Share

130. Hanya Saya dan Kamu

last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-10 16:16:49
"Pak Arya harus percaya saya!" tegas Mita sekali lagi.

"Kamu itu bicara apa? Dinda tidak sedang sakit. Paling dia sedang kena sindrom pre-menstruasi." Arya kembali ke meja makan setelah sempat diajak menjauh oleh Mita.

Mita mendengus kesal. Ia sangat tahu jika penyebab Dinda galau bukan karena gejala awal akan datang bulan.

"Kamu ngapain di sini? Bukannya menyiapkan sarapan untuk suami, malah komat-kamit sendiri." Fahri menepuk punggung Mita yang masih fokus pada Dinda.

"Aduh, Mas! Kaget tahu, nggak?!"

"Salah sendiri kenapa melamun. Udah sarapan? Kalau belum, ayo kita makan bareng. Laper banget." Fahri langsung menarik tangan Mita, membawa istrinya itu ke meja yang sama dengan Dinda dan Arya.

Mita yang masih trauma dengan sikap ketus dan galak Dinda, memilih untuk duduk berjarak dengan sahabatnya itu. Ia takut akan mendengar kata-kata kasar dari Dinda untuk ke sekian kalinya.

Dinda ternyata mengawasi gerak-gerik Mita. Ia sendiri tidak tahu, mengapa pagi ini sangat ingin memarahi Mit
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Siti Ainun
di tunggu update an nya ka, udah beberapa hari nii aku cek masih belom update.. semoga sehat selalu ya kak...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   131. My Hubby is My Everything

    Siang itu, Fahri dan Mita, berangkat lebih dulu ke London. Mereka mencari kontrakan rumah atau apartemen, sedangkan Arya menyusul dua hari kemudian.Dinda tidak seperti biasanya. Ia banyak menghabiskan waktunya bersama Sari, seakan ia dan mama tersayangnya itu, tidak akan berjumpa lagi."Kamu itu udah gede. Nggak malu apa sama suami kamu?" Sari mengaduk adonan roti yang sebentar lagi akan ia pindahkan ke loyang."Ngapain malu, Ma. Orang Dinda emang begini. Kan Dinda nggak pernah pergi jauh dari mama sama papa. Wajarlah kalau Dinda begini." Arya menimbrung dari ruang tengah, membela istri kesayangannya.Dinda diam seribu bahasa. Ia tiba-tiba teringat sesuatu. "Gimana kalau tiba-tiba Dinda kangen cilok, bakso bakar sama sate tahu? Masa ia pake aplikasi?""Yaa bikin sendirilah. Daripada beli, mending kamu bikin sendiri. Selama bahannya bisa didapat, lebih baik kamu masak sendiri. Nanti Mama siapkan beberapa bumbu dasar dari siini. Lebih hemat, dan tentunya lebih sehat."Dinda menghela nap

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   132. Prinsip Hidup

    "Dinda ngidam, Pak." Wajah serius Mita justru membuat Arya ragu. Pria itu menatap lekat ke arah Mita dalam diam. Ia tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Mita berjalan mundur. "Apa? Pak Arya tidak percaya?" Diamnya Arya yang begitu lama, membuat Mita kecewa. Ia memilih pergi menjauh dari pasangan itu."Eh, Mit. Mau kemana?" Dinda menjadi panik. Keinginannya belum dijawab Mita. "Kenapa sih, Mas? Tinggal di-iya-in aja gitu apa susahnya?" gerutu Dinda bangkit menyusul Mita, yang pergi tanpa pamit.Arya menghela napas frustasi. Betapa susahnya menghadapi makhluk Tuhan yang satu ini. Salah mengambil sikap saja, sudah jadi masalah, dan itu sangat tidak mudah untuk menyelesaikannya."Mit!" seru Dinda memanggil Mita yang kini berada di dalam kamarnya. Ia mengetuk sekali lalu membuka pintunya. "Maafin suami gua, ya?! Dia emang gitu. Rada susah nyambung kalau soal beginian."Mita memutar tubuhnya. Ia mengabaikan celotehan Dinda soal sikap Arya barusan. "Lu ngerasain ada yang aneh kagak sama

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   133. Petunjuk Sari

    "Kalian bicara apa?" Fahri dan Arya menatap istri masing-masing. Meminta penjelasan lebih lanjut soal 'anak' yang baru saja mereka singgung. "Itu-tadi kan kita sedang bicara soal prinsip hidup. Nah, ternyata Dinda pengen punya banyak anak biar nggak kesepian, Pak Arya," terang Mita sedikit terbata."Ya bukan cuma saya saja, kok. Mita juga pengen punya banyak anak. Dia bilang jangan sampai anaknya mengalami masa kegelapan dan kesepian seperti dirinya."Fahri langsung berdeham, sedang Arya tiba-tiba sibuk meregangkan jari-jari tangannya. Alam pikiran kedua pria itu membentuk bayangan yang berbeda. Yang jelas keduanya memiliki pertanyaan yang sama, apakah itu pertanda jika pasangan mereka akan memanfaatkan kebersamaan mereka saat ini, sebagai waktu yang sangat tepat untuk mewujudkan keluarga kecil mereka?"Kenapa malah pada diam?" Mita keheranan melihat tingkah suami dan saudara iparnya, yang justru diam, tidak bereaksi berlebih seperti bayangannya."Lapar mungkin, Mit. Kita makan dulu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   134. Membujuk Dinda

    Arya masih terpaku mendengar perintah Sari. Tidak yakin dengan pemahamannya sendiri, ia berusaha mencari penegasan dari mertuanya itu.A : "Ma? Maksudnya Arya cukup cari tahu sendiri atau membawa Dinda ke ..."S : "Cek sendiri dulu saja."Arya berpikir mungkin ia harus memberitahu soal ini pada Dinda.A : "Baik, Ma.Pembicaraan singkat yang membawa keraguan dan sedikit rasa bahagia dalam diri Arya. Bagaimana cara menyuruh Dinda melakukan perintah ibu mertua? Apakah tidak sebaiknya ia menceritakan soal ini kepada Dinda?Arya mengacak rambutnya. Masalah sepele seperti ini justru membuat kepalanya pusing tujuh keliling. Ditatapnya wajah Dinda yang masih begitu damai, terlelap dalam mimpi indahnya. Mungkinkah Dinda memimpikan apa yang sedang menjadi dugaan ibu mertuanya?Merasa sedikit tertekan, Arya memilih untuk mengguyur tubuhnya dengan air hangat, berharap itu dapat mengurai ketegangan di dalam kepalanya.Dinda meregangkan otot punggungnya. Kedua netranya mulai terbuka seiring dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   135. Pergi Ke Dokter

    "Dokter Obgyn.""Hah?! Ngapain ke sana? Saya kan hanya sedikit demam. Nggak lebih," tolak Dinda mentah-mentah. Ia merasa aneh mendengar jawaban Arya."Kata Fahri, yang ada di dekat sini hanya dokter itu. Kalau harus cari dokter umum, kejauhan. Dokter obgyn juga bisa memberi resep demam biasa. Intinya, kita periksa saja keadaan kamu. Pasti beliau akan merekomendasikan obat terbaik sesuai yang kamu rasakan. Jika ternyata kamu hanya demam biasa karena kelelahan, biasanya dapat vitamin aja."Dinda hendak membantah lagi, namun keributan dari kamar Mita membuatnya terdiam. Arya mencolek lengan Dinda, meminta sang istri untuk segera mengambilkan dirinya sarapan."Kamu harus makan banyak pagi ini. Siapa tahu nanti antri.""Kan bisa beli cemilan.""Kita nggak tahu makanan-makanan di sini halal atau nggak untuk kita."Kembali mendesah, Dinda mengakhiri percakapan itu dengan mengisi piringnya dengan begitu banyak nasi. Ia mengambil mangkuk dan mulai mengisi mangkuk kecil berwarna coklat. Arya t

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   136. Test Pack

    "Selamat! Sebentar lagi, Pak Arya akan menjadi Ayah." Tangan putih sang dokter mengangsur ke depan, menyalami Arya yang masih bingung, mencerna kalimat barusan. Senyum tulus tidak lupa diberikan oleh Rizky.Dinda yang semula ternganga langsung tertawa kecil. "Dokter bercanda pasti. Masa iya saya hamil?"Ia tidak dapat menerima mentah-mentah kabar baik itu. Pernikahannya dengan Arya belum ada satu bulan masa iya dia langsung hamil. Berbeda dengan Arya. Rasa hangat mulai merayap ke dalam hatinya. Ayah? Benar ia akan segera menjadi ayah? "Saya tidak bermimpi?" Arya menyangsikan namun besar harapannya itu kabar nyata.Rizky mengangguk. Dokter muda itu memberi isyarat agar sang perawat memberikan test pack yang tadi digunakan untuk mengetes kandungan hormon hCG pada urine Dinda."Dua garis merah ini menunjukkan jika Ibu Dinda positif hamil. Usia kandungannya masih sangat dini. Sekitar satu minggu. Jadi, pesan saya jangan bekerja terlalu berat. Hindari mengangkat beban yang berat. Serahka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   137. Bumil

    Tujuh bulan berlalu. Kehamilan Dinda semakin besar. Berbagai macam petuah mempersiapkan kelahiran bayi mulai pagi hingga malam datang, terus saja didengungkan Anggun kepada Arya. Ia terus mewanti-wanti agar putra keduanya itu mulai mengatur jadwal yang mendukungnya menjadi suami siaga."Duh, Mama. Setiap hari itu saja yang dibicarakan. Arya sampai membuat buku sendiri untuk mencatat semua nasihat Mama." Arya segera mengeluarkan sebuah buku catatan berukuran tanggung dari tas kerjanya, lalu menyodorkan buku ke hadapan Anggun.Anggun tersenyum senang. "Anak pintar!""Tapi, kenapa cuma Arya saja yang dapat kuliah beginian?""Nah! Kamu protes?" Salah satu alis Anggun meninggi. "Yang kelahirannya sudah dekat kan kamu, kalau kakakmu masih enam minggu lagi. .""Yaa, Mama. Dulu waktu Dinda hamil muda, Mama juga begini. Segala macam diributin. Yang inilah-yang itulah," sungut Arya sebal. Tiba-tiba ia merasa telah diperlakukan tidak adil oleh Anggun. Ia tidak pernah melihat Fahri mengalami hal

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   138. Kontraksi

    Dengan sangat terpaksa, Dinda harus menyetujui usul Arya yang disertai dengan sedikit ancaman jika ia akan melapor kepada Sari soal ini. Nama Sari sangat keramat bagi Dinda, khususnya saat-saat seperti ini. Ia tidak mau proses persalinannya nanti menjadi tidak lancar, karena membuat suami dan mamanya menaruh kesal padanya. Ia ingin semuanya kelak berjalan lancar dan damai.Fahri menyanggah kepala Mita yang kini tertidur pulas di sampingnya. "Begini kok masih mau lanjut belanja."Arya terkekeh. "Biasalah. Tidak mengukur kemampuan. Maunya jalan terus padahal kaki-kaki sudah bengkak semua.""Bukan begitu, Mas. Maksud kita itu, biar sekalian jalan. Jadi besok-besok nggak usah belanja lagi," jelas Dinda yang masih terjaga. Ia memegang perutnya sambil sedikit meringis. Seketika ia ingat dengan pesan dari instruktur senam hamilnya, untuk menarik napas ketika kontraksi mulai dirasakan."Ada apa?" Arya rupanya menangkap gerakan Dinda. Ia melihat dengan tatapan khawatir."Nggak apa-apa. Seperti

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25

Bab terbaru

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   144. Brilian dan Fahriza

    Suasana kediaman Dermawan begitu ramai. Bagaimana tidak, hari itu diadakan acara syukuran sekaligus akiqah kelahiran dua cucunya. Seluruh tetangga di komplek mereka undang, tanpa kecuali. Bahkan tukang martabak, es doger dan tukang sate yang sering mangkal di dekat rumah mereka juga ikut hadir.Malam itu menjadi malam bahagia semua orang. Broto dan Sari pun hadir, termasuk orang tua Mita, Candra dan Susan. Kedua bayi mungil itu tidur pulas di boks masing-masing. Mereka sama sekali tidak terganggu. Pun saat keduanya diajak keliling setelah acara potong rambut. Kedua bayi itu hanya bergerak sedikit lalu kembali tidur. Dermawan mengadakan acara itu secara besar-besaran sebagai ungkapan rasa syukurnya karena Tuhan memberikan dua cucu sekaligus kepadanya dan Anggun, dan memiliki dua menantu yang sama-sama pintar dan cantik. Acara berlangsung meriah dan khidmat selama hampir dua jam. Menjelang sore, tamu mulai berkurang hingga tersisa keluarga besar beserta besan-besan Dermawan."Khusus

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   143. Jackpot Untuk Dermawan - Persalinan (4)

    "M-Mas....!" seru Mita lebih keras karena Fahri masih tertegun dengan suara tangisan bayi yang baru saja ia dengar."Eh? Gimana? Sakit?" Ia langsung mendekatkan dirinya.Mita memejamkan kedua netranya. Ia kembali mengatur napasnya. Gelombang rasa sakit yang datang bertubi-tubi, tidak memberikan waktu sedikit pun untuk Mita beristirahat.Bulir keringat berdatangan memenuhi dahinya. Ia mulai merasa rasa mulas yang sangat hebat. "Nggak kuat. Sakit." Rintihan Mita membuat Fahri panik. "Kita operasi saja kalau begitu.""Hush! Nggak mau! Sakit.""Lah. Katanya tadi sakit. Nggak kuat. Ya udah kalau begitu operasi saja.""Nggak mau."Anggun yang tadi sudah berada di luar bilik Mita, kembali masuk. "Kenapa?" "Sakit, Ma." Wajah Mita sudah tidak seperti sebelumnya. Ia terlihat berusaha kuat untuk menahan rasa sakitnya akibat kontraksinya yang meningkat.Fahri panik dan menekan tombol berulang kali. Seorang perawat datang. "Bagaimana, Pak?""Sakit, Sus. Istri saya merasa sakit lagi.""Oh. Saya pe

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   142. Drama Bersalin Dinda- Persalinan (3)

    "Bayinya sehat. Semoga bayinya sehat dan kuat ya, Bu Dinda." Ucapan yang samar terdengar, mengejutkan Mita. "Hah?! Itu Dinda yang dimaksud istri Pak Arya, bukan? Dinda sudah lahiran? Beneran udah lahiran?" Kedua netra Mita membola sempurna. Rasa bahagia tiba-tiba datang menyelimuti dirinya. Namun, dirinya tidak seratus persen yakin. "Terus Pak Arya kemana? Masa iya nggak nemenin Dinda lahiran?"Fahri tertegun. Masa iya, adik iparnya sudah melahirkan? Cepat sekali. Ia baru saja bertemu dengan Arya, dan tidak mengatakan apapun, kecuali ia harus segera menemani Mita."Dinda yang lain mungkin. Tadi masih aman-aman aja kok. Dia duduk di dalam nggak ikut keluar. Cuma da-da-da doang.'"Benarkah?" Mita tidak mau percaya begitu saja. Tiba-tiba satu tonjolan muncul di perutnya. Seakan mengerti kode yang diberikan dari dalam perutnya, Mita mengangkat alis kanannya. "Kalian ... ?""Apa? Kami tidak menyembunyikan sesuatu." Ia merasa pertanyaan itu diajukan padanya. Arya tadi mengantarkan tas ini

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   141. Persalinan (2)

    Mita masih menunggu kedatangan dokter kandungannya. Kali ini, ia merasa perutnya mengejang sesaat. Ada mulas yang tiba-tiba datang. Mita mendesis. Sakit apa ini? Perut bagian belakangnya terasa tegang. Kandungannya terasa turun sedikit, membuat Mita takut. Rasanya seperti akan jatuh.Mita mencari sosok Fahri, tapi tak kunjung ia temukan. "Kemana, sih? Istri sedang seperti ini kok malah pelesiran kemana-mana.""Dokter Susan sedang dalam perjalanan kemari." Perawat yang usianya nyaris separuh baya itu kembali masuk dan mengganti alas tidur Mita yang sudah basah dengan yang baru. "Kenapa sekarang terasa mulas ya, Sus?""Mulas?"Mita hanya mengangguk. Perutnya terasa begitu melilit, mulas seperti ingin buang air besar. Pertama hanya terasa mulas sebentar, kemudian rasa itu hilang. Namun, tidak berapa lama, rasa yang sama datang kembali, membuat Mita tidak lagi meringis, tapi sekaligus mendesis."Sudah sejak tadi atau baru saja?""Baru aja nih, Sus, dan sekarang aduh..." Mita memejamkan k

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   140. Persalinan (1)

    "Jangan lupa bawakan tas hijau.""Tas?" Arya belum paham kemana arah perintah kakaknya."Tsk. Cari saja tas warna hijau di samping meja rias."Dengan masih memegang ponsel, Arya bergegas ke kamar Fahri. Ia mencari tas hijau yang dimaksud dan berhasil menemukannya."Ada?" Fahri berjalan hillir mudik di depan resepsionis. Ia sedang mengurus kamar untuk Mita. "Done. Harus diantar sekarang?" Pria ini masih belum menyadari kepanikan yang dialami sang kakak."Satu abad lagi, bolehlah.""Ya udah kalau begitu ...""Jelas sekaranglah! Berangkat segera! Dinda tidak perlu ikut. Jangan cerita apapun!""Bagaimana bisa, orang sejak tadi dia menguping," sahut Arya melirik Dinda yang mengikutinya kemana pun dirinya melangkah."Pokoknya, suruh dia diam di rumah saja. Takutnya istrimu ikut panik.""Dia sudah panik." Arya mengusir Dinda secara halus namun, Dinda bergeming. Sorot matanya memaksa Arya untuk menceritakan apa yang sedang dibicarakan."Terserahlah. Sekarang segeralah meluncur kemari. Mama su

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   139. Menjelang Persalinan

    Dinda berjalan mengitari kamarnya. Rasa sakit mulai sering dirasakan. Untuk mengurangi rasa sakit, ia memilih untuk berjalan-jalan. Melihat pemandangan kebun belakang kediaman mertuanya, Dinda tiba-tiba ingin melihat kolam ikan di sudut taman. Ia berjalan keluar kamar lalu mengarahkan kakinya ke ruang keluarga yang langsung terhubung dengan kebun belakang."Kamu mau kemana?" Arya tiba-tiba mencegat Dinda."Mau kesana," tunjuk Dinda ke sudut taman. "Nggak kesakitan lagi?" Akhirnya, Arya memutuskan untuk menemani istrinya. Ia menggandeng tangan kiri Dinda, karena tangan Dinda sibuk mengusap perut besarnya. "Masih. Lebih sering malah. Apa mungkin malam nanti lahirannya?" "Kamu takut?""Sedikit. Gimana kalau nanti nggak kuat ngeden?" Hal yang sangat dikhawatirkan selama ini. Ia tidak mau menjalani operasi caesar. Ia sebelas dua belas dengan Mita. Sama-sama takut dioperasi."Bisa. Pasti bisa. Dedek bayinya diajakin ngomong terus.""Udah. Sudah sejak umur 3 bulan, tapi keliatannya posisi

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   138. Kontraksi

    Dengan sangat terpaksa, Dinda harus menyetujui usul Arya yang disertai dengan sedikit ancaman jika ia akan melapor kepada Sari soal ini. Nama Sari sangat keramat bagi Dinda, khususnya saat-saat seperti ini. Ia tidak mau proses persalinannya nanti menjadi tidak lancar, karena membuat suami dan mamanya menaruh kesal padanya. Ia ingin semuanya kelak berjalan lancar dan damai.Fahri menyanggah kepala Mita yang kini tertidur pulas di sampingnya. "Begini kok masih mau lanjut belanja."Arya terkekeh. "Biasalah. Tidak mengukur kemampuan. Maunya jalan terus padahal kaki-kaki sudah bengkak semua.""Bukan begitu, Mas. Maksud kita itu, biar sekalian jalan. Jadi besok-besok nggak usah belanja lagi," jelas Dinda yang masih terjaga. Ia memegang perutnya sambil sedikit meringis. Seketika ia ingat dengan pesan dari instruktur senam hamilnya, untuk menarik napas ketika kontraksi mulai dirasakan."Ada apa?" Arya rupanya menangkap gerakan Dinda. Ia melihat dengan tatapan khawatir."Nggak apa-apa. Seperti

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   137. Bumil

    Tujuh bulan berlalu. Kehamilan Dinda semakin besar. Berbagai macam petuah mempersiapkan kelahiran bayi mulai pagi hingga malam datang, terus saja didengungkan Anggun kepada Arya. Ia terus mewanti-wanti agar putra keduanya itu mulai mengatur jadwal yang mendukungnya menjadi suami siaga."Duh, Mama. Setiap hari itu saja yang dibicarakan. Arya sampai membuat buku sendiri untuk mencatat semua nasihat Mama." Arya segera mengeluarkan sebuah buku catatan berukuran tanggung dari tas kerjanya, lalu menyodorkan buku ke hadapan Anggun.Anggun tersenyum senang. "Anak pintar!""Tapi, kenapa cuma Arya saja yang dapat kuliah beginian?""Nah! Kamu protes?" Salah satu alis Anggun meninggi. "Yang kelahirannya sudah dekat kan kamu, kalau kakakmu masih enam minggu lagi. .""Yaa, Mama. Dulu waktu Dinda hamil muda, Mama juga begini. Segala macam diributin. Yang inilah-yang itulah," sungut Arya sebal. Tiba-tiba ia merasa telah diperlakukan tidak adil oleh Anggun. Ia tidak pernah melihat Fahri mengalami hal

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   136. Test Pack

    "Selamat! Sebentar lagi, Pak Arya akan menjadi Ayah." Tangan putih sang dokter mengangsur ke depan, menyalami Arya yang masih bingung, mencerna kalimat barusan. Senyum tulus tidak lupa diberikan oleh Rizky.Dinda yang semula ternganga langsung tertawa kecil. "Dokter bercanda pasti. Masa iya saya hamil?"Ia tidak dapat menerima mentah-mentah kabar baik itu. Pernikahannya dengan Arya belum ada satu bulan masa iya dia langsung hamil. Berbeda dengan Arya. Rasa hangat mulai merayap ke dalam hatinya. Ayah? Benar ia akan segera menjadi ayah? "Saya tidak bermimpi?" Arya menyangsikan namun besar harapannya itu kabar nyata.Rizky mengangguk. Dokter muda itu memberi isyarat agar sang perawat memberikan test pack yang tadi digunakan untuk mengetes kandungan hormon hCG pada urine Dinda."Dua garis merah ini menunjukkan jika Ibu Dinda positif hamil. Usia kandungannya masih sangat dini. Sekitar satu minggu. Jadi, pesan saya jangan bekerja terlalu berat. Hindari mengangkat beban yang berat. Serahka

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status