"Sial! Cepat-cepat pergi dari sini!"Begitu menyadari sebuah mobil yang sangat tak asing di matanya, Ken segera menyudahi pertemuannya dengan dua orang di dekat kediaman sang kakek. Ia buru-buru menormalkan ekspresi, sebelum mengundang lebih jauh kecurigaan dari seorang wanita yang mungkin saja tengah memperhatikannya dari kejauhan."Tapi, Tuan—""Tidak ada waktu lagi untuk bertanya! Lakukanlah apa yang sudah kukatakan! Waktu kalian tidak banyak! Kalian harus segera berangkat ke lokasi hari ini dan terus mengintai di sana sampai acara berlangsung!""Baik, Tuan! Untuk uang—""Uang nanti aku kirim! Kendaraan juga sudah ku siapkan! Kalian hanya harus bersiap saja menetap di sana selama beberapa hari dan pastikan tidak ada sosok yang mengacau di sana!""Baiklah, Tuan Ken! Kami akan segera mempersiapkan keberangkatan kami!"Mengangguk, Ken sekali lagi melihat sebuah mobil yang kini sudah terparkir di halaman orang tuanya. Cepat-cepat ia mendorong anak buahnya masuk ke dalam mobil dan membe
"Masalah Tante Bella?"Adelia menebak dengan sedikit mengerjap. Dalam hatinya bertanya-tanya, tetapi perlahan Bisma menggelengkan kepala sebelum akhirnya mendekat untuk mengecup bibirnya begitu perlahan."Untuk semua permasalahan, Sayang. Tante Bella bukanlah satu-satunya ancaman terbesar kita, ada beberapa orang lain yang sebenarnya lebih jauh membahayakan untuk kita.""Walau sebenarnya aku sempat tidak menyangka dengan semua ucapan Tante Bella tadi pada Oma Nora, tetapi masih yakin kalau dia tidak akan pernah berani menyakitimu atau pun Oma Nora secara langsung," lanjut Bisma dengan kembali menyesap bibir ranum wanita di hadapannya.Bisma ingin Adelia merasa tenang sebelum mendengar semua ucapan nanti. Biar bagaimanapun otaknya masih mengingat perkataan dokter yang menerangkan bahwa Adelia tak boleh banyak memikirkan masalah-masalah yang dapat membebankannya karena kondisi kesehatannya yang sangat rentan."Apa maksudmu ini juga berkaitan dengan Mas Ardi dan Paman Ken?" Adelia kembal
Kedua netra Adelia terbelalak karena satu halaman yang tadi sempat sengaja dihindarinya sengaja dibuka begitu saja oleh Bisma. Napasnya kembali terasa tercekat. Sebagian kata-kata yang ada di otaknya seperti mendadak menghilang. Apalagi setelahnya ujung jari telunjuk pria itu mulai mengarah pada sebuah potongan berita koran yang memiliki judul cukup menggemparkan."Berbagai bukti keterlibatan anak Brata Samudra dalam kecelakaan tragis yang merenggut sebagian nyawa Keluarga Pranata?" ejanya pelan dengan sedikit mengigit bibir yang bergetar.Sekali Adelia terhenyak saat menatap kembali judul tersebut. Air mata mulai membendung di kedua pelupuk mata. Tangannya bergerak lemas menyentuh kata demi kata yang ada di sana, hingga sedikit kepalanya sedikit menggeleng saat membaca salah satu keterangan yang amat tak dipercayainya."Tidak mungkin ibuku sempat menjalin hubungan dengan Paman Ken! Ibuku adalah orang yang sangat setia! Kenapa berita ini bisa menulis gosip murahan seperti itu?" protes
Tak terasa, waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Debar degup jantung bagai sebuah irama gendang yang bertalu-talu bagi Adelia. Dengan lengan kekar Bisma yang melilit pinggangnya, masih belum juga mampu membuatnya merasa sedikit tenang. Berbagai dekorasi bunga dan burung bernuansa putih, bahkan juga tak mampu meyakinkan dirinya bahwa ini semua akan berjalan baik-baik saja ke depannya nanti."Nora, akhirnya kau datang juga! Aku sangat senang kau bisa menurunkan sedikit egomu untuk anakmu sendiri," ucap Tuan Brata menyambut dengan kursi roda yang membantu semua gerak-geriknya."Ibu mana yang akan tega pada anaknya sendiri, Brata? Bahkan kamu sendiri tidak tega untuk terus membuang anakmu itu sehingga mau menerimanya kembali dan membiarkan semuanya kembali diurus olehnya," sambar Oma Nora dengan sedikit menyindir hingga membuat lawan bicaranya tersenyum tipis."Satu-satunya yang menjadi pertimbanganku hanyalah Bella, Nora. Aku menerimanya karena aku tidak bisa berbuat tega denga
Seutas senyum seketika terbit seiiring dengan munculnya seseorang yang sangat cantik berikut gaun putih yang membalut seluruh tubuhnya. Dengan tambahan hiasan berupa beberapa bunga di bagian ujung kepala dan pinggangnya, senyum wanita itu nampak terlihat begitu kaku seolah tengah merasakan ketegangan yang amat sangat dalam dirinya."Tersenyumlah, Baby. Kita akan menjadi pasangan paling romantis hari ini!"Tanpa menyahut, wanita yang sudah berpenampilan bagai ratu di hari ini hanya melirik sekilas dan mendengkus saja. Hatinya nampak dongkol, tak kuasa menjalani semua rangkaian ini dan menyandang status sebagai seorang istri dari pria yang dulu pernah sangat dicintainya.Dulu? Ya, bagi Bella dulu rasa itu memang pernah ada. Namun sekarang, ia tak begitu yakin rasa tersebut masih ada karena dirinya telah berulang kali dibuat kesal dengan berbagai rencana licik pria yang kini tengah merangkul pinggangnya ini dengan begitu mesra."Tante Bella akhirnya benar-benar ingin menikah dengannya?"
Tepuk tangan riuh terdengar saat sepasang kekasih akhirnya telah resmi menjadi sepasang suami istri. Berbagai seruan yang tak terlalu terdengar jelas menggema. Sorot mata kebahagiaan terpancar dari beberapa yang hadir, meski tak sedikit juga yang tidak terlalu berekspresi berlebihan karena sudah tahu beberapa peristiwa yang telah terjadi di masa lalu.Ya, beberapa dari orang-orang itu adalah Adelia dan Bisma. Semakin dekat penghujung acara jantung mereka berdua justru kian berdetak lebih kencang. Bagi mereka, acara pernikahan Tante Bella dan Paman Ken bukanlah fokus utama. Ada hal lain yang harus lebih diperhatikan mereka setelahnya, yaitu tentang apa saja yang akan menjadi tuntutan Tante Bella dan Paman Ken terhadap Oma Nora nantinya."Bisma, aku rasa aku ingin pergi ke toilet dulu." Adelia berbicara saat tak bisa lagi menahan rasa gugup yang membuat kedua tangannya berkeringat."Mau aku antar?" tawar sang pria dengan begitu gentleman."Tidak perlu, Bisma. Terima kasih, aku bisa kemb
"Agler?"Suara lembut tiba-tiba terdengar, memecah ketegangan yang mulai kembali menyeruak di antara dua pemuda. Dengan segera salah satu di antara mereka menoleh dan tersenyum lebar menyapa kembali wanita yang telah menghampiri, yang mana hal itu sangat berbanding terbalik dengan pria lain di sisinya."Sangat tepat sekali kita bertemu di sini, Adelia. Kebetulan aku baru saja bertanya keberadaanmu pada kekasihmu. Aku ingin meminta maaf padamu langsung atas semua ulahku belakang ini yang mungkin sangat membuatmu tertekan," tutur Agler dengan santai selepas sedikit membungkuk memberikan tanda hormat pada wanita di hadapannya."Ah, sebenarnya aku tidak ingin mengingatnya lagi. Semua itu sangat memusingkan. Namun aku menghargai niat baikmu, Agler. Semoga saja semua kejadian yang tidak mengenakkan di masa lalu tidak terulang lagi." Adelia segera menghampiri sang kekasih yang masih menyorot Agler dengan tatapan tajamnya dan bergelayut manja di salah satu pundaknya.Bukan tanpa alasan Adelia
Detik demi detik berlalu kian menguatkan aura ketegangan di sekitar ruang tengah kediaman utama Tuan Brata. Suasana riuh bahagia dengan begitu cepat berganti, bahkan dua bintang utama hari ini masih mengenakan pakaian yang sama meski hadir dengan raut wajah yang berbeda.Tak ada senyum yang dilemparkan seperti di area taman belakang tadi. Tak ada kesan ramah tamah lagi karena semuanya sudah berubah menjadi tatapan tajam yang amat mencekam."Sepertinya firasatku tidak salah. Kenapa tiba-tiba Oma melihat ke arah kita?" Adelia kembali berbisik pada pria yang tengah merengkuh erat pinggangnya."Entahlah, Sayang. Sedari tadi aku juga merasa suaminya Tante Bella memperhatikanku. Aku tidak tahu apa saja yang mereka minta di sana, tetapi sepertinya ini benar-benar menyangkut kita berdua."Mengangguk, Adelia kini hanya bisa semakin bersandar di depan dada bidang Bisma. Hanya pria itu yang bisa membuatnya merasa sedikit tenang dan nyaman. Tak ada lagi tempat lain, terlebih kini sudah ada sosok
"Harapannya kecil, Ayah. Kata dokter, untuk saat ini kita hanya bisa berharap dan berdoa untuk kebaikan Adelia dan anaknya."Sosok wanita bertubuh tinggi di belakang Oma Nora yang akhirnya menjawab pertanyaan Tuan Brata alias mertuanya sendiri. Setelahnya hening, tak ada lagi percakapan yang terdengar hingga tiba-tiba Oma Nora tak sadarkan diri di atas kursi roda yang ditempatinya."Biar aku yang membawanya ke ruang perawatan, Bella. Kamu dan yang lainnya di sini saja untuk memantau keadaan Adelia," tutur Bunda Alice berusaha tenang di tengah kegentingan suasana ini."Terima kasih, Kak. Tolong kabari aku jika ada sesuatu yang penting."Mengangguk, ibu kandungnya Bisma tersebut segera berjalan ke ruangan lain. Keadaan sekarang benar-benar terasa mendebarkan. Tak ada satu orang pun yang bisa bernapas lega, terlebih saat ini Adelia sedang berada di tengah ambang hidup dan mati.Seperti yang dikatakan oleh Bella tadi, sekarang semuanya hanya bisa terus berdoa dan berharap tentang keselama
"Bagaimana keadaannya, Dok?"Di sisi lain, ada seorang pria yang sedang sangat cemas menunggu kabar baik dari wanita yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Napasnya masih tak beraturan setelah tadi sempat berlari sekencang mungkin ke tempat ini, begitu pula dengan tangannya yang masih terasa dingin karena rasa panik yang sempat menyerangnya.Bagaimana bisa Agler tak merasakan semua sensasi menegangkan ini? Adelia yang tiba-tiba tak sadarkan diri dengan sesuatu yang mengalir deras di kedua kakinya membuatnya tak bisa banyak berpikir. Tujuannya saat itu hanya satu, yaitu membawa wanita tersebut ke rumah sakit agar bisa segera ditangani oleh dokter."Maaf, Pak. Apa Anda suaminya?" Sang dokter malah balik bertanya hingga membuat cucunya Tuan Brata itu sedikit mengembuskan napasnya dengan berat."Saya ... Kebetulan saya hanya temannya saja, Dok. Dia dan suaminya sudah lama berpisah," ucapnya sedikit terbata-bata mengingat dirinya yang sebenarnya tak tahu apa-apa tent
"Sial! Kenapa jadi semakin rumit seperti ini?!"Tak bisa melakukan apa pun, Bella hanya bisa sesekali berteriak memaki dari dalam kamarnya. Salah satu tangannya kini mencengkram kuat ponselnya. Beberapa saat lalu jari-jemari yang ada di tangan itu sudah mengetikkan cukup banyak kata untuk mencoba menghubungi pria yang baru saja menjadi suaminya selama beberapa Minggu ini, tetapi sayang semua upayanya tersebut sama sekali tak membuahkan hasil."Ken ... Jika kali ini kau benar-benar bermain dengan Adelia, aku tentu tidak akan membiarkanmu pergi ke ujung dunia sekalipun!"Sekali lagi Bella mendengkus seraya menatap sekilas isi kamarnya. Ia mencoba mencari petunjuk yang mungkin saja ditinggalkan oleh suaminya, hingga kedua netranya memicing saat tak sengaja menemukan sesuatu yang memantulkan cahaya dari atas meja riasnya."Flashdisk? Hmm, baiklah. Mari kita lihat apa yang sudah kau simpan di dalam benda kecil ini, Ken. Kau sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal dan sudah melanggar ke
Kedua netra Agler membulat saat menyadari tubuh Adelia yang sudah jatuh tersungkur di atas tanah. Dengan segera ia berusaha menjuhkan Citra dari wanita yang sebenarnya tadi sudah berada di sampingnya itu dan tak ragu lagi untuk mendorongnya dengan kencang, sampai beberapa saat kemudian kedua netranya membulat saat menyadari sesuatu yang kini tengah mengarah kepadanya."Ck! Wanita ini benar-benar gila!" gumamnya mendengkus kesal sebelum akhirnya kembali membantu Adelia untuk berdiri tegak di sampingnya."Dia tidak akan pernah berhenti selagi masih melihatku sadar, Agler. Aku mohon, tolong aku! Aku sebenarnya tak peduli dia menghabisiku saat ini, tetapi aku ingin anak ini selamat!" Adelia berucap dengan terengah dan tubuh yang kembali bergetar saat lagi-lagi Citra menggunakan sebuah benda yang sangat ditakuti olehnya."Kau mau berjalan sendiri ke arahku atau aku yang akan menarikmu, Adelia? Cepatlah pilih karena aku tidak mau membuang-buang waktu lagi!"Citra nampak tak main-main dengan
Suara teriakan dari kejauhan lantas membuat seorang pria yang baru saja mengeluh tersebut mempertajam indra pendengarannya. Dengan perlahan langkahnya kembali maju menelusuri jalan setapak yang entah akan membawa dirinya ke mana. Hingga beberapa menit kemudian, kedua netra kembali membulat saat melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di lahan kosong dengan bayangan dua orang perempuan yang sedikit terlihat di sampingnya."Tidak mungkin! Apa salah satu dari wanita di sana adalah Citra? Kalau memang benar Citra, itu berarti wanita yang sedang disiksa olehnya adalah ....""Sial! Tidak mungkin! Apa iya dia berani segila itu pada Adelia?!"Pria itu mengusap wajahnya dengan gusar sambil perlahan kembali bergerak mendekat. Rencananya yang ingin menemui Citra secara langsung akhirnya ia urungkan, karena kini dirinya berpikir akan jauh lebih aman jika wanita itu tak mengetahui keberadaannya lebih dulu.Keputusannya ini sebenarnya bukan untuk mengamankan dirinya. Pria yang sudah semakin jauh
"Bisma! Bisma! Tunggu! Ke mana saja kau ini! Aku sampai pusing mencarimu karena ibuku terus bertanya tentang keberadaanmu dan Adelia!"Tanpa diduga-duga Tante Bella kini berjalan mendekat ke arah Bisma yang baru saja keluar dari area belakang villa. Wajahnya seketika menegang melihat tantenya Adelia tersebut, apalagi wanita itu memasang ekspresi tak ramah yang mana juga terlihat dengan jelas aura kemarahan di sana."Maaf, Tante. Tadi aku—""Tadi aku sudah mencarimu di kamar Adelia! Ternyata sampai lelah tanganku mengetuk pintu, tidak ada satu orang pun yang menyahut dari dalam sana. Katamu tadi Adelia ingin beristirahat di kamarnya bukan? Kenapa sekarang dia tidak ada di sana?" Tante Bella yang belum selesai dengan emosinya kembali berbicara mencecar, hingga tak sadar memotong pembicaraan pria di hadapannya.Dengan berpikir keras, Bisma berusaha mencari cara yang tepat untuk membicarakan keadaan Adelia saat ini. Ia tahu walau sikap sehari-hari Tante Bella pada Adelia terkesan cuek, wa
"Kenapa? Kenapa harus berpura-pura terkejut? Bukankah kau sudah mengetahui kenyataan itu sebelumnya, Mas?"Masih dalam suasana menegangkan, kini Citra dan Ardi saling menatap dalam diam. Sementara Adelia, wanita itu tak bisa berkutik lagi setelah Citra mengucapkan sesuatu yang selama ini sudah dicobanya untuk ditutupi. Napasnya semakin terasa tercekat seiiring dengan kuatnya cengkraman Citra di lehernya, apalagi sesekali wanita itu mengguncangkan tubuhnya saat berbicara dengan emosinya yang kembali meledak.Ya, semuanya akhirnya terbongkar sudah. Adelia sama sekali tak menyangka kalau selama ini Citra sudah diam-diam memata-matainya, hingga akhirnya mengetahui siapa ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya ini yang sebenarnya.Sungguh, sebenarnya Adelia tak bisa menerka apa saja yang ada di dalam pikiran wanita itu. Menurutnya, bukankah seharusnya Citra lebih baik menutupi semua ini Ardi? Bagaimana kalau setelah ini pria itu malah menjalankan rencana lain yang sama sekali tak did
"Apa yang kau lakukan, Citra?! Turunkan benda itu!"Suara yang cukup menggelegar terdengar menghentak setelahnya. Bagi Adelia, situasi saat ini benar-benar terasa sangat mencekam. Kedua lututnya rasanya sangat lemas sampai saat ini, seolah ia tak akan mampu lagi berdiri dengan tegap lagi dalam beberapa detik ke depan nanti."Hmm, kau tidak salah mengarahkan itu ke arahku? Bukankah seharusnya kamu menargetkan mantan istrimu tersayang ini?" Citra menyeringai saat menyadari situasi todong menodong yang tengah dirasakannya."Apa yang telah kau katakan, Citra? Jangan berbuat gila! Sekali saja kau menggunakan itu orang lain akan tahu keberadaan kita di sini!" Ardi berbicara menyentak untuk memperingati."Oh, ya? Bukankah itu akan menjadi tontonan yang menarik?"Ardi mendengkus setelah mendengar tanggapan dari kekasihnya. Ia berkali-kali melirik ke arah Adelia yang wajahnya semakin terlihat pucat dan lemas, serta berganti tatapan ke arah Citra yang tengah berusaha memainkan kendali dengan uc
Kedua netra Citra saat ini sudah semakin terlihat menyalang ke arah Adelia. Andai saja di belakang kepalanya bisa mengeluarkan asap, mungkin sekarang asap tersebut sudah membumbung tinggi ke atas membuat udara di sekitar semakin panas seiiring dengan terbakarnya amarah yang ada di dalam dada.Kedua tangannya semakin terkepal erat di masing-masing sisi tubuhnya, seiiring dengan derap langkah yang semakin terdengar. Citra kembali maju henda menyerang Adelia dengan menarik rambut panjangnya lebih dulu. Namun sebelum itu semua terjadi, Adelia tentu tak hanya diam saja. Dengan secepat mungkin wanita yang tengah berbadan dua tersebut membenturkan ujung kepalanya tepat di wajah Citra, hingga tak sampai beberapa detik kemudian wanita itu terdengar mengaduh kesakitan sembari memegangi hidungnya yang sedikit mengeluarkan noda merah."Aku tidak tahu hal apa yang membuatmu sampai nekat melakukan penculikan ini padaku, Citra. Seharusnya kalau kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, kau harus lebih