Dalam perjalanan, Stela langsung mencubit perut Sean. "Apa yang kamu lakukan? Apa kamu mau mati?" tanyanya begitu kesal.Cubitan Stela memang tidak terasa karena kemeja dan jaket kulitnya yang tebal menghalanginya, tetapi tetap saja membuat tubuh Sean memundurkan perutnya. Walaupun dapat amukan dari Stela, tapi dia puas karena sudah membuat Finn kesal.Stela menegakkan tubuhnya perlahan. Dia menjauhkan tubuhnya yang menempel di tubuh Sean. Kini dia bertumpu pada bahu Sean untu tempatnya berpegangan. "Apa kamu pikir aku orang buta, kamu pegang di bahu?" Sean menoleh dan melayangkan protes pada Stela.Seketika itu membuat Stela tertawa. Dia membayangkan omongan Sean. "Tapi kenyataannya kamu bukan orang buta ‘kan? Jadi diamlah dan fokuslah pada jalanan." Sean hanya bisa mendengus kesal karena ucapan Stela. Namun, membuat Stela tertawa. Tawa Stela yang terlihat dari spion motornya membuatnya sangat senang.Saat sedang asyik melihat kaca spion motornya, dia melihat mobil Finn dari kejauh
Namun, matanya membulat saat ternyata bukan Sean yang datang, melainkan Finn. "Finn, kamu di sini?" tanya Stela terkejut."Apa kamu sedang mengharapkan orang lain yang datang?" Dari kalimat yang diucapkan Stela, kalimat itu tidak ditujukan untuknya. "Iya … em … bukan … maksudku tadi aku pikir kamu Ana," jawab Stela yang sedikit bingung. "Ada apa kamu ke sini?" tanyanya."Oh, iya tadi aku lewat sini, jadi aku mampir mengecek keadaanmu, karena tadi aku lihat tukang ojek yang membawamu sedikit ugal-ugalan."‘Lewat?’ batin Stela. Dia menertawakan alasan Finn dalam hati. Padahal dia tahu jika Finn tadi mengikutinya. Namun, yang jadi pertanyaan Stela adalah Finn yang baru menemuinya. Dia berpikir berarti Finn menunggu di mobil sebelum menemuinya."Aku baik-baik saja, tadi aku sudah marahi tukang ojeknya." Stela mencoba tersenyum agar Finn tidak khawatir."Tapi tadi—" Finn memegangi dadanya. Dia bingung menjelaskan pada Stela apa yang dia khawatirkan.Stela mengerti ke mana arah tujuan dari
Mulut Stela tertutup rapat. Dia sadar jika apa yang dikatakan Sean benar. Dia masih suaminya dan dia berhak untuk memberikan tanggung jawabnya sebagai suami."Dulu kamu bilang akan menerima kartu ini jika sudah menikah, jadi sekarang terimalah." Sean mengingatkan kembali apa yang diucapkan oleh Stela dulu.Stela mengingat jika dulu dia selalu menolak kartu itu. Dia selalu beralasan tidak baik memberikannya karena dia belum menjadi istri Sean. Namun, kini dia tidak bisa menolak. Tiga bulan, biarkan dia merasakan jika dia sudah memberikan tanggung jawabnya, batin Stela. "Baiklah." Stela menarik kartu ke arahnya.Sean merasa senang, karena ternyata Stela mau menerimanya. ‘Ini adalah langkah awal yang baik,’ batinnya. Untuk waktu ini Sean hanya bisa berusaha. Walaupun dia tidak tahu keputusan apa yang akan Stela berikan nanti."Habiskan makananmu, karena kamu harus membayar apa yang sudah aku lakukan tadi untukmu. " Sean tersenyum menyeringai. Rasanya dia tidak sabar menanti kecupan dari
"Dan aku akan membuatnya menjadi masa depan lagi," ucap Sean. Tangannya kembali menarik tangan Stela. Tubuhnya pun perlahan mulai mendekat pada Stela. Tangan kirinya merengkuh pinggang Stela. "Izinkan aku mengulang kebahagiaan kita." Mata Stela terus menatap lekat wajah Stela."Tapi, kita akan se ….""Segera bercerai?" tanya Sean memotong ucapan Stela. "Hanya sampai putusan cerai, berikan aku mengulang semua kebahagiaan kita."Mata Sean yang menatap ke dalam bola matanya, membuatnya terdiam karena terhipnotis dengan tatapan tajam yang begitu menghujam jantungnya. Tanpa sadar dirinya mengangguk, menerima permintaan Sean.Sean merasa senang Stela mengizinkannya. Dia pun mendaratkan satu kecupan di pipi Stela. "Aku mencintaimu," ucap Sean berbisik pada Stela.Kata-kata cinta yang sering sekali dia dengar selama empat tahun, kini dia dengar kembali. Deru napas yang terdengar di telinganya membuatnya merasakan gelenyar aneh di tubuhnya. Sejenak Stela terbawa suasana yang diciptakan oleh Se
"Sepertinya hubunganmu dengan Sean membaik." Ana yang fokus menyetir melihat ke arah Stela sebentar. "Dia mengatakan ingin merubah keputusanku, jadi aku mengizinkannya." Stela menjelaskan pada Ana. "Apa itu berarti kamu juga akan merubah keputusanmu?" Ana tahu temannya itu masih sangat mencintai Sean, tetapi dia memilih perceraian dibanding mempertahankan."Sepertinya tidak. Aku tetap pada keputusanku." Walaupun di Stela sudah memaafkan Sean, tetapi di hatinya masih terpatri lukanya. Satu hal yang dia pegang, jika suatu saat hal-hal buruk akan terjadi saat kepercayaan Sean menjadi penyebabnya. "Aku tahu dia mencintai aku, tetapi dia tidak percaya padaku." Stela tersenyum mengingat akan hal itu"Iya, kamu benar jika aku tidak menjelaskan padanya dia tidak akan percaya." "Kamu benar. Itulah alasanku juga. Selain …." Stela menghentikan ucapannya."Selain apa?" tanya Ana yang penasaran."Selain aku ingin mengakhiri semua dengan baik. Aku ingin pernikahanku berakhir dengan baik, jadi ji
Stela yang naik motor Sean, meminta Sean untuk berhenti dahulu di supermarket. Dia ingin membeli beberapa keperluannya. Sean pun dengan senang hati mengantarkan wanita yang begitu dia cintai itu."Tunggulah saja di sini! Aku tidak akan lama." Stela turun dari motor Sean. Lalu berlalu meninggalkan Sean dan melangkah masuk ke dalam supermarket. Namun, saat masuk ke dalam supermarket, Sean berada tepat di belakangnya. Stela yang kebetulan menoleh pun melihat Sean yang ikut ke supermarket. "Kenapa kamu ikut masuk?" protes Stela."Aku menemanimu," jawab Sean polos."Aku sudah bilang bukan, jika aku hanya sebentar!" Stela menatap tajam pada Sean yang tidak mau mendengarkan."Jika aku menunggumu, aku sudah benar-benar tampak seperti tukang ojek." Sean berucap seraya melangkah masuk ke dalam supermarket, dan meninggalkan Stela yang masih berhenti di tempat di mana dari tadi dia berpijak.Stela hanya menatap Sean bingung. Memutar tubuhnya dia melihat punggung Sean yang berada di hadapannya.
Stela yang mendengar namanya dipanggil, menoleh. Alangkah terkejutnya mendapati Olivia yang sedang menghampiri. Pikirannya pun tertuju pada Sean yang ke supermarket bersamanya. "Hai, apa kabar?" tanya Olivia seraya menautkan pipinya pada pipi Stela."Baik," jawab Stela. Dia pun menyambut tautan pipi Olivia."Kamu sendiri?" Olivia melihat ke arah kanan dan kiri Stela, siapa tahu dia menemukan siapa suami Stela"Iya, aku sendiri.""Aku pikir kamu bersama suamimu." ‘Aku memang bersama suamiku,’ batin Stela dalam hati."Suamiku sedang tidak bisa menemani." Stela pun mencari alasan tepat pada Olivia."Pasti dia sedang sibuk bekerja." "Iya." Stela tersenyum dan membenarkan ucapan Olivia. "Aku sedang sangat buru-buru. Senang bertemu denganmu." Olivia kembali menautkan pipi dan berpamitan.Stela merasa lega saat Olivia sudah pergi. Dia tidak mau Olivia melihat Sean yang sedang bersamanya."Dia sudah pergi?" Sean berbisik tepat di telinga Stela. Stela begitu kaget, mendengar suara Sean ya
‘Bisa-bisanya dia mengambil kesempatan dalam kesempitan,’ batin Stela."Kamu tahu bukan, aku memang anak kesayangan ayah," lanjut Sean. Dia menatap layar ponselnya dan bertanya. "Iya, kan, ayah?" tanyanya. Ayah Stela pun hanya membalas pertanyaan menantunya dengan tawa. "Kalian selalu saja bertengkar," keluh ayah Stela."Ayah, itulah yang membuat hubungan kami erat, karena dalam rumah tangga wajar bukan ada pertengkaran," ucap Sean seraya melirik Stela. Tangannya meraih tangan Stela dan membawanya dalam genggamannya. Merasakan genggaman tangan Sean, Stela tidak bisa menolaknya. Dia tidak mau terlihat kesal di depan ayahnya."Iya, rumah tangga memang harus ada pertengkaran sedikit, agar kita belajar di mana letak kesalahan kita." Ayah Stela pun memberikan wejangan pada putrinya. "Iya, Yah." Stela dan Sean menjawab secara bersamaan."Tapi ingat! Jangan berlarut-larut dalam pertengkaran. Mencoba saling memaafkan adalah hal utama, agar rumah tangga kalian selalu utuh." Ucapan ayahnya
"Sabar ya, rasa sakitnya nanti akan hilang jika anak kita sudah lahir." Sean mencoba menenangkan Stela. Namun, rasanya ucapannya tidak berarti apa-apa, karena Stela semakin mencengkeram erat tangannya.Sean hanya bisa pasrah saat kuku-kuku Stela menancap sempurna di tangannya. Dia merelakan itu asal bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakan istrinya.Setelah semua peralatan siap. Dokter mulai memberi instruksi pada Stela untuk mengejan. "Kita mulai persalinannya, Bu, tarik napas dan buang seperti yang sudah diajarkan di kelas ibu hamil," ucap Dokter pada Stela.Stela hanya bisa mengangguk. Dia berusaha kuat dan melakukan instruksi yang diberikan oleh Dokter. Dia menarik napas dan membuangnya sambil mengejan.Mungkin ini adalah yang membuat surga di telapak kaki ibu. Sakitnya saat melahirkan benar-benar tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Tulangnya serasa remuk saat berusaha untuk mengejan. Otot-ototnya tertarik semua saat tubuh berusaha keras untuk mendorong bayi untuk keluar."
"Mungkin aku kekenyangan." Stela tidak ingin membuat panik Sean. "Kita pulang saja," ajak Stela.Usai makan mereka akhirnya memilih pulang. Di mobil Stela merasakan kembali perutnya mulas."Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir."Sepertinya aku sudah mulai ada tanda-tanda melahirkan."Mendengar ucapan Stela, Sean panik. Dia bingung harus berbuat apa. Padahal di kelas ibu hamil berkali-kali dijelaskan jika dia tidak boleh panik."Kita ke rumah sakit," ucapnya pada Stela."Tapi, masih berjarak sangat jauh rasa mulasnya, jadi aku rasa kita tunggu saja di rumah."Sebenarnya Sean merasa tidak tenang. Namun, dia menuruti keinginan istrinya, kembali ke rumah sambil menyiapkan semuanya.Di rumah Sean meminta Stela untuk duduk manis. Dia juga sudah memberitahu sang mama jika Stela sudah menunjukan tanda-tanda melahirkan. Adel yang sedang ada pertemuan dengan teman-temannya langsung meninggalkan tempat acara dan menuju ke rumah anaknya.Sean merapikan beberapa barang untuk keperluan a
Di depan cermin Stela menatap dirinya. Jika kemarin acara pesta pernikahannya bertema universal, kini acara tujuh bulanan diadakan dengan adat jawa sesuai dengan permintaan mertuanya.Rambut panjang Stela disanggul seperti tradisi jawa. Stela tersenyum melihat tampilan di pantulan cermin. Terakhir kali dia semacam ini adalah saat SD di hari kartini. Semenjak remaja hingga kuliah, dia lebih memilih memakai kebaya dengan rambut yang digerai.Penata rias, terus memoles wajah Stela dengan make up tipis sesuai permintaan Stela."Apa sudah siap?" tanya Sean seraya menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sudah, Pak," jawab penata rias. Penata rias keluar dan bergantian dengan Sean yang masuk ke dalam kamar. Sean mengambil baju dengan motif yang sama dengan Stela yang di letakan di atas tempat tidur.Sean langsung mengganti bajunya untuk acara yang sebentar lagi akan dimulai. Sepanjang memakai bajunya, Sean menggerutu karena harus memakai jarik dan itu membuat dirinya kesulitan. Namun, dem
Tentu saja Stela mau. Dia mengangguk mendapati tawaran dari mama mertuanya. Dia ingin membayangkan kelak akan seperti apa anaknya.Adel langsung mengambil foto yang ditemukannya kemarin. Kemudian dia menunjukan pada Stela. Lembar demi lembar Adel tunjukan pada Stela dan membuat Stela benar-benar senang.Sean kecil begitu mengemaskan. Dengan pipi gembulnya Sean begitu lucu. Stela memerhatikan dengan baik semua foto. "Ini umur berapa, Ma?" Saat melihat-lihat Stela justru menemukan selipan foto Sean yang besar."Itu umur sepuluh tahun."Mendengar jawaban mertuanya, Stela mengingat jika wajah Sean yang dilihatnya pertama kali di kampus tidak berubah. Entah kenapa, Stela merasakan jika Sean masih awet muda saja."Anak kalian nanti pasti anak lebih tampan dan cantik." Adel sudah membayangkan bagaimana cucunya nanti. Perpaduan antara Stela yang cantik dan Sean yang tampan."Yang penting sehat, Ma. Mau dia mirip Stela atau Sean sama saja." Stela tidak berharap banyak. Dia hanya ingin semua s
Sean meletakan keranjang ke lantai dan menegakkan tubuhnya. Dia memijat pinggangnya yang begitu terasa sakit. "Aku membelinya karena penjualnya adalah seorang nenek tua." Dia menjelaskan pada Sean alasan membeli semua buah manggis.Stela merasa terharu mendengar jawaban Sean. Dia langsung memeluk tubuh Sean karena merasakan senang melihat suaminya membantu nenek-nenek dengan membeli banyak buah. Padahal mungkin yang akan dimakannya tidak akan banyak.Mendapati dekapan Stela, Sean merasa heran. Dia hanya tahu jika istrinya begitu melow, gampang menangis dan gampang terharu. "Ayo makan buahnya, aku tidak mau nanti anak kita mengeluarkan air liur karena tidak buru-buru diberikan."Stela melepas dekapan Sean dan tersenyum. Sean mengambil beberapa buah dan mengajak Stela untuk duduk menikmati buah yang dibuka oleh Sean.Rasa manis dari buah manggis membuat Stela begitu senang. Dia merasa lidahnya dimanjakan dengan rasa yang sudah dia bayangkan sedari tadi.Sean merasa sangat senang karena i
Stela mencebikkan bibirnya karena tidak menemukan perubahan itu, dan membuat Sean yang gemas mendaratkan kecupan di pipi Stela. "Tunggulah beberapa bulan lagi, pasti kamu akan melihat perut buncitmu, dan tidak hanya itu, kamu akan mendapati pipi kamu yang juga akan gembung." Sean menjelaskan seraya menggembungkan pipinya.Melihat Sean yang menggodanya, Stela terlihat kesal. "Apa jika aku gendut kamu tidak akan suka?" Dia langsung melepas dekapan tangan Sean dan meninggalkan Sean ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimut.Dahi Sean berkerut diiringi dengan matanya yang membulat. Niatnya tidaklah meledek istrinya. Akan tetapi istrinya itu justru merajuk. 'Tenyata bukan hanya wanita yang datang bulan yang sensitif, tetapi ibu hamil juga sensitif,' batin Sean.Melangkah menuju ke tempat tidur, dia merangkak naik dan kembali mendekap tubuh Stela. "Sayang, bukan maksud aku begitu," bujuknya."Kamu tadi bilang begitu." Stela masih saja dengan pendiriannya. D
Stela tersenyum tipis. "Mama tetap ingat anaknya, mana mungkin dia tidak menyisihkan makanannya." Stela menambahkan lauk di piring Sean."Iya, tetapi nanti tempat aku akan di isi dengan cucunya, jadi pasti aku akan di tendang." Seraya memasukan makanan ke dalam mulut, dia menggerutu. "Mana ada orang tua akan menendang anaknya," ucap Stela tersenyum.Sean hanya tersenyum saat kalimatnya dicela istrinya sendiri. Kemudian dia melanjutkan makannya.Menyelesaikan makannya, mereka menuju ke kamar. Mengistirahatkan tubuh yang sudah seharian bekerja keras.Di atas tempat tidur, Sean meletakan kepalanya di kaki Stela, membelai perut Stela yang belum tampak besar. "Apa kamu tahu, terkadang aku tidak menyangka kita bisa sampai di sini."Mendengar ucapan Sean, Stela hanya bisa tersenyum. Dia juga memikirkan hal itu."Dulu saat kita berpacaran, semua berjalan datar. Hanya Kebahagiaan yang ada. Hingga mimpi-mimpi indah terangkai. Namun, seketika semua berubah saat kita menikah. Egoku mengalahkan ra
"Aku juga kurang tahu." Stela menduga jika mungkin dokter ingin melihat jika dirinya hamil atau tidak. Namun, dia tidak mau terlalu berharap, mengingat terakhir kali dia mengecek hasilnya adalah negatif.Menunggu sejenak akhirnya petugas laboratorium memberikan hasil pada Sean dan Stela. Mereka membawa hasil laboratorium pada dokter yang menanganinya.Dokter mengecek hasil laboratorium dan tersenyum. Dia mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat pada Sean."Selamat, Pak, istri Bapak sedang hamil."Sean dan Stela saling pandang. Mereka terkejut mendengar ucapan selamat dari dokter. Karena tidak mau dokter menunggu, Sean menerima uluran tangan dokter, walaupun dengan kebingungan."Tapi, waktu itu saya sudah cek hasilnya negatif, Dok." Stela masih belum percaya dengan ucapan dokter."Kalau boleh tahu kapan waktu mengecekknya?""Dua hari setelah terlambat datang bulan, Dok." Dia mengingat jelas bagaimana dulu dia mendapati satu garis."Kandungan HCG bisa saja belum terdeteksi, jadi saat
Melihat suaminya yang membuka pintu. Stela merasakan hal aneh. Dia bangun dari tidurnya dan langsung menghampiri Sean. Dia mendekap tubuh Sean dari belakang."Kamu kenapa tiba-tiba di belakang aku?" tanya Sean yang terkejut mendapati dekapan istrinya."Sejak kapan kamu seksi seperti ini," jawab Stela. Bibir Stela menyusuri bahu Sean yang polos. Menyusuri ke leher dan membuat Sean yang tadinya tenang menjadi gelisah."Sayang, aku masih bau keringat." Sean yang merasa tidak enak pada Stela mencoba menghindar."Tapi aku suka." Stela masih terus mendaratkan kecupan di bahu dan punggung Sean dan membuat Sean semakin tidak keruan.Sean yang tidak tahan langsung berbalik. "Jangan menggodaku, karena aku tidak tega melihatmu kelelahan lagi." Mata Sean menatap dalam mata Stela memberikan isyarat tanda bahaya pada istrinya."Kalau aku bilang aku tidak lelah untuk hal yang satu ini bagaimana?" Tangan Stela membelai lembut tubuh Sean, membuat suaminya itu semakin tidak menentu."Kamu yang memulai."