Share

Bab 372

Penulis: Piemar
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-04 23:24:57
Malam itu, rumah Ana dan dr. Zain diselimuti keheningan yang berat. Ana mengurung diri di kamar, duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk, bahunya bergetar pelan. Air matanya terus mengalir, jatuh ke tangannya yang menggenggam erat ujung piyamanya.

Di dalam dadanya, ada sesak yang sulit diungkapkan. Bukan hanya kemarahan, tapi juga rasa kehilangan yang begitu dalam. Pasha, putranya yang selama ini ia besarkan dengan penuh cinta, kini seakan memilih wanita lain ketimbang dirinya.

“Pasha lebih memilih Rosa daripada aku ibunya,” suara hatinya berbisik, menyayat perasaannya lebih dalam.

Ia mengingat bagaimana Pasha berdiri di depannya, wajahnya penuh ketegangan, matanya memohon pengertian. Tapi Ana tak bisa menerimanya. Lalu ia pergi begitu saja.

“Bagaimana mungkin dia membiarkan ini terjadi? Kenapa dia begitu ceroboh?”

Ana menarik napas dalam, tapi isakannya semakin pecah. Di sudut kamar, dr. Zain memperhatikannya dengan mata sendu. Ia sudah lama mengenal istrinya—keras kepala, tetap
Piemar

Happy reading & night, night! 💫

| 10
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 373

    Malam semakin larut, namun Rosa baru menyadari sesuatu. Pasha enggan pulang. Atau, ia memang tidak berniat pulang karena pertengkaran yang terjadi dengan ke dua orang tuanya. Ia merasa iba pada Pasha yang harus tidur di sofa sementara ia tidur di kamarnya.Rosa merasa gelisah. Apalagi ketika ia hamil, suasana hatinya cepat sekali berubah. Terkadang ia melankolis dan gelisah tanpa alasan. Ia berbaring dengan menatap langit-langit dengan perasaan hampa. Malam itu terasa berat, ia tidak bisa memejamkan matanya cepat.“Bapak, maafin Rosa,” gumamnya ketika teringat sang ayah. Sudah lama ia tidak mengunjungi ayahnya. Terakhir kali ia membesuknya saat kehamilannya belum terlihat. Ia hanya mengiriminya uang.Ia pun terbangun lalu berjalan keluar kamar itu. Tatapannya terpaku pada Pasha yang terlihat meringkuk di sofa. Pemuda tampan itu tampak lugu saat tidur. Helaan nafas halus lolos di bibirnya. Ia merasa bersalah melihat kondisi Pasha saat ini. Ia merutuki insiden malam itu. Andai ia bisa m

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 374

    Selina menatap Rosa dengan penuh kebencian. Napasnya memburu, dada naik turun seiring emosinya yang memuncak. Tanpa pikir panjang, tangannya melayang ke wajah Rosa.Plak!Tamparan itu keras, meninggalkan jejak merah di pipi Rosa. Tubuh wanita hamil itu terdorong ke belakang, kehilangan keseimbangan, lalu jatuh.Bruk!Rosa mendarat dengan punggung menabrak ujung meja, rasa sakit menjalar cepat. Seketika, sesuatu yang hangat mengalir di antara pahanya. Matanya melebar. Darah.Rosa mengalami pendarahan.Selina ikut panik melihat Rosa yang meringis kesakitan.“Nona, t-olong! Aku mau melahirkan,” kata Rosa merasakan perutnya seperti diremas. Bahkan ia tidak mampu berdiri karena sesuatu terasa berdesak-desakan dalam perutnya. Selina menatap Rosa dengan tatapan tega. Meskipun ia seorang dokter, namun baginya Rosa telah merebut Pasha darinya. Ia tidak berniat membantunya. Sisi lain, keringat dingin mengucur deras di pelipis Rosa. Ia mulai tidak bisa mengendalikan tubuhnya. Cairan bening pun

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 375

    Namun tiba-tiba, sesuatu yang sangat tipis terdengar—napas. Pelan. Hampir tak terdengar.Pasha tersentak. Dengan cepat ia menempelkan telinganya ke dada Rosa.Masih ada detak jantung. Rosa masih hidup! Pasha juga segera mengecek nadinya yang ternyata masih berdenyut. Ia harus menjaga kesadaran Rosa.“Rosa, Sayang, bangun! Aku di sini! Bertahanlah!” ucap Pasha dengan suara yang bergetar dan begitu takut. Ia sangat takut kehilangan Rosa.Kejadian Maria Lubis tempo lalu setidaknya membuatnya trauma dalam menangani pasien dalam kondisi yang kritis.“Sayang, bangun!” Pasha buru-buru mengusap wajah Rosa, panik. Ia langsung meraih ponselnya, tangan bergetar saat menekan nomor darurat.Sambil menunggu sambungan telepon terhubung, ia menatap Rosa dan bayi mereka dengan mata penuh harapan. Ia belum kehilangan mereka. Tidak sekarang. Tidak akan pernah.“Bertahanlah, Rosa… Aku tidak akan membiarkanmu pergi…”“Pa…” Rosa mencoba berbicara, tapi suaranya hampir tak keluar.Pasha merasakan dadanya se

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 376

    Selina terduduk di tepi ranjangnya, kedua tangannya menggenggam erat kain rok yang ia kenakan. Napasnya tersengal, jantungnya berdebar kencang. Bayangan Rosa yang kesakitan, wajahnya yang memucat saat ia merintih meminta bantuan, terus berputar di pikirannya.Tapi apa yang telah ia lakukan? Ia justru pergi. Ia meninggalkan Rosa sendirian.“Ya Tuhan…” gumamnya, suara seraknya hampir tak terdengar. Namun ia merasa apa yang dilakukannya tidak apa-apa dibanding dengan kebohongan yang Pasha dan Rosa lakukan padanya. Ia merasa dikhianati.Selina menggelengkan kepalanya dengan rahang yang mengetat, “Kau pantas mendapatkannya.”Pintu kamar tiba-tiba terbuka, dan ibunya berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan sorot mata tajam. “Selina, ada apa denganmu?” suara ibunya terdengar curiga. “Kenapa kau pulang sendiri? Di mana Pasha? Bukankah kalian akan membeli cincin tunangan?”Selina menelan ludah. Ia mencoba tersenyum, tetapi bibirnya gemetar. “Aku… aku hanya lelah, Ma. Kami menundanya dulu. Pa

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 377

    Pasha berdiri terpaku di depan ruang ICU dengan wajah pucat, kedua tangannya mengepal erat. Matanya merah, penuh amarah dan ketakutan yang bercampur menjadi satu. Di dalam sana, Rosa, wanita yang dicintainya terbaring tanpa daya, dikelilingi oleh tim medis yang berusaha sekuat tenaga menyelamatkannya.Dokter baru saja keluar dengan ekspresi serius. “Kami sudah melakukan yang terbaik, tapi pendarahannya terlalu banyak. Kondisinya sangat kritis,” katanya pelan. “Yang bisa Anda lakukan sekarang adalah berdoa.”Berdoa? Pasha merasa dadanya sesak. Hatinya menolak menerima kenyataan itu. Bukankah Rosa sudah mendapatkan pertolongan pertama darinya? Seharusnya ia cukup kuat dan bisa melewati masa kritis dengan cepat.Seketika tubuhnya lesu dengan suara yang tercekat di tenggorokan. “Tidak mungkin! Anda harus melakukan sesuatu!” suaranya bergetar, hampir memohon.Dokter menghela napas. “Kami akan terus berusaha, tapi bersiaplah untuk kemungkinan terburuk.”Pasha mundur selangkah, punggungnya me

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08
  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 378

    Ana berdiri di depan ruang bayi dengan tangan gemetar. Matanya yang sembab menatap ke dalam, mencari sosok dua bayi mungil yang terbaring di dalam inkubator. Napasnya tertahan saat akhirnya menemukannya, dua cucunya, begitu kecil, begitu rapuh, tetapi hidup.Air matanya jatuh tanpa bisa ditahan.Selama ini, ia keras kepala, menutup hati terhadap Rosa. Ia menganggap Rosa bukan bagian dari keluarga, bukan seseorang yang pantas untuk Pasha. Namun kini, ketika melihat bayi-bayi itu, darah daging Pasha, hatinya terasa remuk.“Andai saja aku bisa memutar waktu,” gumamnya, suaranya hampir tak terdengar.Ia menggenggam dadanya yang terasa sesak. Rosa sudah berjuang begitu keras. Sendirian. Tanpa dukungan dari keluarga yang seharusnya menerimanya. Dan sekarang, Rosa terbaring di ruang ICU, bertaruh nyawa setelah membawa dua kehidupan baru ke dunia ini.Ana menangis tersedu. “Maafkan aku, Rosa,”Tiba-tiba, ia merasakan bahu seseorang menyentuhnya. Jeena berdiri di sampingnya, matanya juga berkac

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08
  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 379

    Ana berdiri di depan ruang ICU dengan perasaan campur aduk. Matanya sembab karena menangis terlalu lama, tapi ia tetap berdiri di sana, menunggu.Hatinya berdegup kencang saat akhirnya pintu ICU terbuka. Lalu tampaklah Pasha melangkah keluar.Putranya tampak berantakan—wajahnya pucat, rambutnya kusut, dan matanya merah karena letih. Seorang pria yang terbebani oleh terlalu banyak emosi.“Pasha,” suara Ana nyaris berbisik.Tapi Pasha bahkan tidak menoleh. Pemuda tampan itu berjalan lurus, melewati Ana begitu saja, seolah ibunya tidak ada di sana.Ana menahan napas. Sakit. Hatinya terasa diremuk. Tapi ia tahu—ia pantas mendapatkannya. Pasha sangat marah dan kecewa padanya. Dengan cepat, Ana berbalik dan mengejar langkah Pasha yang menuju bangku tunggu di lorong rumah sakit.“Pasha… Nak, dengar dulu,” suara Ana sedikit gemetar, mencoba menyentuh lengan putranya.Tapi Pasha menepis tangannya, menghindar. Ana merasa tersentak mendapat perlakuan Pasha seperti itu. Pasha putranya yang manja

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-09
  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 380

    Di ruangan bernuansa putih yang sepi, hanya suara detak monitor dan hembusan lembut oksigen yang menemani. Lampu redup di langit-langit menerangi wajah pucat Rosa yang masih terbaring di ranjang rumah sakit. Kini ia sudah dipindahkan ke ruang rawat inap.Di sampingnya, Pasha duduk dengan tubuh lelah, pakaian kusut, rambut berantakan, dan mata yang sembab. Namun, ia tetap tidak beranjak.Tangannya menggenggam erat jemari Rosa, seolah takut kehilangan lagi.Kelopak mata Rosa mulai bergerak. Pelan, ia membuka matanya, menyesuaikan diri dengan cahaya yang menyilaukan. Pandangannya buram sesaat, sebelum akhirnya menangkap sosok di sampingnya.Pasha.Dengan wajah yang begitu lelah, namun tatapan matanya hangat… dan penuh penyesalan.“Pasha,” suaranya serak, nyaris seperti bisikan.Sekejap, Pasha menegakkan tubuhnya. Matanya membulat, penuh keterkejutan sekaligus kelegaan.“Kamu sadar,” suaranya bergetar. Jemarinya refleks menggenggam tangan Rosa lebih erat, seolah ingin memastikan ini bukan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-09

Bab terbaru

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 383

    “Sa, udah cukup. Aku udah kenyang.”Rosa menahan tangan Pasha untuk terus menyuapinya.Pasha pun menurut lalu menyerahkan sebotol air minum untuk Rosa, lengkap dengan sedotannya. Tanpa ragu, Rosa menerima air minum itu lalu meneguknya perlahan. Dengan telaten, Pasha pun menaruh nampan bekas makan Rosa di atas nakas. Lalu ia langsung memanggil perawat yang tiba di sana untuk membereskan bekas makan Rosa. Ia tidak bisa melihat ada barang kotor di sana.Setelah memastikan Rosa makan dengan benar, Pasha tak langsung beranjak dari sana. Ia kembali duduk di sisi Rosa, membetulkan bantal yang menjadi sandaran Rosa meskipun ia terlihat letih.“Sa,” imbuh Rosa menatap Pasha yang mengabaikan dirinya sendiri. Wajah pria tampan itu terlihat letih dengan penampilannya yang berantakan.“Apa?” tanya Pasha dengan suara serak—yang letih.“Kamu pulang aja,” Rosa menatap iba pemuda itu. “Kamu bisa istirahat di rumah. Di sini ada perawat kok,”Pasha menatap Rosa dengan tatapan penuh arti. Tangannya memb

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 382

    “Siapa Na?” Sulis bertanya saat Ana tak kunjung mengangkat teleponnya.Ana melirik ke arah Sulis setelah mengatur ponsel itu menjadi silent. Untuk saat ini ia tidak ingin mendengar tentang Selina ataupun keluarganya. Ia hanya ingin fokus pada kebahagiaan Pasha dan wanita pilihannya. Mau bagaimana lagi, semua sudah terjadi. Pasha sudah memilih Rosa. Bahkan kini mereka sudah punya anak.Mungkin ia akan segera menangani soal pertunangan Pasha dengan Selina yang akan batal untuk ke dua kalinya. Ana belum tahu apa yang ditemukan oleh Jeena di apartemen Pasha. Andai Ana tahu apa yang terjadi pasti ia akan murka. Seolah memahami isyarat yang diberikan oleh Ana, Sulis pun memilih mendekat. Ke dua wanita yang sudah tidak muda itu lalu memilih keluar ruangan. “Dasha telepon,” imbuh Ana sembari merangkul lengan Sulis. Sulis menatap Ana dengan tatapan serius. “Kamu harus segera bertemu dengan Dasha. Kalau kamu takut, aku temani,”Ana meraih oksigen rakus lalu mengembuskannya dengan berat, menja

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 381

    Rosa terdiam mendengar permintàan maaf mantan bosnya itu. Bukankah itu pertanda jika ia merestui hubungannya dengan putra kesayangannya?Dengan napas tersengal, Rosa mencoba menggerakkan tubuhnya, berusaha menyesuaikan diri dengan keberadaan wanita yang dulu menolak keberadaannya.Pasha yang duduk di kursi samping tempat tidur, langsung menggenggam tangan Rosa, seakan tahu bahwa Rosa sedang ketakutan. “Tenang, aku di sini,” bisiknya pelan.Ana memperhatikan interaksi mereka. Ada sesuatu dalam sorot matanya—sesuatu yang tidak pernah ia tunjukkan sebelumnya. Mungkin itu penyesalan, mungkin itu rasa bersalah.“Nyonya … aku …” imbuh Rosa menggantung sebab Ana sudah lebih dulu memotongnya.“Jangan banyak bicara. Kau masih belum pulih,” ucap Ana dengan nada simpatik.Rosa menunduk, menatap selimutnya dengan pandangan kosong. Ia masih takut. Ia ingat dengan jelas bagaimana Ana dulu mengatakan bahwa ia tidak pantas untuk Pasha, dan permintaannya agar bisa menjauh dari Pasha.Tapi kini, Ana ada

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 380

    Di ruangan bernuansa putih yang sepi, hanya suara detak monitor dan hembusan lembut oksigen yang menemani. Lampu redup di langit-langit menerangi wajah pucat Rosa yang masih terbaring di ranjang rumah sakit. Kini ia sudah dipindahkan ke ruang rawat inap.Di sampingnya, Pasha duduk dengan tubuh lelah, pakaian kusut, rambut berantakan, dan mata yang sembab. Namun, ia tetap tidak beranjak.Tangannya menggenggam erat jemari Rosa, seolah takut kehilangan lagi.Kelopak mata Rosa mulai bergerak. Pelan, ia membuka matanya, menyesuaikan diri dengan cahaya yang menyilaukan. Pandangannya buram sesaat, sebelum akhirnya menangkap sosok di sampingnya.Pasha.Dengan wajah yang begitu lelah, namun tatapan matanya hangat… dan penuh penyesalan.“Pasha,” suaranya serak, nyaris seperti bisikan.Sekejap, Pasha menegakkan tubuhnya. Matanya membulat, penuh keterkejutan sekaligus kelegaan.“Kamu sadar,” suaranya bergetar. Jemarinya refleks menggenggam tangan Rosa lebih erat, seolah ingin memastikan ini bukan

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 379

    Ana berdiri di depan ruang ICU dengan perasaan campur aduk. Matanya sembab karena menangis terlalu lama, tapi ia tetap berdiri di sana, menunggu.Hatinya berdegup kencang saat akhirnya pintu ICU terbuka. Lalu tampaklah Pasha melangkah keluar.Putranya tampak berantakan—wajahnya pucat, rambutnya kusut, dan matanya merah karena letih. Seorang pria yang terbebani oleh terlalu banyak emosi.“Pasha,” suara Ana nyaris berbisik.Tapi Pasha bahkan tidak menoleh. Pemuda tampan itu berjalan lurus, melewati Ana begitu saja, seolah ibunya tidak ada di sana.Ana menahan napas. Sakit. Hatinya terasa diremuk. Tapi ia tahu—ia pantas mendapatkannya. Pasha sangat marah dan kecewa padanya. Dengan cepat, Ana berbalik dan mengejar langkah Pasha yang menuju bangku tunggu di lorong rumah sakit.“Pasha… Nak, dengar dulu,” suara Ana sedikit gemetar, mencoba menyentuh lengan putranya.Tapi Pasha menepis tangannya, menghindar. Ana merasa tersentak mendapat perlakuan Pasha seperti itu. Pasha putranya yang manja

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 378

    Ana berdiri di depan ruang bayi dengan tangan gemetar. Matanya yang sembab menatap ke dalam, mencari sosok dua bayi mungil yang terbaring di dalam inkubator. Napasnya tertahan saat akhirnya menemukannya, dua cucunya, begitu kecil, begitu rapuh, tetapi hidup.Air matanya jatuh tanpa bisa ditahan.Selama ini, ia keras kepala, menutup hati terhadap Rosa. Ia menganggap Rosa bukan bagian dari keluarga, bukan seseorang yang pantas untuk Pasha. Namun kini, ketika melihat bayi-bayi itu, darah daging Pasha, hatinya terasa remuk.“Andai saja aku bisa memutar waktu,” gumamnya, suaranya hampir tak terdengar.Ia menggenggam dadanya yang terasa sesak. Rosa sudah berjuang begitu keras. Sendirian. Tanpa dukungan dari keluarga yang seharusnya menerimanya. Dan sekarang, Rosa terbaring di ruang ICU, bertaruh nyawa setelah membawa dua kehidupan baru ke dunia ini.Ana menangis tersedu. “Maafkan aku, Rosa,”Tiba-tiba, ia merasakan bahu seseorang menyentuhnya. Jeena berdiri di sampingnya, matanya juga berkac

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 377

    Pasha berdiri terpaku di depan ruang ICU dengan wajah pucat, kedua tangannya mengepal erat. Matanya merah, penuh amarah dan ketakutan yang bercampur menjadi satu. Di dalam sana, Rosa, wanita yang dicintainya terbaring tanpa daya, dikelilingi oleh tim medis yang berusaha sekuat tenaga menyelamatkannya.Dokter baru saja keluar dengan ekspresi serius. “Kami sudah melakukan yang terbaik, tapi pendarahannya terlalu banyak. Kondisinya sangat kritis,” katanya pelan. “Yang bisa Anda lakukan sekarang adalah berdoa.”Berdoa? Pasha merasa dadanya sesak. Hatinya menolak menerima kenyataan itu. Bukankah Rosa sudah mendapatkan pertolongan pertama darinya? Seharusnya ia cukup kuat dan bisa melewati masa kritis dengan cepat.Seketika tubuhnya lesu dengan suara yang tercekat di tenggorokan. “Tidak mungkin! Anda harus melakukan sesuatu!” suaranya bergetar, hampir memohon.Dokter menghela napas. “Kami akan terus berusaha, tapi bersiaplah untuk kemungkinan terburuk.”Pasha mundur selangkah, punggungnya me

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 376

    Selina terduduk di tepi ranjangnya, kedua tangannya menggenggam erat kain rok yang ia kenakan. Napasnya tersengal, jantungnya berdebar kencang. Bayangan Rosa yang kesakitan, wajahnya yang memucat saat ia merintih meminta bantuan, terus berputar di pikirannya.Tapi apa yang telah ia lakukan? Ia justru pergi. Ia meninggalkan Rosa sendirian.“Ya Tuhan…” gumamnya, suara seraknya hampir tak terdengar. Namun ia merasa apa yang dilakukannya tidak apa-apa dibanding dengan kebohongan yang Pasha dan Rosa lakukan padanya. Ia merasa dikhianati.Selina menggelengkan kepalanya dengan rahang yang mengetat, “Kau pantas mendapatkannya.”Pintu kamar tiba-tiba terbuka, dan ibunya berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan sorot mata tajam. “Selina, ada apa denganmu?” suara ibunya terdengar curiga. “Kenapa kau pulang sendiri? Di mana Pasha? Bukankah kalian akan membeli cincin tunangan?”Selina menelan ludah. Ia mencoba tersenyum, tetapi bibirnya gemetar. “Aku… aku hanya lelah, Ma. Kami menundanya dulu. Pa

  • Dicampakkan Setelah Melahirkan   Bab 375

    Namun tiba-tiba, sesuatu yang sangat tipis terdengar—napas. Pelan. Hampir tak terdengar.Pasha tersentak. Dengan cepat ia menempelkan telinganya ke dada Rosa.Masih ada detak jantung. Rosa masih hidup! Pasha juga segera mengecek nadinya yang ternyata masih berdenyut. Ia harus menjaga kesadaran Rosa.“Rosa, Sayang, bangun! Aku di sini! Bertahanlah!” ucap Pasha dengan suara yang bergetar dan begitu takut. Ia sangat takut kehilangan Rosa.Kejadian Maria Lubis tempo lalu setidaknya membuatnya trauma dalam menangani pasien dalam kondisi yang kritis.“Sayang, bangun!” Pasha buru-buru mengusap wajah Rosa, panik. Ia langsung meraih ponselnya, tangan bergetar saat menekan nomor darurat.Sambil menunggu sambungan telepon terhubung, ia menatap Rosa dan bayi mereka dengan mata penuh harapan. Ia belum kehilangan mereka. Tidak sekarang. Tidak akan pernah.“Bertahanlah, Rosa… Aku tidak akan membiarkanmu pergi…”“Pa…” Rosa mencoba berbicara, tapi suaranya hampir tak keluar.Pasha merasakan dadanya se

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status