Selesai makan malam, Audrey merasa agak lelah sehingga beristirahat lebih awal. Keesokan harinya, meskipun hari ini akhir pekan, Audrey tetap bangun pagi-pagi. Mungkin karena sedang resah, dia tidak bisa tidur lagi setelah bangun.Begitu menoleh, Audrey melihat Dash yang masih tidur dengan lelap. Dia tidak mengganggu putranya. Setelah mengecup pipi Dash, Audrey hanya menatap wajah tidurnya yang tenang.Ketika sedang menikmati momen damai ini, ponsel Audrey tiba-tiba berdering. Dash yang masih tidur pun terkejut mendengarnya. Dia menggumamkan sesuatu, seolah-olah sudah bangun dari tidurnya.Audrey segera mengubah pengaturan ponselnya menjadi mode senyap. Dia menepuk punggung Dash sambil berucap, "Dash, tidur saja, nggak apa-apa."Mendengar ini, Dash yang setengah terbangun pun mengangguk. Kemudian, dia membalikkan badan dan tidur lagi.Audrey mengambil ponselnya dan berjalan ke luar. Siapa yang meneleponnya pagi-pagi begini, apalagi hari ini akhir pekan?Sesudah keluar, Audrey menjawab
Christian menyunggingkan senyuman sinis mendengarnya. Kondisi memburuk? Zayden pasti hanya berpura-pura, 'kan?Apabila berpura-pura sakit saja bisa mendapatkan perhatian dari Audrey, Christian yakin Zayden pasti melakukannya dengan senang hati."Audrey, Om Zayden bukan orang yang kekurangan perhatian. Apa kamu nggak bisa melihat semua ini hanya aktingnya? Kalau kamu menemuinya, bukankah dia akan merajalela? Kemudian, kamu jadi harus merawatnya setiap hari?" ucap Christian."Aku ...." Ini pertama kalinya Christian begitu menyudutkannya. Setelah ragu-ragu sejenak dan hendak mengatakan sesuatu, pihak rumah sakit meneleponnya lagi. "Nona, apa kamu nggak mendengar kata-kataku tadi? Suamimu sudah hampir jatuh pingsan. Kalau kamu nggak datang lagi, lukanya akan makin parah. Dia bisa saja jadi orang cacat!"Suster juga tidak berdaya karena Zayden yang terus menolak pengobatan. Itu sebabnya, dia berbicara dengan nada sekesal ini. Bagaimanapun, Zayden memiliki status yang sangat tinggi. Jika ses
Audrey melihat Zayden sekilas, keadaan Zayden tampak lebih baik dari yang dibayangkannya. Namun, wajah Zayden masih terlihat pucat. Entah apakah dia lapar atau karena lukanya masih terasa sakit. Seketika, Audrey merasa sangat tidak berdaya. Entah apa yang dipikirkan pria ini. Bukankah Shania sengaja datang mengantarkan barang untuknya semalam?Berhubung karena Zayden adalah pasien saat ini, Audrey menahan diri untuk memarahinya. Dia membuka termos diam-diam dan mengeluarkan makanan yang telah dibawanya. "Makanlah."Wangi makanan yang samar-samar mulai tercium. Zayden hampir seharian tidak makan apa pun, dia langsung tergoda oleh aroma makanan tersebut. Lambungnya juga mulai terasa agak sakit. Hanya saja, saat melihat ekspresi Audrey yang dingin itu, Zayden mengerutkan alisnya sedikit sambil berkata, "Apa kamu tidak penasaran kenapa aku sama sekali tidak makan?"Audrey meliriknya sekilas, lalu menjawab, "Siapa tahu apa yang sedang kamu pikirkan. Jangan banyak omong kosong lagi, cepat ma
Setelah beberapa saat kemudian, Audrey baru tersadar. Dia tidak lagi menatap mata Zayden dan hanya menanggapi dengan dingin, "Aku tahu."Akan tetapi, Zayden tetap tidak mau menyerah begitu saja. "Kalau begitu, apa kamu percaya dengan ucapanku?" Melihat Audrey tidak menjawabnya, Zayden hanya tersenyum getir. "Aku tahu, pasti sangat sulit untuk membuatmu percaya padaku. Tapi, aku akan berusaha membuatmu mengerti bahwa aku tidak membohongimu. Asalkan kamu tidak sembarangan menyerahkanku pada orang lain, itu sudah cukup."Ucapan Zayden menyiratkan sedikit kesedihan. Hal ini membuat Audrey merasa seolah-olah dirinya memang melakukan kesalahan. Saat Audrey kembali bereaksi, dia berdeham dan berkata, "Nggak usah banyak bicara lagi. Makan saja, sayurnya sudah hampir dingin. Aku memasaknya sangat lama."Audrey tidak bisa menanggapi ucapan Zayden. Bagaimanapun, sangat sulit bagi Audrey untuk melupakan masa lalu dan percaya dengan ucapan Zayden. Lagi pula, Audrey sudah berencana untuk meninggalka
"Jadi, kamu mau menetap untuk menemaniku?" Tebersit kebahagiaan yang melintas di mata Zayden. Pada saat ini, Audrey baru menyadari dia telah mengatakan omong kosong tadi. Audrey ingin mengatakan bahwa dia hanya keceplosan tadi, tetapi Zayden telah berkata terlebih dahulu, "Kupikir, kamu seharusnya tidak akan menindas orang yang terluka, 'kan?"Audrey terdiam seketika. Harus diakui bahwa Zayden benar-benar pandai menebak isi hati Audrey. Audrey membalas, "Sebelum lukamu sembuh, aku akan tetap menemanimu." Audrey telah menduga rencana yang sedang disusun oleh Zayden. Pria ini pasti sudah menduga bahwa Audrey pasti tidak akan mengabaikan orang yang menolong Dash."Tapi kamu jangan senang dulu. Setelah lukamu sembuh nanti, nggak ada lagi yang bisa kamu gunakan untuk mengancamku. Kita tetap berada di jalan masing-masing, nggak ada utang budi apa pun lagi satu sama lain," ucap Audrey yang duduk di samping sambil memandang Zayden.Sorot mata Zayden menjadi muram. Seperti dugaannya, Audrey mem
Baru kali ini Audrey merasa salut terhadap keberanian Zayden. Dia benar-benar tidak menyangka Zayden akan melakukan hal seperti ini demi membuat dirinya datang menjenguk. Melihat Audrey yang terpaku di tempat, Zayden mengerutkan alisnya seraya mengeluh, "Duh, kepalaku pusing sekali. Apa aku demam ya? Lukaku juga sakit sekali ...."Audrey berdecak kesal dalam hati. Lanjutkan saja aktingmu! Padahal tadi perawat sudah bilang ini hanya demam kecil, pria ini malah menggunakan hal ini untuk memancing belas kasihan Audrey.Melihat Audrey yang masih terdiam, Zayden menunduk untuk melihat bekas lukanya dan berkata, "Apa boleh buat kalau kamu tidak peduli padaku. Kalau ada gejala yang tersisa dan akhirnya aku jadi cacat, terpaksa aku harus bergantung padamu seumur hidup. Kamu ini desainer terkenal, seharusnya bisa menghidupiku."Audrey langsung naik pitam mendengar perkataan Zayden. Pria ini mau bergantung padanya seumur hidup? Apa tidak salah? Lagi pula dengan statusnya ini, memangnya desainer
Suara Zayden menyiratkan sedikit provokasi. Mendengar provokasi seperti itu, Audrey yang awalnya ingin mundur langsung menantang, "Siapa bilang aku nggak berani? Kamu diam-diam saja, pejamkan matamu."Mungkin karena merasa gugup, intonasi Audrey juga naik beberapa oktaf. Dia sendiri tidak menyadarinya, tetapi Zayden langsung bisa mengetahuinya. Wanita ini benar-benar keras kepala. Sifatnya ini masih tetap sama seperti saat mereka kenal dulu. Zayden merasa sangat menarik, dia menyunggingkan senyuman sambil memejamkan matanya."Baiklah," jawab Zayden.Melihat Zayden telah memejamkan matanya, Audrey menarik napas dalam-dalam dan bergumam dalam hati, 'Nggak apa-apa, dia ini cuma patung. Cuma patung.' Sambil berkata demikian, Audrey meletakkan tangannya di celana Zayden dan hendak melepas celananya."Jadi, kamu menyuruhku tutup mata karena untuk ...."Bum! Audrey merasa kepalanya seakan-akan meledak, wajahnya juga sudah merah padam saat ini. Kenapa dia melakukan hal bodoh seperti ini? Sejen
Zayden sudah memikirkannya dengan baik. Dia ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk membina hubungan baik dengan Dash. Dilihat dari sikapnya, Audrey pasti akan mengalah jika Dash memiliki kesan baik terhadap Zayden.Mendengar Zayden ingin bertemu dengan Dash, hati Audrey langsung menjadi waspada. "Kenapa kamu ingin bertemu dengannya? Dia nggak punya kesan baik terhadapmu.""Tapi, aku tertarik padanya. Lagi pula, kita harus mendidik anak memiliki hati yang bersyukur, bukankah ini yang harus kamu lakukan? Kamu bawa ke sini pun aku tidak akan menyiksanya," kata Zayden dengan penuh logika.Audrey malas membahas hal ini dengan Zayden. Zayden sangat pandai bersilat lidah, Audrey tidak akan mendapatkan apa pun jika berdebat dengan Zayden."Kita bahas hal ini lagi nanti," jawab Audrey dengan ragu, dia tidak menyetujui yang dikatakan Zayden.Audrey pribadi tidak ingin Dash memiliki hubungan lebih lanjut dengan Zayden agar tidak terjadi masalah. Namun, Dash adalah anak yang selalu memiliki pemik
Sesudah menimbang pro dan kontranya, Dash segera membuat keputusan. Lara yang sudah selesai mengobrol pun kembali, lalu melihat Dash melamun di atas ranjangnya.Dash berinisiatif untuk berkata, "Nenek, aku sudah mengerti maksudmu. Mulai hari ini, aku akan jaga jarak dengan Paman Zayden. Mama sudah memilih untuk pergi, jadi aku nggak boleh menyusahkannya. Aku ingin Mama bahagia."Ketika melihat cucunya begitu pengertian, Lara mengecup pipinya dan membalas, "Kalau begitu, kamu harus membantu Papa Chris saat dia melamar mamamu nanti. Oke?""Oke," sahut Dash sambil memberi isyarat tangan. Setelah mendapatkan jawaban dari Dash, Lara pun mengabari Christian tentang hal ini. Christian sangat terharu saat mengetahui Dash lebih memilihnya daripada ayah kandungnya sendiri.Christian segera pergi ke toko perhiasan untuk mengambil cincin berlian yang telah lama disiapkannya. Sebenarnya dia sudah lama ingin melamar Audrey, tetapi tidak menemukan momen yang pas. Dia pun khawatir Audrey akan menjauhi
Sesudah Zayden pergi, Lara memasuki bangsal. Dia tak kuasa menghela napas saat melihat cucunya memegang mainan Transformers baru yang dibawakan oleh Zayden. Bagaimanapun, Dash masih kecil. Dia pasti senang dengan orang yang memberinya mainan baru."Dash, jangan main lagi, Nenek mau bicara," ujar Lara.Begitu mendengar suara Lara, Dash meletakkan mainannya. Sejak dulu, dia memang selalu menuruti perkataan neneknya. "Nenek mau bilang apa?""Dash, Nenek mau tanya. Kamu sangat menyukai Paman Zayden, ya?" tanya Lara langsung.Dash ragu-ragu sejenak sebelum mengangguk. Beberapa hari ini, Zayden selalu datang menemaninya. Selain menemaninya bermain game dan catur, Zayden juga membeli banyak mainan, bahkan memasak untuknya.Dash bukanlah anak yang keras kepala. Dengan berbagai perlakuan ini, dia tentu mulai memiliki kesan baik terhadap Zayden."Kalau harus memilih di antara Papa Chris dan Paman Zayden, kamu lebih suka siapa?" tanya Lara lagi.Dash tertegun sejenak, tidak menduga dirinya akan d
Ketika melihat putranya meraba-raba kepala sendiri, Audrey mengira Dash sakit kepala. Dia segera menghampiri, lalu bertanya, "Dash, kenapa? Sakit kepala, ya? Atau bagian mana yang sakit?""Mama, aku nggak apa-apa," jawab Dash sembari menggeleng. Kemudian, dia teringat pada sesuatu sehingga bertanya lagi, "Bibi tadi teman Mama, ya?""Bukan, anaknya juga sakit. Dia hanya mengobrol denganku tadi," timpal Audrey dengan jujur.Dash pun tampak bingung, merasa ada yang tidak beres. Akan tetapi, dia tidak terlalu memikirkannya karena mereka mungkin tidak akan bertemu lagi.....Sementara itu, wanita yang mengobrol dengan Audrey barusan buru-buru mencari tempat yang tidak diperhatikan siapa pun. Dia memasukkan beberapa helai rambut Dash ke sebuah kantong kecil dengan hati-hati.Kemudian, wanita itu mengamati sekelilingnya. Setelah memastikan tidak ada siapa pun, dia bergegas keluar dari rumah sakit dan mendekati sebuah mobil yang terparkir di sana.Begitu jendela mobil diturunkan, si wanita men
Apakah hubungannya dengan Zayden akan retak karena wanita itu? Felya duduk sendirian di ruang kantor, merasa sangat kesepian.Beberapa saat kemudian, Felya bangkit dan menyuruh orang memesan tiket ke luar negeri. Dia harus memastikan bahwa anak itu memang darah daging Zayden. Mengingat obsesi Zayden terhadap wanita itu, putranya mungkin saja tertipu.Kalau Dash memang cucunya, Felya pun harus mencari cara untuk membawanya pulang. Dia tidak bisa membiarkan cucunya tinggal di luar negeri bersama orang lain. Setelah bertekad, Felya berkemas dan menaiki penerbangan terdekat untuk ke luar negeri.....Selesai memasak beberapa lauk, Audrey ingin membawanya ke rumah sakit. Sejak tadi, Zayden terus menunggunya di ruang tamu. Dia tahu Audrey tidak akan mengajaknya pergi, jadi hanya bisa duduk di sini karena takut ditinggal.Ketika melihat Audrey hendak keluar, Zayden segera bangkit dan berucap, "Aku ikut." Dengan begitu, keduanya sama-sama menuruni tangga dan berangkat ke rumah sakit.Di dalam
Setelah Zayden membalut lukanya, dia mencari tisu untuk menyeka noda darah di lantai. Dia tahu Audrey adalah wanita berhati lembut. Kalau bukan karena membenci seseorang, Audrey pasti selalu bertanya untuk sekadar memberi perhatian.Kini, Zayden pun mengerti. Begitu seorang wanita berhati lembut membulatkan tekadnya, tidak akan ada yang bisa membuatnya goyah.Namun, Zayden tidak berhak untuk mengeluh karena semua ini terjadi gara-gara dirinya. Kebodohan dan kesombongannya yang membuat hubungan mereka menjadi begitu buruk.Tidak peduli secuek apa Audrey padanya, Zayden harus bisa menerima dan bertahan. Dia yakin, suatu hari nanti dirinya akan memiliki posisi lagi di hati Audrey.Sesudah memikirkan semua ini, Zayden tidak terlihat murung lagi. Dia membereskan semua barang, lalu berdiri di depan dapur sambil menatap Audrey yang sibuk memasak. Kali ini, dia tidak masuk dan mengganggu lagi, melainkan hanya memperhatikan Audrey.Sementara itu, Audrey merasa sangat tidak nyaman ditatap oleh Z
Zayden tidak memperhatikan keraguan Audrey. Dia meletakkan barang-barangnya di samping, lalu membawa bahan makanan ke dapur.Audrey mengira Zayden ingin memasukkan bahan makanan ke kulkas, tetapi pria ini malah memakai celemek seperti ingin masak.Audrey tidak pernah melihat Zayden masak sehingga menghampiri untuk bertanya, "Kamu ngapain?"Zayden menoleh meliriknya sekilas, lalu menjawab, "Dash bilang ingin makan beberapa masakan, jadi aku mau masak untuknya."Audrey mengernyit dengan makin kuat mendengarnya. Dia melirik sekilas resep yang ditulis khusus oleh Zayden, lalu mendapati semua itu memang makanan favorit Dash. Namun, sejak kapan keduanya menjadi begitu akrab?Audrey seketika menjadi berwaspada. Dash tidak tahu motif Zayden, tetapi Audrey tahu jelas. Pria ini hanya ingin menggunakan trik kecil untuk membuat Dash menyukainya. Dengan begitu, dia mungkin bisa balikan dengan Audrey. Huh! Jangan mimpi!"Tuan Zayden yang terhormat, kamu sudah terbiasa hidup bergelimang harta sejak k
Audrey melihat senyuman di wajah Zayden, lalu berkata dengan agak jengkel, "Biar kuperjelas dulu, aku membiarkanmu tinggal di sini hanya untuk memastikan transplantasi sumsum tulang berlangsung dengan lancar. Jangan pikir macam-macam atau aku akan mengusirmu dengan sapu!"Zayden tidak mengatakan apa pun, hanya mengangguk dengan tenang. Sikapnya yang tampak pasrah ini pun membuat Audrey sangat kesal karena amarahnya tidak dapat terlampiaskan.Audrey berusaha untuk menahan emosinya dan kembali ke kamar. Untuk menunjukkan kekesalannya, dia sengaja membanting pintu dengan kuat.Zayden pun tidak bisa apa-apa saat melihat tingkah Audrey. Setelah berpikir sesaat, dia mengeluarkan ponsel untuk mengirim pesan kepada Dash. Pagi ini, Zayden bermain dengan Dash, lalu mendapatkan WhatsApp-nya karena menang.[ Mau makan apa sore ini? Aku akan membawakannya untukmu. ][ Aku nggak boleh makan makanan di luar. ][ Aku akan memasaknya untukmu. ]Dash terkejut membacanya. Zayden bisa memasak? Apakah pria
"Masalah ini nggak bisa dicegah hanya karena kamu nggak mau," ujar Lara dengan tenang. Demi kebahagiaan putrinya, Lara memutuskan untuk bersikap kejam. Dia tidak akan membiarkan siapa pun punya kesempatan untuk melukai putri dan cucunya."Kalaupun kamu mau bersama Audrey, aku nggak percaya ibumu itu akan setuju. Jangan bilang kamu nggak tahu apa saja yang diperbuatnya. Kalau kamu berada di posisiku, apa kamu akan merelakan putrimu disiksa oleh mertua seperti itu?""Aku ...." Zayden terdiam. Perbuatan ibunya memang sangat keterlaluan, Zayden tidak berani mengelak untuk hal ini.Melihat Zayden yang terdiam mendengar perkataannya, Lara berdiri sambil berkata, "Aku sudah bicara sampai seperti ini, aku harap kamu bisa pertimbangkan hubunganmu dengan Audrey. Kalau kamu tetap bersikeras, aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk melindungi keluargaku."Usai bicara, Lara langsung bangkit dan berdiri. Sebelum meninggalkan restoran, dia sudah membayar semua tagihannya terlebih dahulu. Zayden menatap
"Nggak kok! Kalau kamu nggak percaya, kita janji jari kelingking saja," ujar Zayden seraya mengulurkan jari kelingkingnya. Dash langsung menyambut dengan gembira, "Nggak boleh ingkar janji."Setelah itu, Dash baru melepaskan tangannya dengan gembira. Melihat Dash yang begitu senang, Audrey mengernyit dan merasa gusar dalam hatinya. Saat dia sedang berusaha memikirkan bagaimana caranya untuk mengusir Zayden, Lara telah masuk ke ruangan sambil membawa sarapan.Begitu masuk, Lara melihat Zayden yang sedang duduk di samping Dash dan Audrey yang berdiri diam. Dia langsung memahami situasi saat ini, tetapi tidak mengungkapkannya secara langsung."Nenek datang!" sambut Dash dengan gembira saat melihat Lara. Dia tahu bahwa ini adalah saatnya sarapan, sehingga dia langsung berlari ke arah Lara dengan gembira.Berhubung Dash harus selalu rutin suntik dan minum obat beberapa hari ini, selera makannya jadi berkurang. Maka dari itu, Lara harus turun tangan sendiri untuk memasakkan hidangan yang dis