Kedua netra Adelia membulat dengan napasnya yang kembali tertahan. Belum selesai keterkejutannya dengan Bisma yang ternyata telah mengetahui semua yang ditutupinya sedari awal, kini pria itu malah kembali menambah kebingungannya dengan kata-kata yang cukup sulit untuk dicerna cepat oleh otaknya.Ayah dari bayi yang di kandungannya? Bukankah itu berarti Ardi?Seketika Adelia menggelengkan kepalanya. Beberapa hari yang lalu ia melihat dengan kedua matanya sendiri berita tentang kecelakaan pria itu. Sangat tak mungkin baginya jika Ardi masih hidup, apalagi sebelumnya Bisma sendiri yang mengatakan padanya bahwa pihak polisi sudah memastikan bahwa korban kecelakaan yang meninggal tersebut adalah pria yang pernah menjadi suaminya."Bisma ...."Sekali lagi Adelia menoleh dengan berharap pria itu untuk menjelaskan lebih. Namun sayang setelahnya, Bisma masih tak kunjung berbicara dan memandangnya. Sepertinya rasa kecewa di hati pria itu padanya sudah terlanjur menumpuk banyak, Adelia tahu dan
Plakk!"Dasar bodoh!"Suara makian terdengar kencang menggelegar setelah sebuah tamparan melesat begitu saja tepat di sebagian wajah tampan pria berkemeja putih dengan sebagian lengan yang tergulung tersebut.Kedua netranya memerah penuh amarah. Napasnya menggebu seiiring dengan rasa tak terimanya diperlakukan seperti ini. Apalagi kini posisinya masih berada di perusahaan yang tengah dipimpin, meski nyatanya tak ada satu pun karyawan lain yang sedang menyaksikannya."Untuk apa kau ke sini?!"Pria yang baru saja menamparnya lantas tersenyum tipis. "Kau masih bertanya dengan apa alasanku ke sini? Apa kau tidak sadar dengan apa yang telah kau perbuat?""Cih! Jangan sok menjadi penceramah untukku! Kau jauh lebih buruk dariku!"Mendengar hal tersebut, lawan bicaranya kian tersenyum meremehkan. Suara langkah yang terdengar pelan tetapi pasti menggema setelahnya. Pria itu berputar mengelilingi ruangan seolah tengah meneliti hingga gerakannya terhenti tepat di depan sebuah sofa besar."Tanpak
"Mbak? Mbak?"Sayup-sayup suara panggilan terdengar membuat Adelia terbangun dari tidur. Kedua netranya lantas melebar saat menyadari situasi di luar jendela yang semakin menggelap. Ia benar-benar tak sadar telah terlelap sampai malam, karena tadi niatnya hanya ingin memejamkan sejenak matanya saja yang terasa sedikit panas setelah air matanya hampir tak kunjung berhenti mengalir.Ya, rasa bersalah yang sempat menggulung erat seluruh tubuhnya memang membuat Adelia jadi seperti ini. Ia segera mengusap wajahnya sesaat untuk menyadarkan diri, hingga pandangannya kembali beralih ke arah seorang suster yang telah membangunkannya."Maaf, Mbak. Saya ingin mengganti infus pasien." Suster tersebut berbicara lebih dulu membuat Adelia langsung mengangguk dan bergerak sedikit menjauh untuk memberikan ruang."Silakan, Sus. Maaf, saya tadi sempat tertidur sehingga tidak menyadari kedatangan Anda di sini.""Tidak apa-apa, Mbak. Menjaga pasien memang terkadang terasa sangat melelahkan."Tanpa menungg
"Apa?!"Adelia segera menghentikan langkah ketika Bisma berbisik. Jantungnya kembali berdebar lebih cepat. Perlahan, ia melirik ke arah yang telah ditunjuk oleh pria itu sebelumnya.Deghh!Di sudut lorong, ternyata ada seorang pria berjaket hitam tampak berdiri dengan sesekali memperhatikannya. Gerak-gerik sosok tersebut ternyata terasa sangat mencurigakan, hingga membuat Adelia semakin kesulitan membasahi tenggorokannya sendiri."Ini ... Ini bagaimana?" gumamnya pelan dengan napas yang sedikit tertahan."Ikut aku!"Tanpa berpikir panjang lagi Adelia segera mengangguk. Jadi yang sedari tadi mengawasinya adalah orang misterius itu? Adelia pikir tadi adalah Bisma karena pria tersebut mengikutinya dari jarak yang sangat dekat setelahnya."Bisma, bagaimana kalau kita tidak lapor pada petugas keamanan saja? Mungkin mereka—""Tidak bisa, aku harus tahu siapa yang sudah menyuruhnya! Sebelum meninggalkan ruang rawat Oma Nora, kau sudah menitipkannya ke suster?" sambar Bisma cepat yang membuat
"Sepertinya masih bagus, kau bisa memakannya."Setelah berhasil menghindar dari orang yang telah mengikutinya dan kembali ke ruang rawat Oma Nora, Bisma segera memberikan beberapa potong buah yang sudah ia kirimkan sebelumnya pada Adelia terlebih dahulu.Bisma tahu wanita itu masih sangat lapar. Sesekali kedua telinganya tak sengaja mendengar suara bunyi dari dalam perut Adelia, hingga setelahnya ia langsung memeriksa kondisi makanan lain yang masih bisa dimakan wanita tersebut karena kondisi di luar sana belum begitu aman untuknya.Ya, Bisma memang masih khawatir dengan keberadaan orang-orang yang mencoba mengintai Adelia. Sepertinya dengan terus berada di ruang rawat Oma Nora cukup membuat wanita itu aman, apalagi kini penjagaan keamanan rumah sakit mulai diperketat setelah mendengar laporan darinya."Tapi, Bisma. Lukamu—""Bukan masalah, kau lanjut makan saja!"Bisma segera membalikkan tubuhnya dengan berpura-pura kembali sibuk merapikan makanan saat Adelia memperhatikan luka di su
Adelia tertegun mendengar kata-kata Bisma. Untuk sesaat tubuhnya yang terisak sedikit terdiam. Deru napasnya sedikit tertahan. Namun walau seperti itu, pada akhirnya Adelia tetap berusaha menjauh dengan air mata yang tak kunjung bisa ditahannya lagi."Hey ...."Langkah Adelia semakin mundur ke belakang saat Bisma menghampirinya. Sebisa mungkin Adelia berusaha menutupi kesedihannya. Namun sayang lagi-lagi usahanya gagal. Tubuhnya malah kian terisak hebat. Apalagi saat tangan pria itu tiba-tiba mengusap jejak air mata di pipinya dengan begitu perhatian.Adelia berusaha berkata sesuatu, tetapi tenggorokannya malah semakin terasa tercekat. Tatapan Bisma padanya yang semakin mendalam membuat seluruh tubuhnya mematung, apalagi setelahnya pria itu kian mengikis jarak dan memagut bibirnya dengan begitu lembut."Bisma ....""Tolong jangan menangis lagi!"Adelia sampai mengigit bibir bawahnya sendiri saat kedua telinganya kembali mendengar kata-kata itu. Hatinya kembali bergetar. Bisma bahkan s
Tokk! Tokk! Tokk!"Nona? Nona Adelia?"Adelia menggeliat saat suara ketukan pintu dan panggilan yang memanggil dirinya terdengar. Dengan segera ia bangkit dan mengusap wajahnya sesaat. Rasanya tidur semalam sama sekali belum cukup, apalagi kini beberapa bagian tubuhnya masih terasa sangat pegal.Ah, kenapa waktu berlalu dengan sangat cepat? Adelia merasa belum begitu siap untuk menghadapi hari, apalagi hari ini pasti masih terasa cukup berat karena semua kesalahpahaman yang disebabkan oleh Agler belum terselesaikan."Astaga! Aku sampai lupa di mana tempatku berada sekarang!" Adelia sedikit bergumam kala baru menyadari situasi sekelilingnya.Kamar yang pertama kali ditempatinya setelah berpisah dengan Ardi. Ya, ini adalah salah satu kamar yang ada di tempat tinggal Bisma. Ternyata sampai sekarang pria itu sama sekali tak mengubah isi kamar ini, dan bahkan beberapa pakaian miliknya juga masih tersedia dengan rapi tanpa berpindah tempat sedikit pun."Nona? Apa Anda sudah bangun?" tanya s
Adelia terdiam saat kembali terngiang dengan kata-kata Bunda Alice. Wanita yang wajahnya masih terlihat awet muda itu terlihat sangat bersemangat sekali ketika menyampaikan tujuan utamanya kembali ke kota ini. Bahkan setelahnya, Bunda Alice kembali memeluknya dengan erat seolah sangat bahagia dengan keinginan Bisma yang ingin segera meminangnya.Seharusnya Adelia merasa senang karena penerimaan Bunda Alice tidak sama seperti Ibu Sri dulu. Namun lagi-lagi perasaan itu terhambat dengan kondisinya saat ini. Adelia yakin Bunda Alice belum mengetahui kehamilannya, apalagi sampai sekarang Bisma belum mengetahui keberadaannya yang amat tiba-tiba di sini."Makanlah yang banyak, Sayang. Kau pasti sangat lelah karena seharian kemarin menjaga Oma Nora di rumah sakit, 'kan?" Bunda Alice kembali bersuara lebih dulu membuat Adelia kembali berusaha fokus pada hidangan sarapan paginya."Bunda juga makan yang banyak. Bunda pasti sangat lapar setelah perjalanan jauh bukan?""Ah, sebenarnya aku sudah me
"Harapannya kecil, Ayah. Kata dokter, untuk saat ini kita hanya bisa berharap dan berdoa untuk kebaikan Adelia dan anaknya."Sosok wanita bertubuh tinggi di belakang Oma Nora yang akhirnya menjawab pertanyaan Tuan Brata alias mertuanya sendiri. Setelahnya hening, tak ada lagi percakapan yang terdengar hingga tiba-tiba Oma Nora tak sadarkan diri di atas kursi roda yang ditempatinya."Biar aku yang membawanya ke ruang perawatan, Bella. Kamu dan yang lainnya di sini saja untuk memantau keadaan Adelia," tutur Bunda Alice berusaha tenang di tengah kegentingan suasana ini."Terima kasih, Kak. Tolong kabari aku jika ada sesuatu yang penting."Mengangguk, ibu kandungnya Bisma tersebut segera berjalan ke ruangan lain. Keadaan sekarang benar-benar terasa mendebarkan. Tak ada satu orang pun yang bisa bernapas lega, terlebih saat ini Adelia sedang berada di tengah ambang hidup dan mati.Seperti yang dikatakan oleh Bella tadi, sekarang semuanya hanya bisa terus berdoa dan berharap tentang keselama
"Bagaimana keadaannya, Dok?"Di sisi lain, ada seorang pria yang sedang sangat cemas menunggu kabar baik dari wanita yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Napasnya masih tak beraturan setelah tadi sempat berlari sekencang mungkin ke tempat ini, begitu pula dengan tangannya yang masih terasa dingin karena rasa panik yang sempat menyerangnya.Bagaimana bisa Agler tak merasakan semua sensasi menegangkan ini? Adelia yang tiba-tiba tak sadarkan diri dengan sesuatu yang mengalir deras di kedua kakinya membuatnya tak bisa banyak berpikir. Tujuannya saat itu hanya satu, yaitu membawa wanita tersebut ke rumah sakit agar bisa segera ditangani oleh dokter."Maaf, Pak. Apa Anda suaminya?" Sang dokter malah balik bertanya hingga membuat cucunya Tuan Brata itu sedikit mengembuskan napasnya dengan berat."Saya ... Kebetulan saya hanya temannya saja, Dok. Dia dan suaminya sudah lama berpisah," ucapnya sedikit terbata-bata mengingat dirinya yang sebenarnya tak tahu apa-apa tent
"Sial! Kenapa jadi semakin rumit seperti ini?!"Tak bisa melakukan apa pun, Bella hanya bisa sesekali berteriak memaki dari dalam kamarnya. Salah satu tangannya kini mencengkram kuat ponselnya. Beberapa saat lalu jari-jemari yang ada di tangan itu sudah mengetikkan cukup banyak kata untuk mencoba menghubungi pria yang baru saja menjadi suaminya selama beberapa Minggu ini, tetapi sayang semua upayanya tersebut sama sekali tak membuahkan hasil."Ken ... Jika kali ini kau benar-benar bermain dengan Adelia, aku tentu tidak akan membiarkanmu pergi ke ujung dunia sekalipun!"Sekali lagi Bella mendengkus seraya menatap sekilas isi kamarnya. Ia mencoba mencari petunjuk yang mungkin saja ditinggalkan oleh suaminya, hingga kedua netranya memicing saat tak sengaja menemukan sesuatu yang memantulkan cahaya dari atas meja riasnya."Flashdisk? Hmm, baiklah. Mari kita lihat apa yang sudah kau simpan di dalam benda kecil ini, Ken. Kau sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal dan sudah melanggar ke
Kedua netra Agler membulat saat menyadari tubuh Adelia yang sudah jatuh tersungkur di atas tanah. Dengan segera ia berusaha menjuhkan Citra dari wanita yang sebenarnya tadi sudah berada di sampingnya itu dan tak ragu lagi untuk mendorongnya dengan kencang, sampai beberapa saat kemudian kedua netranya membulat saat menyadari sesuatu yang kini tengah mengarah kepadanya."Ck! Wanita ini benar-benar gila!" gumamnya mendengkus kesal sebelum akhirnya kembali membantu Adelia untuk berdiri tegak di sampingnya."Dia tidak akan pernah berhenti selagi masih melihatku sadar, Agler. Aku mohon, tolong aku! Aku sebenarnya tak peduli dia menghabisiku saat ini, tetapi aku ingin anak ini selamat!" Adelia berucap dengan terengah dan tubuh yang kembali bergetar saat lagi-lagi Citra menggunakan sebuah benda yang sangat ditakuti olehnya."Kau mau berjalan sendiri ke arahku atau aku yang akan menarikmu, Adelia? Cepatlah pilih karena aku tidak mau membuang-buang waktu lagi!"Citra nampak tak main-main dengan
Suara teriakan dari kejauhan lantas membuat seorang pria yang baru saja mengeluh tersebut mempertajam indra pendengarannya. Dengan perlahan langkahnya kembali maju menelusuri jalan setapak yang entah akan membawa dirinya ke mana. Hingga beberapa menit kemudian, kedua netra kembali membulat saat melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di lahan kosong dengan bayangan dua orang perempuan yang sedikit terlihat di sampingnya."Tidak mungkin! Apa salah satu dari wanita di sana adalah Citra? Kalau memang benar Citra, itu berarti wanita yang sedang disiksa olehnya adalah ....""Sial! Tidak mungkin! Apa iya dia berani segila itu pada Adelia?!"Pria itu mengusap wajahnya dengan gusar sambil perlahan kembali bergerak mendekat. Rencananya yang ingin menemui Citra secara langsung akhirnya ia urungkan, karena kini dirinya berpikir akan jauh lebih aman jika wanita itu tak mengetahui keberadaannya lebih dulu.Keputusannya ini sebenarnya bukan untuk mengamankan dirinya. Pria yang sudah semakin jauh
"Bisma! Bisma! Tunggu! Ke mana saja kau ini! Aku sampai pusing mencarimu karena ibuku terus bertanya tentang keberadaanmu dan Adelia!"Tanpa diduga-duga Tante Bella kini berjalan mendekat ke arah Bisma yang baru saja keluar dari area belakang villa. Wajahnya seketika menegang melihat tantenya Adelia tersebut, apalagi wanita itu memasang ekspresi tak ramah yang mana juga terlihat dengan jelas aura kemarahan di sana."Maaf, Tante. Tadi aku—""Tadi aku sudah mencarimu di kamar Adelia! Ternyata sampai lelah tanganku mengetuk pintu, tidak ada satu orang pun yang menyahut dari dalam sana. Katamu tadi Adelia ingin beristirahat di kamarnya bukan? Kenapa sekarang dia tidak ada di sana?" Tante Bella yang belum selesai dengan emosinya kembali berbicara mencecar, hingga tak sadar memotong pembicaraan pria di hadapannya.Dengan berpikir keras, Bisma berusaha mencari cara yang tepat untuk membicarakan keadaan Adelia saat ini. Ia tahu walau sikap sehari-hari Tante Bella pada Adelia terkesan cuek, wa
"Kenapa? Kenapa harus berpura-pura terkejut? Bukankah kau sudah mengetahui kenyataan itu sebelumnya, Mas?"Masih dalam suasana menegangkan, kini Citra dan Ardi saling menatap dalam diam. Sementara Adelia, wanita itu tak bisa berkutik lagi setelah Citra mengucapkan sesuatu yang selama ini sudah dicobanya untuk ditutupi. Napasnya semakin terasa tercekat seiiring dengan kuatnya cengkraman Citra di lehernya, apalagi sesekali wanita itu mengguncangkan tubuhnya saat berbicara dengan emosinya yang kembali meledak.Ya, semuanya akhirnya terbongkar sudah. Adelia sama sekali tak menyangka kalau selama ini Citra sudah diam-diam memata-matainya, hingga akhirnya mengetahui siapa ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya ini yang sebenarnya.Sungguh, sebenarnya Adelia tak bisa menerka apa saja yang ada di dalam pikiran wanita itu. Menurutnya, bukankah seharusnya Citra lebih baik menutupi semua ini Ardi? Bagaimana kalau setelah ini pria itu malah menjalankan rencana lain yang sama sekali tak did
"Apa yang kau lakukan, Citra?! Turunkan benda itu!"Suara yang cukup menggelegar terdengar menghentak setelahnya. Bagi Adelia, situasi saat ini benar-benar terasa sangat mencekam. Kedua lututnya rasanya sangat lemas sampai saat ini, seolah ia tak akan mampu lagi berdiri dengan tegap lagi dalam beberapa detik ke depan nanti."Hmm, kau tidak salah mengarahkan itu ke arahku? Bukankah seharusnya kamu menargetkan mantan istrimu tersayang ini?" Citra menyeringai saat menyadari situasi todong menodong yang tengah dirasakannya."Apa yang telah kau katakan, Citra? Jangan berbuat gila! Sekali saja kau menggunakan itu orang lain akan tahu keberadaan kita di sini!" Ardi berbicara menyentak untuk memperingati."Oh, ya? Bukankah itu akan menjadi tontonan yang menarik?"Ardi mendengkus setelah mendengar tanggapan dari kekasihnya. Ia berkali-kali melirik ke arah Adelia yang wajahnya semakin terlihat pucat dan lemas, serta berganti tatapan ke arah Citra yang tengah berusaha memainkan kendali dengan uc
Kedua netra Citra saat ini sudah semakin terlihat menyalang ke arah Adelia. Andai saja di belakang kepalanya bisa mengeluarkan asap, mungkin sekarang asap tersebut sudah membumbung tinggi ke atas membuat udara di sekitar semakin panas seiiring dengan terbakarnya amarah yang ada di dalam dada.Kedua tangannya semakin terkepal erat di masing-masing sisi tubuhnya, seiiring dengan derap langkah yang semakin terdengar. Citra kembali maju henda menyerang Adelia dengan menarik rambut panjangnya lebih dulu. Namun sebelum itu semua terjadi, Adelia tentu tak hanya diam saja. Dengan secepat mungkin wanita yang tengah berbadan dua tersebut membenturkan ujung kepalanya tepat di wajah Citra, hingga tak sampai beberapa detik kemudian wanita itu terdengar mengaduh kesakitan sembari memegangi hidungnya yang sedikit mengeluarkan noda merah."Aku tidak tahu hal apa yang membuatmu sampai nekat melakukan penculikan ini padaku, Citra. Seharusnya kalau kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, kau harus lebih