Bu Yuni menggeret tangan menantunya dan mengarahkannya ke dapur. Rangga pasrah dengan perlakuan mertuanya itu. "Makanlah, mumpung masih hangat," ucap Bu Yuni lembut. Rangga mengamati makanan di meja makan itu. Semua menu yang terhidang memang makanan kesukaannya. Namun selera makannya hilang sama sekali. Begitu sakit hatinya hingga mematikan semua indra yang dimilikinya. Tatapannya kosong, telinganya tak mau mendengar, tangannya tak ingin menyentu
Mengambil keputusan berpisah dengan suaminya dan juga melepaskan Rangga dalam waktu hampir bersamaan membuat Kinan sedih terpuruk. Namun, dia ingat masa depan Caca dan juga keinginan membahagiakan kedua orangtuanya memaksanya untuk bangkit dari kesedihan. Kinan sadar untuk mencapai kedua hal itu, dia harus bekerja keras. Dengan kemampuannya sendiri dia akan bisa mewujudkan itu semua. Setelah beberapa hari off promosi dan jualan online, kini dia mulai aktif kembali menjalankan bisnis kecilnya itu. Setelah menghubungi nomer-nomer customernya karena telah mengganti nomernya, dia mulai melakukan promosi kembali. "Mbak, semalam aku udah mulai promosi di sosmed dan ada beberapa teman yang tertarik ingin memesan skincare dan kosmetik," ucap Dinda bersemangat. "Alhamdulillah, itu udah awal yang baik buat kamu, Din. Nanti kamu kasih listnya biar Mbak siapkan barang dan mengemasnya," sahut Kinan yang sedang menemani Caca bermain. Ranti yang sedang sarap
Kinan masih bingung memikirkan ketiga paket yang diterimanya. Bukannya merasa senang tapi dia malah khawatir jika akan menyebabkan masalah kebelakangnya. Bu Rina dan suaminya yang baru pulang dari kebun heran dan bertanya dengan paket yang Kinan terima. Semenjak kedatangan Kinan dan cucunya, keadaan Pak Ridho berangsur membaik dan dia memutuskan untuk pergi ke kebun. Bu Rina yang khawatir, akhirnya memutuskan untuk ikut bersamanya. "Kinan, barang-barang ini sebenarnya kamu yang memesannya atau gimana?" tanya Bu Rina curiga. Kinan bingung harus menjawab apa. Dia tak mau orangtuanya curiga jika dia punya hubungan dengan pria lain selain Bagas. "Mbak Kinan punya penggemar rahasia, Bu," sahut Dinda meledek Kinan. "Bukan, Bu. Itu pasti dari Bagas makanya dia bingung gak bisa jawab. Suami sendiri malah dijelek-jelekin, sekarang sudah terbukti kan siapa yang bersalah," ketus Ranti kekeh dengan pendapatnya. "Gak mungkin jika ini dari Bagas. Bap
"Sa-saya sudah punya anak istri, Pak. Tapi saya juga merasa tertekan dengan rumah tangga yang saya jalani." jelas Rangga terbata. Pak Ridho mengepalkan kedua tangannya menahan emosi yang semakin merasuki hatinya. Namun, dia tak mau gegabah, bagaimanapun juga dia tak mau kehilangan anak dan cucunya lagi. "Itu salah, Nak! Harusnya kamu menjaga keluargamu dengan baik. Atau setidaknya jika memang sudah tak dapat lagi menjalani rumah tanggamu, selesaikan dulu masalahmu itu baru berpikir mencari perempuan lain," ucap Pak Ridho yang mulai emosi. "Iya, Pak. Saya tahu saya salah, benar-benar salah. Dan saya juga sudah menyatakan perasaan saya kepada Kinan di depan Mertuanya dan keluarga istri saya. Saya akan memperjuangkan Kinan," ucap Rangga yakin. Pak Ridho mendadak merasa pusing menghadapi Rangga. Dipijitnya pelipisnya untuk mengurangi rasa pusing di kepalanya itu. "Mas Rangga!! Hentikan ucapanmu itu. Aku kan sudah bilang padamu, tak ada apapun lagi
Bagas mondar-mandir di depan rumah Nita. Sudah beberapa hari ini rumah wanita itu dan warungnya yang ada di depan rumahnya tutup, Nita pun sama sekali tak terlihat batang hidungnya, demikian juga dengan anak-anaknya. "Kemana sih kamu, Nit? Ditelepon juga gak diangkat," gerutu Bagas seraya memainkan ponselnya mencoba menghubungi Nita kembali. Datang Bu Marni-Ibu dari Nita- yang ingin membersihkan rumah anaknya. "Bagas, ngapain kamu mondar-mandir di depan rumah Nita? Punya maksud buruk kamu ya?" seru Bu Marni. "Nggak, Bu. Nita ke mana ya, kenapa beberapa hari ini aku gak liat dia?Biasanya kan aku ngopi di sini, Bu." Bagas menjelaskan maksudnya. "Oh jadi kamu mau cari Nita? Belum bisa ngelupain dia ya? Asal kamu tahu, sekarang Nita dan anak-anaknya nyusul suaminya ke Kalimantan. Di sana suaminya dapat kerjaan yang gajinya gede," cibir Bu Marni. Dari dulu memang Bu Marni tak menyukai Bagas dan memilih menjodohkan anaknya dengan orang lain y
Risa sangat marah dengan ulah suaminya. Semua barang yang ada di kamar menjadi sasarannya. Dilemparkan gelas yang ada di dekatnya hingga pecah berkeping-keping. "Br*ngsek kamu, Mas!!" teriak Risa disela kemarahannya. Perempuan itu menangis histeris merasakan sakit hatinya. Luka yang ditorehkan Rangga sangat dalam menusuk kalbu. "Tega kamu, Mas ...." ucap Risa ditengah isak tangisnya. Rangga mendekati Risa ingin menenangkannya. Dia merasa bersalah dengan menyebut nama wanita lain saat mereka tengah bercinta. "Maafkan aku, Ris," ucap Rangga dengan raut wajah kacau. Risa masih menangis histeris. Rangga takut jika keluarga yang lain ikut mendengar teriakan istrinya. "Ris, tenangkan dirimu. Kita bicara baik-baik jangan seperti anak kecil," ucap Rangga dengan penuh penekanan. Beruntung semua anggota keluarga di situ tertidur nyenyak dan tak mendengar suara berisik di kamar itu. Mungkin karena hanya kamarnya yang berada di lanta
Pagi itu Bagas seperti biasa sarapan di rumah orangtuanya. Dia duduk di samping Bu Nur dan adiknya. Sedangkan Pak Rahmat sudah selesai sarapan dan mengurus burungnya. "Bu, aku kangen dengan Caca," ucap Bagas tiba-tiba. Secara serempak Bu Nur dan Santi mendongakkan kepalanya tak percaya pada ucapan Bagas. "Kangen sama Caca atau sama Mamanya," ledek Santi dengan ekspresi mengejek. Sontak Bagas melotot pada adiknya itu."Anak kecil jangan sok tahu kamu," Santi mencebik mendengar ucapan Bagas. Bu Nur menghentikan sarapannya, dia mengingat Caca yang selama ini dirindukannya. "Ibu juga kangen banget sama Caca," sahut Bu Nur dengan mata berkaca-kaca. Bagas tersenyum mendengar perkataan ibunya. Muncul ide yang melintas di kepalanya. "Bagaimana kalau kita menjenguk Caca di rumah Neneknya, Bu?" tanya Bagas berharap. "Iya nanti Ibu akan bicara pada Bapakmu," sahut Bu Nur. "Horeee ... aku juga ikut ya, Bu." Santi girang denga
"Yaelah ... kayak cewek aja sih pake curhat-curhatan segala!" cibir Rangga."Emang cewe doang yang butuh didengar, aku juga dong," sahut Dewa.Lia datang membawa teh hangat dan cemilan untuk Lala dan Dewa. Gadis itu lalu mempersilakan tamunya untuk mencicipinya."Silakan, seadanya saja ...."ucap Lia.Dewa memperhatikan adik Rangga itu, matanya tak berkedip melihat Lia yang polos namun tetep terlihat kecantikannya."Rangga, itu adik kamu bukan?" tanya Dewa berbisik."Iya, kenapa emang?" tanya Rangga balik."Kayaknya aku bakalan sering main ke rumah ibumu nanti deh, Ga." celetuk Dewa."Eh, gak ada ya, jangan coba-coba deketin adikku atau kamu akan berurusan sama kakaknya," balas Rangga seraya menunjuk dirinya."Yeay ... emang kamu gak mau punya ipar ganteng dan mapan kayak aku, Ga?" komentar Dewa."Udah deh, jangan becanda," jawab Rangga.Lia lalu pamit ke depan menemani Andika yang sedang bermain di luar, Dewa minta ijin Rangga untuk sekedar mengobrol bersama Lia di depan.Tinggal Lala
Kinan membuka map itu dan melihat apa isi di dalamnya. Ternyata di dalam map itu ada sertifikat rumah atas nama Kinan. Diam-diam Bu Niken dan suaminya telah membeli rumah Bu Nilam dan mengalihkan namanya atas nama Kinan.Kinan menyeka sudut matanya yang basah, rasa haru menyeruak di dada."Bu, Pak ... saya gak tahu harus bagaimana lagi untuk mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada kalian. Begitu banyak yang sudah kalian berikan untukku," ucap Kinan dengan mata berkaca-kaca."Tak perlu begitu, Kinan. Kami juga orangtuamu jadi wajar kan kalau kami ingin memberikan sesuatu kepada putri kami," ucap Bu Niken dengan senyum lembutnya.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat."Cukup dampingi Radit dan jadikan dia raja di hatimu, maka dia akan memperlakukan
"Bagaimana mungkin, Mas? Andika belum punya kekuatan hukum karena dia anak di bawah umur. Lalu bagaimana kalau aku menikah dengan Dion nanti, sementara dia tak ingin tinggal bareng ibuku?" tanya Risa tak terima.Bu Lina dan Lia menggelengkan kepala tak percaya dengan penuturan Risa. Sementara Bu Yuni menatap tajam putrinya."Apa kamu bilang? Dan kamu lebih memilih Dion daripada Ibumu sendiri, hah?!" tanya Bu Yuni dengan mendelikkan matanya."Sudahlah, Bu. Aku tak mau nantinya Dion seperti Mas Rangga, pergi meninggalkanku karena sikap Ibu," jawab Risa datar."Hei, ibu bahkan belum tahu bagaimana dan siapa Dion, apa pekerjaannya, sudah mapankah dia hingga berani menikahi putriku?" seru Bu Yuni."Tak penting, Bu. Yang penting anak dalam kandunganku memiliki seorang ayah," jawab Risa kekeh.Bu Lina dan Lia merasa heran dengan perdebatan anak dan ibu itu. Sebegitu tak berharganya kah seorang Rangga di mata mereka hingga di depannya mereka berdebat tentang seorang laki-laki lain tanpa ada r
"Loh, sayang banget, Mbak. Apa karena sedang hamil ya jadi gitu? Tapi beneran loh, Mbak ... mumpung ada gratisan, uenak pula," Bu Abdul kembali menawari Risa."Saya kan udah bilang gak berselera, Bu!" ucap Risa dengan wajah ditekuk.Karena merasa tak tahan saat melihat semua orang mengucapkan selamat kepada Kinan dan Radit, apalagi melihat Kinan yang selalu tersenyum bahagia membuat Risa pergi dari tempat itu dengan rasa dongkol.Ini merupakan kejutan buat Risa. Di saat dia mengira Kinan akan menderita karena gagal menikah, justru Kinan kini bahahia dengan sebuah kejutan istimewa.****Risa pulang ke rumah dengan rasa panas di hati. Ketika sampai, dia melihat ibunya-Bu Yuni- sudah duduk di ruang tamu bersama Bu Lina dan Lia "Oh, sudah sampai, Bu. Kirain besok mau ke sininya," ucap Risa kepada ibunya."Iyalah, setelah mendengar ceritamu waktu kamu telepon kemarin hati Ibu langsung panas aja," jawab Bu Yuni.Setelah itu dia beralih menatap Bu Lina dan bertanya kepadanya."Jadi selama i
Radit duduk di samping Ayahnya. Pak Penghulu mengambil tempat di depan Radit bersama wakilnya.Paklik dari Radit kemudian memberi sambutan untuk tamu yang sudah hadir. Setelah mengucapkan salam dan basa-basi kecil, dia mengungkapkan tujuannya datang ke rumah Kinan bersama keluarga."Saya rasa Bapak/Ibu sekalian tahu apa maksud kami datang ke sini ya ... karena ada Pak Penghulu bersama kami. Benar kami ingin menikahkan putra kami Radit Mahesa bersama Kinan Wulandari yang tempo hari sempat tertunda karena suatu hal." tutur Paklik Radit.Suasana kembali riuh saat Paklik dari Radit memperjelas maksud dan tujuannya."Dan untuk mempersingkat waktu, kami ingin segera memulai acara akadnya, silakan, Pak bisa dimulai ...." Paklil Radit mempersilakan.Kinan yang ada di dalam akhirnya disuruh keluar oleh adiknya, Dinda."Mbak, udah ditungguin, cepetan keluar," ucap Dinda."Eh, bentar Mbak. Ganti baju, gih. Ini ada kebaya cantik dan kerudungnya," ucap MuA itu bergegas."Bu Niken dan keluarganya
Hari itu Bu Rina meminta bantuan Ranti dan Dinda serta beberapa tetangga lainnya. Pak Abdul dan istrinya juga secara khusus diminta bantuannya.Sementara ada orang suruhan Bu Niken yang membantu Kinan agar tampak lebih cantik."Kenapa aku mesti dirias seperti ini, Mbak?" tanya Kinan heran."Ini atas perintah Bu Niken. Dia ingin mengunjungimu dan dia tak ingin melihatmu pucat seperti ini." ucap perempuan itu.Kinan pun akhirnya menurut dan membiarkan dirinya dirias oleh orang suruhan Bu Niken."Aku juga bawain baju yang cantik buat Mbak Kinan. Setelah ini Mbak ganti baju juga ya," ucap perempuan itu.Kinan mengangguk kecil, sebenarnya dia ingin menolak untuk berhias apalagi jika dia mengingat Radit masih terbaring lemah. Tapi karena semua atas permintaan Bu Niken, maka Kinan tak dapat menolaknya.Sementara Bu Rina dengan wajah sumringah, membersihkan rumahnya dengan bantuan Ranti, seolah akan ada acara di rumahnya. Dinda lebih memilih untuk menjaga Caca."Bu, ini bunga pesanan Ibu, say
"Tolong! Kinan!?"Bu Rina berteriak kala melihat api yang membakar beberapa perabotan rumah tangga dan sebagian dapurnya.Kinan terlonjak!Wajahnya pucat pasi dan baru menyadari keadaan sekitarnya. Dengan wajah panik, Kinan mencoba menyiramkan air ke arah api yang mulai membesar.Dinda yang semula di kamar ketakutan, dia ikut membantu Kinan mengambil air di kamar mandi."Din, kamu bawa Caca keluar, banyak asap di sini!" perintah Kinan pada adiknya.Lantas Dinda menghampiri Caca yang masih tertidur dan membawanya ke depan rumah.Alih-alih padam, api itu semakin besar dan merembet.Bu Rina berlari keluar dan meminta pertolongam kepada para tetangga."Tolong! Tolong kebakaran!"Karena hari masih pagi, masih banyak orang yang ada di rumah dan belum berangkat bekerja.Para lelaki yang ada di sana segera berlarian ke rumah Kinan, ada Pak Abdul dan Rangga juga yang turut membantu.Mereka bekerja sama memadamkan api itu hingga tak lama kemudian api bisa dipadamkan.Semua merasa lega, setidakn
"Apa maksudnya, Mbak? Coba jelaskan dan tolong jangan bertele-tele." Bu Niken penasaran.Rangga mulai merasa ada yang aneh dengan ucapan Risa, namun dia tak dapat mencegah karena Risa jauh dari jangkauannya."Radit terlalu baik untuk seorang Kinan. Kalian belum tahu sepenuhnya siapa perempuan itu, dia wanita perusak rumah tangga orang, dia merebut suami saya dan kini pernikahan saya sudah diujung tanduk. Suami saya menceraikan saya karena Kinan dan kini saya tinggal menunggu surat gugatan cerai darinya," Risa berkata dengan mata berkaca-kaca.Sebisa mungkin Risa ingin membuat mereka percaya, dia memasang wajah sendu seolah dia memang pihak yang terdzalimi.Rangga segera menghampiri Risa dan menarik tangannya."Hentikan, Risa! Pergi dari sini sekarang juga!" ucap Rangga seraya menarik tangan Risa."Tidak, Mas. Biarkan aku bicara, aku ingin mengungkapkan kebenaran ini di depan mereka semua, Kinan pantas mendapatkannya," teriak Risa seraya melepaskan tangan Rangga.Kinan tertunduk malu,
Telepon selular itu jatuh begitu saja setelah Kinan mendapatkan kabar buruk dari Alya, kakak Radit."Kinan, ada apa ini? Siapa yang menelponmu, Nak," seru Bu Rina cemas.Ranti mengambil telepon yang masih terhubung itu, dia mencoba berbicara dengan si penelpon dan masih ada Alya yang menunggu tanggapan dari keluarga Kinan.Wajah Ranti berubah pias begitu mendengar keterangan dari Alya. Sedangkan saat ini semua orang menunggu penjelasan dari Ranti."Ada apa, Ran?" tanya Pak Abdul.Bu Rina bersender di tembok, hatinya terlalu lemah untuk mendengarkan kabar buruk. Sedangkan Kinan masih mematung dengan wajah dingin, tak bersuara dan tatapan matanya kosong."Radit kecelakaan, dia terluka parah dan saat ini ada di rumah sakit," terang Ranti.Semua ternganga, suasana berubah menjadi gempar, setiap orang berbicara dengan pendapatnya masing-masing."Kita harus ke rumah sakit sekarang juga, semoga Radit baik-baik saja," ucap Pak Abdul memberi komando."Kinan! Hei, Kinan ada apa denganmu?!" teri