Akhirnya setelah keluar dari area hotel, dia menemukan rumah sakit terdekat. Memarkirkan mobilnya ke UGD, Stela langsung keluar dari mobil.Perawat sudah siap di depan ruang UGD dan membantu Stela membawa Sean. Perawat langsung membawa Sean ke dalam ruang UGD untuk melakukan pertolongan pertama yaitu memberikan oksigen pada Sean.Hingga beberapa saat kemudian dokter datang dan memeriksa Sean, dan melakukan tindakan pada Sean termasuk memberikan obat dengan cara menyuntikkannya pada tubuh Sean.Stela hanya bisa pasrah dan berharap Sean akan baik-baik saja. Dengan setia dia berada di samping Sean, menunggu suaminya itu kembali sehat."Bagaimana Dok?" tanya Stela."Tidak apa-apa, alerginya sudah ditangani, dia akan segera pulih.""Apa perlu dirawat?" tanya Stela masih merasakan kecemasan."Tidak perlu, sepertinya alerginya akan membaik karena sudah diberikan obat. Saya akan resepkan obat, dan Nyonya bisa tebus obatnya.""Baiklah." Stela mengangguk. Dia menunggu dokter yang menuliskan res
Sean terpaku mendengar ucapan Stela. Menyebut statusnya sebagai istri, itu menandakan jika istrinya itu sudah benar-benar menerimanya. "Coba ulangi lagi kata-katamu," pinta Sean."Apa?" tanya Stela polos."Tadi, yang kamu bilang jika kamu istri yang khawatir pada suaminya." Sean mengingatkan pada Stela."Kamu sudah mengulangnya, untuk apa aku mengulangnya lagi," elak Stela."Aku mau dengar dari mulutmu." Sean bena-benar menanti kalimat itu keluar dari mulut Stela."Cepat makan, aku belum makan juga, jadi jangan membuat lama aku menyuapimu." Stela berusaha mengalirkan pembicaraan karena merasa malu mengingat ucapannya yang lolos begitu saja."A …."Belum selesai Sean berbicara, mulutnya sudah disuapi bubur oleh Stela. Dia pun tak dapat berbicara karena tanpa memberikan jeda, Stela terus saja menyuapinya.Sampai akhirnya satu mangkuk bubur abis, Sean tidak dapat berbicara karena, Stela berlanjut memberikannya obat. Istrinya itu langsung pergi meninggalkannya untuk menaruh mangkuk di dap
"Di sana Mama bosan, makanya Mama ingin segera pulang dan bertemu kalian." Adel mendekap tubuh Stela yang berada di sampingnya.Sean melihat ke arah papanya. Papanya hanya mengangkat bahunya, dan itu menandakan jika papanya hanya bisa pasrah menuruti keinginan mamanya."Lalu kenapa tidak mengabari jika Mama dan Papa ke sini?" Sebenarnya Sean benar-benar terkejut dengan kedatangan mamanya. Namun, beruntungnya Stela ada di apartemen, jadi tidak terjadi drama."Mama tidak mau merepotkan kalian, lagi pula juga Mama segera pulang karena mau istirahat." Adel dengan santai menjawab pertanyaan anaknya.Sean hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia sudah tahu betul keinginan mamanya sudah tidak bisa dibantah. Sekali dia bilang 'iya' atau 'sekarang', tidak ada yang bisa menolak lagi.Jadi Sean sudah menduga, jika mamanya pasti memaksa untuk mampir ke apartemennya terlebih dahulu sebelum sampai ke rumah mereka."Jadi Mama dan Papa dari Bandara langsung ke sini?" tanya Stela mematikan."Iya, Mama
Di sebuah restoran hotel bintang lima, Sean dan Stela menikmati makan malam mereka. Makan malam yang disiapkan khusus untuk merayakan kebersamaan mereka kembali, sangat spesial.Hidangan yang begitu menggiurkan, berada di atas meja. Hiasan lilin di sekitar, hidangan pun membuat susunan meja makan menjadi sangat indah.Alunan musik romantis mengiringi Sean dan Stela yang sedang menikmati makan malam indah.Senyuman yang terus mengembang di wajah mereka, menandakan seberapa besar rasa bahagia yang sedang mereka rasakan."Apa kamu bahagia?" tanya Sean pada Stela."Pertanyaan apa itu?" Stela justru balik bertanya. Dia menyelipkan kekesalan dalam ucapannya.Sean tertawa melihat istrinya yang tampak kesal. Dia tahu sebenarnya istrinya begitu bahagia. Namun, dia ingin mendengar kalimat itu dari istrinya."Aku bahagia." Suara merdu dan lembut terdengar kembali."Terima kasih, Sayang, aku akan selalu membuatmu bahagia." Janji yang diucapkan oleh Sean untuk Stela.Mereka melanjutkan makan maka
"Aku bukan tidak mau, tetapi …." Stela malu untuk mengatakannya."Tetapi apa?" Sean begitu penasaran dengan apa yang terjadi dengan Stela."Aku sedang datang bulan," jawab Stela lirih.Mata Sean membelalak saat mengetahui alasan istrinya menolaknya. Dia pikir jika istrinya tidak mau karena memang belum siap untuk melakukannya.Sean kembali duduk di tempat tidur tepat di samping tubuh Sean. "Jadi kamu sebenarnya tidak menolak?" Dia mencoba memastikan pada istrinya."Iya," jawab Stela malu-malu.Senyum di wajah Sean langsung mengembang. Dia senang ternyata istrinya menerima dirinya, hanya saja ternyata sang waktu belum mengizinkan."Sejak kapan kamu datang bulan?" tanya Sean penasaran."Tadi sewaktu bersiap untuk makan malam." Stela menjelaskan pada suaminya.Sean hanya bisa bersabar. Dia sadar jika malam ini dan tujuh hari ke depan, dia tidak akan bisa melakukannya. Memutar otaknya, dia mencari cari menuntaskan kembali hasratnya."Kalau bagian atas saja, apa boleh?" tanya Sean ragu-rag
"Kenapa? Apa kamu sakit?" tanya Finn pada Stela."Iya, Pak, saya sakit jadi tidak bisa berangkat bekerja.""Baiklah, kalau begitu, kamu istirahat saja di rumah.""Baik, terima kasih sebelumnya." Stela mematikan sambungan telepon, dan meletakkan kembali di atas nakas.Bersama dengan itu, Sean keluar dari kamar mandi. Dengan handuk di pinggang, dan rambut basahnya membuat Sean begitu tampak sexy."Apa kamu sudah mengabarinya?" tanya Sean. Dia melangkah menuju ke lemari untuk mengambil bajunya."Sudah.""Baguslah," ucap Sean seraya memakai kemeja kerjanya. "Sepertinya aku harus meninggalkan kamu di apartemen sendiri, kamu tahu bukan, jika hari ini aku ada jadwal bertemu Finn."Stela mengingat jika memang nanti jam sepuluh Sean dan Finn ada pertemuan. Sean akan ke kantor Finn untuk membahas tentang proyek mereka."Iya aku tahu."Sean menghampiri Stela. Menatap lekat wanita yang sudah kembali padanya itu. "Setelah bertemu dengan Finn, aku akan cepat pulang." Dia mendaratkan kecupan di dahi
Sean memilih langsung pulang sesuai dengan janjinya pada Stela. Sejak dari tadi pikirannya terus terfokus pada istrinya yang sedang sakit. Dia merasa tidak tega saat mengingat jika istrinya sakit.Sampai di apartemen, Sean meletakan makanan yang dibelinya sebelum pulang ke apartemen. Dia berniat untuk makan bersama dengan Stela.Masuk ke kamar, Sean mendapati Stela yang sedang asik tertidur. Sebenarnya Sean tidak tega membangunkannya, tetapi istrinya harus makan.Duduk di tepi tempat tidur, Sean membelai lembut rambut Stela. "Sayang," panggilnya.Merasakan sentuhan dan suara yang tidak asing di telinganya, Stela membuka matanya perlahan. Dia melihat Sean yang tersenyum manis di wajahnya."Kamu sudah pulang?""Iya, maaf membangunkan kamu.""Tidak apa-apa." Stela bangun dari tempat tidur dan bersandar pada headboard tempat tidur."Aku sudah membelikan kamu makanan, jadi aku membangunkan kamu karena ingin mengajakmu makan." Sean menjelaskan seraya membelai wajah Stela."Baiklah." Stela m
Pagi ini Stela dan Sean berangkat dari rumah sang mama. Keadaan Stela yang sudah lebih baik membuatnya lebih semangat untuk berangkat ke kantor."Kapan kita ke pengadilan untuk mencabut berkas?" tanya Sean. Dia menoleh pada istrinya sejenak sebelum pandangannya kembali pada jalanan."Aku tidak enak kalau harus izin lagi dengan Finn. Jadi bisakah kita tunda dulu, lagi pula persidangan masih dua minggu lagi jadi aku rasa sebelum hari itu masih bisa dicabut."Sean mengangguk. Dia juga berpikir hal yang sama. Lagipula juga kalau pun sidang, sidang pertama masih sidang mediasi, jadi selambat-lambatnya dia mencabut gugatan, mereka masih bisa membatalkan di sidang mediasi."Lalu kapan kamu akan berhenti bekerja." Sean berpikir tidak baik jika sampai istrinya terlalu sering bertemu Finn. Rekan bisnisnya itu masih terus mendekati istrinya."Aku akan segera ajukan surat pengunduran diri, dan Finn bisa mencari sekretaris baru sebelum aku keluar."Sean tahu bagaimana prosedur jika harus mengundur
"Sabar ya, rasa sakitnya nanti akan hilang jika anak kita sudah lahir." Sean mencoba menenangkan Stela. Namun, rasanya ucapannya tidak berarti apa-apa, karena Stela semakin mencengkeram erat tangannya.Sean hanya bisa pasrah saat kuku-kuku Stela menancap sempurna di tangannya. Dia merelakan itu asal bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakan istrinya.Setelah semua peralatan siap. Dokter mulai memberi instruksi pada Stela untuk mengejan. "Kita mulai persalinannya, Bu, tarik napas dan buang seperti yang sudah diajarkan di kelas ibu hamil," ucap Dokter pada Stela.Stela hanya bisa mengangguk. Dia berusaha kuat dan melakukan instruksi yang diberikan oleh Dokter. Dia menarik napas dan membuangnya sambil mengejan.Mungkin ini adalah yang membuat surga di telapak kaki ibu. Sakitnya saat melahirkan benar-benar tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Tulangnya serasa remuk saat berusaha untuk mengejan. Otot-ototnya tertarik semua saat tubuh berusaha keras untuk mendorong bayi untuk keluar."
"Mungkin aku kekenyangan." Stela tidak ingin membuat panik Sean. "Kita pulang saja," ajak Stela.Usai makan mereka akhirnya memilih pulang. Di mobil Stela merasakan kembali perutnya mulas."Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir."Sepertinya aku sudah mulai ada tanda-tanda melahirkan."Mendengar ucapan Stela, Sean panik. Dia bingung harus berbuat apa. Padahal di kelas ibu hamil berkali-kali dijelaskan jika dia tidak boleh panik."Kita ke rumah sakit," ucapnya pada Stela."Tapi, masih berjarak sangat jauh rasa mulasnya, jadi aku rasa kita tunggu saja di rumah."Sebenarnya Sean merasa tidak tenang. Namun, dia menuruti keinginan istrinya, kembali ke rumah sambil menyiapkan semuanya.Di rumah Sean meminta Stela untuk duduk manis. Dia juga sudah memberitahu sang mama jika Stela sudah menunjukan tanda-tanda melahirkan. Adel yang sedang ada pertemuan dengan teman-temannya langsung meninggalkan tempat acara dan menuju ke rumah anaknya.Sean merapikan beberapa barang untuk keperluan a
Di depan cermin Stela menatap dirinya. Jika kemarin acara pesta pernikahannya bertema universal, kini acara tujuh bulanan diadakan dengan adat jawa sesuai dengan permintaan mertuanya.Rambut panjang Stela disanggul seperti tradisi jawa. Stela tersenyum melihat tampilan di pantulan cermin. Terakhir kali dia semacam ini adalah saat SD di hari kartini. Semenjak remaja hingga kuliah, dia lebih memilih memakai kebaya dengan rambut yang digerai.Penata rias, terus memoles wajah Stela dengan make up tipis sesuai permintaan Stela."Apa sudah siap?" tanya Sean seraya menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sudah, Pak," jawab penata rias. Penata rias keluar dan bergantian dengan Sean yang masuk ke dalam kamar. Sean mengambil baju dengan motif yang sama dengan Stela yang di letakan di atas tempat tidur.Sean langsung mengganti bajunya untuk acara yang sebentar lagi akan dimulai. Sepanjang memakai bajunya, Sean menggerutu karena harus memakai jarik dan itu membuat dirinya kesulitan. Namun, dem
Tentu saja Stela mau. Dia mengangguk mendapati tawaran dari mama mertuanya. Dia ingin membayangkan kelak akan seperti apa anaknya.Adel langsung mengambil foto yang ditemukannya kemarin. Kemudian dia menunjukan pada Stela. Lembar demi lembar Adel tunjukan pada Stela dan membuat Stela benar-benar senang.Sean kecil begitu mengemaskan. Dengan pipi gembulnya Sean begitu lucu. Stela memerhatikan dengan baik semua foto. "Ini umur berapa, Ma?" Saat melihat-lihat Stela justru menemukan selipan foto Sean yang besar."Itu umur sepuluh tahun."Mendengar jawaban mertuanya, Stela mengingat jika wajah Sean yang dilihatnya pertama kali di kampus tidak berubah. Entah kenapa, Stela merasakan jika Sean masih awet muda saja."Anak kalian nanti pasti anak lebih tampan dan cantik." Adel sudah membayangkan bagaimana cucunya nanti. Perpaduan antara Stela yang cantik dan Sean yang tampan."Yang penting sehat, Ma. Mau dia mirip Stela atau Sean sama saja." Stela tidak berharap banyak. Dia hanya ingin semua s
Sean meletakan keranjang ke lantai dan menegakkan tubuhnya. Dia memijat pinggangnya yang begitu terasa sakit. "Aku membelinya karena penjualnya adalah seorang nenek tua." Dia menjelaskan pada Sean alasan membeli semua buah manggis.Stela merasa terharu mendengar jawaban Sean. Dia langsung memeluk tubuh Sean karena merasakan senang melihat suaminya membantu nenek-nenek dengan membeli banyak buah. Padahal mungkin yang akan dimakannya tidak akan banyak.Mendapati dekapan Stela, Sean merasa heran. Dia hanya tahu jika istrinya begitu melow, gampang menangis dan gampang terharu. "Ayo makan buahnya, aku tidak mau nanti anak kita mengeluarkan air liur karena tidak buru-buru diberikan."Stela melepas dekapan Sean dan tersenyum. Sean mengambil beberapa buah dan mengajak Stela untuk duduk menikmati buah yang dibuka oleh Sean.Rasa manis dari buah manggis membuat Stela begitu senang. Dia merasa lidahnya dimanjakan dengan rasa yang sudah dia bayangkan sedari tadi.Sean merasa sangat senang karena i
Stela mencebikkan bibirnya karena tidak menemukan perubahan itu, dan membuat Sean yang gemas mendaratkan kecupan di pipi Stela. "Tunggulah beberapa bulan lagi, pasti kamu akan melihat perut buncitmu, dan tidak hanya itu, kamu akan mendapati pipi kamu yang juga akan gembung." Sean menjelaskan seraya menggembungkan pipinya.Melihat Sean yang menggodanya, Stela terlihat kesal. "Apa jika aku gendut kamu tidak akan suka?" Dia langsung melepas dekapan tangan Sean dan meninggalkan Sean ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimut.Dahi Sean berkerut diiringi dengan matanya yang membulat. Niatnya tidaklah meledek istrinya. Akan tetapi istrinya itu justru merajuk. 'Tenyata bukan hanya wanita yang datang bulan yang sensitif, tetapi ibu hamil juga sensitif,' batin Sean.Melangkah menuju ke tempat tidur, dia merangkak naik dan kembali mendekap tubuh Stela. "Sayang, bukan maksud aku begitu," bujuknya."Kamu tadi bilang begitu." Stela masih saja dengan pendiriannya. D
Stela tersenyum tipis. "Mama tetap ingat anaknya, mana mungkin dia tidak menyisihkan makanannya." Stela menambahkan lauk di piring Sean."Iya, tetapi nanti tempat aku akan di isi dengan cucunya, jadi pasti aku akan di tendang." Seraya memasukan makanan ke dalam mulut, dia menggerutu. "Mana ada orang tua akan menendang anaknya," ucap Stela tersenyum.Sean hanya tersenyum saat kalimatnya dicela istrinya sendiri. Kemudian dia melanjutkan makannya.Menyelesaikan makannya, mereka menuju ke kamar. Mengistirahatkan tubuh yang sudah seharian bekerja keras.Di atas tempat tidur, Sean meletakan kepalanya di kaki Stela, membelai perut Stela yang belum tampak besar. "Apa kamu tahu, terkadang aku tidak menyangka kita bisa sampai di sini."Mendengar ucapan Sean, Stela hanya bisa tersenyum. Dia juga memikirkan hal itu."Dulu saat kita berpacaran, semua berjalan datar. Hanya Kebahagiaan yang ada. Hingga mimpi-mimpi indah terangkai. Namun, seketika semua berubah saat kita menikah. Egoku mengalahkan ra
"Aku juga kurang tahu." Stela menduga jika mungkin dokter ingin melihat jika dirinya hamil atau tidak. Namun, dia tidak mau terlalu berharap, mengingat terakhir kali dia mengecek hasilnya adalah negatif.Menunggu sejenak akhirnya petugas laboratorium memberikan hasil pada Sean dan Stela. Mereka membawa hasil laboratorium pada dokter yang menanganinya.Dokter mengecek hasil laboratorium dan tersenyum. Dia mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat pada Sean."Selamat, Pak, istri Bapak sedang hamil."Sean dan Stela saling pandang. Mereka terkejut mendengar ucapan selamat dari dokter. Karena tidak mau dokter menunggu, Sean menerima uluran tangan dokter, walaupun dengan kebingungan."Tapi, waktu itu saya sudah cek hasilnya negatif, Dok." Stela masih belum percaya dengan ucapan dokter."Kalau boleh tahu kapan waktu mengecekknya?""Dua hari setelah terlambat datang bulan, Dok." Dia mengingat jelas bagaimana dulu dia mendapati satu garis."Kandungan HCG bisa saja belum terdeteksi, jadi saat
Melihat suaminya yang membuka pintu. Stela merasakan hal aneh. Dia bangun dari tidurnya dan langsung menghampiri Sean. Dia mendekap tubuh Sean dari belakang."Kamu kenapa tiba-tiba di belakang aku?" tanya Sean yang terkejut mendapati dekapan istrinya."Sejak kapan kamu seksi seperti ini," jawab Stela. Bibir Stela menyusuri bahu Sean yang polos. Menyusuri ke leher dan membuat Sean yang tadinya tenang menjadi gelisah."Sayang, aku masih bau keringat." Sean yang merasa tidak enak pada Stela mencoba menghindar."Tapi aku suka." Stela masih terus mendaratkan kecupan di bahu dan punggung Sean dan membuat Sean semakin tidak keruan.Sean yang tidak tahan langsung berbalik. "Jangan menggodaku, karena aku tidak tega melihatmu kelelahan lagi." Mata Sean menatap dalam mata Stela memberikan isyarat tanda bahaya pada istrinya."Kalau aku bilang aku tidak lelah untuk hal yang satu ini bagaimana?" Tangan Stela membelai lembut tubuh Sean, membuat suaminya itu semakin tidak menentu."Kamu yang memulai."