“Mengapa kau dan Nick tidak menceritakan tentang pembunuh bayaran itu kemarin?” tuntut Rosaline pada Darren. Sekarang mereka berempat dengan Adianto dan Darius sedang duduk di ruang tamu rumah mereka.“Kupikir itu ulah Clara juga, Ma. karena kejadian sekarang waktunya dekat dengan kejadian sebelumnya. Namun saat kupikirkan lagi semalam, lebih baik aku mencari lagi tentang pria yang bernama Aji itu, siapa tahu kalau dia sudah mendapatkan bayaran penuh, nanti pria itu akan berusaha membunuh Bu Eloisa lagi,” jawab Darren tanpa ekspresi lagi. Baik Adianto, Rosaline ataupun Darius, tidak bisa melihat emosi apapun di wajah Darren.“Ponsel yang kau bilang ingin kau retas?” tanya Darius.“Milik si pembunuh bayaran, namun kemarin Nick memintaku untuk tidak meminta tolong pada Kak Darius karena dia tidak ingin Kak Darius mencurigai perasaannya,” jawab Darren.“Aduh, Darren. Kau seharusnya tahu kalau hal seperti ini tidak bisa kalian atasi sendiri!” omel Rosaline.“Apa kau yang membunuh pria itu
“Jangan bercanda, Darren!” omel Rosaline sambil memijat keningnya.“Darren mohon, Ma. Darren terus merasa bersalah pada Bu Eloisa, biarkan Darren menjadi salah satu pengawal Eloisa. Anggap saja agar Darren bisa tenang jika melihat Bu Eloisa aman sampai dia menikah dengan Kak Darius nanti,” rengek Darren yang kembali mengeluarkan kemanjaannya untuk membujuk sang Ibu.“Darren kan juga gak ngapa-ngapain. Daripada Darren ngehalu atau mikirin yang ngak-ngak, lebih baik Darren melakukan hal yang berguna,” bujuk Darren lagi dan Rosaline membuang nafas pasrah. Rasanya sudah sangat lama Darren tidak mengerek padanya, padahal baru beberapa bulan, tepatnya sejak Darren patah hati. Dan dia juga mengerti maksud ‘ngehalu atau mikirin yang ngak-ngak’ itu adalah meratapi patah hati putranya itu.“Baiklah. Kau bisa bergantian jaga dengan pengawal lain, minta Lucas mengganti salah satu pengawal itu, denganmu,” kata Rosaline mengalah.“Terima kasih, Ma!” seru Darren senang sambil memeluk Rosaline. Ya, R
Darren tidak tahu kalau Eloisa akan bisa mengenali dirinya saat dia menyamar, bukan dari penampilannya, tapi dari parfum yang dia gunakan. Jadi saat dia kembali menyamar sebagai salah satu pengawal yang bergantian mengawasi Eloisa, dia tidak bersikap waspada pada wanita itu, karena dia yakin kalau Eloisa tidak akan mengetahui jati dirinya.Begitu mereka berkenalan dan pria yang bernama Januar itu mendekat dan mengulurkan tangan, Eloisa sudah mencium samar wangi parfum yang sangat dikenalnya. Walaupun parfum itu dijual bebas dan banyak yang menggunakannya, tapi setelah digunakan dan menyatu dengan bau tubuh masing-masing orang, bisa menghasilkan aroma uniknya tersendiri, yang bisa disadari oleh orang-orang yang memang sensitif pada bau-bauan, seperti Eloisa.Eloisa yang sudah biasa memasang wajah datar, tidak menunjukkan keterkejutan sama sekali. Selesai berkenalan, dia sesekali melirik pada Januar dan mulai mengamati tinggi tubuh dan postur tubuh pria itu. Dia sudah melihat dua sosok p
“Terima kasih,” kata Eloisa saat Susan memberikan sebuah minuman jeruk dalam botol kemasan, saat mobil yang membawa mereka mulai melaju.“Sama-sama. Kuharap kau masih menyukai minuman itu,” kata Susan sambil membuka botol minuman miliknya sendiri yang rasa sirsak.“Ya, aku masih menyukainya,” jawab Eloisa sambil membuka botol itu dan minum. Walau dia masih merasa tidak nyaman berdekatan dengan Susan, tapi dia berusaha bersikap normal. Memikirkan keselamatan Susan dan bayinya saat wanita itu melahirkan, membuatnya berusaha untuk memaafkan perbuatan mantan sahabatnya itu.Tidak banyak percakapan di dalam mobil itu, yang hanya berkisar tentang basa basi saja. Eloisa berpikir kalau Susan membutuhkan privasi untuk bicara dengannya, dan karenanya mantan sahabatnya itu mengajaknya mengobrol di restoran yang ada di tepi sungai tempat mereka suka bermain waktu kecil dulu. Saat kecil mereka tinggal di pinggiran kota, dimana ada sebuah sungai besar yang merupakan tempat main anak-anak setempat,
Satu setengah jam sebelumnya…“Ya, Susan. Kalian tidak perlu mengantarku, aku hanya pergi sebentar dengan temanku,” kata Eloisa pada Silvi dan Januar. Lalu Eloisa berjalan bersama Susan dan membantu Susan untuk duduk di mobilnya, baru setelahnya dia memutari mobil itu dan masuk dari sisi mobil satunya.“Kau bawa mobil dan ikuti dari jarak aman. Aku akan mengikuti dengan motor,” kata Januar setelah Eloisa masuk ke dalam mobil wanita yang bernama Susan.“Baik, Tuan,” jawab Silvi yang langsung berlari ke mobil setelah dia memotret plat nomor mobil yang baru saja jalan itu. Begitu juga dengan Januar yang segera berlari menuju motornya dan langsung melajukannya untuk mengejar mobil tadi. Dia berusaha mengingat dimana dia pernah bertemu dengan wanita yang dikatakan Eloisa sebagai temannya itu? Dia yakin, dia pernah bertemu dengan wanita itu. Yang pasti, wanita itu bukan salah satu dosen di kampusnya.Dengan mudah dia bisa mengikuti mobil yang memang dikendarai dengan kecepatan sedang itu. Da
Darren terus berenang mengikuti arus membawanya dengan pemikiran kalau jarak antara dirinya dan Eloisa seharusnya tidak terlalu jauh, namun gelapnya malam membuatnya kesulitan menemukan wanita itu. Dia sudah berkali-kali muncul ke permukaan dan mencoba mencari tubuh Eloisa dan tidak menemukannya. Dia terus memanggil nama wanita itu. Dalam hatinya semakin takut kalau dia akan terlambat menemukan Eloisa. Bagaimana jika ternyata Eloisa tidak bisa berenang? Maka wanita itu akan tenggelam!Lalu sinar-sinar itu datang, bersama dengan teriakkan yang memanggil nama Eloisa, awalnya dari belakangnya, yang berarti orang-orang sedang membantu mencarinya dan Eloisa, lalu sebuah sinar dengan cepat melewatinya dan terdengar suara Silvi memanggilnya dan Eloisa.“Disini!” teriak Darren dan Silvi langsung menyuruh motor yang membawanya berhenti, dia lalu menyorot ke arah suara dan menemukan Darren.“Tuan muda!” seru Silvi senang.“Sorot ke depan sana!” perintah Darren sambil menunjuk ke arah depan dan
“Kau mau kembali ke restoran dulu untuk berganti pakaian?” tanya Darius sambil mengeluarkan sebuah paper bag berisi handuk dan pakaian ganti dari dalam mobil dan menyerahkannya pada Darren.“Tidak perlu. Sebentar aku ganti disana saja,” kata Darren sambil menunjuk sebuah pohon besar di dekat sungai.“Eh, Kakak ada bawa air?” tanya Darren dan Darius kembali mengeluarkan sebuah botol kemasan air mineral ukuran satu setengah liter dan sebuah sandal jepit, lalu memberikannya pada Darren.“Terima kasih,” kata Darren mengambil mengambil kedua barang itu dan berjalan ke arah pohon yang tadi dia tunjuk. Dengan cepat dia membuka pakaian basahnya, lalu membilas seluruh tubuhnya dengan air mineral itu dan mengeringkan tubuh dengan handuk, setelahnya dia berganti pakaian, kemudian berkumur dengan air mineral yang sudah dia sisakan tadi. Setelahnya, dia memasukkan pakaian kotor dan sepatunya ke dalam paper bag tadi dan berjalan kembali ke tempat Kakaknya menunggunya di sebelah mobil pria itu.“Kau
Saat Darren dan Darius tiba di rumah sakit, Eloisa sudah berada di ranjang perawatan dan Ibu mereka duduk di sebelahnya. Wanita itu sudah menggunakan pakaian khas pasien rumah sakit. Wajah Darren sangat muram, untuk kedua kalinya dalam kurun waktu tidak lama, dia melihat Eloisa terbaring di ranjang perawatan."Bagaimana keadaanmu, Bu Eloisa?” tanya Darius.“Sudah jauh lebih baik. Kepalaku sudah tidak terlalu pusing.” jawab Eloisa.“Bagaimana kau bisa jatuh ke sungai?” kali ini Rosaline yang bertanya. “Tadi kepalaku sangat pusing. Aku hanya ingin mengambilkan tas Susan yang jatuh, tapi kepalaku malah semakin pusing dan tiba-tiba pandanganku menggelap.” jawab Eloisa tidak enak hati. Ini kedua kalinya dia menyusahkan keluarga Hartadi. Belum jadi menantu saja sudah merepotkan, apa kata orang nanti?“Kalau tidak enak badan, mengapa kau pergi?” tanya Rosaline.“Wanita yang bernama Susan datang dan mengajaknya pergi. Bahkan wanita itu memaksa Eloisa pergi dengan mobilnya saja,” Darren yang m
Saat Darren dan Darius tiba di rumah sakit, Eloisa sudah berada di ranjang perawatan dan Ibu mereka duduk di sebelahnya. Wanita itu sudah menggunakan pakaian khas pasien rumah sakit. Wajah Darren sangat muram, untuk kedua kalinya dalam kurun waktu tidak lama, dia melihat Eloisa terbaring di ranjang perawatan."Bagaimana keadaanmu, Bu Eloisa?” tanya Darius.“Sudah jauh lebih baik. Kepalaku sudah tidak terlalu pusing.” jawab Eloisa.“Bagaimana kau bisa jatuh ke sungai?” kali ini Rosaline yang bertanya. “Tadi kepalaku sangat pusing. Aku hanya ingin mengambilkan tas Susan yang jatuh, tapi kepalaku malah semakin pusing dan tiba-tiba pandanganku menggelap.” jawab Eloisa tidak enak hati. Ini kedua kalinya dia menyusahkan keluarga Hartadi. Belum jadi menantu saja sudah merepotkan, apa kata orang nanti?“Kalau tidak enak badan, mengapa kau pergi?” tanya Rosaline.“Wanita yang bernama Susan datang dan mengajaknya pergi. Bahkan wanita itu memaksa Eloisa pergi dengan mobilnya saja,” Darren yang m
“Kau mau kembali ke restoran dulu untuk berganti pakaian?” tanya Darius sambil mengeluarkan sebuah paper bag berisi handuk dan pakaian ganti dari dalam mobil dan menyerahkannya pada Darren.“Tidak perlu. Sebentar aku ganti disana saja,” kata Darren sambil menunjuk sebuah pohon besar di dekat sungai.“Eh, Kakak ada bawa air?” tanya Darren dan Darius kembali mengeluarkan sebuah botol kemasan air mineral ukuran satu setengah liter dan sebuah sandal jepit, lalu memberikannya pada Darren.“Terima kasih,” kata Darren mengambil mengambil kedua barang itu dan berjalan ke arah pohon yang tadi dia tunjuk. Dengan cepat dia membuka pakaian basahnya, lalu membilas seluruh tubuhnya dengan air mineral itu dan mengeringkan tubuh dengan handuk, setelahnya dia berganti pakaian, kemudian berkumur dengan air mineral yang sudah dia sisakan tadi. Setelahnya, dia memasukkan pakaian kotor dan sepatunya ke dalam paper bag tadi dan berjalan kembali ke tempat Kakaknya menunggunya di sebelah mobil pria itu.“Kau
Darren terus berenang mengikuti arus membawanya dengan pemikiran kalau jarak antara dirinya dan Eloisa seharusnya tidak terlalu jauh, namun gelapnya malam membuatnya kesulitan menemukan wanita itu. Dia sudah berkali-kali muncul ke permukaan dan mencoba mencari tubuh Eloisa dan tidak menemukannya. Dia terus memanggil nama wanita itu. Dalam hatinya semakin takut kalau dia akan terlambat menemukan Eloisa. Bagaimana jika ternyata Eloisa tidak bisa berenang? Maka wanita itu akan tenggelam!Lalu sinar-sinar itu datang, bersama dengan teriakkan yang memanggil nama Eloisa, awalnya dari belakangnya, yang berarti orang-orang sedang membantu mencarinya dan Eloisa, lalu sebuah sinar dengan cepat melewatinya dan terdengar suara Silvi memanggilnya dan Eloisa.“Disini!” teriak Darren dan Silvi langsung menyuruh motor yang membawanya berhenti, dia lalu menyorot ke arah suara dan menemukan Darren.“Tuan muda!” seru Silvi senang.“Sorot ke depan sana!” perintah Darren sambil menunjuk ke arah depan dan
Satu setengah jam sebelumnya…“Ya, Susan. Kalian tidak perlu mengantarku, aku hanya pergi sebentar dengan temanku,” kata Eloisa pada Silvi dan Januar. Lalu Eloisa berjalan bersama Susan dan membantu Susan untuk duduk di mobilnya, baru setelahnya dia memutari mobil itu dan masuk dari sisi mobil satunya.“Kau bawa mobil dan ikuti dari jarak aman. Aku akan mengikuti dengan motor,” kata Januar setelah Eloisa masuk ke dalam mobil wanita yang bernama Susan.“Baik, Tuan,” jawab Silvi yang langsung berlari ke mobil setelah dia memotret plat nomor mobil yang baru saja jalan itu. Begitu juga dengan Januar yang segera berlari menuju motornya dan langsung melajukannya untuk mengejar mobil tadi. Dia berusaha mengingat dimana dia pernah bertemu dengan wanita yang dikatakan Eloisa sebagai temannya itu? Dia yakin, dia pernah bertemu dengan wanita itu. Yang pasti, wanita itu bukan salah satu dosen di kampusnya.Dengan mudah dia bisa mengikuti mobil yang memang dikendarai dengan kecepatan sedang itu. Da
“Terima kasih,” kata Eloisa saat Susan memberikan sebuah minuman jeruk dalam botol kemasan, saat mobil yang membawa mereka mulai melaju.“Sama-sama. Kuharap kau masih menyukai minuman itu,” kata Susan sambil membuka botol minuman miliknya sendiri yang rasa sirsak.“Ya, aku masih menyukainya,” jawab Eloisa sambil membuka botol itu dan minum. Walau dia masih merasa tidak nyaman berdekatan dengan Susan, tapi dia berusaha bersikap normal. Memikirkan keselamatan Susan dan bayinya saat wanita itu melahirkan, membuatnya berusaha untuk memaafkan perbuatan mantan sahabatnya itu.Tidak banyak percakapan di dalam mobil itu, yang hanya berkisar tentang basa basi saja. Eloisa berpikir kalau Susan membutuhkan privasi untuk bicara dengannya, dan karenanya mantan sahabatnya itu mengajaknya mengobrol di restoran yang ada di tepi sungai tempat mereka suka bermain waktu kecil dulu. Saat kecil mereka tinggal di pinggiran kota, dimana ada sebuah sungai besar yang merupakan tempat main anak-anak setempat,
Darren tidak tahu kalau Eloisa akan bisa mengenali dirinya saat dia menyamar, bukan dari penampilannya, tapi dari parfum yang dia gunakan. Jadi saat dia kembali menyamar sebagai salah satu pengawal yang bergantian mengawasi Eloisa, dia tidak bersikap waspada pada wanita itu, karena dia yakin kalau Eloisa tidak akan mengetahui jati dirinya.Begitu mereka berkenalan dan pria yang bernama Januar itu mendekat dan mengulurkan tangan, Eloisa sudah mencium samar wangi parfum yang sangat dikenalnya. Walaupun parfum itu dijual bebas dan banyak yang menggunakannya, tapi setelah digunakan dan menyatu dengan bau tubuh masing-masing orang, bisa menghasilkan aroma uniknya tersendiri, yang bisa disadari oleh orang-orang yang memang sensitif pada bau-bauan, seperti Eloisa.Eloisa yang sudah biasa memasang wajah datar, tidak menunjukkan keterkejutan sama sekali. Selesai berkenalan, dia sesekali melirik pada Januar dan mulai mengamati tinggi tubuh dan postur tubuh pria itu. Dia sudah melihat dua sosok p
“Jangan bercanda, Darren!” omel Rosaline sambil memijat keningnya.“Darren mohon, Ma. Darren terus merasa bersalah pada Bu Eloisa, biarkan Darren menjadi salah satu pengawal Eloisa. Anggap saja agar Darren bisa tenang jika melihat Bu Eloisa aman sampai dia menikah dengan Kak Darius nanti,” rengek Darren yang kembali mengeluarkan kemanjaannya untuk membujuk sang Ibu.“Darren kan juga gak ngapa-ngapain. Daripada Darren ngehalu atau mikirin yang ngak-ngak, lebih baik Darren melakukan hal yang berguna,” bujuk Darren lagi dan Rosaline membuang nafas pasrah. Rasanya sudah sangat lama Darren tidak mengerek padanya, padahal baru beberapa bulan, tepatnya sejak Darren patah hati. Dan dia juga mengerti maksud ‘ngehalu atau mikirin yang ngak-ngak’ itu adalah meratapi patah hati putranya itu.“Baiklah. Kau bisa bergantian jaga dengan pengawal lain, minta Lucas mengganti salah satu pengawal itu, denganmu,” kata Rosaline mengalah.“Terima kasih, Ma!” seru Darren senang sambil memeluk Rosaline. Ya, R
“Mengapa kau dan Nick tidak menceritakan tentang pembunuh bayaran itu kemarin?” tuntut Rosaline pada Darren. Sekarang mereka berempat dengan Adianto dan Darius sedang duduk di ruang tamu rumah mereka.“Kupikir itu ulah Clara juga, Ma. karena kejadian sekarang waktunya dekat dengan kejadian sebelumnya. Namun saat kupikirkan lagi semalam, lebih baik aku mencari lagi tentang pria yang bernama Aji itu, siapa tahu kalau dia sudah mendapatkan bayaran penuh, nanti pria itu akan berusaha membunuh Bu Eloisa lagi,” jawab Darren tanpa ekspresi lagi. Baik Adianto, Rosaline ataupun Darius, tidak bisa melihat emosi apapun di wajah Darren.“Ponsel yang kau bilang ingin kau retas?” tanya Darius.“Milik si pembunuh bayaran, namun kemarin Nick memintaku untuk tidak meminta tolong pada Kak Darius karena dia tidak ingin Kak Darius mencurigai perasaannya,” jawab Darren.“Aduh, Darren. Kau seharusnya tahu kalau hal seperti ini tidak bisa kalian atasi sendiri!” omel Rosaline.“Apa kau yang membunuh pria itu
“Tu-tunggu, Orlan … do …” Clara yang tangannya terikat, tidak bisa menghalangi Orlando mencekik lehernya.Ketiga pria lain juga menatap penuh kebencian pada Clara, jika bukan karena wanita itu, mereka tidak akan berada disini dengan nasib yang begitu mengenaskan. Apalagi yang bisa dibanggakan oleh seorang pria disaat mereka sudah dikebiri?Rosaline memberi kode dan seorang pengawalnya melepaskan tubuh Clara dari cekikan Orlando dan wanita itu tampak ketakutan menatap Orlando sambil berusaha menarik nafas.“A-ayahku tidak akan membiarkan kau menyakitiku,” cicit Clara.“Kau pikir Ayahmu bisa lepas dari mereka? Kau telah membawa keluarga kami semua hancur bersamamu!” geram Orlando.“A-apa maksudmu?” tanya Clara semakin pucat dan dia menoleh saat Orlando menunjuk ke televisi, dimana disana juga ada berita tentang kasus penyuapan yang membawa nama Ayah Clara dan banyak pejabat lainnya. Dia tahu selama ini Ayahnya menerima suap, tapi Ayahnya juga memiliki banyak antek, jadi posisi Ayahnya se