Arley duduk di kursi yang ada di ruang tengah vila yang ia sewa. Ia tidak sendirian karena di seberang sana ada Prims yang masih asyik di dapur, ia baru saja selesai mencuci piring yang mereka gunakan untuk makan malam. Arley sebenarnya yang ingin membereskan itu, tetapi Prims mengatakan jika di hari ulang tahunnya sebaiknya ia tak mencuci piring sekarang.Biarkan dirinya menjalani jati dirinya yang merupakan seorang pangeran.Arley tersenyum dan ia sangat bahagia saat ini. Terkadang ia tidak percaya bahwa itu adalah Prims. Bagaimana bisa wanita yang memenuhi dadanya dengan perasaan bahagia ini adalah Prims?Tidak pernah terbesit di dalam benaknya ia akan menikah dengan seseorang yang mampu membuat hidupnya menjadi sangat menarik seperti ini.Dari menatap Prims dan mendengarkan senandungnya yang memanjakan telinga, matanya beralih memandang ke jendela, rentetan gerimis datang menyapu tempat ini. Ia menyaksikan hujan untuk pertama kalinya di Italia selama beberapa waktu terakhir yang
“Halo, Arley. Jay bilang aku harus mengatakan sesuatu untuk melengkapi videonya. Ini aku, Primrose Harvey. Selamat ulang tahun untukmu. Terima kasih sudah datang dan menjadi pria paling baik yang pernah aku temui.....“Pria yang diam bahkan saat aku menuduhkan hal buruk serta prasangka tak berdasar yang menyakiti dirimu sendiri. Pria baik hati yang barangkali sudah tidak bisa aku temukan lagi di hidupku yang akan datang. Aku harap, ke depanya tidak akan ada peristiwa menyakitkan seperti itu lagi. Hanya kebahagiaan untukmu yang aku inginkan.....“Tetap jadilah dirimu seperti hari ini. Yang hangat seperti matahari dan mempesona seperti lunar pada saat purnama. Terima kasih untuk sudah melengkapi perjalanan hidupku degan hadirmu yang aku syukuri. Selamat ulang tahun sekali lagi. Aku mencintaimu.”Wajah Prims kemudian menghilang dari video. Tapi sepertinya Jayden belum ingin usai dalam membuatnya berdebar.Karena yang ia lihat selanjutnya adalah wajah Arley yang tampak bahagia saat ia b
Nakal!Hanya itu kata yang bisa menggambarkan apa yang dilakukan oleh Arley semalam.Prims padahal telah menolak keinginannya soal itu.Tapi, melewati sebuah pemanasan yang memang membuatnya benar-benar panas dan dingin dalam masa yang bersamaan ... Prims kembali ditempatkan di atas.Dirinya yang telah disulut oleh gelora hasrat yang menyala tentu tidak akan mundur ataupun memilih berhenti.Untuk pertama kalinya, itu akan menjadi momen di mana Prims bisa merasakan sensasi rasa yang berbeda. Nikmat dan menyulut dadanya buncah oleh debaran tak kasat mata hingga membuatnya lelah.Nanti, jika Arley meminta seperti itu lagi ... Prims tidak mau. Atau ... jika ia mau, mungkin hanya sebentar saja.Dan setelah seharian berjalan-jalan berkeliling Vernazza, dimulai dari melihat pameran yang berlangsung dengan mengusung tema naturalisme. Dilanjutkan dengan mereka yang membeli beberapa aksesoris lucu di dalam toko barang antik, malam hari ini ... Mereka akan pergi untuk makan malam.Sebenarnya ...
Lampu yang dipadamkan di dalam ruangan itu memang bertujuan agar pengunjung yang ada di sana berfokus mata pada stage.Di mana di sana ada seorang pembawa acara yang berdiri di bawah lampu sorot dan mengatakan, “Malam hari ini, ruangan di dalam sini akan menjadi saksi bertambahnya umur seseorang. Pria tampan bernama Arley Miller yang hari ini berada di antara kita.”Entah bagaimana Prims menjelaskan wajah bahagia Arley sekarang ini.Ia tahu ... prianya itu tidak suka dengan keramaian. Dia lebih berkenan bertemu dengan orang jika hanya memiliki kepentingan. Tidak untuk pesta apalagi guna merayakan ulang tahunnya seperti ini.Tetapi ... sepertinya dia memang tidak ingin menyia-nyiakan momen ini sehingga dia ingin berbagi kebahagiaannya dengan mengundang kolega dekatnya. Yang kebanyakan hadir dan memberi selamat untuknya.Selayaknya pesta ulang tahun pada umumnya, mereka mengadakan beberapa langkah hingga proses memotong kue.Untuk Prims, ia mendapatkan potongan pertamanya. Yang mengejutk
|| Kembali pada waktu semalam setelah Prims menghabiskan tiga gelas wine. ||Setelah mendengar Arley mencegahnya untuk meminta gelas ke empat, Prims kehilangan kesadarannya. Ia hampir jatuh ke lantai, terlempar dari kursinya jika tangan kekar Arley tidak dengan gegas menangkap pinggangnya.“Astaga ....” gumam Arley sembari menggelengkan kepalanya. Ia mengangkat Prims dengan menggunakan kedua lengannya dan membawa Prims keluar dari ruangan. Di saat yang bersamaan, Jayden muncul dan kedua alisnya terangkat membentuk rasa terkejut melihat Prims yang terkulai dalam rengkuhan Arley.“Apakah sesuatu yang buruk terjadi pada nona Primrose, Pak Arley?” tanya Jayden sembari mengimbangi langkah Arley—bersamaan dengan para undangan yang lainnya yang sebagiannya memang mulai mengundurkan diri.“Mana ada sesuatu yang buruk jika dia tersenyum begini?” tanya Arley balik.Dan jika dilihat oleh Jayden lebih dekat, sepertinya dugaannya soal ‘sesuatu yang buruk terjadi pada Prims’ itu adalah sebuah kesa
“A-apa yang k-kamu lakukan?” tanya Prims dalam kepanikan saat Arley tiba-tiba saja sudah berada di hadapannya. Menundukken kepalanya dan tatapan matanya tampak mengintimidasi Prims yang masih duduk di atas ranjang dengan punggung yang terasa kaku.“Memastikan kamu melihatnya dari dekat,” jawab Arley. Ia melepas atasan yang ia kenakan. Melemparkan pakaiannya begitu saja secara sembarangan ke lantai dengan tanpa memalingkan wajahnya dari Prims sama sekali.Prims kesulitan menelan ludah. Ia mengedipkan matanya lebh dari satu kali agar tetap terjaga di dalam pelukan akal sehatnya.Tidak ada yang menjamin jantung serta hatinya baik-baik saja melihat menggodanya bentuk atletis perut Arley serta bahunya yang seluas samudera Arctic.“Di sini, Nona!” ucap Arley seraya meraih dagu Prims, agar matanya tidak pergi ke mana-mana selain hanya untuk bertahan di lehernya saja.Di sana, tepat di tengah-tengah. Yang jelas selain pakaian turtle neck tidak akan bisa menutupinya.Atau ada pilihan lainnya. D
“Jangan mulai lagi!” ucap Prims sedikit kesal karena Arley ini seperti tidak ada lelahnya.Mereka bahkan baru saja menginjakkan kaki di London dengan keadaan hari yang sudah petang tetapi yang ada di dalam pikiran Arley hanyalah bagaimana caranya mengoyak ranjang.Prims berjalan melewatinya setelah menutup pintu lemari. Tidak ingin menatap Arley karena bisa saja saat tatapan mereka saling bertemu yang kemudian terjadi adalah .... “Akh!”Prims menjerit teriring rasa terkejut. Tubuhnya tiba-iba melayag di udara—yang jelas saja bukan karena sihir. Ini karena Arley mengangkatnya dalam satu kali gerak. Membuat Prims sedikit meronta atas tindakan agresifnya yang tanpa aba-aba.Mereka memasuki kamar mandi dengan bibir prianya itu yang jatuh di manapun tempat yang ia sukai di wajah Prims.Meski Prims meronta sekuat apapun, rasanya itu tak akan berhasil. Tubuhnya yang kecil dan ibarat kapas bagi Arley jelas tidak bisa menggoyahkan kokoh tegapnya postur miliknya.“Apa yang kamu lakukan, Arley!
“Ah, kamu masih mengenali suaraku ternyata,” ujarnya dari seberang sana. Prims benci mendengar suaranya yang sangat senang itu.Ia meremas jemarinya yang ada di atas paha, menatap pada mobil yang berlalu lalang di jalan yang berada di hadapannya yang tiba-tiba terdengar sangat bising dan memberinya sensasi sesak yang tidak ia sukai.Gelap yang sejak tadi terasa manis dan hangat kini berubah menjadi gelap yang membuat dadanya dipenuhi oleh gemuruh.Bukan karena bahagia, tetapi karena luka atas perilaku adik tirinya di masa lalu belum bisa ia lupakan.“Apa maumu?” tanya Prims tak ingin basa-basi. “Kamu memang selalu tahu apa yang aku inginkan, Kak Prims.”“Aku bukan kakakmu.”“Seperti inikah sambutan untukku yang lama tidak memberi kabar? Kamu sangat kasar.”“Dengar, Alice!” ucap Prims penuh penekanan. “Aku tidak mau merusak kebahagiaanku dengan—““Aku tahu kamu sedang bahagia kok,” potongnya. “Kamu sedang bulan madu ‘kan sekarang ini?”Prims menelan ludahnya dengan kesulitan. Ia menen
|| 29 Mei, tahun 2XXX Tahun berganti, tetapi aku merasa langkah kakiku berhenti pada masa di mana aku bisa melihatmu mengatakan bahwa kau akan ada di sisiku, dalam keadaan suka maupun duka, dalam sedih ataupun sengsara. Hari yang menjadi sebuah titik awal, bahwa aku akan mendapatkan hidupku yang baru, dan itu bersama denganmu. Arley Miller, untuk semua yang telah kau lakukan, terima kasih. Tidak ada kata yang lebih baik daripada itu untuk aku sampaikan padamu. Kedatanganmu adalah sebuah hadiah, untukku yang berpikir bahwa aku tidak akan lagi menemukan kata ‘bahagia’ dalam perjalananku menghabiskan sisa usia. Dalam hidupku yang hampir dipenuhi dengan jalan sendu, aku mendapatkanmu. Seorang pria yang menganggapku ada. Kamu yang merengkuhku saat dunia lepas dari genggamanku. Pria yang bersumpah dengan apapun yang dimilikinya untuk membuatku percaya bahwa masih ada dunia yang baik yang tidak menganggapku hanya sebagai bayangan dan kesia-siaan. Pada akhirnya, waktu menggerakkan ak
*** Ada undangan dari Jayden dan juga Lucia. Sebuah undangan makan malam yang digelar di rumahnya secara sederhana. Tidak akan menolak, mengingat mereka adalah sahabat baik, Arley dan Prims datang. Tetapi sebelum sampai di sana, mereka lebih dulu ingin membawakan hadiah. Prims bilang itu adalah buket bunga yang besar atau jika bisa bunga hidup yang bisa diletakkan di dalam rumah dan tidak perlu memrlukan banyak perawatan. Kaktus misalnya. Arley menyarankan kue yang manis, karena Jayden itu tipe gigi manis, ia bilang. Yah ... sebelas dua belas dengan Prims lah kira-kira ... gemar makanan yang manis. Mereka keluar dari Acacia Florist, toko bunga yang mereka lewati selama perjalanan. Bunga yang mereka bicarakan itu telah ada di tangan mereka sekarang. Dengan hati yang gembira Prims dan Arley menuju tempat selanjutnya, di toko kue sembari menggendong si kembar yang tadinya duduk anteng di baby car seat di bagian belakang mobil. Memasuki toko kue, Rhys dan Rose terlihat sangat sena
*** Seperti janji yang pernah ia katakan selepas Prims meninggalkan ruang kunjung tahanan beberapa saat yang lalu saat ia menjenguk ayahnya, Prims bilang ia akan datang ke tempat ini untuk mengabarkan perihal keadilan yang pada akhirnya telah ia terima. Sebuah pemakaman. Lokasi di mana Jasmine Harrick disemayamkan. Nisan salibnya menyambut kedatangan Prims yang menyaunkan kakinya lengkap dengan kedua tangannya yang mendekap buket bunga berukuran besar. Ia sendirian, ia sudah meminta izin pada Arley yang mengiyakannya untuk pergi di hari Minggu pagi ini. Saat anak-anaknya masih tertidur, Prims bergegas dengan diantar oleh Will. Ia tersenyum saat menjumpai foto Jasmine yang juga sama tersenyumnya. “Apa kabar, Mama?” ucapnya sembari meletakkan buket bunga itu di dekat fotonya. “Aku datang sendirian hari ini, Mama.” Prims duduk bersimpuh di sampingnya, mengusap nisan Jasmine yang bersih dan terawat karena memang selain ini di area yang bersih dan bagus, Arley meminta orangnya un
*** Langkah kaki Prims terdengar berirama mengetuk, ia berjalan keluar dari mobil yang dikemudikan oleh Will, sopir milik Arley untuk tiba di tempat ini. Sebuah tempat yang barangkali Prims sama sekali tidak ingin menginjakkan kakinya meski hanya sebentar, pun tidak ingin ia datangi karena luka menganga masih terasa perih. Menyayat, menusuknya. Tak ada terbesit pikiran untuknya datang ke sini, sama sekali. Tetapi sepertinya takdir selalu memiliki rencana lain sehingga mau tak mau ia harus menguatkan diri untuk menghadapinya. Sebuah pesan dari kepolisian Seattle mengatakan bahwa ayahnya Prims, Aston Harvey sedang sakit dan ingin bertemu dengan anak perempuannya. Prims berpikir kenapa ayahnya itu tidak meminta Alice yang mendatangi atau menjenguknya? Kenapa malah dirinya yang sudah bertahun-tahun lamanya ini ia sia-siakan? Dalam kebencian yang masih kental itu, Prims menolak untuk datang. Namun, Arley mengatakan padanya dengan lembut, 'Datanglah, Sayangku ... siapa tahu sekarang
*** “Cepat turun ya panasnya, sayangku ....” Prims mengusap rambut hitam Rose setelah mengatakan demikian. Malam terasa dingin di luar tetapi di dalam sini sedikit chaos sebab si kembar sedang demam. Mereka baru saja imunisasi tadi siang di klinik khusus anak dan malam ini terasa efeknya. Rhys demam, begitu juga dengan Rose. Meski mereka tidak rewel, tetapi mereka tidak mau tidur di box bayi milik mereka sendiri melainkan minta digendong oleh ibunya. Prims yang menggendong Rose pertama. Mungkin sudah lebih dari satu jam dan setiap kali ia ajak duduk atau ingin ia baringkan, anak gadisnya itu akan menangis. Ia memandang Arley, tetapi tidak tega membangunkannya sebab tadi ia juga pulang bekerja cukup larut. Tetapi, Arley adalah Arley yang rasanya selalu bisa mengerti dan merasakan apa yang terjadi pada Prims. Sebab tak lama kemudian ia bangun. Saat Prims memeriksa anak lelakinya dengan meletakkan telapak tanganya di kening Rhys yang ternyata juga sama demamnya. “Anak-anak tidak
Prims hampir saja menggoda Arley lebih banyak sebelum ia menyadari ia telah kehilangan keseimbangan sebab Arley merengkuh pinggangnya dan membuatnya jatuh dengan nyaman di bawahnya. "Aku tidak menginginkanmu?" ulang Arley dengan salah satu sudut bibirnya yang tertarik ke atas. Ibu jarinya yang besar mengusap lembut bibir Prims sebelum berbisik di depannnya dengan, "Mana mungkin, Nona?" Arley menunduk, memberi kecupan pada bibir Prims sebelum kedua tangan kecil istrinya itu menahannya agar ia tidak melakukan apapun. "Tapi aku tidak mau," ucap Prims, memalingkan sedikit wajahnya. Satu kalimat yang membuat Arley mengangkat kedua alisnya penuh dengan rasa heran. "Kamu tidak mau?" Prims mengangguk, mengarahkan tangannya ke depan, jemarinya menyusuri garis dagunya yang tegas dan disukai oleh Prims. "Aku tidak mau kalau kamu melakukannya dengan masih marah," lanjutnya. "Kenapa aku marah?" "Soal Jeno Lee, aku tahu kamu sangat kesal barusan. Mata Tuan Arley Miller ini mengatakannya le
.... Setelah Jayden dan Lucia pulang, Prims kembali ke dalam kamar terlebih dahulu. Tak sesuai yang ia duga bahwa si kembar akan terbangun, ternyata Rhys dan Rose malah terlelap. Sama-sama miring di dalam box bayi milik mereka dengan lucunya. Ia meninggalkan Arley selama setengah jam lamanya hingga tak sadar prianya itu telah berada di dalam kamar dan melihatnya dari dekat box bayi si kembar. Prims tidak menoleh padanya sama sekali. Matanya tertuju pada layar ponselnya yang menyala dengan senyum yang tak bisa ia tahan. Kedua pipinya memerah, sama seperti jika Prims sedang malu karena digoda oleh Arley dengan mengatakan ia cantik atau saat Arley menyebut jika ia mencintainya. Seperti itulah keadaan wajahnya sekarang itu. Dan tentu saja itu menimbulkan tanya. ‘Apa yang dia lihat sampai dia tersenyum seperti itu?’ gumamnya dalam hati lalu melangkah mendekat ke arah ranjang seraya mengancingkan atasan piyama tidur yang ia kenakan. Bahkan sampai Arley naik ke atas ran
“Aku benar, ‘kan?” desak Jayden masih tak ingin diam. Arley nyaris saja menjawabnya tetapi hal itu ia urungkan karena mereka mendengar dari belakang, suara Lucia yang bertanya, “Apa yang kalian bicarakan? Ayo masuk dan kita makan!” Mereka berhenti bertengkar dan memasuki rumah. Di ruang makan, Arley tidak menjumpai Prims yang tadi ia lihat sibuk bersama dengan Lucia. “Di mana Primrose, Lucia?” tanya Arley, mengedarkan pandangannya. Urung duduk karena Prims belum tampak. Sama halnya dengan Jayden dan Lucia yang juga urung menarik kursi mereka. “Nona Primrose sedang ke kamar sebentar, Pak Arley. Mau melihat si kembar katanya,” jawab Lucia yang lalu diiyakan oleh Arley. Baru selesai mereka bicarakan, Prims muncul dengan sedikit bergegas. “Kenapa?” tanya Arley begitu melihatnya. “Ah, aku pikir kalian sudah mulai dan aku terlambat makanya aku cepat-cepat ke sini,” jawabnya. “Belum, Sayang. Rhys dan Rose masih tidur?” Prims mengangguk membenarkannya. “Iya, Arley. Masih tidur.” “A
.... “Sayang-sayangnya Mama ....” Prims tidak bisa menahan diri saat melihat si kembar yang digendong oleh opa dan omanya sore ini. Prims sedang berada di halaman depan, melihat bunga bersama dengan Lucia yang datang ke rumahnya, memetiknya beberapa karena Lucia mengatakan ia suka dengan Sweet Juliet yang ada di halaman depan. Sementara Arley dan Jayden sedang bermain bulu tangkis sebelum mereka sama-sama melempar raket mereka saat melihat mobil milik Tom memasuki halaman rumah. Prims dan Lucia mendekat pada si kembar yang telah berpindah tangan pada Arleys serta Jayden. Prims rasa ... Jayden itu sangat suka dengan anak-anak. Dan belakangan ini ... ia tampak lebih gembira daripada hari biasanya. Sangat jauh dari bagaimana Prims melihatnya dulu saat mereka pertama kali bertemu. Alisnya yang tegas dan bibirnya yang lurus sebelas dua belas dengan Arley itu kini selalu tampak menunjukkan senyuman. Ia terlihat seperti sepasang adik dan kakak saat berdiri berdampingan dengan Arley.