Citra dan Ardi lantas saling pandang seiiring dengan terdengarnya sebuah pengumuman yang amat mengejutkan. Keduanya lantas segera menggelengkan kepala, mencoba menampik semua kata-kata yang baru saja didengar. Namun sayang setelahnya, mereka malah kembali dihadapi dengan rangkaian kata yang sungguh sangat menghentakkan jiwa dan raga."Ya, selama ini Adelia memang sengaja menjadi karyawan biasa di perusahaan NinatyLux. Selain untuk mempelajari perusahaan lebih dalam lagi, Adelia juga bisa mengawasi secara langsung apa saja yang terjadi di dalam sana. Keberadaannya benar-benar sangat membantu dalam perkembangan NinatyLux sampai sejauh ini, hingga mampu kembali bangkit dengan bantuan Bisma selaku CEO."Kedua tangan Ardi kini terkepal erat seiiring dengan napasnya yang memburu. Ia merasa selama ini telah dibohongi mentah-mentah oleh Adelia, karena selama menjadi istrinya wanita itu sama sekali tidak pernah mengungkapkan identitas aslinya sebagai cucu kandung dari pemilik perusahaan ternam
"Awhh!"Adelia sedikit meringis kala kepalanya tiba-tiba terasa semakin pusing tak karuan. Namun walau seperti itu sebisa mungkin ia berusaha menahannya, apalagi saat ini Oma Nora dan Tuan Brata masih berbicara di hadapan orang banyak.Apa ini karena dirinya yang baru berhadapan dengan orang banyak? Entahlah, Adelia tak tahu karena seingatnya tadi ia merasa baik-baik saja selama di perjalanan."Bunda Alice belum juga datang?" Adelia bertanya dengan sedikit berbisik, sekaligus mengalihkan pikirannya dari rasa sakit yang sedang menyerangnya."Sepertinya belum, Sayang. Mungkin sekitar malam nanti Bunda baru tiba di sini, karena katanya tadi masih ada sesuatu yang harus diurusnya."Mengangguk, Adelia berusaha menegakkan kembali posisi berdirinya. Sebisa mungkin Adelia berakting baik-baik saja di depan orang banyak, apalagi kini berbagai sorot cahaya kamera tengah mengarah kepadanya setelah sang Oma membuka identitas aslinya.Ya, pada detik ini memang tak ada yang ditutup-tutupi lagi tenta
"Apa yang kau lakukan? Hormatilah sedikit para tamu!"Suara yang tiba-tiba terdengar, hampir saja membuat Ken menjatuhkan ponselnya. Dengan segera ia mengantongi benda pipih itu, seraya berusaha menormalkan kembali ekspresi wajahnya sebelum benar-benar berbalik dan menatap wajah cantik jelita sang istri."Aku hanya membalas beberapa pesan rekan bisnis yang meminta maaf karena tidak bisa datang ke acara ini," jelasnya dengan tenang tetapi masih mengundang lirikan penuh curiga dari wanita yang juga tantenya Adelia tersebut."Sejak kapan kau dekat dengan para rekan bisnis perusahaan? Apa kau lupa kau baru saja kembali setelah sekian lama bersembunyi dan menyelimuti diri dengan perasaanmu yang terlalu pengecut itu?"Ken memutar kedua bola matanya jengah saat sang istri berani-beraninya meledek dirinya di tengah orang banyak. "Apa kau lupa aku sempat mengurus perusahaan saat Agler pergi? Meski hanya sebentar, tetapi tentu aku bisa menjalin hubungan baik dengan mereka yang pernah aku temui!
Berbagai ucapan selamat silih berganti terdengar di kedua telinga Bisma. Jabat tangan demi jabat tangan ia lakukan dengan seutas senyum tanpa lelah. Tak lupa juga ia sesekali bertanya tentang kabar para relasi bisnis dan juga karyawannya, hingga acara ini semakin terasa hangat dan nyaman bagi siapa saja yang ikut berpartisipasi di dalamnya.Ya, beginilah Bisma ketika di depan banyak orang terutama para karyawan dan juga rekan bisnisnya. Pria itu selalu bisa berlaku profesional. Bahkan tak jarang, beberapa orang melabeli dirinya sebagai CEO yang memiliki dua sisi yang berbeda.Hmm ... Memang Bisma jelas terlihat berbeda, apalagi bagi orang-orang terdekatnya. Selain bisa sangat tegas ketika terlibat dalam pembicaraan serius, pria itu juga bisa bersikap sangat ramah ketika bercengkrama."Tuan Bisma! Selamat atas keberhasilan beberapa proyek NinatyLux dan juga kehamilan Nona Adelia! Karir Anda saat ini benar-benar sedang berada di puncak, Tuan. Siapa di sini yang tidak ingin merasakan men
Sontak kedua netra cokelat Bisma membulat saat menyadari tak ada sosok yang tengah dicarinya di dalam kamar ini. Dengan cepat langkah kakinya mengarah ke kamar mandi. Bisma harap Adelia ada di sana, tetapi sayang pada kenyataannya benar-benar tak ada siapa pun di kamar ini selain dirinya."Apa mungkin Adelia kembali ke luar sana untuk menemui para tamu undangan?" Bisma kembali bergumam dengan berusaha untuk tetap berpikiran positif.Namun sayang, tetap saja perasaannya tak bisa dibohongi. Firasatnya di dalam hati seolah mengatakan kalau saat ini Adelia sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, apalagi jika kembali mengingat bagaimana wanita itu mengeluh sedikit pusing di hadapannya.Tidak mungkin 'kan kalau Adelia yang sedang pusing tiba-tiba ingin kembali ke dalam keramaian? Kalau wanita itu benar-benar merasa tidak enak badan, pasti saat ini sudah berada di dalam ruangan ini dengan merebahkan tubuhnya di atas kasur."Ponselnya tertinggal? Jadi sebenarnya ke mana Adelia sekaran
"Baik, Tuan!"Tanpa mau menunggu lama, Bisma segera mengeluarkan ponsel dan mengambil sebuah gambar dari hasil pantauan rekaman CCTV yang tengah diamati. Kedua netranya sedikit memicing saat melihat seorang pelayan wanita dengan sebuah masker hitam yang menutupi sebagian wajahnya, hingga ia langsung mengamati hasil jepretannya sendiri untuk memastikan gambar yang diinginkannya dapat terlihat dengan jelas."Coba kalian semua pantau keberadaan pelayan ini. Amati setiap pergerakannya dalam waktu sebelum dan sesudah ini. Dan jangan lupa beri tahu saya nanti kalau ada dari aktivitasnya yang terlihat sedikit mencurigakan!" perintahnya lagi yang tanpa basa-basi dengan begitu tegas."Siap, Tuan! Kami akan mengabari hasilnya nanti sekitar satu jam ke depan!"Mengangguk, Bisma langsung menghubungi salah satu kontak yang ada di teleponnya. Ia segera meminta bantuan orang tersebut untuk mencari keberadaan Adelia serta pelayan wanita yang tengah sangat dicurigainya melalui sebuah pesan singkat, d
"Hey! Hey! Sadarlah! Mau sampai kapan kau terus diam seperti mayat?!"Lelah menunggu, Citra lantas bangkit menghampiri Adelia yang juga belum juga kunjung membuka kedua matanya. Sudah hampir satu jam lebih, tetapi tetap tak ada tanda-tanda kehidupan dari pewaris perusahaan NinatyLux yang baru saja diumumkan tersebut. Entah karena ini salahnya yang terlalu banyak menuangkan obat tidur atau jangan-jangan wanita itu memang sudah hampir menemui ajalnya? Sungguh, Citra sama sekali tak mengerti. Ia tak bisa berpikir dengan keras tanpa arahan dari orang lain, apalagi saat ini Ardi sedang keluar sebentar untuk membawakannya makanan."Adelia! Hey! Wanita bodoh! Sekali lagi aku katakan padamu untuk bangun! Bangun atau aku akan tendang?!"Bughh!Bertepatan setelah suara nyaring Citra terdengar, wanita yang dulu menjadi duri dalam rumah tangga Ardi dan Adelia tersebut segera melemparkan tongkat kayu yang sedari tadi dimainkannya tepat di samping Adelia. Tidak benar-benar di tempat yang sangat r
Kedua netra Citra saat ini sudah semakin terlihat menyalang ke arah Adelia. Andai saja di belakang kepalanya bisa mengeluarkan asap, mungkin sekarang asap tersebut sudah membumbung tinggi ke atas membuat udara di sekitar semakin panas seiiring dengan terbakarnya amarah yang ada di dalam dada.Kedua tangannya semakin terkepal erat di masing-masing sisi tubuhnya, seiiring dengan derap langkah yang semakin terdengar. Citra kembali maju henda menyerang Adelia dengan menarik rambut panjangnya lebih dulu. Namun sebelum itu semua terjadi, Adelia tentu tak hanya diam saja. Dengan secepat mungkin wanita yang tengah berbadan dua tersebut membenturkan ujung kepalanya tepat di wajah Citra, hingga tak sampai beberapa detik kemudian wanita itu terdengar mengaduh kesakitan sembari memegangi hidungnya yang sedikit mengeluarkan noda merah."Aku tidak tahu hal apa yang membuatmu sampai nekat melakukan penculikan ini padaku, Citra. Seharusnya kalau kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, kau harus lebih
"Harapannya kecil, Ayah. Kata dokter, untuk saat ini kita hanya bisa berharap dan berdoa untuk kebaikan Adelia dan anaknya."Sosok wanita bertubuh tinggi di belakang Oma Nora yang akhirnya menjawab pertanyaan Tuan Brata alias mertuanya sendiri. Setelahnya hening, tak ada lagi percakapan yang terdengar hingga tiba-tiba Oma Nora tak sadarkan diri di atas kursi roda yang ditempatinya."Biar aku yang membawanya ke ruang perawatan, Bella. Kamu dan yang lainnya di sini saja untuk memantau keadaan Adelia," tutur Bunda Alice berusaha tenang di tengah kegentingan suasana ini."Terima kasih, Kak. Tolong kabari aku jika ada sesuatu yang penting."Mengangguk, ibu kandungnya Bisma tersebut segera berjalan ke ruangan lain. Keadaan sekarang benar-benar terasa mendebarkan. Tak ada satu orang pun yang bisa bernapas lega, terlebih saat ini Adelia sedang berada di tengah ambang hidup dan mati.Seperti yang dikatakan oleh Bella tadi, sekarang semuanya hanya bisa terus berdoa dan berharap tentang keselama
"Bagaimana keadaannya, Dok?"Di sisi lain, ada seorang pria yang sedang sangat cemas menunggu kabar baik dari wanita yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Napasnya masih tak beraturan setelah tadi sempat berlari sekencang mungkin ke tempat ini, begitu pula dengan tangannya yang masih terasa dingin karena rasa panik yang sempat menyerangnya.Bagaimana bisa Agler tak merasakan semua sensasi menegangkan ini? Adelia yang tiba-tiba tak sadarkan diri dengan sesuatu yang mengalir deras di kedua kakinya membuatnya tak bisa banyak berpikir. Tujuannya saat itu hanya satu, yaitu membawa wanita tersebut ke rumah sakit agar bisa segera ditangani oleh dokter."Maaf, Pak. Apa Anda suaminya?" Sang dokter malah balik bertanya hingga membuat cucunya Tuan Brata itu sedikit mengembuskan napasnya dengan berat."Saya ... Kebetulan saya hanya temannya saja, Dok. Dia dan suaminya sudah lama berpisah," ucapnya sedikit terbata-bata mengingat dirinya yang sebenarnya tak tahu apa-apa tent
"Sial! Kenapa jadi semakin rumit seperti ini?!"Tak bisa melakukan apa pun, Bella hanya bisa sesekali berteriak memaki dari dalam kamarnya. Salah satu tangannya kini mencengkram kuat ponselnya. Beberapa saat lalu jari-jemari yang ada di tangan itu sudah mengetikkan cukup banyak kata untuk mencoba menghubungi pria yang baru saja menjadi suaminya selama beberapa Minggu ini, tetapi sayang semua upayanya tersebut sama sekali tak membuahkan hasil."Ken ... Jika kali ini kau benar-benar bermain dengan Adelia, aku tentu tidak akan membiarkanmu pergi ke ujung dunia sekalipun!"Sekali lagi Bella mendengkus seraya menatap sekilas isi kamarnya. Ia mencoba mencari petunjuk yang mungkin saja ditinggalkan oleh suaminya, hingga kedua netranya memicing saat tak sengaja menemukan sesuatu yang memantulkan cahaya dari atas meja riasnya."Flashdisk? Hmm, baiklah. Mari kita lihat apa yang sudah kau simpan di dalam benda kecil ini, Ken. Kau sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal dan sudah melanggar ke
Kedua netra Agler membulat saat menyadari tubuh Adelia yang sudah jatuh tersungkur di atas tanah. Dengan segera ia berusaha menjuhkan Citra dari wanita yang sebenarnya tadi sudah berada di sampingnya itu dan tak ragu lagi untuk mendorongnya dengan kencang, sampai beberapa saat kemudian kedua netranya membulat saat menyadari sesuatu yang kini tengah mengarah kepadanya."Ck! Wanita ini benar-benar gila!" gumamnya mendengkus kesal sebelum akhirnya kembali membantu Adelia untuk berdiri tegak di sampingnya."Dia tidak akan pernah berhenti selagi masih melihatku sadar, Agler. Aku mohon, tolong aku! Aku sebenarnya tak peduli dia menghabisiku saat ini, tetapi aku ingin anak ini selamat!" Adelia berucap dengan terengah dan tubuh yang kembali bergetar saat lagi-lagi Citra menggunakan sebuah benda yang sangat ditakuti olehnya."Kau mau berjalan sendiri ke arahku atau aku yang akan menarikmu, Adelia? Cepatlah pilih karena aku tidak mau membuang-buang waktu lagi!"Citra nampak tak main-main dengan
Suara teriakan dari kejauhan lantas membuat seorang pria yang baru saja mengeluh tersebut mempertajam indra pendengarannya. Dengan perlahan langkahnya kembali maju menelusuri jalan setapak yang entah akan membawa dirinya ke mana. Hingga beberapa menit kemudian, kedua netra kembali membulat saat melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di lahan kosong dengan bayangan dua orang perempuan yang sedikit terlihat di sampingnya."Tidak mungkin! Apa salah satu dari wanita di sana adalah Citra? Kalau memang benar Citra, itu berarti wanita yang sedang disiksa olehnya adalah ....""Sial! Tidak mungkin! Apa iya dia berani segila itu pada Adelia?!"Pria itu mengusap wajahnya dengan gusar sambil perlahan kembali bergerak mendekat. Rencananya yang ingin menemui Citra secara langsung akhirnya ia urungkan, karena kini dirinya berpikir akan jauh lebih aman jika wanita itu tak mengetahui keberadaannya lebih dulu.Keputusannya ini sebenarnya bukan untuk mengamankan dirinya. Pria yang sudah semakin jauh
"Bisma! Bisma! Tunggu! Ke mana saja kau ini! Aku sampai pusing mencarimu karena ibuku terus bertanya tentang keberadaanmu dan Adelia!"Tanpa diduga-duga Tante Bella kini berjalan mendekat ke arah Bisma yang baru saja keluar dari area belakang villa. Wajahnya seketika menegang melihat tantenya Adelia tersebut, apalagi wanita itu memasang ekspresi tak ramah yang mana juga terlihat dengan jelas aura kemarahan di sana."Maaf, Tante. Tadi aku—""Tadi aku sudah mencarimu di kamar Adelia! Ternyata sampai lelah tanganku mengetuk pintu, tidak ada satu orang pun yang menyahut dari dalam sana. Katamu tadi Adelia ingin beristirahat di kamarnya bukan? Kenapa sekarang dia tidak ada di sana?" Tante Bella yang belum selesai dengan emosinya kembali berbicara mencecar, hingga tak sadar memotong pembicaraan pria di hadapannya.Dengan berpikir keras, Bisma berusaha mencari cara yang tepat untuk membicarakan keadaan Adelia saat ini. Ia tahu walau sikap sehari-hari Tante Bella pada Adelia terkesan cuek, wa
"Kenapa? Kenapa harus berpura-pura terkejut? Bukankah kau sudah mengetahui kenyataan itu sebelumnya, Mas?"Masih dalam suasana menegangkan, kini Citra dan Ardi saling menatap dalam diam. Sementara Adelia, wanita itu tak bisa berkutik lagi setelah Citra mengucapkan sesuatu yang selama ini sudah dicobanya untuk ditutupi. Napasnya semakin terasa tercekat seiiring dengan kuatnya cengkraman Citra di lehernya, apalagi sesekali wanita itu mengguncangkan tubuhnya saat berbicara dengan emosinya yang kembali meledak.Ya, semuanya akhirnya terbongkar sudah. Adelia sama sekali tak menyangka kalau selama ini Citra sudah diam-diam memata-matainya, hingga akhirnya mengetahui siapa ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya ini yang sebenarnya.Sungguh, sebenarnya Adelia tak bisa menerka apa saja yang ada di dalam pikiran wanita itu. Menurutnya, bukankah seharusnya Citra lebih baik menutupi semua ini Ardi? Bagaimana kalau setelah ini pria itu malah menjalankan rencana lain yang sama sekali tak did
"Apa yang kau lakukan, Citra?! Turunkan benda itu!"Suara yang cukup menggelegar terdengar menghentak setelahnya. Bagi Adelia, situasi saat ini benar-benar terasa sangat mencekam. Kedua lututnya rasanya sangat lemas sampai saat ini, seolah ia tak akan mampu lagi berdiri dengan tegap lagi dalam beberapa detik ke depan nanti."Hmm, kau tidak salah mengarahkan itu ke arahku? Bukankah seharusnya kamu menargetkan mantan istrimu tersayang ini?" Citra menyeringai saat menyadari situasi todong menodong yang tengah dirasakannya."Apa yang telah kau katakan, Citra? Jangan berbuat gila! Sekali saja kau menggunakan itu orang lain akan tahu keberadaan kita di sini!" Ardi berbicara menyentak untuk memperingati."Oh, ya? Bukankah itu akan menjadi tontonan yang menarik?"Ardi mendengkus setelah mendengar tanggapan dari kekasihnya. Ia berkali-kali melirik ke arah Adelia yang wajahnya semakin terlihat pucat dan lemas, serta berganti tatapan ke arah Citra yang tengah berusaha memainkan kendali dengan uc
Kedua netra Citra saat ini sudah semakin terlihat menyalang ke arah Adelia. Andai saja di belakang kepalanya bisa mengeluarkan asap, mungkin sekarang asap tersebut sudah membumbung tinggi ke atas membuat udara di sekitar semakin panas seiiring dengan terbakarnya amarah yang ada di dalam dada.Kedua tangannya semakin terkepal erat di masing-masing sisi tubuhnya, seiiring dengan derap langkah yang semakin terdengar. Citra kembali maju henda menyerang Adelia dengan menarik rambut panjangnya lebih dulu. Namun sebelum itu semua terjadi, Adelia tentu tak hanya diam saja. Dengan secepat mungkin wanita yang tengah berbadan dua tersebut membenturkan ujung kepalanya tepat di wajah Citra, hingga tak sampai beberapa detik kemudian wanita itu terdengar mengaduh kesakitan sembari memegangi hidungnya yang sedikit mengeluarkan noda merah."Aku tidak tahu hal apa yang membuatmu sampai nekat melakukan penculikan ini padaku, Citra. Seharusnya kalau kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, kau harus lebih