"Saga, akhirnya kamu dateng juga sayang. Duduk sini nak di samping mamah." Hermawan melihat tidak suka ke arah anak lelakinya ini, kelihatan sekali Saga itu anak mamah yang akan membuat para gadis terserang ilfeel.
"Mamah dah pesenin kesukaaan kamu." Helen melongo melihat bagaimana interaksi antara anak dan ibu itu sedang Senja merasa tak asing dengan jaket yang Saga kenakan.
"Oh ya saya belum memperkenalkan diri, saya Saga Adhitama." Untunglah setidaknya Saga tak melupakan adab kesopanan. "Kenapa kamu baru sampai Saga?" "Biasa pah, Jakarta macet." Sebenarnya ia tadi tidak berniat datang. Saga kesal kemaren papahnya mendadak akan menikahkan dirinya dengan gadis yang tidak ia kenal tapi teman-temannya Gio dan Angga membujuknya untuk datang yah daripada nanti uang saku dan credit cardnya diblokir."Yah berhubung semuanya sudah hadir, saya akan mengatakan apa tujuan dinner ini di adakan," ujar Hermawan membuka suara. Senja merasa ada yang tak beres. Bukankah mereka hanya akan makan malam biasa.
"Kami, saya dan Helen sepakat menjodohkan anak-anak kami." Seketika Senja langsung menatap ibunya kemudian menatap Saga yang penampilannya jauh dari sosok suami idaman. Di jodohkan tidak ada dalam kamus hidupnya. Sedang Saga malah cuek makan. Ini hanya formalitas semata. Kalau mereka tak mau yah perjodohan tak akan terjadi. "Maaf Om, maksudnya ini apa ya?""Om sama mamah kamu sepakat buat menikahkan kamu sama Saga." Senja melotot, matanya mau copot sangking kagetnya."Apa saya boleh menolak perjodohan ini? Saya gak mungkin kan nikah sama lelaki yang gak saya kenal." Saga kini yang kaget. Harusnya dia duluan yang bicara seperti itu. Dia kan si tampan Saga yang tak pernah di tampik perempuan. Pernyataan Senja sedikit menyentil harga dirinya. Sombongnya itu perempuan, tampang juga biasa. Cantik sih tapi standar. "Kenapa kamu menolak Senja?" "Kami terlalu muda untuk menikah. Kami kurang kuat secara finansial. Kami yang tak saling mengenal harus tinggal satu atap. Kami harus menyesuaikan diri juga. Itu terasa mustahil," ujar Senja diplomatis. Saga semakin membusungkan dada. Ia membenarkan yang gadis itu ucap tapi kok dia seakan terlihat bodoh dan pasrah. "Gue juga gak mau kali." "Diam kamu!!" Bentak ayahnya keras. Hermawan begitu lembut pada anak orang kenapa padanya tidak. "Kalau masalah finansial, Om janji akan memenuhinya dan kalian bisa tinggal dulu bersama kami. Kamu bisa kenal Saga setelah kalian menikah." Apa?? Bagaimana bisa Senja menikah dan menggantungkan masa depan kepada pemuda yang masih di sokong orang tuanya."Maaf Om. Sekali lagi saya menolak perjodohan ini. Saya masih punya impian yang mesti saya perjuangkan. Permisi!!" Agak tak sopan memang, Senja berdiri dan pergi begitu saja dari sana. Helen yang jadi tak enak hati. "Maaf mas, biar saya bicara sama Senja." Helen segera berdiri dan berlari-lari kecil menyusul putri satu satunya itu.Devi memandang tak suka ke arah ibu dan anak itu yang sudah tidak terlihat batang hidungnya. Ia dari dulu memang tak suka dengan Helen, perempuan yang menurutnya sok kecantikan. "Belum jadi mantu aja udah gak sopan, main ninggalin dinner segala." "Wajar dia kabur, mana mau gadis baik kayak Senja dijodohin sama berandalan macam anakmu ini!!" Jari telunjuk Hermawan mengarah ke Saga."Apa yang salah sama Saga, dia ganteng, tinggi, macho, keren gini. Yang salah mata anaknya Helen itu." Bela Devi sambil mengelus kepala anaknya. Saga adalah yang terbaik. Cuma perempuan seperti Senja, ada banyak di luaran sana. "Yang salah itu otak anak kamu yang dodolnya keterlaluan. Skripsi aja gak diajuin ajuin. Kamu gak malu sama Senja udah skripsi padahal umurnya lebih muda dari Saga." Sebenernya Saga sudah tidak tahan ingin membalas kata-kata pedas Hermawan tapi ia takut dipotong uang jajannya lagi pula ibunya sudah cukup memberi pembelaan. Apa bagusnya anak yang namanya Senja tadi. Halah cuma skripsi, kalau Saga niat dari tahun kemarin dia sudah lulus. Cuma dia terlalu sayang sama kampus dan enggan meninggalkan teman-temannya. Toh uang papahnya masih banyak, untuk biaya kuliah juga tak akan bangkrut."Dosennya aja kali yang kebangetan sayang sama Saga jadiin Saga penunggu kampus paling ganteng." Hermawan tidak sanggup berdebat lagi dengan Devi, istrinya itu terlalu memanjakan Saga hingga terbentuklah Saga sekarang ini. Sedang yang mereka perdebatkan malah tengah mengunyah makanan. Bodok amat perjodohan batal, itu malah bagus. Saga tak mau menikah muda, lalu memikul tanggung jawab berumah tangga.**********.
Suasana di dalam mobil Helen masih mencekam. Senja tak kunjung bicara maka baiklah Helen yang akan memulai.
"Senja, apa yang kamu lakuin gak sopan!! Kamu main pergi gituh aja."
"Terus apa yang mamah lakuin itu gak keterlaluan?" putrinya membalas ucapoan Helen dengan suara lantang. Senja marah karena merasa ditipu dan dipojokkan. " Mamah mau jodohin aku sama cowok gak jelas, apa mamah udah bosen ngurusin aku? Mamah mau punya keluarga baru jadi Senja mamah buang, iya?"Plakk Helen menampar Senja. Seumur hidup baru kali ini ia berbuat kasar. Ia tak bermaksud membuang putrinya dari hidupnya hanya saja Hermawan ingin membalas budi atas kebaikan Almarhum suaminya dulu. Keluarga Hermawan sangat kaya serta mapan. Ia tak ingin Senja bernasib sama dengan pernikahannya dulu. Ia di benci mertuanya sendiri sedang sang suami malah lebih dulu di panggil Tuhan. Senja menunduk meneteskan air mata sambil memegangi pipi. Seumur hidup baru sekali ini Helen berani melayangkan tamparan. Kalau nyatanya ia cuma beban, Senja janji setelah lulus kuliah akan pergi merantau jauh dari Jakarta atau kalau perlu ke luar negeri sekalian. "Maafin mamah Senja. Mamah nglakuin semua ini buat kamu, buat masa depan kamu. Om Hermawan itu orang kaya dan Saga itu anak satu-satunya, dia sama alm.papah kamu berteman baik bahkan usaha yang dimiliki om Hermawan dulu papah kamu ikut tanam modal." Helen mengambil nafas baru berbicara lagi "Sebagai balas budi Om Hermawan pingin jadiin kamu menantunya." Senja tetap saja menangis ia tidak mau dijodohkan, ia ingin menentukan masa depannya sendiri. "Mamah juga gak bermaksud membuang kamu. Mamah hanya khawatir keadaan kamu kalau seandainya mamah menikah. Mamah tahu gak akan ada yang bisa gantiin papah kamu." Senja sudah berusaha mengerti, memahami namun ia tidak terima di nikahkan dini. Nanti jika ibunya menikah lagi. Ia akan berusaha mandiri tak menyusahkan. Perjodohan ini bukan solusi. Banyak resolusi yang belum Senja capai. Hidupnya miliknya, tak ada yang bisa mengubah itu. Apalagi orang yang baru pertama kali bertemu dengannya.☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Saga duduk di atas sofa sambil mengutak-atik isi ponsel. Ia jadi penasaran dengan perempuan bernama Senja semalam. Wajahnya familiar tapi ia pernah lihat dimana ya. Tanpa di komando, tangan Saga meluncur membuka I*******m. Jemarinya mengarah ke kolom pencarian, mengetikkan nama Senja Haula. Kata ayahnya sih itu nama panjangnya. Karena sibuk sendiri, ia jadi melupakan sepeda motor yang ia bongkar tadi. Angga dan Gio, yang notabene adalah sahabat Saga sekaligus karyawan di bengkelnya menatap temannya dengan curiga. Tak biasanya kawannya ini bermain ponsel sangat lama dan tidak menggubris kehadiran mereka yang sangat berisik karena beberapa kali melempar obeng serta kunci Inggris. Anak itu sedang apa coba. Bukannya membantu malah sibuk sendiri. Dengan pandangan penasaran, keduanya melangkah mengendap-endap menuju arah belakang sofa yang diduduki Saga. Secepat kilat Gio merebut ponsel berlayar datar itu hingga berpindah ke tangannya. "Hayoo,,,loe stalkerin siapa
Senja masih setia duduk di halte bis. Menunggu angkotnya datang. Ia duduk sembari menangis dan air matanya tanpa sengaja membasahi pipi. Bekas tamparan mamahnya sudah tak sakit namun meninggalkan luka yang amat dalam di hatinya. Senja tak mengerti, kenapa mamanya begitu ngotot ingin ia menikah. Apa sebegitu bebankah Senja bagi ibu tunggal itu? Kemarin benar-benar malam yang melelahkan untuknya. Perjodohan? Senja tidak pernah sekalipun berpikir untuk menikah saat masih di bangku kuliah walau akan selesai skripsi. Apalagi membina rumah tangga dengan orang yang sama sekali ia tidak kenal. Air matanya kian deras seperti terperas. Mamanya sudah menjanda selama hampir 15 tahun. Apa sebegitu kesepiannya sampai menikah lagi, sampai harus menyingkirkannya? Biasanya selalu ada Faradilla, sahabat setianya yang siap mendengar keluh kesahnya tapi gadis itu mendadak pulang ke Bandung. Pim....pim....pim Siapa gerangan yang menyalakan mobil. Senja buru-buru menghapus
Seorang lelaki yang paruh baya sedang duduk di kursi empuk sambil meneliti beberapa laporan yang masuk. Ia hembuskan nafas. Banyak sekali pengeluaran yang menurutnya janggal dan tak perlu. Pekerjaannya memang direktur tapi bukan berartitak turun tangan atau sampai tak teliti. Ah usianya sudah memasuki angka 70 tahun. Harusnya ia pensiun lalu istirahat, bermain dengan anak cucu tapi sayangnya anak lelaki satu-satunya meninggal dan menyisakan satu cucu lelakinya saja. Tok...tokk...tok. "Masuk." Panggilnya tegas, lalu seorang perempuan cantik memakai blazer hitam, kemeja putih dan juga rok pendek senada berjalan masuk. Memperdengarkan ketukan sepatu hak tingginya yang amat runcing hingga terlihat tubuh proposionalnya yang nampak begitu seksi serta berlekuk indah. "Pak, Ada Tuan Hermawan Adhitama di luar. Ingin bertemu dengan anda." Mau apa ponakan mendiang istrinya kemari. Mengingat mereka jarang bertemu, walau pertemuan keluarg
Senja memegang pisau dan garpu dengan erat seperti hendak meremukkannya. Kini ia makan malam dengan sangat ibu dan juga Adam, selaku calon ayah tirinya. Rasanya ia muak, mengamati keduanya yang sedang bertukar makanan dengan mesra. Senja bukannya iri namun ia geli saja, Adam pemain peran yang apik. "Senja kok makanannya gak kamu makan?" Adam berlagak sok perhatian. Menunjukkan gelagat sebagai calon ayah yang baik."Sebelum ke sini Senja udah makan tadi." "Harusnya kamu tadi pesen desert aja." Senja terpaksa tersenyum, sedang sang ibu yang tengah berbahagia. Menyesap anggur mahal yang mungkin mereka tak pernah konsumsi. "Mamah mau ngasih tahu kalau mungkin dua bulan lahir kita akan menikah." Senja tak kaget, hanya saja ia berharap skripsinya akan segera usai. Kan ia bisa pergi, dengan alasan mendapat pekerjaan di luar kota. "Selamat ya Mah. Semoga kalian bahagia selalu." "Lalu S
Bremmm...bremmm.....bremmm Suara motor balap yang sedang di setel gasnya memekakkan telinga. Asap yang keluar dari knalpot memenuhi udara di arena balap liar. Senja bisa kehabisan nafas kalau terlalu lama di sini sedang Fara malah manggut-manggut karena suara berisik motor bercampur musik pop serta rap yang enak di nikmati telinga “Ra, kita pulang yuk. Di sini banyak anak cowok.” Senja tak terbiasa di kelilingi laki-laki apalagi laki-laki yang memakai jaket kulit dan juga menyalakan rokok. “Tunggu, gue belum lihat balapannya. Jagoan gue malam ini mau terjun langsung di arena balap.” Jagoan Fara juga siapa? Di sini laki-laki hampir bermuka sama, sama-sama muka berandal. “Ituh... itu jagoan gue. Troy.... ya ampun cakep banget sih.” Senja memutar leher, matanya melihat seorang pria berhidung mancung, berwajah tampan dan juga tingginya hampir 180an. Itu yang namanya Troy, pemuda yang tampang dan perawakan tubuhnya begitu menonjol di banding yang lain. “Tr
"SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA SENJA HAULA BINTI PRASETYA DHARMA DENGAN MAS KAWIN TERSEBUT DIBAYAR TUNAI,” ucap Saga mantap dengan satu helaan nafas. "Saksi sah?...sah?.." "SAH". terdengar kata sah diucapkan serempak oleh para tamu. Kemudian doa pernikahan mulai di lantunkan. Sekarang Saga dan Senja sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Pernikahan mereka hanya di hadiri dan kerabat terdekat saja. Flashback seminggu lalu "Ini terakhir kali papah ke sini dan jadi penjamin kamu!!" Ancaman Hermawan hanya di jadikan dengusan lirih. Saga tak merasa bersalah sama sekali. Ayahnya berkata seperti itu dulu dan kini buktinya ayahnya juga kemari. "Oke pah. Temen-temen Saga juga jangan lupa." Hermawan menggeleng pelan sambil menahan wajahnya yang bewarna merah padam. Ia tentu marah sekali dan sikap Saga yang suka tawuran, membuatnya pusing tujuh keliling. "Boleh. Temen-t
Saga ternyata semalam tidak pulang. Senja sedikit merasa khawatir. Khawatir kalau suaminya ketahuan Devi. Pada saat malam pertama mereka, Saga malah pergi ke arena balap. Mendengar suara motor Senja menajamkan telinganya. Ia bergegas turun ke bawah untuk menyambut suaminya. Bagaimanapun juga Saga itu suaminya walau belum ada rasa tapi dia punya kewajiban untuk berlaku baik. Senja kira Saga akan lewat ruang tamu, nyatanya pria itu malah lewat pintu samping garasi yang melewati area dapur. "Mau makan?" sapanya tiba-tiba, yang membuat jantung Saga merosot terjun. Perempuan yang baru ia nikahi sehari sukses membuatnya kaget. "Loe ngagetin gue. Gue kira gue ketahuan mamah." Senja memejamkan mata sejenak. Ingat kata mamah atau ibu mertua. Membuatnya miris, memang benar adanya ibu mertua itu layaknya ibu tiri. Untunglah Devi kini pergi keluar. "Mamah arisan." &
Atroya meneguk minuman beralkohol, ia mabuk. Setiap titik terendahnya ia selalu melampiaskan pada minuman keras. Kakeknya menginginkan Troy tampil sempurna tanpa cacat. Troy si pintar, Troy yang tak boleh kalah atau melakukan kesalahan, Troy yang terbaik. Jujur ia lelah, ia butuh sandaran. Dia juga hanya seorang manusia, butuh kasih sayang dan pelukan hangat seorang wanita. Harapan di peluk seorang wanita yang ia cinta Seketika musnah Ketika sang kakek berniat akan menjodohkannya, dengan Vivian m. Anak rekan bisnis kakek. bukannya Troy tak kenal Vivi ... kenal baik malah. Vivian hanya gadis manja yang hobi belanja dan clubbing. Tak cocok dengan cara pandang hidup yang dijalani Troy. Vivian jauh dari kata istri idaman Di saat ia sedih seperti ini,. Troy langsung ingat ibunya,,,, dan sangat merindukan sang adik Lala."Kenapa kalian tinggalin aku sendiri, Harusnya kalian juga bawa aku." Racau Troy sambil menangis memandangi foto usang milik keluarg
Kejutan selalu terjadi tapi tawa khas Regan dan suara seorang perempuan yang ia tak kenali. Mempercepat langkah Senja untuk mencapai rumah. Ia penasaran saja karena biasanya dia kan yang jemput Regan di rumah Bibik Ratmi."Ini apa sayang?""Ni obot..." Regan membawa sebuah robot transformer besar yang dapat berubah jadi mobil. Robot itu harganya lumayan mahal. Senja bisa membelinya tapi kan sayang, uangnya cuma beli buat mainan. Di sebelah Regan terdapat berbagai macam mainan, gak cuma satu tapi banyak. Ada mobil remot, bis tayo, pistol yang menyala dan mainan canggih lainnya."Mamah?" sapa Senja yang sudah berdiri di hadapan kedua orang yang berbeda generasi itu."Eh.. kamu sudah pulang?" Senja mencium tangan Devi. Bagaimana buruknya perlakuan mertuanya di masa lalu tapi kini wajah tak suka serta tatapan muak milik Devi tak terlihat lagi. Mungkin jarak yang membuat wanita paruh baya ini terasa kangen."Udah mah. Mamah kapan sampainya?""Tad
Saga pada akhirnya tahu hal ini akan terjadi. Senja dengan otak pintar, serta nilai IP tinggi. Tak akan sulit mendapatkan pekerjaan yang bagus. Ibu dari Regan itu kini sudah di terima sebagai apoteker di sebuah rumah sakit besar di Semarang. Melihat istrinya berseragam hijau muda, ia jadi pangling sekaligus bangga. Istrinya itu akan berangkat jam tujuh lalu pulang jam tiga siang. Ia merasa kasihan pada Regan yang masih butuh asupan ASI."Aku merasa minder. Penghasilanku gak lebih besar dari gajimu." Senja menengok ke arah sang suami sambil menggendong Regan. Ia pernah bahas ini berkali-kali, tak apa jika terjadi perbedaan penghasilan di antara mereka."Aku udah bilang, kita kan bisa sharing kebutuhan rumah tangga sama-sama. Jangan berdebat lagi masalah uang. Aku gak suka Van. Uangku, uang kamu juga." Saga merasa dunia terasa terjungkir balik. Dulu yang bukan masalah, kini malah jadi perdebatan besar. Harusnya dari dulu ia tak menyia-nyiakan masa muda. Senja begitu pint
Saga panik ketika tengah malah istrinya mengalami kontraksi. Maklum lah mereka hanya berdua saja di kota ini. Tak ada yang mereka bisa mintai tolong kecuali Ratmi. Ibu pemilik rumah. Senja di antar ke bidan dengan naik mobil pick up. Selama di perjalanan, Senja banyak meringis kesakitan dan terus menyebut mamanya."Mas, apa gak sebaiknya menghubungi mamanya mbak Senja. Atau masih hubungi keluarganya." Ragu menyergap. Selama ini Helen dan Senja tak putus kontak. Tapi ia benar-benar takut jika Troy tahu, dan memaksa membawa sang istri pergi."Iya bik, mungkin besok mamanya baru datang." jawabnya bohong. Senja sudah sampai di pembukaan sepuluh dan siap untuk melahirkan. Saga menunggu di luar Karena tak tega mendengar Senja berteriak dan mengerang kesakitan. Andai bisa, ia mau menggantikan sang istri di dalam sana."Oek... oek... oek..."Suara tangis kencang seorang bayi menggema. Saga tahu anaknya telah lahir dengan selamat. Ia sendiri tak tahu jenis kelamin
Dara menarik nafas, menyiapkan diri lalu banyak berdoa. Ia berjalan mondar-mandir dan penuh was-was. Troy itu kalau ngamuk menakutkan bahkan mungkin sampai bisa memukulnya. Bel berbunyi, ini sudah jam 5 sore. Biasanya pria itu akan pulang jam segini."Troy?" Dara berlaku baik, ia meraih tas Troy lalu menyuruh laki-laki itu masuk dan membuka alas kaki. "Kamu udah makan? Mau aku siapin air panas?""Mana Senja?" Dara kira perhatiannya bisa mengalihkan pikiran pria ini dari sang adik."Begini..." lambat laun juga akan ketahuan, tapi lebih baik Dara mengarang cerita. "Senja kabur dari apartemen. Dia di bawa Saga."Tentu saja Dara takut. Ia bilang dengan nada yang di buat lirih Nan lembut namun tetap saja amarah Troy tak sapat di antisipasi. Pria itu malah mencengkeram lengannya keras menuntut sebuah alasan logis. "Gimana adik gue bisa kabur? Ada dua bodyguard yang gue suruh jaga!!""Aku gak tahu. Tapi dia yang rela pergi sama suaminya atas kemauan sendi
Senja tak bisa bimbang lagi. Keputusannya sudah bulat. Ia memilih pergi. Troy memang satu-satunya saudara yang ia miliki tapi ia sadar jika hakekatnya tanggung jawab saudara laki-laki terputus ketika saudara perempuannya telah menikah. Sekarang Saga imannya. Tak peduli jika ke depannya akan menderita atau Saga yang tak kunjung mencintainya. Senja hanya berusaha taat pada agama yang ia anut. “Udah siap kan? Aku udah hubungi Saga. Dia bakal ke sini dan soal penjaga tenang aja. Aku udah kasih obat tidur ke minuman mereka. Paling sebentar lagi mereka tidur.” Dara membantu Senja kabur, masalah Troy ia pikir belakangan. “Tapi gimana sama kamu nanti? Kak Troy bakal marah.” Dara menepuk-nepuk bahu Senja, membiarkan adik Troy itu tenang. “Semarah-marahnya Troy, dia gak mungkin mukul aku kan?” Dara tersenyum was-was. Ia pernah di amuk Troy ketika kalah dan rasanya tak enak. Ia juga pernah kena tampar karena bertemu Vivian. “Ya udah, aku pamit. Kamu baik-baik aj
Dara dan Senja ter jingkat kaget saat pintu apartemen di tutup dengan kasar oleh Troy. Pandangan Dara dan Senja bertemu. Ada rasa tak enak yang menyergap. “Sorry Ra, aku gak bermaksud mempersulit kamu.” Dara paham namun secara tidak langsung ia juga ikut andil dalam kekacauan ini. “Gak apa-apa. Troy lagi marah suka ngambil keputusan seenaknya.” Dara mendekat, mengelus pundak Senja pelan. “Aku bakal sedih kalau kamu pindah. Aku gak ada temen lagi deh.” “Aku mau pulang ke rumah mamah.” Dara ikut sedih jika Senja terpasung. Troy memang kakak Senja tapi di tak ada hak atas hidup wanita ini. Apalagi Senja punya wali sah yaitu suaminya. “Kalau Troy lagi emosi gini. Jangan di lawan. Kita bisa ngomong pelan-pelan tapi nanti.” Kalau sudah begitu Senja hanya bisa memejamkan mata dan mengurut pelipisnya. Tindakan Troy terlalu jauh. Dia bukan anak kecil yang harus di awasi segala sisi. Senja sudah dewasa bisa mengambil yang baik serta benar untukny
Sebelum makan mereka pergi jalan-jalan ke taman dan juga ke suatu tempat yang mengejutkan Senja ketika sampai. “Ke rumah sakit?” “Iya, aku mau lihat perkembangan anak kita.” Senja memejamkan mata. Ia lupa, belum pernah sekali pun memeriksakan sang anak pada dokter kandungan. Untung saja sang suami mengingatkan. “Gak apa-apa kan setelah ini baru kita makan?” “Gak apa-apa.” Bolehkah kali ini Senja merasa terharu karena perhatian sang suami. Ia merasa tak apa kalau cinta Saga bukan untuknya, asal anaknya mendapat kasih sayang penuh dari sang ayah. “Usia kandungannya udah masuk delapan minggu. Lihat kantung janin sudah terbentuk. Janinnya sehat, tekanan darah ibunya normal. Masih sering mual atau muntah?” tanya dokter kandungan yang tengah menangani Senja. “Alhamdulillah selama hamil gak pernah ngalamin itu. Pas hamil juga gak sadar, sebelum akhirnya pingsan.” Dokter perempuan itu hanya mengulum senyum tipis lalu menyuruh sang asisten membersihkan perut S
“GA, kamu gak boleh gegabah mengambil keputusan.” Kemarin mamanya yang bertandang kini sang kepala keluarga. Kenapa kedua orang tuanya begitu ngotot memintanya untuk menceraikan Senja. “Kalau masalah anak. Itu gampang. Kita bisa ngambil dia setelah lahir.” “Papah sadar ngomong kek gituh? Papah punya anak juga. Apa jadinya kalau aku dulu Cuma di asuh papah dan gak punya mamah.” Hermawan diam seribu bahasa. Anggap saja ia egois. Tawaran saham itu begitu menggiurkan. Hingga ia rela mendepak sang menantu yang tengah hamil. “Seratus persen saham perusahaan kita akan jadi milik kita. Kamu gak usah membagikan dengan siapapun.” Itulah tujuan awal pernikahannya dengan Senja. Agar saham perusahaan yang ayahnya pegang tak berpindah ahli waris. Namun ayahnya terlalu serakah. Ingin memiliki semuanya sendiri. “Papah tahu kamu udah gak betah kan dengan pernikahan ini!” “Papah salah, demi apa pun aku akan mempertahankan Senja dan anakku. Lebih baik papah bawa pergi surat cer
Namun Senja dapat bernafas lega ketika sang kakak tak ada. Syukurlah perang tanding bisa di tunda dulu. Saga ternyata gigih, sampai berani mengikutinya ke ruangan Wisnu di rawat. "Kamu di luar aja." "Aku kan mau jenguk, sekalian datang sebagai cucu mantu." Senja yang memegang engsel pintu, memundurkan kepalanya sambil mengernyit jijik. Cucu mantu? Itu bahkan akan jadi mantan. "Ya udah tapi diem." Senja menempelkan telunjuknya di atas bibir di sertai pelototan galak. Saga merapikan pakaiannya sebelum bertemu Wisnu. "Ma... u apa ka... mu... ke sini!!" Astaga sudah stroke separuh badan tetap saja galak. Senja waspada karena tahu, kadar benci sang kakek pada ibunya dan juga dirinya. "Kita mau jenguk kakek." jawab Saga enteng. "Gak... per... lu!!" Aduh ngomong aja udh ngumpulin nafas masih aja gengsi sambil membuang muka. "Per... gi... kalian!! Per... gi!! Ke sini datang baik-baik kok perlakuan kakek Senja kasar. Untunglah Saga tak membawa