"Maaf, sepertinya saya harus ke belakang terlebih dahulu!"Bisma rasanya tidak bisa lagi menahan diri lagi. Dengan tatapan tajam dan rahang yang mengeras, ia akhirnya memotong percakapan serius yang melibatkan Tante Bella dan keluarga Tuan Brata, membuat semua yang ada di sana sedikit mengerenyitkan dahi terkecuali dengan pria yang sedari tadi terus menempel di samping Tante Bella.Ken. Ya, hanya pria itu satu-satunya yang menyadari ke mana arah tatapan Bisma. Salah satu tangannya bahkan ikut terkepal erat melihat ulah keponakannya dari jauh. Namun sayang ia tak bisa langsung mengambil aksi karena tak bisa meninggalkan rencana yang sudah mati-matian dibuatnya.Biar saja Bisma yang mengatasinya. Ken berpikir seperti itu karena ia yakin pria tersebut tak segila keponakannya yang terlalu nekat merusak acara serius pamannya sendiri."Ekhmm!"Bisma segera berdeham untuk menandakan keberadaannya saat Agler masih terus sibuk mendekati wanitanya. Dadanya kembali bergemuruh saat melihat salah
"Apa yang tadi diucapkannya padamu?"Adelia akhirnya bertanya pada Bisma dengan sedikit berbisik sebelum ikut duduk ditengah tengah perbincangan serius keluarganya dengan keluarga Tuan Brata. Rasa penasarannya kembali membuncah, tetapi sayang Bisma hanya menggeleng singkat seolah tak ada satu pun kata penting yang telah dilontarkan oleh Agler sebelumnya padanya.Ya, Bisma memang tak ingin Adelia mengetahui rencana pertemuannya dengan pria itu nanti malam. Menurutnya memang lebih baik seperti itu, agar Adelia tak berusaha mencegahnya atau pun membuat rencana pertemuan tersebut menjadi batal."Sekarang, terserah kalian berdua saja! Jika kalau pada akhirnya kalian berdua tetap ingin menikah, silakan! Tapi, jangan harap saya akan menerima kalian serta calon anak kalian berdua dengan mudah di rumah ini!"Suara Oma Nora akhirnya terdengar menggelegar. Tanpa mengeluarkan sepatah kata apa pun, ia langsung memberikan kode pada para pembantunya untuk membawanya segera pergi dari ruangan tengah.
"Hey, Tampan! Mau bergabung?"Dengan segera Bisma mengibaskan satu tangannya dan memicingkan mata dengan tajam saat salah satu wanita berpakaian yang sangat terbuka tiba-tiba datang menghampiri dan hampir bergelayut manja di pundaknya.Di tengah keramaian orang-orang yang sedang menikmati dentuman musik yang cukup kencang, kedua kaki Bisma rasanya ingin segera melangkah cepat menjauh dari tempat ini. Ia sangat tak suka keramaian yang terasa sangat acak. Namun di sisi lain, ia juga tak bisa terus membiarkan Agler merasa bebas mendekati Adelia begitu saja di belakangnya.Ya, pada akhirnya Bisma memang menyanggupi permintaan pria itu yang ingin bertemu dengannya di luar selain area kantor. Kali ini rencana pertemuannya dengan Agler memanglah bukan untuk membahas masalah pekerjaan, melainkan sesuatu yang jauh lebih penting dan berharga."Ekhmm!"Bisma berdeham saat merasa sangat terganggu dengan pemandangan Agler yang tengah dikelilingi oleh beberapa wanita penghibur dengan pakaian yang t
"Kutunggu kehancuranmu segera!"Bisma mencengkram erat setir mobil yang tak bersalah di hadapannya. Dengan salah satu tangan yang kembali terkepal erat, ia kian mengeraskan rahang saat semua kata-kata Agler kembali terngiang di benaknya.Brukk!"Sialan! Pria itu benar-benar berhasil merusak semuanya!" Bisma menggerutu seraya langsung membanting kemudinya ke arah yang lebih sepi dan memberhentikan kendaraan roda empatnya di sana.Dengan cepat ia membanting pintu mobilnya dengan kencang, dan berjalan tanpa arah tujuan yang jelas di bawah naungan cahaya rembulan yang sedikit menyinari sebuah taman sepi di ujung jalanan.Pengakuan Agler akan kehamilan Adelia, memang benar-benar membuat hatinya terasa sangat panas! Dada Bisma bergemuruh dengan berbagai macam perasaan yang campur aduk. Ada rasa kecewa dan marah yang sedang dicoba untuk ditahannya. Namun sayang, semua itu tak bisa saat ingatannya kembali mengingat beberapa kejanggalan yang terjadi pada Adelia beberapa hari ke belakang ini.
"Tante, ini ....""Kita teruskan percakapan ini di ruanganku sekarang!"Bisma terpaksa melerai keributan dua wanita di hadapannya dengan tegas. Ia segera menarik Adelia menjauh dari cengkraman Tante Bella, membuat wanita bertubuh tinggi itu beralih menatapnya dengan tatapan tak suka karena merasa seperti tengah diatur."Bisma, kau—""Maaf, Tante. Biar bagaimanapun ini masih di area kantor. Sebagai CEO di perusahaan ini, saya tentu tidak akan memperkenankan siapapun membuat keributan di sini!""Kurang ajar! Aku ini—""Saya tahu posisi Anda di sini, Tante. Dan bahkan saya juga tahu posisi sebenarnya orang yang sudah Anda serang sebelumnya!"Bisma sengaja menekankan kata-kata terakhir dengan tatapan netra tajamnya yang tak main-main. Melihat itu, Tante Bella pun sedikit menahan napas. Kedua kakinya bergerak sedikit mundur, sebelum akhirnya mulutnya mengeluarkan suara dengkus seiiring dengan emosinya yang semakin membumbung tinggi."Kau selalu membela wanita bodoh ini, Bisma!" gerutunya s
"A...apa?""Jangan berpura-pura tuli, Adelia! Aku tahu kau paham dengan maksudku! Kau akan kembali diusir dengan cara tidak hormat karena kelakuan bodohmu!"Kedua netra Adelia membulat mendengar penuturan tantenya yang amat tak main-main. Perlahan kepalanya bergerak memberanikan diri untuk mendongak. Sekali lagi Adelia berusaha ingin menjelaskan kesalahpahaman yang sudah terlanjur menyebar cepat ini, tetapi sayang setelahnya telepon Tante Bella berbunyi hingga membuat wanita itu mengalihkan fokusnya."Tidak mungkin! Bagaimana bisa secepat ini?!"Adelia terdiam mengamati perubahan ekspresi wajah tantenya. Kedua netra cokelat Tante Bella terlihat sedikit melebar. Tubuhnya seketika lunglai bahkan hampir terjatuh, hingga akhirnya membuat Bisma yang sedari tadi memilih bungkam dan mengamati dari kejauhan mendekat dan berusaha menahannya. "Rumah sakit! Kita harus segera ke rumah sakit sekarang!" Tante Bella bergumam tak terlalu jelas hingga membuat Adelia sedikit mengerenyit.Sementara Bis
"Aku!"Pengakuan yang amat tiba-tiba dari sosok yang sangat tak disangka seketika membuat seluruh mata tertuju padanya. Kedua netra Tante Bella bahkan sampai membulat penuh terkejut. Sedangkan Adelia dan Oma Nora, sama-sama terlihat menahan napas hingga mulut mereka sedikit terbuka."Tidak mungkin! Kau pasti mengaku seperti ini hanya untuk membelanya saja bukan? Tidak mungkin Agler sampai nekat berbohong sejauh ini!" Tante Bella lebih dulu berbicara, memecah keheningan."Tidak, Tante. Aku serius! Untuk apa aku berbohong di situasi genting seperti ini? Aku yang bertanggung jawab atas kehamilan Adelia. Agler tidak ada hubungannya dengan ini dan Adelia tidak bersalah!" tekan Bisma tanpa ragu hingga membuat lawan bicaranya kembali sedikit mendengkus."Sudah cukup kau membela wanita ini, Bisma! Pokoknya aku yakin, kau hanya berpura-pura untuk melindunginya saja! Jangan kau pikir aku bodoh! Kau pasti tidak mau melihatnya kembali hidup susah sehingga nekat melakukan semua ini!"Bisma tetap m
Kedua netra Adelia membulat dengan napasnya yang kembali tertahan. Belum selesai keterkejutannya dengan Bisma yang ternyata telah mengetahui semua yang ditutupinya sedari awal, kini pria itu malah kembali menambah kebingungannya dengan kata-kata yang cukup sulit untuk dicerna cepat oleh otaknya.Ayah dari bayi yang di kandungannya? Bukankah itu berarti Ardi?Seketika Adelia menggelengkan kepalanya. Beberapa hari yang lalu ia melihat dengan kedua matanya sendiri berita tentang kecelakaan pria itu. Sangat tak mungkin baginya jika Ardi masih hidup, apalagi sebelumnya Bisma sendiri yang mengatakan padanya bahwa pihak polisi sudah memastikan bahwa korban kecelakaan yang meninggal tersebut adalah pria yang pernah menjadi suaminya."Bisma ...."Sekali lagi Adelia menoleh dengan berharap pria itu untuk menjelaskan lebih. Namun sayang setelahnya, Bisma masih tak kunjung berbicara dan memandangnya. Sepertinya rasa kecewa di hati pria itu padanya sudah terlanjur menumpuk banyak, Adelia tahu dan
"Harapannya kecil, Ayah. Kata dokter, untuk saat ini kita hanya bisa berharap dan berdoa untuk kebaikan Adelia dan anaknya."Sosok wanita bertubuh tinggi di belakang Oma Nora yang akhirnya menjawab pertanyaan Tuan Brata alias mertuanya sendiri. Setelahnya hening, tak ada lagi percakapan yang terdengar hingga tiba-tiba Oma Nora tak sadarkan diri di atas kursi roda yang ditempatinya."Biar aku yang membawanya ke ruang perawatan, Bella. Kamu dan yang lainnya di sini saja untuk memantau keadaan Adelia," tutur Bunda Alice berusaha tenang di tengah kegentingan suasana ini."Terima kasih, Kak. Tolong kabari aku jika ada sesuatu yang penting."Mengangguk, ibu kandungnya Bisma tersebut segera berjalan ke ruangan lain. Keadaan sekarang benar-benar terasa mendebarkan. Tak ada satu orang pun yang bisa bernapas lega, terlebih saat ini Adelia sedang berada di tengah ambang hidup dan mati.Seperti yang dikatakan oleh Bella tadi, sekarang semuanya hanya bisa terus berdoa dan berharap tentang keselama
"Bagaimana keadaannya, Dok?"Di sisi lain, ada seorang pria yang sedang sangat cemas menunggu kabar baik dari wanita yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Napasnya masih tak beraturan setelah tadi sempat berlari sekencang mungkin ke tempat ini, begitu pula dengan tangannya yang masih terasa dingin karena rasa panik yang sempat menyerangnya.Bagaimana bisa Agler tak merasakan semua sensasi menegangkan ini? Adelia yang tiba-tiba tak sadarkan diri dengan sesuatu yang mengalir deras di kedua kakinya membuatnya tak bisa banyak berpikir. Tujuannya saat itu hanya satu, yaitu membawa wanita tersebut ke rumah sakit agar bisa segera ditangani oleh dokter."Maaf, Pak. Apa Anda suaminya?" Sang dokter malah balik bertanya hingga membuat cucunya Tuan Brata itu sedikit mengembuskan napasnya dengan berat."Saya ... Kebetulan saya hanya temannya saja, Dok. Dia dan suaminya sudah lama berpisah," ucapnya sedikit terbata-bata mengingat dirinya yang sebenarnya tak tahu apa-apa tent
"Sial! Kenapa jadi semakin rumit seperti ini?!"Tak bisa melakukan apa pun, Bella hanya bisa sesekali berteriak memaki dari dalam kamarnya. Salah satu tangannya kini mencengkram kuat ponselnya. Beberapa saat lalu jari-jemari yang ada di tangan itu sudah mengetikkan cukup banyak kata untuk mencoba menghubungi pria yang baru saja menjadi suaminya selama beberapa Minggu ini, tetapi sayang semua upayanya tersebut sama sekali tak membuahkan hasil."Ken ... Jika kali ini kau benar-benar bermain dengan Adelia, aku tentu tidak akan membiarkanmu pergi ke ujung dunia sekalipun!"Sekali lagi Bella mendengkus seraya menatap sekilas isi kamarnya. Ia mencoba mencari petunjuk yang mungkin saja ditinggalkan oleh suaminya, hingga kedua netranya memicing saat tak sengaja menemukan sesuatu yang memantulkan cahaya dari atas meja riasnya."Flashdisk? Hmm, baiklah. Mari kita lihat apa yang sudah kau simpan di dalam benda kecil ini, Ken. Kau sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal dan sudah melanggar ke
Kedua netra Agler membulat saat menyadari tubuh Adelia yang sudah jatuh tersungkur di atas tanah. Dengan segera ia berusaha menjuhkan Citra dari wanita yang sebenarnya tadi sudah berada di sampingnya itu dan tak ragu lagi untuk mendorongnya dengan kencang, sampai beberapa saat kemudian kedua netranya membulat saat menyadari sesuatu yang kini tengah mengarah kepadanya."Ck! Wanita ini benar-benar gila!" gumamnya mendengkus kesal sebelum akhirnya kembali membantu Adelia untuk berdiri tegak di sampingnya."Dia tidak akan pernah berhenti selagi masih melihatku sadar, Agler. Aku mohon, tolong aku! Aku sebenarnya tak peduli dia menghabisiku saat ini, tetapi aku ingin anak ini selamat!" Adelia berucap dengan terengah dan tubuh yang kembali bergetar saat lagi-lagi Citra menggunakan sebuah benda yang sangat ditakuti olehnya."Kau mau berjalan sendiri ke arahku atau aku yang akan menarikmu, Adelia? Cepatlah pilih karena aku tidak mau membuang-buang waktu lagi!"Citra nampak tak main-main dengan
Suara teriakan dari kejauhan lantas membuat seorang pria yang baru saja mengeluh tersebut mempertajam indra pendengarannya. Dengan perlahan langkahnya kembali maju menelusuri jalan setapak yang entah akan membawa dirinya ke mana. Hingga beberapa menit kemudian, kedua netra kembali membulat saat melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di lahan kosong dengan bayangan dua orang perempuan yang sedikit terlihat di sampingnya."Tidak mungkin! Apa salah satu dari wanita di sana adalah Citra? Kalau memang benar Citra, itu berarti wanita yang sedang disiksa olehnya adalah ....""Sial! Tidak mungkin! Apa iya dia berani segila itu pada Adelia?!"Pria itu mengusap wajahnya dengan gusar sambil perlahan kembali bergerak mendekat. Rencananya yang ingin menemui Citra secara langsung akhirnya ia urungkan, karena kini dirinya berpikir akan jauh lebih aman jika wanita itu tak mengetahui keberadaannya lebih dulu.Keputusannya ini sebenarnya bukan untuk mengamankan dirinya. Pria yang sudah semakin jauh
"Bisma! Bisma! Tunggu! Ke mana saja kau ini! Aku sampai pusing mencarimu karena ibuku terus bertanya tentang keberadaanmu dan Adelia!"Tanpa diduga-duga Tante Bella kini berjalan mendekat ke arah Bisma yang baru saja keluar dari area belakang villa. Wajahnya seketika menegang melihat tantenya Adelia tersebut, apalagi wanita itu memasang ekspresi tak ramah yang mana juga terlihat dengan jelas aura kemarahan di sana."Maaf, Tante. Tadi aku—""Tadi aku sudah mencarimu di kamar Adelia! Ternyata sampai lelah tanganku mengetuk pintu, tidak ada satu orang pun yang menyahut dari dalam sana. Katamu tadi Adelia ingin beristirahat di kamarnya bukan? Kenapa sekarang dia tidak ada di sana?" Tante Bella yang belum selesai dengan emosinya kembali berbicara mencecar, hingga tak sadar memotong pembicaraan pria di hadapannya.Dengan berpikir keras, Bisma berusaha mencari cara yang tepat untuk membicarakan keadaan Adelia saat ini. Ia tahu walau sikap sehari-hari Tante Bella pada Adelia terkesan cuek, wa
"Kenapa? Kenapa harus berpura-pura terkejut? Bukankah kau sudah mengetahui kenyataan itu sebelumnya, Mas?"Masih dalam suasana menegangkan, kini Citra dan Ardi saling menatap dalam diam. Sementara Adelia, wanita itu tak bisa berkutik lagi setelah Citra mengucapkan sesuatu yang selama ini sudah dicobanya untuk ditutupi. Napasnya semakin terasa tercekat seiiring dengan kuatnya cengkraman Citra di lehernya, apalagi sesekali wanita itu mengguncangkan tubuhnya saat berbicara dengan emosinya yang kembali meledak.Ya, semuanya akhirnya terbongkar sudah. Adelia sama sekali tak menyangka kalau selama ini Citra sudah diam-diam memata-matainya, hingga akhirnya mengetahui siapa ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya ini yang sebenarnya.Sungguh, sebenarnya Adelia tak bisa menerka apa saja yang ada di dalam pikiran wanita itu. Menurutnya, bukankah seharusnya Citra lebih baik menutupi semua ini Ardi? Bagaimana kalau setelah ini pria itu malah menjalankan rencana lain yang sama sekali tak did
"Apa yang kau lakukan, Citra?! Turunkan benda itu!"Suara yang cukup menggelegar terdengar menghentak setelahnya. Bagi Adelia, situasi saat ini benar-benar terasa sangat mencekam. Kedua lututnya rasanya sangat lemas sampai saat ini, seolah ia tak akan mampu lagi berdiri dengan tegap lagi dalam beberapa detik ke depan nanti."Hmm, kau tidak salah mengarahkan itu ke arahku? Bukankah seharusnya kamu menargetkan mantan istrimu tersayang ini?" Citra menyeringai saat menyadari situasi todong menodong yang tengah dirasakannya."Apa yang telah kau katakan, Citra? Jangan berbuat gila! Sekali saja kau menggunakan itu orang lain akan tahu keberadaan kita di sini!" Ardi berbicara menyentak untuk memperingati."Oh, ya? Bukankah itu akan menjadi tontonan yang menarik?"Ardi mendengkus setelah mendengar tanggapan dari kekasihnya. Ia berkali-kali melirik ke arah Adelia yang wajahnya semakin terlihat pucat dan lemas, serta berganti tatapan ke arah Citra yang tengah berusaha memainkan kendali dengan uc
Kedua netra Citra saat ini sudah semakin terlihat menyalang ke arah Adelia. Andai saja di belakang kepalanya bisa mengeluarkan asap, mungkin sekarang asap tersebut sudah membumbung tinggi ke atas membuat udara di sekitar semakin panas seiiring dengan terbakarnya amarah yang ada di dalam dada.Kedua tangannya semakin terkepal erat di masing-masing sisi tubuhnya, seiiring dengan derap langkah yang semakin terdengar. Citra kembali maju henda menyerang Adelia dengan menarik rambut panjangnya lebih dulu. Namun sebelum itu semua terjadi, Adelia tentu tak hanya diam saja. Dengan secepat mungkin wanita yang tengah berbadan dua tersebut membenturkan ujung kepalanya tepat di wajah Citra, hingga tak sampai beberapa detik kemudian wanita itu terdengar mengaduh kesakitan sembari memegangi hidungnya yang sedikit mengeluarkan noda merah."Aku tidak tahu hal apa yang membuatmu sampai nekat melakukan penculikan ini padaku, Citra. Seharusnya kalau kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, kau harus lebih