Pagi ini Stela bersiap untuk ke kantornya. Tadi saat Sean mengambil baju kerjanya, dia mengatakan pada Stela akan mengajaknya berangkat bersama.Stela pun menerima, karena hari ini Ana praktek siang, belum lagi jam berangkat kerja pasti akan sulit sekali mendapatkan ojek.Setelah bersiap Stela keluar dari kamarnya. Dia berencana untuk menunggu Sean di luar. Namun, saat keluar dia melihat mobil Finn yang terparkir di parkiran kost miliknya.Stela buru-buru kembali lagi masuk ke dalam kamar. Dia buru-buru menghubungi Sean agar suaminya itu tidak keluar dari kamarnya dan membuat Finn melihat.Cukup lama Stela menunggu sambungan telepon, sampai akhirnya Sean mengangkatnya."Apa Sayang, aku masih bersiap?"Stela sudah mulai kembali terbiasa dengan panggilan Sean. "Finn di sini," ucapnya. Dia tidak menjawab ucapan Sean, tetapi justru memberitahu Sean soal Finn."Terus masalahnya apa?" tanya Sean santai."Se … Kenapa bertanya apa masalahnya?" tanya Stela frustrasi."Lalu aku harus bertanya a
Seharian Stela menunggu Sean yang tidak kunjung membalas pesan darinya. Padahal pesan yang dikirimnya jelas-jelas sudah dibaca oleh Sean.Sampai jam pulang kantor pun tidak ada kabar dari Sean. Biasanya dengan semangat Sean akan mengirim pesan padanya, dan memberitahu jika dia akan menjemput Stela. Akan tetapi sampai jam pulang kantor tidak ada pesan sama sekali dari Sean."Mau pulang, Auri?" tanya Finn yang keluar dari ruangannya."Iya.""Pulanglah denganku lagi."Stela benar-benar ragu. Dia takut Sean akan menjemputnya. Namun, dari pesan lewat aplikasi yang dia kirim belum ada balasan, dia menduga jika Sean memang tidak akan menjemput."Baiklah." Stela pun memilih untuk ikut dengan Finn, karena ada yang ingin dia bicarakan dengan Finn.Mereka berdua menuju parkiran dan masuk ke dalam mobil sesaat kemudian. Finn pun melajukan mobilnya mengantar Stela.Stela yang melewati lobi kantor melihat motor Sean, mengecek apakah suaminya itu menjemputnya atau tidak. Namun, sayangnya tidak ada S
Stela benar-benar dibuat gelisah karena menunggu pesan dari Sean. Akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi Ana. Dia ingin mengajak temannya itu makan malam bersama.Mengusap nomer ponsel Ana, dia menghubungi temannya itu. Sesaat kemudian suara Ana dari sambungan telepon."Halo, Stel.""Halo, kamu di mana?" tanya Stela pada Ana."Aku sedang dalam perjalanan ke kost, kenapa?""Aku mau mengajakmu makan di luar." Stela menjelaskan pada Ana."Tunggu aku di depan kost, aku sebentar lagi sampai.""Baiklah." Stela mematikan sambungan telepon. Dia mengambil pakaian dan bersiap untuk makan malam dengan Ana.***"Jadi maksudmu Sean tidak membalas pesan darimu karena dia marah?" tanya Ana setelah mendengar cerita dari Stela.Sesampainya di restoran Stela menceritakan kejadian tadi pagi pada Ana. "Iya, sepertinya begitu, karena dia tidak membalas pesan dari aku." Dia menghela napasnya seraya mengaduk-aduk minumannya, dia menceritakan kesimpulan pada Ana.Ana tersenyum melihat wajah gelisah dari S
Suara pria terdengar samping tempat tidur yang terjatuh ke bawah. Ragu-ragu Stela mengintip ke bawah tempat tidur. "Sean." Stela kaget melihat Sean ada di bawah tempat tidur."Kenapa kamu mendorong aku?" keluh Sean."Kenapa kamu di sini?" tanya Stela yang justru balik bertanya pada Sean."Bantu aku dulu, di sini keras." Sean mengulurkan tangannya meminta Stela memberikan bantuan.Dengan malas, Stela membantu Sean untuk naik kembali ke atas tempat tidur. Sean kembali merasakan kasur empuk yang dari semalam dia nikmati."Jelaskan kenapa bisa kamu di sini?" Stela tidak mau berlama-lama untuk tahu kenapa Sean bisa di kamarnya."Semalam au mencari kunci kamarku, tetapi aku tidak menemukannya. Karena itu aku memutuskan untuk ke kamarmu dan tidur di sini." Sean menjelaskan kenapa dirinya bisa berada di kamar Stela.Stela tidak percaya begitu saja apa yang diucapkan Sean. Dia menelisik dalam bola mata Sean, dan mencari kebohongan di dalam matanya. Namun, Stela melihat jika Sean tidak berbohon
Stela yang melihat Sean berada di atasnya hanya terdiam. Dia mengatur detak jantungnya yang berdetak dengan kencang karena tubuh Sean yang berada di atasnya."Apa kamu pikir jika Olivia menyukaiku, aku juga akan menyukainya?" Sean meluapkan rasa kesalnya pada Stela. "Apa seperti kamu yang saat Finn menyukaimu, kamu juga menyukainya?"Mata Stela membulat. Dia tidak mengerti kenapa Sean mengatakan akan hal itu. "Aku tidak menyukai Finn," elaknya.Sean menarik senyum di bibirnya. Senyuman tipis dengan penuh cibiran saat mendengar apa yang telah diucapkan oleh Stela. "Kamu mengatakan akan hal itu, tetapi kenyataannya berkata lain, lalu apa aku harus percaya?" Sean sedikit menaikkan nada suaranya. "Dengan pergi berdua dengan Finn, lalu apa aku harus percaya?""Percaya? Kenyataan?" Kata-kata itu lolos dari mulut Stela. "Kamu memang tidak pernah percaya padaku." Stela mendorong tubuh Sean dari atasnya. "Aku benar-benar salah telah memberikanmu kesempatan, padahal aku tahu pasti, jika cintamu
Finn keluar dari ruangannya menemui Stela. "Auri, apakah kamu bisa mengantarkan berkas ini," ucapnya menyerahkan berkas.Stela melihat ke arah berkas yang diserahkan Finn. Dia tahu, jika berkas itu adalah berkas perusahaan Sean, dan itu artinya Stela harus bertemu dengan Sean.Rasanya Stela ingin menolaknya, tetapi ini adalah bagian dari pekerjaannya, dan mau tidak mau dia harus mengerjakan."Baiklah." Stela berdiri dan menerima berkas yang diberikan oleh Finn.Finn kembali ke ruangannya. Namun, baru saja dia membalikkan tubuhnya, dia teringat sesuatu yang sejak pagi berada di pikirannya. "Auri," panggilnya.Stela yang sedang mematikan laptopnya beralih menatap ke arah Finn saat mendengar namanya dipanggil."Iya.""Apa kamu mengenal tukang ojek yang menjemputmu waktu pulang kerja?" Finn menanyakan apa yang dari tadi membuat pikirannya tidak tenang. Dia merasa benar-benar curiga saat melihat tukang ojek yang membawa Stela.Stela terkesiap mendengar apa yang diucapkan Finn. Dalam hatiny
Ada gemuruh di dalam hati Stela, tetapi dia berusaha untuk menetralkan perasaannya. Dia meyakini jika dirinya tidak boleh cemburu.Bersamaan dengan kegiatannya yang sedang mengintip, Stela dikejutkan dengan suara pintu terbuka. Dia yang terkejut memegangi dadanya. Dia sudah seperti maling yang baru saja ketahuan mencuri."Maaf, Bu," ucap OB yang melihat Stela terkejut."Iya, tidak apa-apa." Stela duduk di kursi dan menerima teh yang dibawakan untuknya. "Terima kasih," ucapnya.Stela menikmati teh hangat yang diberikan oleh OB padanya. "Harusnya aku tadi pesan es bukan minum hangat. Sepertinya otakku yang panas ini perlu sesuatu yang dingin," gerutunya."Otak siapa yang panas?" Suara Sean terdengar saat Stela sedang menikmati minumannya. Dia yang baru saja masuk saat OB keluar, samar-samar mendengar ucapan Stela.Karena suara Sean yang tiba-tiba, seketika membuat Stela terkejut dan membuat minumannya tumpah di dadanya. "Auch … " pekiknya saat merasakan panas di dadanya."Stel …." Sean
Dokter sedikit terkesiap mendengar jika Sean yang menyebut satu wanita di dalam ruangan sebagai istrinya. Sebagai dokter yang bekerja di perusahaan Sean, dia belum mendengar jika Sean sudah menikah. Namun, dia tidak mau larut dalam pikirannya yang menebak-nebak kenyataan atasannya.Dokter pun langsung melangkah menghampiri Stela. "Bisa saya periksa, Bu?"Stela mengangguk dan membiarkan dokter memeriksa. Kini Stela tidak bisa menolak dokter membuka kemejanya, dan memperlihatkan dua gundukan miliknya yang terkena air panas.Sean menyadari jika Stela merasa malu saat dirinya melihat dua gundukan yang begitu indah itu. Akhirnya dia membalikkan tubuhnya agar Stela tidak merasa malu."Saya akan meresepkan obat untuk luka ini, dan nanti Ibu bisa mengoleskan di daerah yang merah." Dokter beralih menuliskan resep setelah memeriksa Stela.Stela pun mengangguk.Dokter beralih pada Sean yang sedang berbalik. Dia merasa heran dengan pemilik perusahaan tempatnya bekerja itu karena saat istrinya dip
"Sabar ya, rasa sakitnya nanti akan hilang jika anak kita sudah lahir." Sean mencoba menenangkan Stela. Namun, rasanya ucapannya tidak berarti apa-apa, karena Stela semakin mencengkeram erat tangannya.Sean hanya bisa pasrah saat kuku-kuku Stela menancap sempurna di tangannya. Dia merelakan itu asal bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakan istrinya.Setelah semua peralatan siap. Dokter mulai memberi instruksi pada Stela untuk mengejan. "Kita mulai persalinannya, Bu, tarik napas dan buang seperti yang sudah diajarkan di kelas ibu hamil," ucap Dokter pada Stela.Stela hanya bisa mengangguk. Dia berusaha kuat dan melakukan instruksi yang diberikan oleh Dokter. Dia menarik napas dan membuangnya sambil mengejan.Mungkin ini adalah yang membuat surga di telapak kaki ibu. Sakitnya saat melahirkan benar-benar tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Tulangnya serasa remuk saat berusaha untuk mengejan. Otot-ototnya tertarik semua saat tubuh berusaha keras untuk mendorong bayi untuk keluar."
"Mungkin aku kekenyangan." Stela tidak ingin membuat panik Sean. "Kita pulang saja," ajak Stela.Usai makan mereka akhirnya memilih pulang. Di mobil Stela merasakan kembali perutnya mulas."Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir."Sepertinya aku sudah mulai ada tanda-tanda melahirkan."Mendengar ucapan Stela, Sean panik. Dia bingung harus berbuat apa. Padahal di kelas ibu hamil berkali-kali dijelaskan jika dia tidak boleh panik."Kita ke rumah sakit," ucapnya pada Stela."Tapi, masih berjarak sangat jauh rasa mulasnya, jadi aku rasa kita tunggu saja di rumah."Sebenarnya Sean merasa tidak tenang. Namun, dia menuruti keinginan istrinya, kembali ke rumah sambil menyiapkan semuanya.Di rumah Sean meminta Stela untuk duduk manis. Dia juga sudah memberitahu sang mama jika Stela sudah menunjukan tanda-tanda melahirkan. Adel yang sedang ada pertemuan dengan teman-temannya langsung meninggalkan tempat acara dan menuju ke rumah anaknya.Sean merapikan beberapa barang untuk keperluan a
Di depan cermin Stela menatap dirinya. Jika kemarin acara pesta pernikahannya bertema universal, kini acara tujuh bulanan diadakan dengan adat jawa sesuai dengan permintaan mertuanya.Rambut panjang Stela disanggul seperti tradisi jawa. Stela tersenyum melihat tampilan di pantulan cermin. Terakhir kali dia semacam ini adalah saat SD di hari kartini. Semenjak remaja hingga kuliah, dia lebih memilih memakai kebaya dengan rambut yang digerai.Penata rias, terus memoles wajah Stela dengan make up tipis sesuai permintaan Stela."Apa sudah siap?" tanya Sean seraya menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sudah, Pak," jawab penata rias. Penata rias keluar dan bergantian dengan Sean yang masuk ke dalam kamar. Sean mengambil baju dengan motif yang sama dengan Stela yang di letakan di atas tempat tidur.Sean langsung mengganti bajunya untuk acara yang sebentar lagi akan dimulai. Sepanjang memakai bajunya, Sean menggerutu karena harus memakai jarik dan itu membuat dirinya kesulitan. Namun, dem
Tentu saja Stela mau. Dia mengangguk mendapati tawaran dari mama mertuanya. Dia ingin membayangkan kelak akan seperti apa anaknya.Adel langsung mengambil foto yang ditemukannya kemarin. Kemudian dia menunjukan pada Stela. Lembar demi lembar Adel tunjukan pada Stela dan membuat Stela benar-benar senang.Sean kecil begitu mengemaskan. Dengan pipi gembulnya Sean begitu lucu. Stela memerhatikan dengan baik semua foto. "Ini umur berapa, Ma?" Saat melihat-lihat Stela justru menemukan selipan foto Sean yang besar."Itu umur sepuluh tahun."Mendengar jawaban mertuanya, Stela mengingat jika wajah Sean yang dilihatnya pertama kali di kampus tidak berubah. Entah kenapa, Stela merasakan jika Sean masih awet muda saja."Anak kalian nanti pasti anak lebih tampan dan cantik." Adel sudah membayangkan bagaimana cucunya nanti. Perpaduan antara Stela yang cantik dan Sean yang tampan."Yang penting sehat, Ma. Mau dia mirip Stela atau Sean sama saja." Stela tidak berharap banyak. Dia hanya ingin semua s
Sean meletakan keranjang ke lantai dan menegakkan tubuhnya. Dia memijat pinggangnya yang begitu terasa sakit. "Aku membelinya karena penjualnya adalah seorang nenek tua." Dia menjelaskan pada Sean alasan membeli semua buah manggis.Stela merasa terharu mendengar jawaban Sean. Dia langsung memeluk tubuh Sean karena merasakan senang melihat suaminya membantu nenek-nenek dengan membeli banyak buah. Padahal mungkin yang akan dimakannya tidak akan banyak.Mendapati dekapan Stela, Sean merasa heran. Dia hanya tahu jika istrinya begitu melow, gampang menangis dan gampang terharu. "Ayo makan buahnya, aku tidak mau nanti anak kita mengeluarkan air liur karena tidak buru-buru diberikan."Stela melepas dekapan Sean dan tersenyum. Sean mengambil beberapa buah dan mengajak Stela untuk duduk menikmati buah yang dibuka oleh Sean.Rasa manis dari buah manggis membuat Stela begitu senang. Dia merasa lidahnya dimanjakan dengan rasa yang sudah dia bayangkan sedari tadi.Sean merasa sangat senang karena i
Stela mencebikkan bibirnya karena tidak menemukan perubahan itu, dan membuat Sean yang gemas mendaratkan kecupan di pipi Stela. "Tunggulah beberapa bulan lagi, pasti kamu akan melihat perut buncitmu, dan tidak hanya itu, kamu akan mendapati pipi kamu yang juga akan gembung." Sean menjelaskan seraya menggembungkan pipinya.Melihat Sean yang menggodanya, Stela terlihat kesal. "Apa jika aku gendut kamu tidak akan suka?" Dia langsung melepas dekapan tangan Sean dan meninggalkan Sean ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimut.Dahi Sean berkerut diiringi dengan matanya yang membulat. Niatnya tidaklah meledek istrinya. Akan tetapi istrinya itu justru merajuk. 'Tenyata bukan hanya wanita yang datang bulan yang sensitif, tetapi ibu hamil juga sensitif,' batin Sean.Melangkah menuju ke tempat tidur, dia merangkak naik dan kembali mendekap tubuh Stela. "Sayang, bukan maksud aku begitu," bujuknya."Kamu tadi bilang begitu." Stela masih saja dengan pendiriannya. D
Stela tersenyum tipis. "Mama tetap ingat anaknya, mana mungkin dia tidak menyisihkan makanannya." Stela menambahkan lauk di piring Sean."Iya, tetapi nanti tempat aku akan di isi dengan cucunya, jadi pasti aku akan di tendang." Seraya memasukan makanan ke dalam mulut, dia menggerutu. "Mana ada orang tua akan menendang anaknya," ucap Stela tersenyum.Sean hanya tersenyum saat kalimatnya dicela istrinya sendiri. Kemudian dia melanjutkan makannya.Menyelesaikan makannya, mereka menuju ke kamar. Mengistirahatkan tubuh yang sudah seharian bekerja keras.Di atas tempat tidur, Sean meletakan kepalanya di kaki Stela, membelai perut Stela yang belum tampak besar. "Apa kamu tahu, terkadang aku tidak menyangka kita bisa sampai di sini."Mendengar ucapan Sean, Stela hanya bisa tersenyum. Dia juga memikirkan hal itu."Dulu saat kita berpacaran, semua berjalan datar. Hanya Kebahagiaan yang ada. Hingga mimpi-mimpi indah terangkai. Namun, seketika semua berubah saat kita menikah. Egoku mengalahkan ra
"Aku juga kurang tahu." Stela menduga jika mungkin dokter ingin melihat jika dirinya hamil atau tidak. Namun, dia tidak mau terlalu berharap, mengingat terakhir kali dia mengecek hasilnya adalah negatif.Menunggu sejenak akhirnya petugas laboratorium memberikan hasil pada Sean dan Stela. Mereka membawa hasil laboratorium pada dokter yang menanganinya.Dokter mengecek hasil laboratorium dan tersenyum. Dia mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat pada Sean."Selamat, Pak, istri Bapak sedang hamil."Sean dan Stela saling pandang. Mereka terkejut mendengar ucapan selamat dari dokter. Karena tidak mau dokter menunggu, Sean menerima uluran tangan dokter, walaupun dengan kebingungan."Tapi, waktu itu saya sudah cek hasilnya negatif, Dok." Stela masih belum percaya dengan ucapan dokter."Kalau boleh tahu kapan waktu mengecekknya?""Dua hari setelah terlambat datang bulan, Dok." Dia mengingat jelas bagaimana dulu dia mendapati satu garis."Kandungan HCG bisa saja belum terdeteksi, jadi saat
Melihat suaminya yang membuka pintu. Stela merasakan hal aneh. Dia bangun dari tidurnya dan langsung menghampiri Sean. Dia mendekap tubuh Sean dari belakang."Kamu kenapa tiba-tiba di belakang aku?" tanya Sean yang terkejut mendapati dekapan istrinya."Sejak kapan kamu seksi seperti ini," jawab Stela. Bibir Stela menyusuri bahu Sean yang polos. Menyusuri ke leher dan membuat Sean yang tadinya tenang menjadi gelisah."Sayang, aku masih bau keringat." Sean yang merasa tidak enak pada Stela mencoba menghindar."Tapi aku suka." Stela masih terus mendaratkan kecupan di bahu dan punggung Sean dan membuat Sean semakin tidak keruan.Sean yang tidak tahan langsung berbalik. "Jangan menggodaku, karena aku tidak tega melihatmu kelelahan lagi." Mata Sean menatap dalam mata Stela memberikan isyarat tanda bahaya pada istrinya."Kalau aku bilang aku tidak lelah untuk hal yang satu ini bagaimana?" Tangan Stela membelai lembut tubuh Sean, membuat suaminya itu semakin tidak menentu."Kamu yang memulai."