Pagi ini Stela bersiap ke bandara, setelah memutuskan untuk pergi dengan Sean menemui mertuanya beberapa hari lalu. Saat keluar dari kos, untuk berpamitan dengan Ana, dia dikejutkan dengan mobil Sean terparkir di depan kost.Semalam, Sean memang sudah mengabari jika akan menjemput, tapi Stela tidak menduga jika Sean akan datang sepagi ini.Melanjutkan niatnya, Stela menuju ke kamar kost milik Ana. Mengetuk pintu kamar, dia menunggu Ana membuka pintu kamar. Cukup lama Ana membuka pintu, sampai saat pintu terbuka, Stela melihat Ana dengan rambut singa."Kamu sudah akan berangkat?" tanya Ana seraya mengikat rambutnya yang bak singa."Iya, aku akan berangkat."Mendengar temannya akan berangkat, Ana melihat ke luar kamarnya. Dia melihat mobil Sean yang sudah terparkir di depan kost."Dia sudah datang?" tanyanya tanpa melihat Stela. Mata Ana masih terfokus pada mobil Sean yang terparkir rapi di samping mobilnya."Iya, dan datang lebih awal," jawab Stela malas.Ana hanya tertawa kecil meliha
Tidak mau membiarkan Finn menunggu, Stela mengusap layar ponselnya dan menempelkan ponselnya di telinganya."Halo, Finn," sapa Stela saat mengangkat sambungan telepon.Sean yang mendengar nama Finn dipanggil oleh Stela, langsung menajamkan pandangannya. Seketika gemuruh dalam hatinya muncul.‘Untuk apa pria itu menghubungi Stela, bukannya hari ini hari kerja,’ batin Sean begitu kesal."Halo, Auri, apa kamu sudah sampai?" tanya Finn dari sambungan telepon."Aku masih menunggu jadwal penerbangan." Stela menjelaskan pada Finn."Berarti kamu masih di bandara?"Stela sedikit merasa aneh, saat mendengar suara Finn. "Iya, aku masih di bandara.""Kamu di sebelah mana?""Hah .... " Stela terkesiap saat mendengar pertanyaan Finn"Aku ada di bandara, kamu ada di mana?" Finn memperjelas pertanyaannya.Stela membulatkan matanya sempurna mendengar jika Finn ada di bandara. Dia tidak mengerti apa yang dilakukan Finn. Namun, dari pertanyaan yang dia berikan padanya, Stela yakin jika Finn datang untuk
Stela langsung terdiam. Dia sendiri belum tahu nasib hubungannya dengan Sean. Baginya rasa sakitnya belumlah sembuh, dan mengatakan Sean suaminya masih terasa berat untuk Stela."Kita bahas itu nanti, sekarang pikirkan bagaimana cara melewati Finn?"Sean mengalah. Dia tahu jika perdebatan diteruskan mereka bisa tertinggal pesawat. Sean terus memikirkan cara agar bisa lolos dari Finn. Sampai akhirnya dia menemukan satu cara. Meraih topi di dalam tasnya, dia memakainya."Sekarang peluk aku!" perintah Sean.Mata Stela langsung menatap tajam pada Sean. Dia menaruh curiga dengan ide yang diberikan oleh Sean."Kenapa harus memeluk?" protesnya."Aku akan memakai topi dan kaca mata untuk menutupi wajahku, dan kamu bisa bersembunyi di dadaku. Dengan begitu kita bisa lolos dari Finn."Stela mencerna baik-baik setiap penjelasan Sean. "Baiklah."Akhirnya dia menerima ide Sean yaitu dengan cara memeluknya. Stela langsung melingkarkan tangan kanannya di pinggang Sean, dan tangan kirinya menarik kop
Stela dan Sean yang bisa lolos dari Finn dan pria berotot, akhirnya bisa sampai di dalam kabin pesawat tepat waktu. Perasaan lega begitu terasa saat mereka baru saja sampai dan tidak tertinggal pesawat karena harus menghadapi rintangan terlebih dahulu."Untung kita bisa lolos dari pria tadi." Suara Sean terdengar mengomentari aksi mereka berdua yang lolos dari pria berotot tadi."Kalau bukan karena ulahmu menabrak, tidak akan ada drama tadi." Stela melirik tajam pada Sean yang duduk di sampingnya."Kalau kamu tadi tidak mengendus-ngendus tubuhku, aku tidak akan kehilangan fokus." Sean yang tidak mau kalah pun menjawab.Stela terkesiap mendengar ucapan Sean yang mengetahui dirinya mengendus aroma tubuh Sean. "Siapa yang mengendus," elak Stela.Sean menatap Stela yang mengelak. Dia menerawang ke dalam bola matanya untuk melihat apa istrinya itu berbohong atau tidak.Stela yang malu ketahuan pun langsung membuang muka dan melihat ke arah lain.Sean tersenyum melihat Stela yang salah ting
Mata Sean dan Stela yang saling beradu langsung beralih pada mamanya. "Ma ... " panggil Sean dan Stela bersama-sama. Mereka pun saling pandang kembali saat ternyata suara mereka terdengar secara bersama-sama."Ma, jangan bicara seperti itu." Stela menggenggam tangan mertuanya. Dia benar-benar merasa sedih jika harus kehilangan mama mertuanya."Sudah-sudah, anakmu baru datang, tapi kamu sudah mencecarnya dengan pertanyaan anak." Akhirnya setelah sekian lama bungkam Papa Abian pun berbicara untuk mengakhiri pembicaraan istri dan menantunya."Iya," jawab Adel pada suaminya. Dia menatap pada anak dan menantunya. "Kalian pulang saja dulu. Pasti kalian lelah, nanti sore kalian bisa kemari lagi untuk temani mama.""Yang dibilang mama benar, kalian pulang saja dulu istirahat, nanti kalian bisa kemari." Papa Abian ikut menimpali.Sean mengangguk mendengar perintah mama dan papanya. "Ayo, Sayang, kita pulang untuk beristirahat," ajaknya.Mendapati kata 'sayang' membuat Stela terkesiap. Sudah sek
Meraih ponsel milik Stela, dia mengecek siapa yang mengirimi Stela pesan yang begitu banyak. Matanya memicing saat nama Finn yang terdapat di layar ponsel. Ada sekitar sepuluh pesan dari Finn dan satu pesan dari Ana yang masuk ke dalam ponsel Stela.Karena rasa penasarannya, Sean membuka ponsel milik Stela. "Apa sandinya," gumam Sean.Jari Sean pun menekan angka tanggal ulang tahun Stela, dan akhirnya ponsel pun terbuka. Buru-buru Sean melihat ke layar ponsel milik Stela untuk tahu pesan apa yang ditulis oleh Finn.Sean hanya membacanya dalam hati, setiap pesan Finn yang masuk. Auri, apa kamu sudah sampai? Isi pesan pertama dari Finn. Melanjutkan membaca pesan berikutnya, ternyata masih pertanyaan yang sama, hingga sekitar tujuh pesan yang masuk, ternyata dengan kata-kata yang sama.‘Apa dia kurang kerjaan mengirim pesan yang sama sebanyak itu,’ batin Sean mencibir apa yang dilakukan Finn.Sampai di pesan ke delapan, Finn menanyakan bagaimana keadaan mertuanya alias mamanya.‘Untuk ap
Stela menatap Sean, dan Sean pun menatap kembali pada Stela. Pandangan mata yang seolah mencari jawaban dari pertanyaan mamanya begitu membuat mereka bingung.Meraka berdua dalam pikiran masing-masing. Di mana Stela berpikir jika pernikahannya di ambang perceraian, dan mana mungkin mereka tidak akan pernah melangsungkan pesta pernikahan."Yang terpenting Mama sembuh dulu." Sean seraya memindahkan laptop yang dia lekatkan di pangkuannya. Dia berdiri dan menghampiri mamanya. "Sean dan Stela akan melangsungkan pesta setelah Mama sehat." Sean berdiri di samping ranjang dan tepat berdiri di depan Stela yang duduk di kursi. Matanya beralih pada Stela. "Iya, kan, Sayang?" tanyanya."Hah .... " Stela merasa bingung harus menjawab apa ucapan Sean."Kita akan melangsungkan pesta pernikahan setelah Mama sehat." Sean mengulang kembali ucapannya. Matanya menatap kedua bola mata Stela ini menanti jawaban dari istrinya itu.Stela berada dalam dilema. Jika dia menjawab iya, akan menjadi janji yang ha
Tangan Stela langsung mencubit lembut perut Sean. "Tutup mulutmu!" ancamnya."Kenapa aku harus tutup mulut, memang harusnya kita melakukan bulan madu bukan setelah menikah?""Itu jika kamu tidak menceraikan aku." Stela memutar bola matanya malas. Tatapannya menajam saat mengingat perceraiannya."Aku belum mengajukan surat perceraian ke pengadilan, jadi kita masih bisa kembali.""Berarti dulu kamu membohongi aku?" Stela ingat jika dulu waktu Sean mengantarkannya pulang ke kos setelah acara pesta papa Finn, dia mengatakan jika dia sudah mengajukan surat perceraiannya."Aku tidak benar-benar serius waktu itu. Aku hanya kesal saat kamu dekat dengan Finn." Sean akhirnya mengatakan pada Stela apa yang membuat dirinya mengatakan hal itu dulu."Bukannya aku sudah jelaskan jika aku tidak ada apa-apa dengan Finn?""Iya, tapi dia menyukaimu.""Kalau dia menyukaimu, apa kamu pikir aku semudah itu jatuh cinta." Suara Stela sudah semakin kesal."Aku tahu kamu tidak mudah jatuh cinta, tapi jika Finn
"Sabar ya, rasa sakitnya nanti akan hilang jika anak kita sudah lahir." Sean mencoba menenangkan Stela. Namun, rasanya ucapannya tidak berarti apa-apa, karena Stela semakin mencengkeram erat tangannya.Sean hanya bisa pasrah saat kuku-kuku Stela menancap sempurna di tangannya. Dia merelakan itu asal bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakan istrinya.Setelah semua peralatan siap. Dokter mulai memberi instruksi pada Stela untuk mengejan. "Kita mulai persalinannya, Bu, tarik napas dan buang seperti yang sudah diajarkan di kelas ibu hamil," ucap Dokter pada Stela.Stela hanya bisa mengangguk. Dia berusaha kuat dan melakukan instruksi yang diberikan oleh Dokter. Dia menarik napas dan membuangnya sambil mengejan.Mungkin ini adalah yang membuat surga di telapak kaki ibu. Sakitnya saat melahirkan benar-benar tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Tulangnya serasa remuk saat berusaha untuk mengejan. Otot-ototnya tertarik semua saat tubuh berusaha keras untuk mendorong bayi untuk keluar."
"Mungkin aku kekenyangan." Stela tidak ingin membuat panik Sean. "Kita pulang saja," ajak Stela.Usai makan mereka akhirnya memilih pulang. Di mobil Stela merasakan kembali perutnya mulas."Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir."Sepertinya aku sudah mulai ada tanda-tanda melahirkan."Mendengar ucapan Stela, Sean panik. Dia bingung harus berbuat apa. Padahal di kelas ibu hamil berkali-kali dijelaskan jika dia tidak boleh panik."Kita ke rumah sakit," ucapnya pada Stela."Tapi, masih berjarak sangat jauh rasa mulasnya, jadi aku rasa kita tunggu saja di rumah."Sebenarnya Sean merasa tidak tenang. Namun, dia menuruti keinginan istrinya, kembali ke rumah sambil menyiapkan semuanya.Di rumah Sean meminta Stela untuk duduk manis. Dia juga sudah memberitahu sang mama jika Stela sudah menunjukan tanda-tanda melahirkan. Adel yang sedang ada pertemuan dengan teman-temannya langsung meninggalkan tempat acara dan menuju ke rumah anaknya.Sean merapikan beberapa barang untuk keperluan a
Di depan cermin Stela menatap dirinya. Jika kemarin acara pesta pernikahannya bertema universal, kini acara tujuh bulanan diadakan dengan adat jawa sesuai dengan permintaan mertuanya.Rambut panjang Stela disanggul seperti tradisi jawa. Stela tersenyum melihat tampilan di pantulan cermin. Terakhir kali dia semacam ini adalah saat SD di hari kartini. Semenjak remaja hingga kuliah, dia lebih memilih memakai kebaya dengan rambut yang digerai.Penata rias, terus memoles wajah Stela dengan make up tipis sesuai permintaan Stela."Apa sudah siap?" tanya Sean seraya menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sudah, Pak," jawab penata rias. Penata rias keluar dan bergantian dengan Sean yang masuk ke dalam kamar. Sean mengambil baju dengan motif yang sama dengan Stela yang di letakan di atas tempat tidur.Sean langsung mengganti bajunya untuk acara yang sebentar lagi akan dimulai. Sepanjang memakai bajunya, Sean menggerutu karena harus memakai jarik dan itu membuat dirinya kesulitan. Namun, dem
Tentu saja Stela mau. Dia mengangguk mendapati tawaran dari mama mertuanya. Dia ingin membayangkan kelak akan seperti apa anaknya.Adel langsung mengambil foto yang ditemukannya kemarin. Kemudian dia menunjukan pada Stela. Lembar demi lembar Adel tunjukan pada Stela dan membuat Stela benar-benar senang.Sean kecil begitu mengemaskan. Dengan pipi gembulnya Sean begitu lucu. Stela memerhatikan dengan baik semua foto. "Ini umur berapa, Ma?" Saat melihat-lihat Stela justru menemukan selipan foto Sean yang besar."Itu umur sepuluh tahun."Mendengar jawaban mertuanya, Stela mengingat jika wajah Sean yang dilihatnya pertama kali di kampus tidak berubah. Entah kenapa, Stela merasakan jika Sean masih awet muda saja."Anak kalian nanti pasti anak lebih tampan dan cantik." Adel sudah membayangkan bagaimana cucunya nanti. Perpaduan antara Stela yang cantik dan Sean yang tampan."Yang penting sehat, Ma. Mau dia mirip Stela atau Sean sama saja." Stela tidak berharap banyak. Dia hanya ingin semua s
Sean meletakan keranjang ke lantai dan menegakkan tubuhnya. Dia memijat pinggangnya yang begitu terasa sakit. "Aku membelinya karena penjualnya adalah seorang nenek tua." Dia menjelaskan pada Sean alasan membeli semua buah manggis.Stela merasa terharu mendengar jawaban Sean. Dia langsung memeluk tubuh Sean karena merasakan senang melihat suaminya membantu nenek-nenek dengan membeli banyak buah. Padahal mungkin yang akan dimakannya tidak akan banyak.Mendapati dekapan Stela, Sean merasa heran. Dia hanya tahu jika istrinya begitu melow, gampang menangis dan gampang terharu. "Ayo makan buahnya, aku tidak mau nanti anak kita mengeluarkan air liur karena tidak buru-buru diberikan."Stela melepas dekapan Sean dan tersenyum. Sean mengambil beberapa buah dan mengajak Stela untuk duduk menikmati buah yang dibuka oleh Sean.Rasa manis dari buah manggis membuat Stela begitu senang. Dia merasa lidahnya dimanjakan dengan rasa yang sudah dia bayangkan sedari tadi.Sean merasa sangat senang karena i
Stela mencebikkan bibirnya karena tidak menemukan perubahan itu, dan membuat Sean yang gemas mendaratkan kecupan di pipi Stela. "Tunggulah beberapa bulan lagi, pasti kamu akan melihat perut buncitmu, dan tidak hanya itu, kamu akan mendapati pipi kamu yang juga akan gembung." Sean menjelaskan seraya menggembungkan pipinya.Melihat Sean yang menggodanya, Stela terlihat kesal. "Apa jika aku gendut kamu tidak akan suka?" Dia langsung melepas dekapan tangan Sean dan meninggalkan Sean ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimut.Dahi Sean berkerut diiringi dengan matanya yang membulat. Niatnya tidaklah meledek istrinya. Akan tetapi istrinya itu justru merajuk. 'Tenyata bukan hanya wanita yang datang bulan yang sensitif, tetapi ibu hamil juga sensitif,' batin Sean.Melangkah menuju ke tempat tidur, dia merangkak naik dan kembali mendekap tubuh Stela. "Sayang, bukan maksud aku begitu," bujuknya."Kamu tadi bilang begitu." Stela masih saja dengan pendiriannya. D
Stela tersenyum tipis. "Mama tetap ingat anaknya, mana mungkin dia tidak menyisihkan makanannya." Stela menambahkan lauk di piring Sean."Iya, tetapi nanti tempat aku akan di isi dengan cucunya, jadi pasti aku akan di tendang." Seraya memasukan makanan ke dalam mulut, dia menggerutu. "Mana ada orang tua akan menendang anaknya," ucap Stela tersenyum.Sean hanya tersenyum saat kalimatnya dicela istrinya sendiri. Kemudian dia melanjutkan makannya.Menyelesaikan makannya, mereka menuju ke kamar. Mengistirahatkan tubuh yang sudah seharian bekerja keras.Di atas tempat tidur, Sean meletakan kepalanya di kaki Stela, membelai perut Stela yang belum tampak besar. "Apa kamu tahu, terkadang aku tidak menyangka kita bisa sampai di sini."Mendengar ucapan Sean, Stela hanya bisa tersenyum. Dia juga memikirkan hal itu."Dulu saat kita berpacaran, semua berjalan datar. Hanya Kebahagiaan yang ada. Hingga mimpi-mimpi indah terangkai. Namun, seketika semua berubah saat kita menikah. Egoku mengalahkan ra
"Aku juga kurang tahu." Stela menduga jika mungkin dokter ingin melihat jika dirinya hamil atau tidak. Namun, dia tidak mau terlalu berharap, mengingat terakhir kali dia mengecek hasilnya adalah negatif.Menunggu sejenak akhirnya petugas laboratorium memberikan hasil pada Sean dan Stela. Mereka membawa hasil laboratorium pada dokter yang menanganinya.Dokter mengecek hasil laboratorium dan tersenyum. Dia mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat pada Sean."Selamat, Pak, istri Bapak sedang hamil."Sean dan Stela saling pandang. Mereka terkejut mendengar ucapan selamat dari dokter. Karena tidak mau dokter menunggu, Sean menerima uluran tangan dokter, walaupun dengan kebingungan."Tapi, waktu itu saya sudah cek hasilnya negatif, Dok." Stela masih belum percaya dengan ucapan dokter."Kalau boleh tahu kapan waktu mengecekknya?""Dua hari setelah terlambat datang bulan, Dok." Dia mengingat jelas bagaimana dulu dia mendapati satu garis."Kandungan HCG bisa saja belum terdeteksi, jadi saat
Melihat suaminya yang membuka pintu. Stela merasakan hal aneh. Dia bangun dari tidurnya dan langsung menghampiri Sean. Dia mendekap tubuh Sean dari belakang."Kamu kenapa tiba-tiba di belakang aku?" tanya Sean yang terkejut mendapati dekapan istrinya."Sejak kapan kamu seksi seperti ini," jawab Stela. Bibir Stela menyusuri bahu Sean yang polos. Menyusuri ke leher dan membuat Sean yang tadinya tenang menjadi gelisah."Sayang, aku masih bau keringat." Sean yang merasa tidak enak pada Stela mencoba menghindar."Tapi aku suka." Stela masih terus mendaratkan kecupan di bahu dan punggung Sean dan membuat Sean semakin tidak keruan.Sean yang tidak tahan langsung berbalik. "Jangan menggodaku, karena aku tidak tega melihatmu kelelahan lagi." Mata Sean menatap dalam mata Stela memberikan isyarat tanda bahaya pada istrinya."Kalau aku bilang aku tidak lelah untuk hal yang satu ini bagaimana?" Tangan Stela membelai lembut tubuh Sean, membuat suaminya itu semakin tidak menentu."Kamu yang memulai."