Zara menatap bangunan megah bak istana yang mereka masuki. Dia sangat takjub dengan kediaman para Carpenter. Ornamen klasik dan kemewahan yang terpampang di setiap sudut membuatnya terkesima, namun di balik kekaguman itu, ada perasaan cemas yang tak bisa diabaikan terlebih ketika disetiap sudut ada beberapa pria berpakaian serba hitam yang berjaga.Dave menggenggam tangan Zara erat saat mereka berjalan masuk. "Aku tahu ini mungkin terlihat menakutkan" Ucap Dave dengan santainyaZara mengangguk pelan, mencoba menenangkan diri. "Ya, sedikit" jawabnya jujur. "Apa mereka selalu berjaga seperti ini?"Dave mengangguk. "Kakek sangat menjaga keamanan meskipun agak berlebihan. Jangan khawatir, mereka di sini untuk memastikan semuanya aman."Zara tersenyum tipis, berusaha menenangkan hatinya. "Baiklah. Semoga saja kita tidak mengundang masalah."Mereka melanjutkan langkah mereka ke dalam ruang tamu yang luas. Di tengah ruangan, duduklah seorang pria tua dengan aura yang sangat kuat. Rambutnya y
Zara dan Dave memasuki ruang makan keluarga Carpenter yang megah. Meja panjang penuh dengan hidangan lezat dan ornamen mewah yang mencerminkan kekayaan dan status keluarga tersebut. Zara merasa sedikit gugup, namun Dave menggenggam tangannya erat-erat, memberikan rasa tenang.Keluarga Carpenter telah berkumpul, termasuk Erman, Ada beberapa orang tua disana dan juga dua orang pria yang terlihat seusia Dave dan wanita cantik dengan rambut coklat gelap yang melirik kedatangan mereka dengan sinis“Duduklah Dave, Zara” Ucap Kakek Erman sambil tersenyum.Mereka berdua duduk di kursi yang telah disiapkan. Ketika Zara duduk, wanita dengan rambut coklat gelap itu, yang ternyata adalah sepupu Dave, Sylvia, berbicara dengan nada sinis."Jadi, ini dia istri baru Dave. Sepertinya kau tidak seperti yang kami bayangkan. Kupikir dia spesial karena kau menyembunyikannya dari kami tapi ternyata hanya wanita biasa"Zara mengelus tangan Dave dibawah meja s
“See.. inilah alasanku tidak mau terlibat dengan mereka” ucap Dave ketika mereka sudah didalam mobil dan pergi dari rumah utama keluarga CarpenterMelihat respon Zara yang nampak hanya diam, Dave kembali buka suara “Apa kau takut Darling?” tanyanyaPuk..Sentuhan lembut pada lengan Zara membuat wanita itu tersadar “Ah ya kenapa Dave?” Tanya Zara“kau melamun”“maaf, aku hanya sedang memikirkan beberapa hal” Jawab Zara“memikirkan cara untuk lari hmm?” Sinis Dave “kau tahu kan jika kau lari aku akan Hmp-“ Ucapan Dave terputus karena Zara membekap mulut pria itu dengan tangannya“kau ini selalu berpikiran buruk padaku yaa? Kita ini suami istri, bagaimana bisa aku meninggalkan suami tampanku ini”Dave melepaskan satu tangan dari kemudi untuk meraih tangan Zara lalu mengecupnya dalam, matanya tetap fokus pada jalan di depan. “Aku tahu ini banyak untukmu. Duniaku... tidak seperti yang lain. Aku tidak ingin kau merasa tertekan atau terbebani.”Zara tersenyum kecil, meski dalam hatinya masih
Zara terkejut oleh bisikan Dave dibelakangnya. Dia merasakan hangatnya napas Dave di telinganya, membuat bulu kuduknya meremang.Wajah Zara memerah, dan dia berusaha menenangkan dirinya, namun kehadiran Dave yang begitu dekat membuatnya sulit berpikir jernih."Dave" bisik Zara pelan, mencoba meredam rasa gugupnya. “Mundur sedikit”Dave tersenyum, merasakan kehangatan tubuh Zara dalam pelukannya. "Aku ingin menagih janji, Darling" jawabnya dengan suara serak, tangannya bergerak perlahan di sepanjang pinggang Zara.Zara memejamkan mata, merasakan setiap sentuhan Dave yang lembut namun penuh gairah. "Dikamar saja, jangan disini" bisiknya, berbalik menghadap suaminya, matanya bertemu dengan mata Dave yang penuh cinta.Dave menatap Zara dengan dalam, seolah mencoba menyerap setiap detil wajahnya. "Aku tidak bisa berhenti mendambakanmu, Darling. Setiap hari, setiap saat, aku hanya ingin bersamamu."Zara tersenyum "Aku juga, Dave" jawabnya dengan lembut, tangannya mengelus pipi Dave “Aku tid
Setelah Zara tertidur, Dave beranjak dari ranjang. Dia mengambil handphonenya, menghubungi Elisa, wanita paruh baya yang merupakan dokter pribadi keluarga Carpenter.Hampir satu jam bel penthouse Dave berbunyi. Dave membukakan pintu dan memeluk Elisa“Tumben sekali memanggilku disini” ucap Elisa setelah sesi sapa mereka selesai“Istirku sakit, tolong periksa dia El” Pinta Dave, jelas sekali dia tidak bisa mengabaikan kesehatan Zara, wanitanya muntah dan bilang tidak mau ke rumah sakit? Oh tenang saja Dave yang memanggil dokternya langsungElisa tersenyum tipis, menatap Dave dengan tatapan yang penuh arti. "Istrimu, ya?" katanya dengan nada menggoda. "Baiklah, tunjukkan padaku di mana dia."Dave mengangguk dan memimpin Elisa menuju kamar di mana Zara beristirahat. Elisa membawa tas medisnya dan mulai memeriksa Zara dengan cermat.Zara membuka mata perlahan ketika merasakan sentuhan tangan Elisa yang profesional. "Hai,
Zara mengamati wajah tampan suaminya. Tangannya terulur untuk menyentuh wajah Dave namun sesuatu terasa kembali mengaduk perutnya.“Uekk” Zara segera menutup mulutnya, dia turun dari ranjang dan berlari memasuki kamar mandi.“Huekk huekk” Dave yang baru saja membuka matanya segera beranjak saat mendengar suara seseorang yang sedang muntah“Darling” Panggil Dave cemasDia berdiri di pintu kamar mandi, melihat Zara yang sedang berlutut di depan toilet, wajahnya pucat dan berkeringat. Dengan cepat, Dave mendekatinya, memegang rambut Zara agar tidak mengganggu."Kamu baik-baik saja? Kita ke rumah sakit sekarang" ucapnya dengan nada khawatir.Dave menghubungi Elisa. Tidak lama kemudian, Dave membawa kabar bahwa mereka bisa datang ke rumah sakit tempat Elisa bekerja "Kita harus segera bersiap, Elisa sudah menyiapkan semuanya”Zara mengangguk lemah, merasa sedikit lega dengan perhatian yang diberikan oleh Dave. Dengan bantuan Dave, dia berpakaian dan bersiap untuk pergi ke rumah sakitDalam
“Jadi, bagaimana hasilnya?" Elisa yang memang menunggu Dave dan Zara menyambut mereka dengan senyum lebarDave tersenyum bahagia. "Istriku hamil tiga minggu"Senyum Elisa semakin melebar, dia memeluk Zara erat-erat. "Selamat, Zara! Aku sangat senang untuk kalian."“Terimakasih Elisa” Jawab ZaraElisa melepas pelukannya dan menatap Zara dengan penuh perhatian. "Aku tahu ini mungkin sangat mengejutkan untukmu, tapi kau tidak sendirian. Kami semua ada di sini untuk mendukungmu."Zara mengangguk, merasa sedikit lebih tenang dengan kata-kata Elisa.“Sudah mengabari Tuan Erman?” tanya Elisa pada DaveDave mendelik “nanti saja”Elisa menatap mereka berdua dengan raut wajah yang sedikit berubah menjadi serius. "Dave, kau tahu betapa pentingnya kabar ini bagi keluarga Carpenter. Kau harus memberitahunya segera."“Dan membiarkan bayiku menjadi sasaran mereka? Oh, maaf saja” jaw
"Dave, berhenti." desis Zara dengan suara yang gemetar, mencoba menahan gairah dan ketidaknyamanannya.“Dari yang kubaca bercinta saat trimester pertama berbahaya karena sperma mengandung senyawa prostaglandin yang dapat memicu kontraksi dini" ucap Dave sambil terus mengulum payudara Zara, suaranya lembut namun tegas. Tangan-tangan Dave yang kuat seakan tak mau berhenti, mencengkeram lembut pinggang Zara, menariknya lebih dekat.Zara menghela napas dalam, matanya menatap lurus ke arah Dave “Ahh.. karena itu hentikan Dave..” Lenguh Zara“Selama spermaku tidak keluar didalam, bukankah itu aman? Aku tidak akan mengeluarkannya didalam kalau begitu.”“Mana ada yang seperti itu” Sahut Zara tak terimaDave terkekeh, lalu perlahan mengangkat kepalanya untuk menatap Zara. "Kau terlalu cemas, Darling" katanya dengan senyum yang menggoda. "Aku hanya ingin melayanimu sebagai suami yang baik”Zara menatap Dave dengan pandangan yang campur aduk antara keinginan dan ketakutan. "Dave, ini serius. Aku
“Darling” Suara itu sontak mengagetkan Zara. Tubuhnya membatu dan sontak beberbalik. Dave sedang bersandar di pintu sambil bersedekap dada menatapnya dengan tatapan tajam mengintimidasi“D..Dave.. kamu sudah kembali?” Tanya Zara tersendat-sendatDave tidak menjawab. Sekarang, ia melangkah mendekati Zara. Zara merasa seperti penjahat yang tertangkap basahDan di sana, di ambang pintu, berdiri Dave. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya penuh dengan sesuatu yang tidak bisa Zara baca dengan jelas—apakah itu penyesalan, rasa bersalah, atau bahkan sesuatu yang lebih gelap?"Mencari sesuatu?" tanya Dave dengan nada yang sulit ditebak, matanya tertuju pada tumpukan foto di tangan Zara.Zara menelan ludah, merasa seluruh tubuhnya menegang. "Dave... apa maksud semua ini? Mengapa ada foto-foto ini? Siapa yang memotretku?" tanyanya dengan suara yang bergetar, menuntut jawaban.Dave melangkah lebih dekat, tetapi Zara mundur selangkah, menjaga jarak di antara mereka. Dia tidak ingin mempercayai b
‘Kau bisa mencaritahunya sendiri dirumah itu’ Pesan terakhir yang Sylvia tinggalkan membuat Zara gelisah dan penasaranZara mempercayai Dave namun dia ingin tahu apa yang Dave sembunyikan darinya. Zara berjalan perlahan-lahan menyusuri lorong rumah besar itu menuju ruang kerja DaveZara nampak ragu sejenak sebelum dia masuk dan menatap isi ruangan itu. Zara mengigit bibir bawahnya lalu mengeluarkan sebuah kunci yang Sylvia berikan.Dalam ruang kerja Dave, terdapat sebuah pintu yang selalu terkunci rapat dan kini kunci itu ada ditangannyaCtak..Saat dia mendorong pintu itu perlahan, ruang rahasia terbuka di depannya. Ruangan itu dipenuhi oleh berkas-berkas, dokumen, dan peta besar yang tergantung di dinding. Mata Zara tertuju pada satu dokumen yang tergeletak di atas meja besar, seperti sesuatu yang sengaja dibiarkan terbuka. Tangan Zara gemetar saat dia meraih dokumen itu.Mata Zara mulai membaca, dan semakin dia membaca, semakin cepat jantungnya berdetak.Tubuh Zara membeku di tempa
“Aku baru tahu jika sepupuku ini bodoh” Ucap Sylvia yang ditujukan pada DaveDave mengernyit, menatap Sylvia kesal “Apa maksudmu, Sylvia?” tanyanya, suaranya masih diliputi amarahSylvia mendesah, menyilangkan tangan di depan dada sambil menatap Dave dengan tatapan penuh penilaian. “Kau selalu memikirkan segalanya dengan begitu terencana, begitu strategis. Tapi ketika menyangkut Zara, kau benar-benar buta, Dave” katanya dengan nada tajam.“Kau menjadi lemah karena perasaan tak bergunamu itu” SambungnyaDave menahan diri untuk tidak memaki atau bahkan memukul Sylvia.Marcus, yang sedari tadi hanya menonton, tertawa kecil. “Lihatlah kau, Dave. Bahkan adik perempuanku bisa melihat betapa bodohnya kau dalam hal ini. Kau mungkin seorang pemimpin yang hebat, tapi dalam urusan hati, kau hanya seorang amatir.”Dave menoleh tajam ke arah Marcus, tetapi dia tahu bahwa Sylvia dan Marcus, meski
Dave tiba di markas dengan langkah cepat, pandangannya menyapu ruangan yang penuh dengan kesibukan. Anak buahnya bergerak cepat, mencoba mengendalikan situasi yang jelas sedang berada di luar kendali. Beberapa dari mereka tampak terluka, dan suasana tegang terasa di udara."Apa yang terjadi di sini?" tanya Dave dengan nada tajam, suaranya memotong kebisingan di ruangan itu. Semua orang berhenti sejenak dan menoleh ke arahnya, merasakan otoritas yang dibawa Dave ke dalam ruangan.Seorang pria dengan luka di bahu mendekati Dave, wajahnya penuh kecemasan. "Tuan Carpenter, ada penyerangan mendadak. Kami tidak tahu dari mana mereka datang, tapi serangan itu terorganisir dengan sangat baik.""Siapa yang menyerang kita?" Dave mendesak, matanya penuh dengan kemarahan yang tertahan. Dia merasa marah dan frustasi, tidak percaya bahwa markas mereka bisa diserang dengan begitu mudah.Pria itu menelan ludah, tampak ragu sejenak sebelum menjawab, "Kami masih mencari ta
"Selamat, Tuan Carpenter. Istri Anda mengandung anak kembar" ucap Dokter kepada Dave yang menemani Zara saat memeriksakan kesehatan kehamilannya."Benarkah?" sahut Dave sambil menatap Zara yang duduk di sampingnya. Tatapan bahagia jelas terlihat di wajahnya"Iya, bayinya dalam kondisi sehat, tolong jaga kesehatan dan jangan mudah lelah.""Itu pasti, Dok. Aku akan menjaga istriku selalu."Zara tersipu malu saat Dave mencium pipinya di hadapan dokter itu. "Ini resep vitamin, jangan lupa diminum secara teratur" kata Dokter sambil memberikan selembar kertas pada Dave."Terima kasih, Dok." Ucap Zara. Setelahnya dia berdiri dan Dave menggandeng tangan Zara keluar ruangan itu."Setelah ini kita mau kemana, Dave?" Tanyanya"Makan malam. Kau mau makan di restoran mana?""Emm aku tidak mau di restoran mana pun."Dave mengernyit bingung. "Lalu kau mau makan dimana?"“Aku ingin kau yang masak” kata Zara sambil ter
“Luna, aku ingin menamainya Luna”Dave terdiam sejenak. Wajahnya yang semula penuh kasih dan ketenangan berubah menjadi kaku, seperti baru saja ditampar oleh kenyataan yang menyakitkan. Tangannya berhenti bergerak di atas perut Zara, dan dia menariknya perlahan, seolah-olah menyadari bahwa nama itu adalah sesuatu yang tidak pernah ingin dia dengar lagi dalam konteks ini.Nama itu, Luna, membawa banyak kenangan yang bercampur antara manis dan pahit. Luna, wanita yang pernah ia cintai, dan wanita yang harus ia relakan pergi, kini kembali menghantuinya dalam bentuk yang sama sekali tidak ia duga—sebagai nama untuk anak yang ia nantikan bersama Zara.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tidak memperlihatkan ketegangan yang tiba-tiba melanda dirinya. "Darling... Luna adalah nama yang sangat indah, tapi...," suaranya sedikit serak, dan dia berusaha mengumpulkan kata-kata yang tepat. "Apakah kau yakin itu nama yang kau inginkan untuk anak kita
Dave selesai mandi dan keluar dari kamar mandi dengan rambut masih sedikit basah. Dia mengenakan kaus sederhana dan celana panjang, terlihat lebih santai dari biasanya.Di meja makan, Zara sudah menyiapkan makan malam dengan tampilan yang rapi dan sempurna, seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang berbeda malam itu, sesuatu yang Dave tidak langsung sadari.“Bagaimana kondisimu?” tanya Dave“Lebih baik, tadi aku emosional karena hormone kehamilan” Jawab ZaraMereka duduk berhadapan di meja makan, tetapi percakapan yang biasanya hangat dan penuh canda terasa hambar malam itu. Zara menjawab setiap pertanyaan Dave dengan singkat, dan sering kali dia hanya mengangguk tanpa benar-benar melihat Dave.Ekspresi wajahnya datar, tidak ada senyum yang biasanya menghiasi wajahnya saat mereka makan bersama. Dave merasakan dingin yang perlahan merayap di antara mereka, tetapi dia memilih untuk tidak menanyakannya saat itu, berpikir mungkin Z
Dave yang baru saja pulang dibuat kaget melihat Zara yang bersandar pada ranjang sambil menangis“Darling?” Dave memanggil lembut, suaranya penuh dengan kekhawatiran saat melihat Zara. Pikirannya langsung dipenuhi oleh seribu kekhawatiranapa yang terjadi saat dia pergi?“Apa Sylvia melakukan sesuatu padamu?” tanya DaveDave segera mendekati Zara, duduk di tepi ranjang dan meraih tangannya.“Darling, katakan, apa Sylvia yang membuatmu begini?”Zara menggeleng, kepalanya mendongak menatap Dave. Air mata bercucuran dari netra hazel itu“D..Dave..” Rintih Zara"Aku disini Darling. Katakan, apa yang terjadi padamu?” matanya berusaha mencari penjelasan di wajah istrinya.Zara mencoba menahan isakan yang masih tersisa. "Dave… kenapa kau harus pergi? Kenapa semuanya terasa begitu sulit?" suaranya terdengar putus asa.Dave merasakan hatinya tercabik-cabik meliha
"Aku tidak bisa kehilangan dia, Sylvia. Aku butuh dia... kita butuh dia" ujarnya, suaranya hampir bergetar“Kau bodoh” Ucap Sylvia, kali ini nada bicaranya terdengar sinis “Kau lemah Zara, apa kau paham itu?”Zara mengangguk pelan, dia sadar bahwa yang Sylvia ucapankan adalah kebenaran“Kau terlalu percaya padanya, terlalu mudah jatuh ke dalam perangkapnya. Seorang Carpenter bukanlah orang tulus, Zara.”“Aku menasehatimu sebagai seorang wanita” lanjut Sylvia, suaranya kini lebih lembut namun tetap tegas. Ia bersandar pada sofa, pandangannya menjelajahi sekeliling rumah. "Dave memberikanmu sangkar yang bagus" gumamnya, seakan berbicara lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Zara.Zara mengikuti pandangan Sylvia, memperhatikan setiap sudut rumah yang indah ini. Rumah yang dulu terasa seperti tempat berlindung yang aman, kini terasa seperti penjara mewah. Setiap sudutnya mengingatkannya pada kebaha