Kalea yang mendengar suara itu menyadari jika itu adalah suara desahan. Walaupun perlahan cinta yang di dalam hatinya memudar, tapi Kalea tetap merasa sakit dengan apa yang dilakukan Sandra dan juga Alby. “Apa mereka lupa jika di rumah ini ada banyak orang?” Rasanya Kalea jijik dengan apa yang didengarnya. Karena itu, Kalea buru-buru masuk. Di kamar, Alby dan Sandra sedang melepaskan hasrat mereka. “Mas, pelankan ayunannya.” Sandra merasa jika Alby terlalu kencang, takut jika terjadi apa-apa pada anaknya. Sayangnya, Alby tidak mendengarkan Sandra. Dia terus menghujam tubuh Sandra sebagai pelampiasan atas kekesalannya pada Kalea. “Mas, berhenti!” Sandra merasa apa yang dilakukan Alby menyakitinya dan bayi di dalam kandungannya. Lagi dan lagi Alby tidak mendengarkan sama sekali. Dia terus menghujam tubuh Sandra. Sandra yang kesal langsung mendorong tubuh Alby hingga tubuh suaminya itu menjauh. “Kamu mau membunuh bayiku?” Sandra menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Saat tu
Mendengar pertanyaan itu, Kalea dan dr. Derran langsung mengalihkan pandangan ke arah sumber suara.“Pantas saja kamu lama berbelanja, ternyata sengaja membuat janji.”Kalea menatap malas pada Sandra, dia tahu persis jika wanita itu sedang menyindirnya.“Silakan dilanjutkan lagi. Saya mau berbelanja.” Sandra langsung meninggalkan Kalea dan dr. Derran.Namun, sebelum pergi tentu saja dia mengabadikan foto. Mengirimkan pada Alby. Semakin Alby kesal, semakin Alby akan mengusir Kalea.Kalea memilih mengabaikan Sandra. Tak mau ambil pusing dengan wanita itu. Saat es krim habis, Kalea akhirnya berpamitan dengan dr. Derran.“Terima kasih atas traktiran es krimnya, Dok.”“Sama-sama.” Dr. Derran mengangguk. Dia kemudian beralih pada Kyna. “Da ... Kyna.”“Da ... Uncle Dokter.” Kyna tersenyum manis.Kalea segera pulang ke rumah. Bertemu dr. Derran memang membuatnya sedikit melupakan rasa sedihnya. Apalagi dr. Derran selalu memberikan semangat.Saat sampai di rumah, Alby sudah ada di rumah. Padah
Alby sengaja melakukan itu agar ruang gerak Kalea berkurang. Tentu saja itu juga agar Kalea tidak leluasa bisa bertemu dengan dr. Derran.Kalea yang makan, segera mengalihkan pandangan pada Alby. “Aku pakai mobil itu untuk jemput Kyna, Mas. Bagaimana nanti jika aku menjemputnya?” Kalea merasa ini tidak adil. Mobil itu juga untuk kepentingan anak mereka juga.“Pagi Kyna berangkat bersamaku, pulangnya kamu bisa jemput Kyna dengan naik ojek atau taksi.” Alby tampak tenang menjawab.Sejujurnya, Kalea benar-benar kesal sekali. Namun, dia malas berdebat. Apalagi mereka sedang di meja makan.Usai makan, Kalea meminta Kyna bermain di kamar, sedangkan dia harus mengurus Bu Salma lebih dulu. Kalea sadar jika ini bukan tanggung jawabnya, tapi dia tidak tega dengan Bu Salma.Di ruang tamu, Sandra yang melihat Kalea masuk ke kamar mertuanya pun segera mendekat ke arah Alby. Dia ingin tahu kenapa Alby meminta mobil Kalea untuknya. Padahal dia sendiri punya mobil.“Mas, kenapa aku harus pakai mobil
Kalea yang mendengar namanya dipanggil, menoleh kembali. “Iya, Dok.” “Besok tunggu aku di tempat tadi di jam yang sama. Aku akan mengantarkanmu ke sekolah Kyna.” Apa yang dikatakan dr. Derran itu membuat Kalea terdiam. Bagaimana bisa dia dapat tawaran seperti itu. Mau senang, tapi Kalea takut tidak tahu diri karena memanfaatkan dr. Derran yang sudah sangat baik. Namun, jika menolak, rasanya menunggu angkutan umum cukup lama membuatnya tidak kuat. Apalagi dalam keadaan hamil. “Tidak perlu, Dok. Saya bisa berangkat menjemput Kyna sendiri.” Setelah mempertimbangkan, Kalea memilih untuk tidak menerima. “Jangan menolak. Aku berangkat di jam yang sama denganmu, dan sekolah Kyna searah dengan rumah sakit.” Menurut dr. Derran ini adalah kesempatan dr. Derran bertemu Kalea. Kalea benar-benar bingung harus bagaimana. Hingga akhirnya dia mengangguk. Mendapati jawaban itu dr. Derran senang. “Kalau begitu aku pergi dulu. Hati-hati pulangnya.”“Terima kasih, Dok.” Kalea turun dan menutup pi
“Kalea.”Sandra yang mendengar Alby memanggil Kalea pun terkejut. “Ada apa, Mas?” tanyanya.“Kalea di mana?” Alby menatap Sandra.“Di kamar sepertinya.”Mendengar jawaban Sandra itu, Alby segera menuju ke kamar Kyna untuk bertemu dengan Kalea.“Kalea.” Saat membuka pintu, dia memanggil Kalea. Namun, alangkah terkejut ketika dia tidak menemukan Kalea di kamar Kyna. “Di mana dia?” Alby beralih pada Sandra.“Mungkin di kamar ibu.” Sandra menebak di mana Keberadaan Kalea.Alby segera mengayunkan langkahnya ke kamar ibunya. “ Kalea.” Kali ini suara Alby lebih rendah karena takut jika sang ibu terkejut.“Iya.” Kalea menoleh ketika dipanggil oleh Alby.Alby melihat Kalea sedang makan burger bersama dengan Kyna dan ibunya. Mereka tampak begitu asyik sekali.“Papa, Kyna makan burger.” Kyna memamerkan burger pada Alby.Tadinya Alby mau merebut burger itu dan membuangnya. Namun, saat Kalea memakannya bersama dengan Kyna dan ibunya, tentu saja hal itu tidak dilakukan.“Iya, makan, Sayang.” Alby b
“Apa itu?” tanya dr. Derran.“Ini ucapan terima kasih karena sudah membelikan apa yang saya mau.” Kalea menjelaskan sambil memberikan kotak bekal yang dibawanya.Rasanya, dr. Derran kembali ke masa kecil ketika diberikan kotak bekal. Namun, dia suka akan hal itu. Dengan senang hati menerimanya.“Ini terima kasih untuk membelikan apa? Es kelapa muda?” tanya dr. Derran.Kalea merasa bingung dengan ucapan dr. Derran. Namun, beberapa menit kemudian dia mengerti, dan mengangguk untuk mengiyakan apa yang dikatakan oleh dr. Derran.“Artinya besok aku masih dapat bekal lagi untuk terima kasih es krim, lusa aku masih dapat untuk terima kasih burger?” tanya dr. Derran sambil tersenyum penuh arti.Mendengar apa yang dikatakan dr. Derran Kalea tertawa. “Ternyata dr. Derran pamrih,” sindirnya.“Bukannya segala hal yang dilakukan harus menguntungkan?” Dr. Derran berusaha membela diri.Kalea mengangguk. “Baiklah, besok saya akan bawakan untuk terima kasih es krim dan lusa saya akan bawakan untuk te
Mata Alby langsung membulat sempurna ketika melihat amplop yang diletakan Kalea dia atas meja. “Apa itu?” tanya Alby menatap Kalea. “Surat panggilan sidang pertama kita.” Alby tidak menyangka jika surat panggilan secepat itu. Padahal dia berharap sedikit lebih lama lagi. “Aku harap kamu datang di sidang perdana kita agar segera aku lepas dari tanggung jawabmu.” Usai mengatakan itu, Kalea segera berdiri dan mengayunkan langkah ke kamarnya.Alby memandangi surat panggilan dari pengadilan itu. Namun, Sandra dengan gampangnya mengambil surat tersebut dan membukanya. “Panggilannya Senin depan.” Sandra yang membaca surat panggilan itu pun memberitahu Alby. Alby hanya diam saja. Tak menjawab atau menanggapi apa yang dikatakan oleh Sandra. Sandra tidak peduli reaksi Alby, yang jelas dia senang karena sekarang Alby dan Kalea akan segera bercerai. Tak ada lagi penghalang di antara mereka. ****Sejak surat panggilan sidang kemarin datang, Kalea sangat senang. Wajahnya lebih berseri dar
Pertanyaan itu membuat Kalea seketika terdiam. Bingung harus menjawab apa.“Maaf aku bertanya seperti itu. Karena aku takut kamu trauma pada pria karena suamimu saja.” Dr. Derran memperjelas agar Kalea tidak salah paham dengan pertanyaannya.“Sejujurnya saya belum memikirkan sejauh itu, Dok. Kalau trauma, mungkin ada, tapi saya sadar jika setiap orang berbeda. Tidak bisa dipukul rata semua orang jahat.”Dr. Derran merasa lega karena Kalea tidak tersinggung dengan pertanyaan yang diberikan. Sejujurnya, dia ingin tahu juga sejauh apa Kalea trauma. Ibarat orang mau masuk ke rumah orang, paling tidak dia tahu keadaan pemilik rumah. Tidak mau masuk sembarangan.“Syukurlah jika kamu tidak berpikir seperti itu. Jadi aku ikut tenang.”“Tenang?” Kalea bingung dengan kata yang diucapkan dr. Derran itu.“Maksud aku tenang karena kamu tidak trauma.” Dr. Derran berusaha membenarkan ucapannya. Dia belum berani mengungkapkan perasaannya karena pastinya Kalea masih fokus pada masalahnya.Kalea mengan
“Siapa yang mencari aku?” Perasaan dia tidak punya janji, apalagi dia baru saja bekerja. “Sopir taksi.” “Sopir taksi?” Kalea benar-benar tidak menyangka jika ternyata yang mencarinya sopir taksi. Dengan segera Kalea keluar untuk menemui siapa orang yang ingin bertemu dengannya itu. “Selamat siang, Pak.” Kalea menyapa sopir yang ada di depan toko bunga. “Siang, Bu. Maaf, apa benar Anda bernama Kalea?” tanya sopir.“Iya, saya Kalea.” Kalea mengangguk. “Apa Anda kenal dengan ibu yang ada di dalam mobil saya itu?” Sopir menunjuk ke arah mobil.Kalea segera memiringkan tubuhnya untuk melihat siapa yang dimaksud oleh sopir. Alangkah terkejutnya Kalea melihat mantan mertuanya yang ada di dalam mobil. Untuk memastikan, Kalea segera menghampiri dan membuka pintu mobil. Benar saja. Di dalam mobil ada Bu Salma. “Ibu.” “Kalea.” Kalea segera masuk ke mobil. Bu Salma memeluk Kalea yang berada di depannya. Kalea benar-benar masih bingung dengan keberadaan Bu Salma. Bagaimana bisa Bu Salm
Kalea cukup terkejut ketika sang suami menyebut nama orang yang menghubunginya. Terhitung sejak perceraian, mereka memang tidak saling berkomunikasi. Entah ada angin apa pria itu menghubungi Kalea.“Angkat saja!” pinta dr. Derran.Kalea segera mengangkat telepon itu untuk tahu apa yang ingin dibicarakan dengan Alby.“Halo, Mas,” sapa Kalea.“Aku mau ajak Kyna akhir pekan besok ke ulang tahun temanku. Aku harus jemput Kyna di mana?”Akhirnya Kalae tahu untuk apa Alby menghubunginya. Dia tahu persis bagaimana Alby yang dikenal penyayang keluarga. Pasti pria itu sengaja mengajak anaknya agar tetap menunjukkan citra itu. Walaupun anaknya hanya dimanfaatkan saja, Kalea tidak masalah. Karena Kyna perlu bertemu juga dengan papanya.“Aku akan kirimkan alamat nanti.”“Baiklah.”Sambungan telepon langsung terputus saat mendapati jawaban itu. Kalea hanya bisa menatap dr. Derran saja.“Kenapa?” Dr. Derran tampak penasaran.“Mas Alby mau ajak Kyna ke ulang tahun anak temannya.”Dr. Derran hanya m
Kalea hanya pasrah ketika sang suami menciumnya. Makin lama Kalea makin nyaman.Mereka menikmati makan malam romantis sambil mendengarkan deburan ombak yang terdengar. “Apa ada efek dari pencegah kehamilan yang aku suntikkan padamu?” Dr. Derran menatap sang istri ketika mereka sedang menikmati makan.“Tidak. Aku merasa biasa saja.”Dua minggu yang lalu, Kalea mendapatkan suntikan pencegah kehamilan, hal itu dilakukan untuk mencegah kehamilan terjadi pasca keguguran.“Baguslah, aku harap kamu tetap nyaman. Jika ada apa-apa bilang padaku.”“Iya, aku akan mengatakan jika merasa tidak nyaman.”Dr. Derran harus bersabar untuk membuat Kalea hamil. Butuh tiga sampai enam bulan sampai kandungan Kalea sehat.“Kamu tidak apa-apa jika aku tidak cepat hamil?” Ragu-ragu Kalea bertanya. Padahal dia pernah menanyakannya. “Aku mau rahimmu sehat dulu. Saat rahimmu sehat, anak yang dilahirkan akan sehat. Jadi aku akan sabar menunggu. Lagi pula, kita bisa memanfaatkan waktu bersama. Kamu juga bisa pun
Jangan tanya ke mana saja pengantin baru pergi! Karena mereka seharian tidak pergi ke mana-mana. Mereka hanya menghabiskan waktu di kamar. Kemudian memesan makanan dan memakannya di kamar. Tak mau keluar barang sebentar. Apalagi pantai terlihat dari kama mereka. Lalu, untuk apa pergi? Mereka melawati malam hanya di kamar. Menghabiskan waktu berdua saja. Tak sama keluar. Sampai pagi lagi pun mereka masih di vila. Pagi ini mereka memilih berenang di vila dan menikmati sarapan di kolam renang. Makanan sudah siap, dr. Derran sudah masuk ke kolam renang lebih dulu, sedangkan Kalea masih berganti baju. Beberapa saat kemudian Kalea datang. Dr. Derran yang melihat sang istri langsung membulatkan matanya. Sang istri memakai bikini saat mau berenang. Walaupun kanan dan kiri sisi kolam renang tertutup. Dari arah depan menuju ke pantai, terbuka. Jadi jelas akan terlihat orang. “Cepat masuk!” Dr. Derran langsung menarik sang istri masuk ke kolam renang. “Sayang, aku belum pemanasan.” Kalea
Melihat apa yang dilakukan Kalea membuat dr. Derran tersenyum. Memang tidak salah menikah dengan seorang janda. Tak perlu susah payah mengajari, dia sudah tahu harus berbuat apa. Saat pakaian tersingkir dari tubuh, mereka lebih leluasa menjelajah. Sentuhan lembut penuh kehati-hatian memberikan kenyamanan bagi Kalea. Membuatnya menyerahkan diri pada sang suami. “Aku memang bukan yang pertama, tapi aku akan jadi yang terakhir.” Dr. Derran membelai wajah Kalea. Tatapannya begitu memuja pada wanita yang dicintainya itu. Dengan pasti Kalea mengangguk. Berharap, dr. Derran akan jadi labuhan terakhirnya. Tak ada lagi kegagalan untuk kedua kalinya. Dr. Derran mengikis jarak di antara mereka. Mendaratkan bibirnya tepat di bibir Kalea. Ciuman yang diberikan dr. Derran tak tergesa-gesa. Seolah ingin memastikan jika apa yang dilakukannya akan mengukir kisah indah untuk mereka. Suara indah yang keluar dari mulut Kalea pun membuat dr. Derran semakin bergairah. Bertahun-tahun menahan diri untu
Tepat jam empat, dr. Derran bangun lebih dulu. Lumayan tiga jam tidur. Paling tidak, dia bisa menikmati waktu istirahatnya. Perlahan dr. Derran menjauhkan tubuh Kalea agar dapat melihat wajah cantik istrinya itu. “Cantik.” Dr. Derran memuji Kalea. Ini kali pertamanya melihat Kalea yang tidur. Walaupun tidur, Kalea masih cantik. Kata orang wanita cantik dilihat saat dia bangun tidur, dan dr. Derran membuktikannya. Kini dia melihat sang istri yang cantik.Sebenarnya dr. Derran tidak tega membangunkan Kalea, tapi mereka harus pergi ke bandara pagi ini. “Sayang.” Dr. Derran membangunkan Kalea dengan membelai wajah cantik Kalea. Sentuhan itu membuat Kalea terbangun. Saat membuka matanya, dia melihat sang suami yang sudah bangun. “Apa aku terlambat bangun?” tanya Kalea panik.“Tidak, kamu tidak telat bangun. Kita masih punya waktu satu jam untuk bersiap ke bandara.” “Kalau begitu ayo bersiap.” Kalea segera beranjak dari tempat tidur.Dr. Derran segera menarik kembali tubuh Kalea dan
Apa yang dilakukan dr. Derran itu membuat Kalea benar-benar terkejut. Jantungnya berdegup dengan kencang. Apalagi sekarang dia ada di pangkuan dr. Derran. “Aku siapamu?” Dr. Derran menatap Kalea lekat. Mendapati pertanyaan itu, Kalea membalas tatapan dr. Derran. Dia justru bingung ketika ditanya seperti itu. “Maksudnya?” Kalea benar-benar bingung. Tidak tahu apa yang dimaksud oleh dr. Derran. “Sekarang aku siapamu?” Dr. Derran kembali bertanya. “Dr. Derran suami saya.” Kalea yang mulai mengerti apa yang dimaksud Kalea langsung menjawab. “Bagus kalau begitu kamu tahu. Lalu, kenapa masih panggil aku ‘dokter’?” Sejak tadi dr. Derran memerhatikan Kalea yang tetap memanggilnya ‘dokter’ padahal mereka sudah menikah.Sejenak Kalea tersadar jika masih memanggil seperti itu. “Saya masih terbiasa memanggil seperti itu.” Dia memberikan alasannya. Dr. Derran sadar jika mengubah kebiasaan memang sulit. “Baiklah, aku akan maafkan.”Mendengar itu Kalea merasa lega. “Lalu, saya harus panggil
Dr. Derran mengekor di belakang Kalea. Dia melihat Kalea yang ragu-ragu berjalan. Tentu saja dia tahu apa yang dipikirkan oleh dr. Derran.“Apa gaunmu membuatmu susah untuk berjalan?” tanya dr. Derran tepat di telinga Kalea.Suara yang terdengar langsung tepat di telinga itu membuat Kalea membeku. Jantungnya semakin berdegup kencang.“Ti-ti-tidak.” Kalea menjawab dengan gugup.Dr. Derran tersenyum. “Kalau begitu ayo jalan,” pintanya.Permintaan itu segera membuat langkah Kalea terayun. Semakin langkahnya diayunkan, dia semakin melihat dengan jelas kamar yang didekorasi dengan bunga. Bunga mawar merah di tempat tidur itu berbentuk ‘love’. Terdapat juga kalimat ‘happy wedding’ yang terbuat dari bunga.“Aku sudah minta menaruh bajumu. Kamu cari saja di lemari.”Suara dr. Derran menyadarkan Kalea yang sedang berada di dalam pikirannya. Saat punya kesempatan untuk pergi, tentu saja Kalea tidak melepaskan kesempatan itu.Buru-buru Kalea mencari baju yang berada di lemari. Beruntung dia men
Dr. Derran melihat Kalea yang tampak begitu cantik. Jika melihat Kalea sekilas, tidak akan ada yang percaya jika Kalea adalah seorang wanita dengan anak satu. Kalea masih muda dan cantik. Melihat Kalea dengan baju pengantinnya, rasanya dr. Derran benar-benar tidak menyangka jika kini dia akan menjadi Kalea istrinya. Waktu berputar begitu cepat. Serasa baru kemarin, dia mengenal Kalea, tapi tiba-tiba ini Kalea sudah menjadi istrinya. Sebenarnya sejak enam tahun lalu, saat bertemu Kalea pertama kali, tak pernah terbesit rasa cinta sama sekali. Namun, saat melihat Kalea datang di kehamilan kedua, hatinya bergetar. Rasa iba perlahan mengantarkan dr. Derran jatuh cinta. Saat langkah Kalea sampai di depannya, dr. Derran segera mengulurkan tangan, membantu Kalea untuk membantu Kalea duduk di kursi yang terdapat di depan penghulu. Tangan keduanya yang dingin, perlahan menghangat saat saling bergandengan. Walaupun senyuman menghiasi wajah mereka, tapi wajah gugup mereka tetap terlihat je