"Apa tukang AC tadi sempat rebahan di sini? Kenapa bau parfumnya nempel di spray ini?" tanya Rangga sambil bangkit dan mengambil bantal beserta selimutnya di lemari lalu dia memilih untuk tidur di sofa."Mas ... Mas Rangga apa maksudmu bicara seperti itu?" Risa bertanya seraya membuntuti Rangga yang keluar dari kamar."Tak ada, tidurlah aku ingin sendiri," ucap Rangga dingin.Rangga merasa ada yang janggal dengan istrinya. Namun, dia hanya dapat diam sebelum punya bukti dan melihatnya dengan mata kepala sendiri.Risa merasa cemas, dia tahu jika suaminya menyimpan kecurigaan pada dirinya. Dia paham betul bagaimana jika Rangga marah, dia akan memilih menghindar dan mendiamkannya.****Pagi-pagi sekali Bagas datang ke rumah Bu Rina untuk menemui Ranti. Saat itu Ranti sedang di dapur, menemani Kinan masak, dia merasa perlu belajar dari adiknya yang memang lebih lihai dalam hal perdapuran.Bu Rina menatap tak suka kepada menantunya itu, tapi ada yang mengganjal di hatinya. Bagas terlihat p
"Saya Kinan, Mbak. Ada perlu apa ya?" tanya Kinan dengan menautkan kedua alisnya.Salah seorang wanita itu tersenyum dan mengatakam tujuan mereka."Mbak Kinan lupa sama saya ya? Saya Siska, therapist salon yang tempo hari membantu Mbak Kinan," ucap Siska dengan tersenyum ramah.Kinan mengernyitkan dahinya, mencoba mengingat wanita di depannya. Senyum simpul terbit di wajah ayunya kala dia berhasil mengingatnya."Oh iya, saya ingat, Mbak. Kalau boleh tahu ada perlu apa ya, Mbak?" tanya Kinan kemudian."Saya dan teman saya ke sini untuk melakukan perawatan pranikah terhadap Mbak Kinan," jelas Siska."Tapi saya gak merasa melakukan pemesanan, Mbak?" tanya Kinan heran.Siska dan temannya saling pandang dan tersenyum ramah kepada Kinan."Mbak beruntung jadi calon menantu Bu Niken. Dia sangat sayang pada calon menantunya dan dia yang sudah memesankan perawatan pranikah untuk Mbak Kinan," ucap Siska menjelaskan.Kinan tersenyum haru, lagi-lagi ibu mertuanya menunjukkan perhatiannya. Kinan ke
PIL KB MERUSAK KECANTIKANKUPART 71 (90)"Ris, aku mau berangkat kerja," pamit Rangga pada istrinya yang masih tertidur lelap.Risa mengerjapkan matanya, perlahan dia membuka matanya yang masih terasa berat."Jam berapa ini, Mas?" tanya Risa masih setengah sadar."Sudah jam 8 lebih," jawab Rangga datar."Apa!? Kenapa kamu gak bangunin aku dari tadi, Mas? Aku ada janji dengan seorang teman," seru Risa, spontan dia duduk dan menyingkap selimutnya.Rangga memicingkan matanya, merasa heran dengan sikap istrinya."Apa begitu penting janji dengan temanmu itu sampai baru bangun tidur pun dia yang kamu ingat? Apa kamu tidak ingin tanya, apa Andika sudah sarapan atau belum saat berangkat sekolah tadi?" tanya Rangga menyindir."Kan sudah ada kamu, Mas. Aku ini lagi hamil, jadi jangan terlalu banyak menuntutku. Kamu sendiri apa pernah perhatian dan peduli padaku?" tanya Risa balik.Rangga tak menjawab, dia memilih pergi dan meninggalkan istrinya yang menatapnya dengan pandangan tajam."Selalu sa
Risa menunggu seseorang di sebuah restoran. Sesekali dia melihat ponselnya, mencoba menghubunginya."Kemana sih, nih orang? Lama banget," gumam Risa dalam hati saat orang yang ditunggunya tak kunjung datang.Minuman yang dipesannya sudah hampir habis, sama seperti kesabarannya yang mulai menipis.Saat dia memutuskan untuk pergi dari tempat itu, seseorang yang ditunggunya muncul dari balik dinding.Risa menatap tajam pada pria itu, emosi yang sedari tadi ditahannya siap untuk dikeluarkan."Dion! Kenapa lama banget, sih?" tanya Risa sebal."Macet, Sayang ... kan jam segini emang waktunya orang pada berangkat kerja. Kenapa, udah gak sabar ketemu sama aku ya?" Dion menggoda Risa."Apaan sih, aku tuh gak bisa keluar lama-lama, nanti suamiku ngomel lagi kayak kemarin," jawab Risa dengan wajah cemberut."Ya udah kita langsung aja, yuk!" ucap Dion dengan mengerlingkan matanya, nakal.Risa tersenyum dan menganggukan kepalanya, menyetujui ajakan Dion.Kedua orang itu pun pergi ke tempat di mana
7 hari sebelum hari H pernikahan Kinan, sudah tampak ada kesibukan di rumahnya. Di kampungnya memang sudah menjadi tradisi, sebelum mengadakan hajat, tuan rumah akan membuat banyak macam jajanan khas dari desa itu dan juga berbagai macam kue kering.Para tetangga bergotong royong membantu mereka yang punya hajat. Meskipun pernikahan Kinan akan diadakan di gedung, tetap saja mereka harus menyiapkan banyak kue untuk suguhan para tamu yang berkunjung ke rumahnya. Belum afdhal rasanya jika belum membuat aneka kue kering sebagai suguhan.Hari itu mereka membuat kembang goyang, nastar, dan kastangel dalam jumlah banyak. Kinan tak ikut membantu karena dilarang oleh ibu-ibu yang ada di sana, menurut mereka calon pengantin memang tak diperbolehkan ikut menyiapkan makanan yang akan digunakan untuk menjamu tamunya.Kinan menemani Caca bermain di halaman. Tampak Risa berjalan sendirian, dia baru saja akan pulang ke rumah setelah seharian menghabiskan waktu bersama Dion. Dia berhenti tepat di depa
"Baiklah, Bu. Saya permisi dulu ya," ucap Rangga lalu pulang dan kembali keluar dengan memacu motornya ke jalan besar.Masih ada rasa khawatir di hati Rangga. Pria itu takut jika terjadi sesuatu yang buruk terhadap Kinan seperti tempo hari.Dipacu kuda besi miliknya menuju klinik milik Radit. Saat dia fokus menyetir, dilihatnya sebuah mobil yang dikenalnya berjalan berlawanan arah dengannya.Dia yakin itu mobil milik Radit, dia memberhentikan motornya dan melihat ke arah mobil yang berjalan dengan kecepatan rendah itu. Terlihat Radit dan Kinan sedang bercanda, tampak senyum bahagia dari bibir kedua insan itu. Hati Rangga mencelos, seperti ada yang tergores di hatinya, perih. Menyaksikan kemesraan wanita yang pernah dicintainya bersama lelaki lain membuat hatinya kembali terluka."Bodoh sekali kamu, Rangga! Kenapa masih saja mengkhawatirkan Kinan, sementara dia sudah bahagia." Rangga membatin merutuki kebodohannya sendiri.Ponselnya berdering, ada tanda panggilan masuk di sana. Saat
"Sial, malah main drama!" seru Rangga nyalang.Rangga berjalan dengan langkah lebar meninggalkan Risa yang menangisi Dion. Dewa mengikutinya, pria itu khawatir jika Rangga akan melakukan sesuatu hal yang membahayakan dirinya.Risa yang menyadari suaminya pergi, lantas memanggil dan mengejarnya. "Mas ... Mas Rangga, tunggu aku!" Risa berteriak.Rangga tak mempedulikan istrinya, dia tetap melanjutkan langkahnya. Harga dirinya sebagai laki-laki telah terluka. Perih, itu yang dirasakannya. Namun, sebisa mungkin dia tak menunjukkan luka yang menganga itu.Demi putranya, dia mencoba untuk memupuk kembali rasa cintanya pada Risa. Demi rumah tangganya, dia mencoba membuang jauh-jauh rasa cintanya pada Kinan dan egonya tapi justru sakit yang ia dapatkan."Bro, kamu mau ke mana?" tanya Dewa saat mengejar Rangga."Pulang ... Emang mau ke mana?" jawab Rangga."Eh kirain, kamu bakal nekad terjun ke sungai atau menabrakkan diri ke—." Belum sempat Dewa melanjutkan ucapannya Rangga sudah menyela pem
"Mas, kamu mau ke mana?" tanya Risa saat melihat Rangga hendak keluar rumah."Aku mau ke rumah, Bu Rina. Ada acara melekan di sana.Sudah menjadi tradisi di jawa, jika ada yang punya hajat maka saudara dan tetangga dari pihak calon pengantin akan mengadakan acara nguri-nguri (melek bengi). "Bilang aja kalau kamu mau nemuin Kinan, Mas?" tanya Risa tak percaya."Emang kenapa kalau aku nemuin Kinan? Apa kamu meminta ijin dariku saat ingin bercinta dengan Dion?" tanya Rangga dingin.Risa tak bisa berkata-kata lagi setelah Rangga kembali menyindirnya. Perempuan itu hanya diam memaku dengan mata berkaca-kaca melihat suaminya pergi.Bu Rina memang meminta kepada semua tetangga untuk ikut berpartisipasi dan bantu-bantu di acara pernikahan Kinan.Diam-diam Risa pun menyusul Rangga ke rumah Bu Rina. Di sana juga banyak ibu-ibu yang berkumpul, mereka sekedar mengobrol atau membantu mempersiapkan pernak pernik pernikahan."Beruntung sekali Kinan dapat suami dokter, ganteng dan baik hati pula," u
"Yaelah ... kayak cewek aja sih pake curhat-curhatan segala!" cibir Rangga."Emang cewe doang yang butuh didengar, aku juga dong," sahut Dewa.Lia datang membawa teh hangat dan cemilan untuk Lala dan Dewa. Gadis itu lalu mempersilakan tamunya untuk mencicipinya."Silakan, seadanya saja ...."ucap Lia.Dewa memperhatikan adik Rangga itu, matanya tak berkedip melihat Lia yang polos namun tetep terlihat kecantikannya."Rangga, itu adik kamu bukan?" tanya Dewa berbisik."Iya, kenapa emang?" tanya Rangga balik."Kayaknya aku bakalan sering main ke rumah ibumu nanti deh, Ga." celetuk Dewa."Eh, gak ada ya, jangan coba-coba deketin adikku atau kamu akan berurusan sama kakaknya," balas Rangga seraya menunjuk dirinya."Yeay ... emang kamu gak mau punya ipar ganteng dan mapan kayak aku, Ga?" komentar Dewa."Udah deh, jangan becanda," jawab Rangga.Lia lalu pamit ke depan menemani Andika yang sedang bermain di luar, Dewa minta ijin Rangga untuk sekedar mengobrol bersama Lia di depan.Tinggal Lala
Kinan membuka map itu dan melihat apa isi di dalamnya. Ternyata di dalam map itu ada sertifikat rumah atas nama Kinan. Diam-diam Bu Niken dan suaminya telah membeli rumah Bu Nilam dan mengalihkan namanya atas nama Kinan.Kinan menyeka sudut matanya yang basah, rasa haru menyeruak di dada."Bu, Pak ... saya gak tahu harus bagaimana lagi untuk mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada kalian. Begitu banyak yang sudah kalian berikan untukku," ucap Kinan dengan mata berkaca-kaca."Tak perlu begitu, Kinan. Kami juga orangtuamu jadi wajar kan kalau kami ingin memberikan sesuatu kepada putri kami," ucap Bu Niken dengan senyum lembutnya.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat."Cukup dampingi Radit dan jadikan dia raja di hatimu, maka dia akan memperlakukan
"Bagaimana mungkin, Mas? Andika belum punya kekuatan hukum karena dia anak di bawah umur. Lalu bagaimana kalau aku menikah dengan Dion nanti, sementara dia tak ingin tinggal bareng ibuku?" tanya Risa tak terima.Bu Lina dan Lia menggelengkan kepala tak percaya dengan penuturan Risa. Sementara Bu Yuni menatap tajam putrinya."Apa kamu bilang? Dan kamu lebih memilih Dion daripada Ibumu sendiri, hah?!" tanya Bu Yuni dengan mendelikkan matanya."Sudahlah, Bu. Aku tak mau nantinya Dion seperti Mas Rangga, pergi meninggalkanku karena sikap Ibu," jawab Risa datar."Hei, ibu bahkan belum tahu bagaimana dan siapa Dion, apa pekerjaannya, sudah mapankah dia hingga berani menikahi putriku?" seru Bu Yuni."Tak penting, Bu. Yang penting anak dalam kandunganku memiliki seorang ayah," jawab Risa kekeh.Bu Lina dan Lia merasa heran dengan perdebatan anak dan ibu itu. Sebegitu tak berharganya kah seorang Rangga di mata mereka hingga di depannya mereka berdebat tentang seorang laki-laki lain tanpa ada r
"Loh, sayang banget, Mbak. Apa karena sedang hamil ya jadi gitu? Tapi beneran loh, Mbak ... mumpung ada gratisan, uenak pula," Bu Abdul kembali menawari Risa."Saya kan udah bilang gak berselera, Bu!" ucap Risa dengan wajah ditekuk.Karena merasa tak tahan saat melihat semua orang mengucapkan selamat kepada Kinan dan Radit, apalagi melihat Kinan yang selalu tersenyum bahagia membuat Risa pergi dari tempat itu dengan rasa dongkol.Ini merupakan kejutan buat Risa. Di saat dia mengira Kinan akan menderita karena gagal menikah, justru Kinan kini bahahia dengan sebuah kejutan istimewa.****Risa pulang ke rumah dengan rasa panas di hati. Ketika sampai, dia melihat ibunya-Bu Yuni- sudah duduk di ruang tamu bersama Bu Lina dan Lia "Oh, sudah sampai, Bu. Kirain besok mau ke sininya," ucap Risa kepada ibunya."Iyalah, setelah mendengar ceritamu waktu kamu telepon kemarin hati Ibu langsung panas aja," jawab Bu Yuni.Setelah itu dia beralih menatap Bu Lina dan bertanya kepadanya."Jadi selama i
Radit duduk di samping Ayahnya. Pak Penghulu mengambil tempat di depan Radit bersama wakilnya.Paklik dari Radit kemudian memberi sambutan untuk tamu yang sudah hadir. Setelah mengucapkan salam dan basa-basi kecil, dia mengungkapkan tujuannya datang ke rumah Kinan bersama keluarga."Saya rasa Bapak/Ibu sekalian tahu apa maksud kami datang ke sini ya ... karena ada Pak Penghulu bersama kami. Benar kami ingin menikahkan putra kami Radit Mahesa bersama Kinan Wulandari yang tempo hari sempat tertunda karena suatu hal." tutur Paklik Radit.Suasana kembali riuh saat Paklik dari Radit memperjelas maksud dan tujuannya."Dan untuk mempersingkat waktu, kami ingin segera memulai acara akadnya, silakan, Pak bisa dimulai ...." Paklil Radit mempersilakan.Kinan yang ada di dalam akhirnya disuruh keluar oleh adiknya, Dinda."Mbak, udah ditungguin, cepetan keluar," ucap Dinda."Eh, bentar Mbak. Ganti baju, gih. Ini ada kebaya cantik dan kerudungnya," ucap MuA itu bergegas."Bu Niken dan keluarganya
Hari itu Bu Rina meminta bantuan Ranti dan Dinda serta beberapa tetangga lainnya. Pak Abdul dan istrinya juga secara khusus diminta bantuannya.Sementara ada orang suruhan Bu Niken yang membantu Kinan agar tampak lebih cantik."Kenapa aku mesti dirias seperti ini, Mbak?" tanya Kinan heran."Ini atas perintah Bu Niken. Dia ingin mengunjungimu dan dia tak ingin melihatmu pucat seperti ini." ucap perempuan itu.Kinan pun akhirnya menurut dan membiarkan dirinya dirias oleh orang suruhan Bu Niken."Aku juga bawain baju yang cantik buat Mbak Kinan. Setelah ini Mbak ganti baju juga ya," ucap perempuan itu.Kinan mengangguk kecil, sebenarnya dia ingin menolak untuk berhias apalagi jika dia mengingat Radit masih terbaring lemah. Tapi karena semua atas permintaan Bu Niken, maka Kinan tak dapat menolaknya.Sementara Bu Rina dengan wajah sumringah, membersihkan rumahnya dengan bantuan Ranti, seolah akan ada acara di rumahnya. Dinda lebih memilih untuk menjaga Caca."Bu, ini bunga pesanan Ibu, say
"Tolong! Kinan!?"Bu Rina berteriak kala melihat api yang membakar beberapa perabotan rumah tangga dan sebagian dapurnya.Kinan terlonjak!Wajahnya pucat pasi dan baru menyadari keadaan sekitarnya. Dengan wajah panik, Kinan mencoba menyiramkan air ke arah api yang mulai membesar.Dinda yang semula di kamar ketakutan, dia ikut membantu Kinan mengambil air di kamar mandi."Din, kamu bawa Caca keluar, banyak asap di sini!" perintah Kinan pada adiknya.Lantas Dinda menghampiri Caca yang masih tertidur dan membawanya ke depan rumah.Alih-alih padam, api itu semakin besar dan merembet.Bu Rina berlari keluar dan meminta pertolongam kepada para tetangga."Tolong! Tolong kebakaran!"Karena hari masih pagi, masih banyak orang yang ada di rumah dan belum berangkat bekerja.Para lelaki yang ada di sana segera berlarian ke rumah Kinan, ada Pak Abdul dan Rangga juga yang turut membantu.Mereka bekerja sama memadamkan api itu hingga tak lama kemudian api bisa dipadamkan.Semua merasa lega, setidakn
"Apa maksudnya, Mbak? Coba jelaskan dan tolong jangan bertele-tele." Bu Niken penasaran.Rangga mulai merasa ada yang aneh dengan ucapan Risa, namun dia tak dapat mencegah karena Risa jauh dari jangkauannya."Radit terlalu baik untuk seorang Kinan. Kalian belum tahu sepenuhnya siapa perempuan itu, dia wanita perusak rumah tangga orang, dia merebut suami saya dan kini pernikahan saya sudah diujung tanduk. Suami saya menceraikan saya karena Kinan dan kini saya tinggal menunggu surat gugatan cerai darinya," Risa berkata dengan mata berkaca-kaca.Sebisa mungkin Risa ingin membuat mereka percaya, dia memasang wajah sendu seolah dia memang pihak yang terdzalimi.Rangga segera menghampiri Risa dan menarik tangannya."Hentikan, Risa! Pergi dari sini sekarang juga!" ucap Rangga seraya menarik tangan Risa."Tidak, Mas. Biarkan aku bicara, aku ingin mengungkapkan kebenaran ini di depan mereka semua, Kinan pantas mendapatkannya," teriak Risa seraya melepaskan tangan Rangga.Kinan tertunduk malu,
Telepon selular itu jatuh begitu saja setelah Kinan mendapatkan kabar buruk dari Alya, kakak Radit."Kinan, ada apa ini? Siapa yang menelponmu, Nak," seru Bu Rina cemas.Ranti mengambil telepon yang masih terhubung itu, dia mencoba berbicara dengan si penelpon dan masih ada Alya yang menunggu tanggapan dari keluarga Kinan.Wajah Ranti berubah pias begitu mendengar keterangan dari Alya. Sedangkan saat ini semua orang menunggu penjelasan dari Ranti."Ada apa, Ran?" tanya Pak Abdul.Bu Rina bersender di tembok, hatinya terlalu lemah untuk mendengarkan kabar buruk. Sedangkan Kinan masih mematung dengan wajah dingin, tak bersuara dan tatapan matanya kosong."Radit kecelakaan, dia terluka parah dan saat ini ada di rumah sakit," terang Ranti.Semua ternganga, suasana berubah menjadi gempar, setiap orang berbicara dengan pendapatnya masing-masing."Kita harus ke rumah sakit sekarang juga, semoga Radit baik-baik saja," ucap Pak Abdul memberi komando."Kinan! Hei, Kinan ada apa denganmu?!" teri