Share

38. Hanya Mega Sandrina

last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-19 19:47:51
"Dua minggu lagi, saya akan datang menemui orang tua kamu."

Dinda menggelengkan kepalanya. Kalimat itu terus saja terngiang di kepalanya. 'Pak Arya pasti bohong. Beliau pasti tidak akan datang. Itu hanya isapan jempol saja. Tidak perlu diambil pusing.' Dinda berbicara dengan dirinya sendiri.

Dinda mulai merasa perasaannya tidak baik-baik saja, sejak Arya meminta alamat rumahnya tadi siang. Antara senang dan tidak percaya.

Ia tidak sadar jika Sari dan Broto terus saja mengawasinya. Sari dan Broto datang saat Dinda dan Arya tengah sarapan di warung sebelah rumah sakit.

Dani yang sudah kembali tidur, tidak mengetahui kedatangan Sari dan Broto. Tidak berselang lama, Dinda sudah kembali ke ruangan Dani.

"Darimana?" Broto menatap Dinda yang masih menggelengkan kepalanya saat melangkah masuk ke dalam ruangan Dani.

"Loh?! Papa sudah sampai di sini. Mama juga." Dinda menatap kedua orang tuanya dengan ekspresi terkejut. Akibat memikirkan Arya, Dinda tidak fokus dengan orang-orang di sekeliling
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Wartini
ini dosen gila
goodnovel comment avatar
mommy can
serem amat Bu Mega terobsesi nya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   39. Begini Lebih Baik

    Dinda langsung membersihkan dirinya begitu tiba di rumah. Ia berendam sebentar, menghilangkan rasa penat dan capek yang mendera tubuhnya sejak kemarin malam. Ponsel sengaja ia bawa, untuk berjaga-jaga jika orang tuanya tiba-tiba menelpon. Disaat Dinda sedang menikmati harumnya aromaterapi yang membuat tubuhnya rileks, ponselnya berbunyi. Dinda membuka kedua netranya. Arya? Pak Arya? Dinda segera bangun dari posisinya yang setengah bersandar di bathup. "Iya, Pak?" *Sudah di rumah? "Baru saja sampai. Ini sedang mandi." *Sedang mandi? Arya mengulangi ucapan Dinda yang tidak sadar telah menceritakan keadaannya sekarang. 'Astaga! Salah ngomong lagi!' jerit Dinda panik. Arya terkekeh. Ia tahu jika Dinda secara tidak sadar mengatakan keadaan dirinya yang sedang mandi. Tsk. Arya justru membayangkan hal yang tidak-tidak. *Boleh vc nggak? "Astaga! Bapak mesum! Saya matikan!" Tut. Benar saja. Sambungan itu langsung diputus oleh Dinda. Gadis itu tidak tahan untuk tidak membayangkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-20
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   40. Orang Tidak Jelas

    Anggun sedang menata ruang tengah saat Arya keluar dari kamarnya. Dermawan sendiri belum pulang dari kantor. Anggun memperhatikan Arya yang turun tergesa-gesa dari tangga. Wajah Arya pun terlihat tidak seperti biasanya. Ia khawatir jika putranya itu sakit. "Mau kemana lagi?" Anggun terus memperhatikan wajah Arya. "Mau ke kampus sebentar, Ma." Sebelum menyusul ke rumah sakit untuk menemani Dinda, Arya mampir ke kampus sebentar untuk memberi konsultasi pada beberapa mahasiwanya. Ia sudah terlanjur janji dengan beberapa mahasiswa untuk memberi mereka kesempatan berkonsultasi dengannya. Semula ia menjadwalkan bimbingan dan konsultasi akan berlangsung siang hari, akan tetapi, Arya merubah jamnya. Ia ingin tidur sebentar karena semalaman hanya tidur tiga puluh menit selama di rumah sakit. "Ma... Nanti Arya langsung ke rumah sakit. Nemenin teman yang kemarin masuk rumah sakit." "Lagi? Dia tidak punya saudara?" "Cuma satu, Ma." "Kalau bisa ya tetap pulang ke rumah, tapi kalau lebih b

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-20
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   41. Lulus Seleksi

    "Pak? Kamu panggil pacar kamu apa barusan?" Dani menatap Dinda curiga. Arya tetap diam. Ia ingin melihat bagaimana Dinda meluruskan kebiasaannya itu. "Hmmm, Pak..." Dinda meragu dengan jawabannya sendiri. Dani terpingkal-pingkal. "Woiii! Kerenan dikit, napa? Jaman milenial begini, manggil pacar sendiri dengan panggilan 'Pak'...." Dani melanjutkan tawanya. Dinda melirik ke arah Arya. 'Kenapa dia diam aja? Bantuin kek,' sungut Dinda sambil terus melirik Arya yang juga menatap dirinya dengan tatapan penuh tanya. Dinda mencibir, lalu kembali menatap Dani, melihat kakaknya itu menyeka kedua matanya yang berair karena terpingkal-pingkal, hingga perutnya menjadi sakit. Ia lupa dengan pesan Broto untuk banyak beristirahat. "Panggillah pacarmu itu dengan panggilan yang romantis. Mas, kek. Sayang, Kek. Cinta, kek. Jangan Pak. Orang dia juga masih muda gitu, loh. Paling juga nggak jauh beda dengan kakak." Arya berdeham. "Biasanya kalau lagi berdua, Dinda suka panggil saya, mas." Dinda

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-21
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   42. Rencana Makan Malam

    Mega berjalan menuju gedung dua lantai dua. Ia harus mengisi dua kelas hari ini. Sembari berjalan, Mega terus saja melempar pandangannya ke kiri dan ke kanan, mencari sosok yang sudah beberapa hari tidak ia lihat. Namun sayang, sejauh mata memandang, Mega tidak juga menemukan sosok yang ia cari, hingga akhirnya langkah kaki berhenti tepat di depan ruangan yang harus ia beri materi hari ini. Mood Mega langsung berubah. Ia mendadak menjadi suntuk. Ia memutuskan untuk memberi kuis hingga membuat suara riuh rendah membahana di ruang itu. "Bukan mahasiswa jika cara berpikir kalian masih seperti anak SD, yang tiap kali ulangan harus diberitahu sebelumnya." Suara itu menghilang dibawa angin. Semua terdiam, menundukkan kepala masing-masing. "Bukankah dulu kalian sudah dikenalkan dengan sistem CBSA? Mengapa sekarang justru seperti anak TK? Yang harus disuruh dulu baru bergerak. Yang berteriak protes jika diberi perintah. Mau jadi apa kalian kalau mental seperti ini yang kalian pelihara?

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-21
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   43. Bertemu Calon Mantu

    Arya sudah tidak lagi menemani Dinda di rumah sakit, karena di hari ketiga, Dani sudah diperbolehkan pulang tapi tetap diawasi dengan ketat.Punggung Arya terasa begitu berat. Ia berlama-lama di bathup guna menghilangkan rasa penat di seluruh tubuhnya. Pembicaraan dengan Dinda terakhir kali di kursi taman depan kamar rawat Dani kemarin malam, mengganggunya.Ingin rasanya ia dapat segera bertemu dengan orangtua Dinda. Akan tetapi hal itu tidak dapat ia lakukan dalam waktu dekat, mengingat Dani, baru saja diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Tentunya, Dani masih memerlukan waktu agar kesehatannya benar-benar pulih seperti biasa.Arya menikmati alunan musik jazz selama ia berendam di kamar mandi. Wangi bunga lavender bercampur mint, membuat dirinya mengantuk. Ada rasa bahagia yang tidak bisa ia lukiskan karena sambutan Dani terhadap kehadirannya selama dua hari berturut-turut di rumah sakit, cukup positif.Hampir satu jam Arya menghabiskan waktunya di bathup. Selanjutnya ia membilas se

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-23
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   44. Calon Mertua

    Arya melangkah ringan memasuki komplek parkiran gedung rektorat. Rudy baru saja mengirim pesan padanya terkait pengajuan beasiswa S2-nya. Rudy meminta Arya untuk memeriksa ulang pengajuannya dan melengkapi kekurangan dokumen paling lambat lusa.. "Selamat Siang, Pak Arya." Hasan tersenyum lebar begitu melihat yuniornya itu berjalan menuju gedung administrasi rektorat. "Siang, Pak Hasan." "Ada kabar beasiswanya?" "Belum tahu ini, Pak. Saya disuruh datang untuk mengecek kelengkapan dokumen dan melengkapi kekurangan dokumen, paling lambat lusa. " "Sepertinya tidak akan lama lagi prosesnya. Tinggal menunggu jawaban, sekitar tiga minggu dari pengajuan untuk seleksi dokumen, dan satu bulan lagi untuk seleksi beasiswa." "Iya." "Semoga lancar, Pak Arya. Saya doakan bisa segera berangkat ke universitas yang diinginkan." "Aamiin. Terima kasih doanya, Pak." Arya bergegas menemui Rudy. Ia sendiri baru setengah jam yang lalu menjejakkan kaki di kampus. Angka di arjolinya menunjuk ke angka

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-24
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   45. Pertemuan Calon Mantu dan Calon Mertua

    "Jika kamu membuka amplop itu, berarti kamu setuju dan menerima perjodohan ini." Dermawan sangat serius dengan perkataannya.Arya terlihat sedikit meragu, tapi sejatinya pendiriannya sudah berubah sejak mengetahui Sari, istri tamu yang diundang papanya untuk makan malam bersama di rumah mereka adalah ibu dari Dinda, gadis yang hendak dilamarnya minggu depan. Tidak ada yang melihat senyum tipis penuh arti, yang terbit di kedua ujung bibir Arya.Tidak ada alasan bagi Arya untuk menolak perjodohan itu, karena gadis yang hendak dijodohkan dengannya adalah gadis pilihan hatinya, yang belum sempat ia ungkapkan kepada orang tuanya.Arya mengeluarkan selembar foto berukuran 4R, dan menatap wajah yang terpampang di sana. Arya dengan cepat memasukkan kembali foto itu ke dalam amplop. Wajahnya terlihat datar dan tanpa ekspresi, menimbulkan rasa khawatir Dermawan dan Anggun."Arya?" panggil Anggun lembut. Ia sungguh berharap Arya akan menerima gadis itu sebagaimana dirinya.Arya tidak menjawab, m

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-25
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   46. Menunggu Kode Arya

    Sari dan Broto baru tiba di rumah pukul sepuluh malam. Dinda sudah berpelukan erat dengan guling kesayangannya, sedangkan Dani masih berkutat dengan game di ponselnya.Begitu mendengar suara mesin mobil yang masuk ke garasi, Dani segera beranjak dari kasurnya. Ia ingin tahu seperti apa calon adik iparnya. Seorang pria muda tampan dan mapan, atau justru pria berumur empat puluh tahun dengan perut buncit dan kepala botak."Gimana, Ma?" Dani langsung mencegat Sari yang baru saja keluar dari mobil."Gimana apanya?""Ya itu. Calon adik ipar Dani. Saingan papa atau saingan Dani?"Sari mendelik. "Jangan jadi anak yang nggak sopan!""Loh? Nggak sopan gimana sih, Ma? Kan Dani cuma minta gambaran, saingan mudanya sama Dani atau saingaan tuanya sama papa. Gitu aja kok.""Menurut kamu yang kemarin ke rumah sakit itu muda atau tua?""Lah itu mah, nggak usah ditanya, Ma. Pasti udah ada fanbase-nya itu."Sari tersenyum senang. "Ya itu. Calon adik ipar kamu nggak jauh-jauh dari itu."Wajah Dani langsu

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-26

Bab terbaru

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   144. Brilian dan Fahriza

    Suasana kediaman Dermawan begitu ramai. Bagaimana tidak, hari itu diadakan acara syukuran sekaligus akiqah kelahiran dua cucunya. Seluruh tetangga di komplek mereka undang, tanpa kecuali. Bahkan tukang martabak, es doger dan tukang sate yang sering mangkal di dekat rumah mereka juga ikut hadir.Malam itu menjadi malam bahagia semua orang. Broto dan Sari pun hadir, termasuk orang tua Mita, Candra dan Susan. Kedua bayi mungil itu tidur pulas di boks masing-masing. Mereka sama sekali tidak terganggu. Pun saat keduanya diajak keliling setelah acara potong rambut. Kedua bayi itu hanya bergerak sedikit lalu kembali tidur. Dermawan mengadakan acara itu secara besar-besaran sebagai ungkapan rasa syukurnya karena Tuhan memberikan dua cucu sekaligus kepadanya dan Anggun, dan memiliki dua menantu yang sama-sama pintar dan cantik. Acara berlangsung meriah dan khidmat selama hampir dua jam. Menjelang sore, tamu mulai berkurang hingga tersisa keluarga besar beserta besan-besan Dermawan."Khusus

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   143. Jackpot Untuk Dermawan - Persalinan (4)

    "M-Mas....!" seru Mita lebih keras karena Fahri masih tertegun dengan suara tangisan bayi yang baru saja ia dengar."Eh? Gimana? Sakit?" Ia langsung mendekatkan dirinya.Mita memejamkan kedua netranya. Ia kembali mengatur napasnya. Gelombang rasa sakit yang datang bertubi-tubi, tidak memberikan waktu sedikit pun untuk Mita beristirahat.Bulir keringat berdatangan memenuhi dahinya. Ia mulai merasa rasa mulas yang sangat hebat. "Nggak kuat. Sakit." Rintihan Mita membuat Fahri panik. "Kita operasi saja kalau begitu.""Hush! Nggak mau! Sakit.""Lah. Katanya tadi sakit. Nggak kuat. Ya udah kalau begitu operasi saja.""Nggak mau."Anggun yang tadi sudah berada di luar bilik Mita, kembali masuk. "Kenapa?" "Sakit, Ma." Wajah Mita sudah tidak seperti sebelumnya. Ia terlihat berusaha kuat untuk menahan rasa sakitnya akibat kontraksinya yang meningkat.Fahri panik dan menekan tombol berulang kali. Seorang perawat datang. "Bagaimana, Pak?""Sakit, Sus. Istri saya merasa sakit lagi.""Oh. Saya pe

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   142. Drama Bersalin Dinda- Persalinan (3)

    "Bayinya sehat. Semoga bayinya sehat dan kuat ya, Bu Dinda." Ucapan yang samar terdengar, mengejutkan Mita. "Hah?! Itu Dinda yang dimaksud istri Pak Arya, bukan? Dinda sudah lahiran? Beneran udah lahiran?" Kedua netra Mita membola sempurna. Rasa bahagia tiba-tiba datang menyelimuti dirinya. Namun, dirinya tidak seratus persen yakin. "Terus Pak Arya kemana? Masa iya nggak nemenin Dinda lahiran?"Fahri tertegun. Masa iya, adik iparnya sudah melahirkan? Cepat sekali. Ia baru saja bertemu dengan Arya, dan tidak mengatakan apapun, kecuali ia harus segera menemani Mita."Dinda yang lain mungkin. Tadi masih aman-aman aja kok. Dia duduk di dalam nggak ikut keluar. Cuma da-da-da doang.'"Benarkah?" Mita tidak mau percaya begitu saja. Tiba-tiba satu tonjolan muncul di perutnya. Seakan mengerti kode yang diberikan dari dalam perutnya, Mita mengangkat alis kanannya. "Kalian ... ?""Apa? Kami tidak menyembunyikan sesuatu." Ia merasa pertanyaan itu diajukan padanya. Arya tadi mengantarkan tas ini

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   141. Persalinan (2)

    Mita masih menunggu kedatangan dokter kandungannya. Kali ini, ia merasa perutnya mengejang sesaat. Ada mulas yang tiba-tiba datang. Mita mendesis. Sakit apa ini? Perut bagian belakangnya terasa tegang. Kandungannya terasa turun sedikit, membuat Mita takut. Rasanya seperti akan jatuh.Mita mencari sosok Fahri, tapi tak kunjung ia temukan. "Kemana, sih? Istri sedang seperti ini kok malah pelesiran kemana-mana.""Dokter Susan sedang dalam perjalanan kemari." Perawat yang usianya nyaris separuh baya itu kembali masuk dan mengganti alas tidur Mita yang sudah basah dengan yang baru. "Kenapa sekarang terasa mulas ya, Sus?""Mulas?"Mita hanya mengangguk. Perutnya terasa begitu melilit, mulas seperti ingin buang air besar. Pertama hanya terasa mulas sebentar, kemudian rasa itu hilang. Namun, tidak berapa lama, rasa yang sama datang kembali, membuat Mita tidak lagi meringis, tapi sekaligus mendesis."Sudah sejak tadi atau baru saja?""Baru aja nih, Sus, dan sekarang aduh..." Mita memejamkan k

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   140. Persalinan (1)

    "Jangan lupa bawakan tas hijau.""Tas?" Arya belum paham kemana arah perintah kakaknya."Tsk. Cari saja tas warna hijau di samping meja rias."Dengan masih memegang ponsel, Arya bergegas ke kamar Fahri. Ia mencari tas hijau yang dimaksud dan berhasil menemukannya."Ada?" Fahri berjalan hillir mudik di depan resepsionis. Ia sedang mengurus kamar untuk Mita. "Done. Harus diantar sekarang?" Pria ini masih belum menyadari kepanikan yang dialami sang kakak."Satu abad lagi, bolehlah.""Ya udah kalau begitu ...""Jelas sekaranglah! Berangkat segera! Dinda tidak perlu ikut. Jangan cerita apapun!""Bagaimana bisa, orang sejak tadi dia menguping," sahut Arya melirik Dinda yang mengikutinya kemana pun dirinya melangkah."Pokoknya, suruh dia diam di rumah saja. Takutnya istrimu ikut panik.""Dia sudah panik." Arya mengusir Dinda secara halus namun, Dinda bergeming. Sorot matanya memaksa Arya untuk menceritakan apa yang sedang dibicarakan."Terserahlah. Sekarang segeralah meluncur kemari. Mama su

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   139. Menjelang Persalinan

    Dinda berjalan mengitari kamarnya. Rasa sakit mulai sering dirasakan. Untuk mengurangi rasa sakit, ia memilih untuk berjalan-jalan. Melihat pemandangan kebun belakang kediaman mertuanya, Dinda tiba-tiba ingin melihat kolam ikan di sudut taman. Ia berjalan keluar kamar lalu mengarahkan kakinya ke ruang keluarga yang langsung terhubung dengan kebun belakang."Kamu mau kemana?" Arya tiba-tiba mencegat Dinda."Mau kesana," tunjuk Dinda ke sudut taman. "Nggak kesakitan lagi?" Akhirnya, Arya memutuskan untuk menemani istrinya. Ia menggandeng tangan kiri Dinda, karena tangan Dinda sibuk mengusap perut besarnya. "Masih. Lebih sering malah. Apa mungkin malam nanti lahirannya?" "Kamu takut?""Sedikit. Gimana kalau nanti nggak kuat ngeden?" Hal yang sangat dikhawatirkan selama ini. Ia tidak mau menjalani operasi caesar. Ia sebelas dua belas dengan Mita. Sama-sama takut dioperasi."Bisa. Pasti bisa. Dedek bayinya diajakin ngomong terus.""Udah. Sudah sejak umur 3 bulan, tapi keliatannya posisi

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   138. Kontraksi

    Dengan sangat terpaksa, Dinda harus menyetujui usul Arya yang disertai dengan sedikit ancaman jika ia akan melapor kepada Sari soal ini. Nama Sari sangat keramat bagi Dinda, khususnya saat-saat seperti ini. Ia tidak mau proses persalinannya nanti menjadi tidak lancar, karena membuat suami dan mamanya menaruh kesal padanya. Ia ingin semuanya kelak berjalan lancar dan damai.Fahri menyanggah kepala Mita yang kini tertidur pulas di sampingnya. "Begini kok masih mau lanjut belanja."Arya terkekeh. "Biasalah. Tidak mengukur kemampuan. Maunya jalan terus padahal kaki-kaki sudah bengkak semua.""Bukan begitu, Mas. Maksud kita itu, biar sekalian jalan. Jadi besok-besok nggak usah belanja lagi," jelas Dinda yang masih terjaga. Ia memegang perutnya sambil sedikit meringis. Seketika ia ingat dengan pesan dari instruktur senam hamilnya, untuk menarik napas ketika kontraksi mulai dirasakan."Ada apa?" Arya rupanya menangkap gerakan Dinda. Ia melihat dengan tatapan khawatir."Nggak apa-apa. Seperti

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   137. Bumil

    Tujuh bulan berlalu. Kehamilan Dinda semakin besar. Berbagai macam petuah mempersiapkan kelahiran bayi mulai pagi hingga malam datang, terus saja didengungkan Anggun kepada Arya. Ia terus mewanti-wanti agar putra keduanya itu mulai mengatur jadwal yang mendukungnya menjadi suami siaga."Duh, Mama. Setiap hari itu saja yang dibicarakan. Arya sampai membuat buku sendiri untuk mencatat semua nasihat Mama." Arya segera mengeluarkan sebuah buku catatan berukuran tanggung dari tas kerjanya, lalu menyodorkan buku ke hadapan Anggun.Anggun tersenyum senang. "Anak pintar!""Tapi, kenapa cuma Arya saja yang dapat kuliah beginian?""Nah! Kamu protes?" Salah satu alis Anggun meninggi. "Yang kelahirannya sudah dekat kan kamu, kalau kakakmu masih enam minggu lagi. .""Yaa, Mama. Dulu waktu Dinda hamil muda, Mama juga begini. Segala macam diributin. Yang inilah-yang itulah," sungut Arya sebal. Tiba-tiba ia merasa telah diperlakukan tidak adil oleh Anggun. Ia tidak pernah melihat Fahri mengalami hal

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   136. Test Pack

    "Selamat! Sebentar lagi, Pak Arya akan menjadi Ayah." Tangan putih sang dokter mengangsur ke depan, menyalami Arya yang masih bingung, mencerna kalimat barusan. Senyum tulus tidak lupa diberikan oleh Rizky.Dinda yang semula ternganga langsung tertawa kecil. "Dokter bercanda pasti. Masa iya saya hamil?"Ia tidak dapat menerima mentah-mentah kabar baik itu. Pernikahannya dengan Arya belum ada satu bulan masa iya dia langsung hamil. Berbeda dengan Arya. Rasa hangat mulai merayap ke dalam hatinya. Ayah? Benar ia akan segera menjadi ayah? "Saya tidak bermimpi?" Arya menyangsikan namun besar harapannya itu kabar nyata.Rizky mengangguk. Dokter muda itu memberi isyarat agar sang perawat memberikan test pack yang tadi digunakan untuk mengetes kandungan hormon hCG pada urine Dinda."Dua garis merah ini menunjukkan jika Ibu Dinda positif hamil. Usia kandungannya masih sangat dini. Sekitar satu minggu. Jadi, pesan saya jangan bekerja terlalu berat. Hindari mengangkat beban yang berat. Serahka

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status