"Mba Dwi mimpi apa sih ..?" Suara Tri serak pertanda dia baru bangun dari tidur.
"Aku mimpi Lee min ho?"
"Apa mba? Le min ho? Ya ampun so sweet banget ... Aku mau dong mba mimpi ketemu Lee min ho juga"
"Apa sih kamu ah ...."
"Serius mba barusan mimpi Lee min ho?" Tri duduk di depanku sambil bersila dan bertopang dagu.
"Serius lah masa bohong"
"Beneran ganteng kaya yang di Drakor Drakor itu ya mba?"
"Ganteng bangeeeeet" jawabku sengaja bikin dia penasaran"
"Ya Ampun mbaaaa ... Keren banget mimpinya, eh btw mba berdoa apa sih kok dapet rejeki bertemu Lee min ho?"
"Baca puisi cinta wabil khusus Lee min ho" jawabku sambil menoyor kepala adekku yang lagi jatuh cinta berat sama aktor Drakor itu.
Setelah mengucapkan kata itu aku langsung menyuruh Tri kembali tidur, dia menurut meski dengan keadaan muka di tekuk dan bibir di majukan lima senti, dia bilang masih penasaran dengan mimpiku.
*****
Di sebuah tempat tak jauh dari rumah Dwi setyani, tepatnya di hutan Pinus, duduk seorang laki-laki tampan di pendopo rumahnya, sesekali tangannya memetik alat musik seperti biola besar, musik yang dia mainkan berbait puisi cinta.
Matanya menatap jauh ke pelosok desa tepian hutan Pinus, menatap rumah seorang gadis yang beberapa hari ini telah mampu membuat hidupnya yang monoton menjadi indah penuh warna ceria.
Ya ... Dia teringat pertama kali bertemu Dwi setyani, gadis cantik pemilik rambut ikal Mayang kulit kuning Langsat bak pualam tubuh tinggi semampai mata jernih bulat, lesung pipi menghiasi pipinya yang indah bak duren sejuring, menambah pesona gadis desa yang masih lugu itu.
Teringat di senja waktu itu, saat aku sedang berjalan-jalan mengelilingi hutan Pinus, dari jauh mendengar suara perempuan bernyanyi sambil menari, perempuan cantik itu sangat bahagia berlari kesana kemari gerakannya sungguh lincah bagaikan burung merpati, sambil memutar badan merentangkan tangan dia terus bernyanyi saking asiknya dia tidak menyadari ada ranting besar yang nyaris membuat dia terjatuh beruntung aku dengan sigap menangkap pinggang ramping miliknya.
Dwi setyani ... Wajahmu mengingatkan aku pada Sulastri kekasihku yang dulu, sikap dan perangaimu sama, mungkinkah tuhan telah mengirimkan kamu untuk ku, setelah sekian ratus tahun aku hidup dalam kesendirian.
Aku jatuh cinta padamu Dwi setyani meskipun aku tau kau dan aku tak akan pernah bisa bersama namun aku akan mencari cara agar aku bisa memilikimu.
***Sang Surya mulai bersinar Kokok ayam saling bersahutan menyambut pagi yang indah ini, kutatap hutan Pinus lewat jendela kamarku, anganku melayang masuk kedalam kenangan beberapa hari yang lalu, ya kenangan saat jatuh kedalam dekapan laki-laki berwajah sangat rupawan, Lee min ho? Sebenarnya siapa kamu? Aku harus mencarimu desa ini sangat kecil mustahil kalau aku tidak bisa menemukanmu. Ucap Dwi setyani dalam hati.
Seperti biasa selesai sholat subuh bapak pergi ke pasar dan aku membantu ibu menyiapkan bekal makan siang untuk adik-adikku.
"Hari ini kamu kesekolah nggak wi?" Tanya ibu.
"Iya Bu? Tapi agak siangan Dwi mau latihan nari untuk pertunjukan acara perpisahan nanti."
"Sebelum berangkat anter pisang ini ke rumah Bu Dhe ya? Owh iya kata tetangga kamu sering masuk ke dalam hutan Pinus ya?"
"Iya Dwi lebih suka lewat hutan Bu? Jalan lebih dekat nggak muter-muter"
"Kalau lewat sana hati-hati ya perbanyak dzikir dan sebelum masuk permisi dulu ya?"
"Memang kenapa Bu?"
"Nggak kenapa-napa, hanya mengingatkan saja" jawab ibu, namun sorot matanya menyimpan sejuta kata yang tidak bisa di ungkapkan.
Selesai menyiapkan bekal untuk adik-adik aku menyapu halaman, ngepel rumah terus mandi, sehabis mandi aku pamit ke ibu untuk pergi ke rumah bibi lanjut ke sekolah.
Sekolahku termasuk jauh, harus berjalan kaki sepanjang 1km menyebrang jembatan beton jembatan ini sangat sempit tidak bisa dilewati oleh mobil, seandainya ada motor dari arah berlawanan mau nyebrang yang di sebrang jembatan harus menunggu sampai motor itu lewat, dibawah jembatan adalah sungai yang memiliki arus sangat deras, sekitar 300m di sebrang jembatan itulah jalan raya, di sebrang jalan raya ada halte bus di situlah aku biasa menunggu kendaraan umum untuk menuju ke sekolah.
Selesai mengantar pisang goreng aku menuju hutan Pinus, sebenarnya aku ingat pesan ibu agar tidak melewati hutan ini tapi karena merasa disini tempat yang paling aman nyaman dan lebih cepat untuk aku nyampai ke jembatan, maka aku memilih jalan ini.
"Assalamualaikum ... Permisi ... Numpang lewat ya?" Seperti biasa sebelum masuk hutan ini aku mengucapkan salam dan meminta ijin untuk lewat setelah itu aku baru masuk ke hutan.
Kicau burung menyambut kedatanganku, desir angin menyapa lembut anak rambut, bagiku hutan ini sangat asri tidak seram seperti yang orang-orang ceritakan.
Seperti biasa, aku berjalan setengah berlari, sambil berdendang riang aku melewati hutan ini, bukannya apa sebenarnya aku lakukan itu biar aku nggak merasa takut.
Saat aku berjalan kulihat di depanku ada sosok yang sedang berdiri membelakangiku, rasanya aku kenal dengan sosok itu, semakin aku dekati aku semakin mengenali ya tuhan ... Bukankah itu Lee min ho fersiku?
Ya aku yakin pria didepan sana adalah Lee min ho, aku hafal betul aroma parfumnya, parfum yang belum pernah aku hirup sekalipun, entah parfum apa ini namun wanginya sungguh menentramkan.
Aku berjalan agak lambat, bahkan sedikit mengendap-endap berharap dia nggak nampak akan kedatanganku, ku toleh kanan dan kiri mencari celah dimana agar aku bisa menghindarinya, saat aku akan bersembunyi di balik pohon Pinus, tiba-tiba Lee min ho membalik badan dan berjalan mendekat kearahku.
"Sial! Aku tak bisa sembunyi" batinku merutuki diri.
"Hai Dwi ... Kamu mau kesekolah ya?"
"Loh kok kamu tau?" Tanyaku heran, tapi dia nggak menjawab pertanyaanku, malah langsung menawarkan diri.
"Yuk aku anter?" Jawabnya sambil tersenyum manis.
"Nggak usah biar aku jalan kaki saja" bukannya aku nggak mau Lee min ho namun aku takut jantungku akan keluar dari dada ini, batinku.
"Ayo cepat naik kemotorku!"
Aku terkejut melihat speda motor besar yang tiba-tiba berada di samping Lee min ho, darimana asal motor itu? Bukankah dari tadi Lee min ho berdiri tanpa ada motor disampingnya.
"Nggak usah kaget dari tadi motor ini ada disini" ucapnya seakan tau jalan pikiranku.
"Oh iya ... Namaku Satrio jadi stop sebut aku Lee min ho ayo naik nanti kamu telat"
Lagi-lagi aku dibuat takjub sebab dia juga tau kalau hatiku memanggil dia dengan sebutan Lee min ho.
"Udah ... Jangan dipikirkan kenapa aku tau yang tersirat di hatimu, cepat naik!!" Perintahnya sekali lagi.
Tanpa berani menolak aku menuruti ajakan Lee min ho eh maksudku Satrio untuk segera naik di motornya, tapi ... Apakah dia tau dimana sekolahku.
Sedang asik berfikir tiba-tiba Lee min ho mengejutkan aku.
"Dwi ... Apa kamu akan duduk di motorku terus?"
"Lah memang kenapa? Bukannya motor ini belum jalan?"
"Lihat di depanmu bukankah itu sekolahmu?!"
Aku mengucek mataku dengan jari telunjuk, memastikan penglihatan benarkah aku sudah sampai di sekolah? Kenapa secepat ini padahal kalau naik angkutan umum memakan waktu 15 menit, tapi ini? Ah ... Rasanya aku bermimpi, kucoba mencubit lenganku aww sakit, berarti aku tidak bermimpi dan ini nyata.
Disaat aku akan bertanya pada Lee min ho dia sudah nggak ada,.
Loh kapan aku turun? Bukankah tadi aku masih duduk di motornya? Dan kemana dia pergi, aku celinguk'an mencari dimana dia berada.Tiba-tiba dari belakang ada yang mengagetkan aku.
"Hai ... Dari tadi bengong terus, ayo cepat masuk nanti kita telat" aku menoleh ternyata Lia yang menyapaku.
"Duh ... Lia? Kamu ini bikin aku kaget aja" aku bicara sambil memanyunkan bibirku.
"Uluh ... Uluh ... Gitu aja kamu ngambek, lagian sih kamu dari tadi ngoceh sendiri disini kaya orang gila, yuk kita masuk"
Akupun mengikuti ajakan Lia, dan masuk kedalam kelas untuk latihan menari, sekali lagi aku menoleh mencari keberadaan Lee min hoo tapi tetap aja tak ku temukan.
jam 2 tepat latihan selesai, semua teman sudah pada pulang, aku berjalan sendiri menuju halte, tiba-tiba aku mendengar suara deru motor berhenti di sebelahku, saat ku menoleh ternyata itu Lee min hoo.
"Hai Dwi ayok aku anter pulang"
Tanpa menjawab aku langsung saja duduk membonceng, di perjalanan Lee min hoo tidak banyak bicara, dan aku juga asik menikmati perjalanan ini, sungguh jalan yang kami lewati sangatlah indah, dimana-mana kutemukan taman bunga, kupu-kupu berterbangan kesana kemari, aroma bunga mawar, melati, kantil, Kamboja, menyeruak memanjakan hidungku.
Kulihat sungai yang airnya sangat jernih hingga ikan-ikan didasar sungai nampak, mereka berenang bercanda riang berlari kesana kemari saling mengejar, ikannya cantik-cantik warnanya ada yang kuning, biru mageneta, pink, ungu, sungguh imut dan lucu, kulihat juga domba, kelinci, sapi, dan satwa lainnya berkeliaran bebas, rumah-rumah disini sangat megah, mobilnya juga sangat mewah.
Sampai sudah aku di tepi taman bunga, kami duduk di kursi taman, kursi berwarna kuning emas, berhias permata berkilauan, banyak anak-anak bermain bersama ayah juga bundanya, banyak penjual jajanan dan mainan, semua tertata rapi tertib dan asri.
"Kamu suka disini Wi?" Lee min hoo bertanya sambil menatap mata Dwi yang berbinar indah.
"Iya ... Aku sangat suka? Tempatnya indah" jawab Dwi dengan sumringah
"Kalau kamu suka kapanpun kamu mau aku akan mengajakmu bermain disini." ucap Lee min hoo meyakinkan.
"Sungguh?" Aku menatapnya tak percaya.
"Sungguh !!"
"Oh ya wi? Setelah tamat sekolah apa kamu berniat melanjutkan kuliah?"
"Iya ... Tapi aku nggak ingin kuliah, aku mau masuk di akademi penerbangan dan mengambil jurusan Pramugari"
"Kenapa kamu ingin mengambil jurusan Pramugari?"
"Sebab aku ingin berkeliling dunia, disamping itu gaji pramugari cukup besar aku ingin dengan gaji itu aku bisa membantu ekonomi keluarga, tapi ...?"
"Tapi kenapa?" Jawab Lee min hoo khawatir.
"Biaya sekolah pramugari itu lumayan tinggi, bayangin sekolah 6 selama bulan aku harus mengeluarkan uang sekitar 30 juta bahkan bisa lebih terus 3 bulan kemudian langsung praktek di lapangan, jadi selama 9 bulan aku harus bisa melunasi biaya itu, dan aku nggak tega meminta uang kepada ayahku?"
"Memang sekolah pramugari ada dimana?" tanya Lee min hoo ingin tahu.
"Kalau nggak di Jogja ya Semarang"
"Terus tempat tinggalmu nanti dimana?"
"Di asrama"
"Apa kamu benar-benar ingin menjadi pramugari?"
"Iya biar aku bisa terbang keliling dunia dengan gratis" aku menerawang jauh membayangkan aku berdiri di dalam pesawat, memakai seragam pramugari, duh pasti itu keren batinku.
Dia tersenyum sambil menatapku,.
"Sudah sore apakah kamu mau pulang wi?" Dia mengejutkanku.
"Oh ya wi? Mulai sekarang kita berteman, panggil saja namaku Mas Satrio ya? Terus kalau ada masalah apapun kamu jangan ragu untuk bercerita kepadaku, untuk tanda persahabatan aku punya hadiah untukmu."
Aku melihat dia mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya,.
"Ini untukmu? Kalung berliontin merah delima, bila kamu dalam kesulitan pegang liontin ini dan sebut namaku, aku pasti akan datang membantumu, sini aku pakaikan ya?"
Ajaib tanpa sepatah katapun aku membiarkan mas Satrio memakaikan kalung itu, saat kalung mulai menempel di kulitku, ada hawa aneh seakan masuk ke dalam peredaran darahku,.
"Kamu cantik sekali wi? Kamu pantas menjadi seorang ratu di istanaku, kecantikanmu sungguh sempurna bak titisan Dewi kahyangan" mas Satrio menatapku tak berkedip.
Setelah mengucapkan kata itu mas Satrio mengajakku pulang, perjalanan pulang kali ini tidak seperti perjalanan saat aku datang, kali ini secara tiba-tiba aku sudah berada di depan pintu rumah.
Sejak kejadian itu, aku tidak pernah lagi bertemu mas Satrio, kadang aku sangat merindukannya, hanya saja setiap tengah malam aku selalu mendengar alunan musik yang sangat indah, musik itu kudengar begitu sendu, seakan menceritakan seorang kekasih yang merindukan sang pujaan hati, hingga tanpa sadar sering aku menitikkan air mata saking mendayu pilu irama itu.
Lambat laun musik itu bagaikan candu bagiku, aku tak bisa tertidur dengan lelap kalau tak mendengar alunannya.
Hari berganti Minggu, aku merasa semakin hari semakin merindukannya, merindukan seorang leleki yang bukan kekasihku.
Dan hari ini adalah hari perpisahan sekolah aku memakai baju toga ditemani ayah ibu juga adik-adik menuju ke tempat perpisahan, sebelum acara inti di mulai aku dan kawan-kawan mempersembahkan sebuah tarian Jawa.
Diantara tepuk tangan meriah para hadirin memberi apresiasi atas penampilan kami, aku melihat di ujung ruangan Mas Satrio menatapku dengan takjub, dia melambaikan tangan kepadaku, dan aku membalasnya, hatiku bicara
"kemana saja engaku pergi ... Sungguh aku sangat merindukanmu?"
Kulihat dia mengangguk seolah tau apa yang sedang aku ucapkan.
Setelah turun panggung dan ganti baju, sebelum duduk di kursi yang sudah disediakan untuk kami para murid yang tahun ini lulus aku pergi mencari mas Satrio, sampai letih Ku mencari dia tidak bisa aku temukan, akhirnya aku kembali ke tempat dudukku mengikuti acara demi acara yang menurutku sangat melelahkan, sebab aku tau ragaku saja yang disini namun hati dan pikiranku berada jauh bersama kepergian mas Satrio.
Tuhan ... Apakah aku telah jatuh cinta? Batinku pilu.
Setelah menyaksikan pertunjukan Tari yang di persembahkan oleh Dwi setyani Satrio langsung pergi meninggalkan gedung sekolah itu, dengan hati dan perasaan yang hancur menuju lembah di dasar hutan Pinus, dia berdiri merentangkan tangan, rambutnya yang agak sedikit gondrong melembai tertiup angin, wajahnya menengadah ke langit sambil berteriak."Dwi setyani !!!"Teriakannya yang menggelegar membuat seisi hutan kaget, burung-burung yang sedang bernyanyi di ranting-ranting pohon semua terbang ketakutan, begitu juga semua satwa liar seisi hutan mereka lari tunggang langgang, mendengar teriakan Satrio anak dari pemimpin hutan Pinus itu." Dwi Setyani !!."Berkali kali Satrio memanggil nama Dwi setyani sampai merasa lelah lalu terpuruk ke tanah dan tergugu, kedua tangannya mencengkram tanah.setelah puas meluapkan segala kegundahan hatinya Satrio kembali terbang menuju istana, sesampai di istana Satrio duduk di taman sambil memikirkan nasib
Aku merasa ini tak adil bagiku, 200 tahun aku terkurung di dalam perjanjian manusia, aku dipenjara didalam lembah kotor, 100 tahun aku memulihkan kekuatanku dan kenapa setelah aku mengalami segala kesulitan itu justru sekarang aku dipertemukan kembali dengan seorang gadis yang persis seperti Sulastri kekasihku yang dulu.Tidak ... Aku tidak mau Dwi setyani bernasib seperti Sulastri, aku harus membuang rasa ini, aku akan menyayanginya sebatas sahabat, dan aku berjanji apapun kesulitan Dwi aku akan membantunya."Seperti biasa dikala hati Satrio gundah dia memainkan irama musik klasik yang tidak ada di alam manusia, namun bisa di dengar oleh manusia yang memiliki Indra keenam.Keesokan harinya di rumah Dwi setyani."Bu ... Boleh nggak Dwi bantu ibu kerja bungkus tempe?""Nggak usah nduk? Katanya kamu mau kerumah Ani mau meminta brosur tentang sekolah pramugari.""Eemmm ... Bu? Sebenarnya Dwi sudah mempunyai brosurnya? Tapi Dwi ngg
Setelah menyerahkan uang itu mas Satrio langsung pergi, ada sedikit penyesalan di hati sebab dengan gampang aku mengiyakan tawaran mas Satrio, bagaimana nanti aku membayarnya? Aku masih mematung di teras rumah dan tiba-tiba ibu mengejutkan aku."Kamu bicara sama siapa tadi Wi?""Em itu ... anu bu, tadi Dwi bicara sama Ani?" Aku menjawab dengan gugup."Apa itu?" Selidik ibu sambil menunjuk amplop coklat yang aku pegang."I-ini berkas lamaran untuk melamar kerja Bu? Maaf Dwi kedalam dulu mau mempersiapkan lamaran kerja buat besok" kenapa aku berbohong aku merutuki diri sambil memukul-mukul mulut sendiri.Buru-buru aku masuk ke kamar, menutup pintu setelah memastikan semuanya aman ku buka amplop itu, mataku membulat dengan sempurna saat menatap satu gepok uang seratus ribuan, masih baru dan terdapat segel resmi Bank Indonesia sebesar lima puluh juta!.Apa? ... Lima puluh juta? Aku bertanya pada diri sendiri, ya ampun kenapa sebany
Dwi memejamkan mata sebab yang dirasa dia bagaikan terbang melayang di udara, ternyata disamping mas Satrio pemuda yang tampan, penyayang juga romantis mas Satrio juga seperti Falentino Rosi, bagaikan sedang berlaga di gelanggang circuit motor Satrio meliuk-liuk kesana kemari, Dwi benar-benar nggak berani membuka matanya, justru semakin mempererat pelukannya takut terjatuh."Wi ... Sampai kapan kamu mau memeluk mas? Emang nggak takut ya dilihatin banyak orang"Dwi membuka mata sambil melihat ke sekeling, ternyata motor sudah berhenti di bawah pohon pelataran gedung lembaga pendidikan penerbangan."Loh ... Sudah sampai ya mas?""Udah ...."Lalu Dwi turun dari motor, mas Satrio melepaskan helem yang dipakai Dwi."Kamu kok pucat banget wi?" Ucap Satrio sambil memegang kening Dwi, kamu nggak pernah naik motor ya?."Bukan mas ... Tadi mas Satrio ngebut kaya terbang, sekarang perut Dwi jadi mual nich""Ya am
Saking asiknya mereka bermain, tanpa sadar hari sudah malam, Satrio mengajak Dwi pulang."Wi? Kita mau nginap disini atau pulang saja?""Kalau bisa pulang kita pulang saja mas?""Meskipun naik motornya ngebut nggak papa?""Iya mas nggak papa? Kalau nginap disini kita mau tidur dimana? Masa tidur diatas motor""Kalau mas Satrio sih bisa tidur dimana saja tapi kasian kamu nanti kedinginan, atau kita cari penginapan aja ya?"Dwi menatap wajah Satrio, mau pulang takut kemalaman, kalau nggak pulang mau tidur dimana, dia menilik jam tangan ternyata jam menunjukan angka sembilan."Kira-kira berapa jam kita sampai mas?""Kalau mau cepat setengah jam sampai, tapi kamu takut nggak naik motor lebih cepat dari berangkat tadi, dan kamu harus pegangan erat-erat ya?""Kalau gitu pulang saja mas, nanti Dwi pegangan erat-erat."Akhirnya mereka pulang, Satrio mengeluarkan tenaga ekstra agar mereka cepat sampai, kurang dari 30
Biasanya kamu ngoceh terus tumben selama makan kok diam saja, nggak seru kalau kamu nggak bawel atau jangan-jangan lagi kesambet setan pendiam ya?". Satrio memecah kekakuan sikap Dwi, dia berfikir apakah tadi salah bicara sehingga Dwi tiba-tiba berubah."Em ... Anu ... Enggak mas, Dwi sedang menikmati buah-buahan ini, rasanya enak banget beda sama buah yang selama ini Dwi makan.""Ini kan hutan wi? Jadi buah-buahan semua masih alami belum kena obat seperti yang kalian para manusia biasa pakai?""Maksud mas ...?""Oh ... Itu maksudnya para petani biasanya ngasih obat buat tanamannya kan?.""Oh iya ... Mereka memakai itu biar buah dan sayuran tidak dimakan hama,.""Padahal menurut saya hama itu bagus buat tanaman lho? Kalau hama makan daun yang kena obat mati bisa-bisa manusia juga mati""Ya beda lah mas ... Hama makan daun secara langsung kan? Sedang kita memakai proses cuci dan masak?.""Iya juga ya? Kamu pinter.""Ah ..
Satrio bernafas lega saat melihat Dwi sudah masuk kerumah, melihat bapak ibu Dwi menyambut dengan ramah, setelah semua dirasa aman Satrio berbalik arah menuju ke istananya. Hati Satrio saat ini sangat bahagia, kebahagiaannya melebihi yang dirasakan saat bersama Sulastri, dulu, kisah cinta Sulastri dan Satrio mengalir bagaikan air, berawal dari sebuah persahabatan dan akhirnya timbul perasaan cinta, beda dengan bersama Dwi pertama kali Satrio memandang langsung Satrio jatuh cinta. Keceriaannya, manjanya, bawelnya, emosionalnya semua itu yang membuat Satrio tidak betah berlama-lama jauh dari Dwi. Seperti saat ini, baru saja mereka berpisah Satrio langsung merindukan Dwi, membayangkan polah tingkah Dwi membuat Satrio senyum-senyum sendiri. "Kamu baru pulang Satrio!?" Suara ayah mengagetkannya, tumben ayah langsung menyambutku, biasanya mau berapa tahun aku nggak pulang ayah nggak bakal mencari, dan saat aku kembali ayah juga nggak langsung
Setelah kejalam tadi Satrio mengajak Dwi pulang."Ayo mas anter pulang ke kos-kosan kamu" Satrio menggandeng tangan Dwi untuk mengajak pulang ke kosan."Dwi ingin ngobrol disini dulu mas, Dwi butuh penjelasan mas kemana saja mas selama ini, pergi tanpa pamit dan sekarang datang tak di undang bagaikan jailangkung" Dwi menghempaskan tangan Satrio lalu berdiri di hadapannya dan ngomel-ngomel."Ha ... ha ... ha, masa cowok seganteng ini disamain jailangkung sih, kamu ini dalam keadaan kaya gini masih aja sempat bercanda" sebenarnya Satrio kaget juga melihat sikap Dwi yang tidak seperti biasanya."Dwi nggak bercanda! ngapain mas datang kesini!" Jawab Dwi sewot."Apa kedatangan mas mengganggu mu? apa Dwi sudah nggak mengharapkan mas? kalau itu benar mas akan pergi mungkin lebih baik mas nggak menampakan diri dihadapanmu lagi."Satrio bicara dengan putus asa."Dasar laki-laki nggak peka! Pergi saja sana sesuka hatimu, pergi semaumu nggak usah pamit
Saat Dwi Setyani dan Satrio sedang asik bercengkrama sambil menikmati semilir angin di pinggir hutan pinus, tiba-tiba seekor bangau putih datang mendekat, bangau itu duduk bertengger di samping Satrio, sesekali kepala bangau itu bersandar di lengan Satrio mesra, seolah bangau sedang mengungkapkan kerinduan yang sangat dalam kepada Satrio."Larasati kenapa kamu datang kemari." Bisik Satrio kepada sang Bangau."Oh... Ternyata kanda masih mengenaliku, meskipun aku memakai wujud seperti ini.""Heeemmm meskipun kamu berubah wujud menjadi apa saja aku akan tetap mengenalimu, pergilah jangan ganggu kami." Ucap Satrio lirih."" Kanda! Kenapa kami seperti nya sangat membenci aku?" Tanya Larasati memelas."Aku tidak pernah mbembencimu Larasati, namun, tingkah dan sikapmu dulu yang membuat aku harus bersikap tegas kepadamu, sebab sudah berulang kali kamu berusaha mencelakakan Dwi Setyani."
Hari ini, Dwi Setyani dan Satrio berkunjung ke dusun randu alas, dimana keluarga Dwi Setyani tinggal, rumah Dwi Setyani nampak sepi, seperti biasa ayah Dwi bekerja dan adik-adiknya sekolah, Dwi Setyani dan Satrio datang dengan mobil mewahnya."Tok, tok, tok ... Assalamu'alaikum bu, cklek" Setelah mengucap salam Dwi membuka pintu rumah yang tidak di kunci, rumah mereka masih seperti dulu, rumah kayu sederhana beralas ubin, padahal sudah beberapa kali Dwi Setyani menyuruh kedua orang tua mereka untuk merenovasi rumah, uang renovasi juga sudah Dwi kasih, namun sepertinya kedua orang tua Dwi belum berkeingjnan untuk memugar rumah itu, dengan alasan rumah masih layak di huni, dan lain sebagainya.Setelah Dwi masuk dia berjalan mengitari ruang tamu, ruang tamu juga tidak ada perubahan sama sekali, di sudut ruang tamu sebelah kursi kayu, ada tanamaan Sri Rejeki, konon kabarnya apabila tanaman Sri rejeki daunnya banyak bercak warna
Satu bulan sudah Satrio dan Dwi Setyani menjadi murid Akademi Kerajaan, suka dan duka dalam mempelajari materi kerajaan mereka lalui bersama, sekarang Dwi Setyani sudah mulai sedikit bisa memahami tulisan bangsa Jin, hubungan Dwi Setyani dengan putri Kencana masih juga belum bisa klop, meskipun Dwi Setyani banyak mengalah untuk putri Kencana, namun di mata putri Kencana Dwi Setyani selalu salah."Putri Kencana, Dwi ingin bicara sama putri." Suatu sore saat mereka sedang duduk di gasebo asrama, kebetulan mereka berdua memiliki tugas yang harus di kerjakan bersama-sama, tugas menyulam dan menenun kain agak sedikit aneh memang, kenapa calon permaisuri raja kok di beri tugas menyulam dan menenun kain."Bicara saja!" Jawab putri Kencana dengan tatapan mata tetap tertuju pada kain tenunnya.""Sudah satu bulan kita bersama, tapi kenapa putri Kencana seolah tidak bisa menerima kehadiran saya, kalau saya l
Pagi hari menurut alam jin, semua murid Akademi sedang mengikuti pembelajaran, hari ini materi membahas tentang kepemimpinan dan strategi perang, Dwi Setyani merasa kesusahan menyimak materi itu, sebab dia belum begitu paham dengan tulisan dan huruf-huruf alam jin, abjad mereka berbeda dengan abjad manusia, sebentar-sebentar Dwi Setyani menoleh ke arah Satrio, meminta bantuan kepada Satrio agar dia bisa mengartikan tulisan di papan tulis dengan bahasa dan abjad manusia, beruntung Satrio sudah lama mempelajari abjad dan tulisan manusia, tepatnya saat Dwi Setyani kuliah di Akademi pramugari, dan Satrio waktu itu pura-pura ikut kuliah di Akademi Penerbangan, jadi dengan mudah Satrio mengajari Dwi agar Dwi bisa memahami materi yang sedang di berikan.Kelas Akademi Kerajaan sangat luas, berisi 30 murid, tidak setiap juga murid laki-laki dan perempuan bisa berkumpul dalam satu kelas, sebab ada beberapa materi yang hanya di berikan khusus untuk calon permai
Hari ini Satrio dan Dwi Setyani di kirim ke asrama untuk mempelajari ilmu kerajaan, kamar mereka terpisah Satrio bersama teman-teman laki-laki dan semua yang disana adalah para putra mahkota dari beberapa kerajaan, sedangkan Dwi Setyani bersama para putri kerajaan dan calon Permaisuri.Satu kamar di huni oleh 2 orang, Satrio bersama putra mahkota Gunung jati bernama Sadewa, sedangkan Dwi Setyani satu kamar dengan seorang putri dari kerajaan siluman ular putih bernama, Kencana, putri Kencana memiliki tabiat yang sangat bertolak belakang dengan Dwi Setyani dia memiliki sifat temperamentalMenganggap orang lain bagaikan musuh, apalagi sejak pertama melihat Dwi Setyani putri Kencana sudah merasa tersaingi, sebab menurut putri Kencana fisik Dwi Setyani sangat lah sempurna, tanpa cacat dan celanya, kulit Dwi Setyani sangat halus dan licin, dengan rambut bergelombang ikal mayang, tubuh tinggi semampai, memiliki dua bola mata yang indah, b
Setelah melalui beberapa rintangan, kini Dwi Setyani bisa meneguk madu kebahagiaan bersama Satrio sang kekasih hatinya, hari-hari mereka di lalui dengan bahagia, di kerajaan hutan pinus, Dwi Setyani di juluki dengan Putri Salju, kenapa di beri julukan Putri Salju, sebab tutur kata Dwi Setyani sangat lembut, Dwi Setyani juga terkenal dengan kebaikan budi pekertinya.Seluruh rakyat kerajaan hutan pinus juga sangat menghormati Dwi Setyani, sebagai manusia yang di takdirkan memiliki akal dan hati, Dwi Setyani dengan akal nya berusaha membuat dirinya bisa di terima dengan baik oleh seluruh rakyat kerajaan hutan pinus.Apa lagi wajah Dwi Setyani sangat cantik jelita, membuat seluruh penghuni kerajaan hutan pinus mengagumi kecantikannya, bahkan banyak pemuda kerajaan ingin mengikuti jejak Satrio yaitu mempersunting manusia untuk di jadi kan pendamping hidupnya, namun apabila mereka mendengar kisah cinta dan perjuangan Satrio dalam mendapatkan r
Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, disebabkan perbedaan waktu yang cukup panjang antara alam manusia dan alam jin membuat bapak Suprapto dan kiyai Soleh merasa lelah.Merekapun istirahat sambil menyantap hidangan yang sudah di sediakan oleh para santri, sambil menyantap hidangan sambil mengobrol tentang Dwi dan Satrio."Kang Prapto! sudah jangan disesali semua yang sudah terjadi, mungkin ini sudah kehendak takdir, sebagai orang tua sampean sudah berusaha menasehati anakmu, dia sudah dewasa sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk untuk masadepan dunia dan akhiratnya"Bapak Suprapto diam tak saggup menjawab apapun, sebab hatinya masih diliputi kesedihan, anak perempuan yang dia besarkan penuh kasih sayang menikah dengan pasangan yang tak lazim, memang anaknya menikah dengan seorang pangeran namun pangeran itu dari alam lain, benar dirinya kini bergelimang harta namun batinya tidak bahagia, seakan harta itu adalah bayaran atas dibelinya
Keesokan harinya pak Suprapto pergi ke pesantren kiyai Soleh, karena sudah beberapa kali kesana jadi beliau langsung disuruh masuk ke ndalem utama, setelah duduk beberapa saat kiyai Soleh datang menemui. "Ada apa lagi kang Prapto?." "Begini Romo? tadi malam Dwi dan Satrio datang kerumah saya?" "Loh ... bagus itu! terus bagaimana apakah Dwi mau pulang ke alam manusia?" Pak Suprapto menghela nafas panjang, wajahnya sayu dan sedih, matanya diselimuti mendung yang akan segera berubah menjadi hujan, pak Suprapto menggeleng lemah. "Tidak Romo! Dwi anak saya tidak kembali, dia cuma sebentar dan langsung pergi meninggalkan kami!" Jawab pak Prapto setengah terisak. Benteng pertahanan pak Suprapto jebol akhirnya airmatapun berderai membasahi kedua pipinya yang mulai keriput, terbayang jelas dimatanya bahwa Dwi kini sudah benar-benar bahagia dengan suami nya. "Kenapa kang Prapto tidak mencegah kepergian Dwi?" Romo kiyai bertanya pen
Ke esokan harinya, keluarga Dwi berpamitan untuk pulang, pesan kiyai Soleh agar keluarga Dwi tidak usah larut dalam kesedihan sebab cepat atau lambat Dwi Setyani akan kembali ke rumah mereka.Menjelang Dzuhur keluarga Dwi sampai ke rumahnya."Udah bu ... jangan nangis terus, ingat nasehat kiyai Soleh tadi agar kita jangan bersedih terus.""Bagaimana ibu nggak sedih pak? untuk kedua kalinya ibu kehilangan anak, dulu Eka sekarang Dwi"Mata bu Darmi menerawang jauh teringat anak pertamanya yang meninggal karena sakit di usianya yang masih bayi yaitu umur 8 bulan,.Kenangan masa lalu tentang Eka membuat bu Darmi menangis pilu, dia takut Dwi nggak akan pernah kembali lagi seperti Eka.Di kerajaan Genduruwo Satrio dan Dwi Setyani sedang berjalan-jalan di taman buah, mereka berjalan saling bergandengan tangan, rambut Dwi yang ikal dibiarkan terurai dan terkadang nyanyian lembut sang bayu membuat ujung rambut Dwi menari.Dwi sangat cant