Keluarga Wijayanto sudah siap untuk makan malam bersama di sebuah restoran ternama yang telah dipesan oleh ibu Reta. Anak-anak tampak sangat gembira sekali. Bilal dan Kuwat berjalan bergandeng tangan. Bayu tak lengah untuk menjaga dua bocah itu supaya tidak terpisah dan tidak menyebabkan kerusuhan di tempat umum. Walau anak-anak sebenarnya dapat menyesuaikan diri tidak banyak pecicilan.
Untuk kesekian harianya, Aisyah memperhatikan wajah suaminya yang perlahan dia rasakan mulai redup. Pancaran dari aura matanya tidak seperti dulu. Bahkan sekarang ini, Rahman lebih intens dengan Bayu. Seakan-akan sebuah rahasia penting dikantongi oleh Bayu.
Di meja yang telah disiapkan pelayan, mereka menanti menu yang telah dipesan. Bilal dan Kuwat masih asik bercengkrama dengan Bayu. Kedekatan mereka dengan Bayu, tidak lazim. Aisyah takut jika kasih say
Malam sangat indah sekali. Kamar ber-AC menjadi lebih panas dengan gairah yang mulai menguasai jiwa. Aisyah memegang wajah suaminya. Napas yang sangat dekat dan menyatu dalam menghirup oksigen. Dipandangnya mata Rahman yang terus memancar gairah. Aisyah hanya mampu memejamkan mata saat Rahman mengambil oksigen dari mulutnya. Secara perlahan, Rahman memberikan sensasi untuk istrinya. Tidak diragukan lagi dengan kemampuan Rahman. Dua manusia yang telah sah dalam ikatan cinta, berada di dalam selimut untuk melepaskan calon-calon penerus anak-anak shaleh dan shalehah. Aisyah mengerang, sentuhan Rahman membuatnya tidak kuat untuk menahan. Akhirnya Rahman pun perlahan membuat istrinya tidak menunggu lagi. Seluruh kekuatannya dia keluarkan hingga akhirnya tubuh Rahman berada di atas tubuh Aisyah sambil membuang napasnya.&nbs
Awan putih berarak tampak sangat cerah sekali. Bilal dan Kuwat bersama-sama mengayuh sepeda bersama ayah dan kakeknya. Bayu yang baru saja sampai mengantar air putih langsung siap siaga. Liburan ke Singapura bukan menjadi impiannya. Namun takdir juga yang mengantarkan ke negeri orang ini. Angin laut bertiup sangat menyejukkan pikiran dan hati. Ada perasaan tenang dan damai memandang deru ombak yang bagaikan berlarian mengejar satu sama lain. Aisyah duduk di atas bebatuan yang tertata. Memandang jauh ke negeri seberang. “Aisyah…” “Iya, Mom.” Aisyah menolehkan wajahnya melihat ibu mertuanya duduk di sebelahnya. Bersama-sama
Suara yang tidak asing lagi di telinga Aisyah. Dia memanggil istrinya dengan sebutan sayang yang berkharismatik. “Sayang…” Aisyah yang sedang memikirkan Rahman dari tadi sedikit terobat. Kegelisahan tidak lagi bersarang di dalam hatinya. “Sudah pulang, Mas?” “Iya, anak-anak kemana?” “Tadi sama Bayu, mungkin sudah tidur.” Padahal Aisyah juga belum pasti, apakah anak-anak tertidur atau masih main. Jarum jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Terlihat letih di kelopak Rahman.
Di dalam kehangatan selimut, dua tubuh manusia masih mengumpukan kekuatan untuk bisa bangkit dari ketidakberdayaan. Rahman merentangkan tangan kanannya dan menjadikan sandaran kepala Aisyah. Kelopak mata yang sudah berat sebisa mungkin tetap terjaga. Rahman mengusulkan untuk membersihkan diri bersama. Namun Aisyah menolak halus. “Kamu dulu saja sayang, rambut kamu kan panjang…” “Kamu dulu Mas, aku masih lemes…” Nada suara Aisyah yang pelan membuat Rahman merasa geli untuk mengusilinya lagi. Aisyah buru-buru menepis tangan Rahman dan mengambil baju. Rahman juga tidak beranjak untuk pergi ke kamar mandi, Aisyah inisiatif membersihkan diri sendiri dulu.
Terik matahari sudah sangat menyengat. Namun belum ada tanda-tanda anak-anak keluar dari wahana roller coaster. Aisyah sudah mulai mengantuk. Sesekali dia menguap dan menutup mulutnya. “Sayang, apa keinginan terbesar kamu yang belum kamu raih?” Aisyah berpikir cukup lama. Jika di flashback kembali, tujuan dia nekad keluar dari penjara suci adalah untuk mencari orangtuanya. Namun setelah sekian tahun tidak bisa mencari keberadaan orangtuanya, membuat Aisyah merasa kalau keinginannya itu sia-sia belaka. Mungkin ada rencana lain yang Tuhan siapkan untuk dirinya. “Aku sudah tidak tahu keinginan apa lagi Mas. Semua takdir ini jalanin aja seperti air. Terus mengalir… kita bisa ap ajika Tuhan berkendak.”
Rahman merebahkan tubuh Aisyah ke kasur. Tangan kekarnya masih memainkan jari jemarinya. Aisyah sedikit tidak berdaya dengan permainan suaminya itu. “Mas… ah…” Selama ini Rahman jarang mendengar suara Aisyah mengerang saat bercinta. Tapi akhir-akhir ini, suara Aisyah saat bercinta membuatnya ketagihan. Bahkan rasa lelah di telapak kaki tidak dirasakan sama sekali. Rahman terus mengunci bibir Aisyah dan bermain di dalam. Pertukaran oksigen yang nikmat. “Ahhh… Mas…” Rahman langsung mengambil selimut dan melepas bajunya satu persatu. Geliat tubuh Aisyah sudah membuatnya semakin tidak sabar. Bibir ranum Aisyah mengigit lengan Rahman.&nbs
Pov Aisyah Setelah kami sampai di rumah, yang bagiku seperti istana itu. Kulihat suamiku langsung menuju ke kamar. Kupinta anak-anak juga beristirahat. Tidak lupa juga, kupinta Bayu untuk menjaga anak-anak. Saat langkah kaki ini sampai di depan pintu kamar, telingaku mendengar suara. Kutempelkan telingaku ke pintu dan mendengar suara samar-samar, entah dengan siapa Rahman mengobrol lewat hand phone. Kuraih gagang pintu karena tidak enak dilihat oleh Bayu yang mungkin sengaja atau tidak lewat. Rahman langsung mematikan panggilan telepon dan tersenyum melihatku. Namun kuartikan senyum itu sebagai kamuflase belaka. Aku pura-pura tidak tahu dan memang belum ingin tahu. Saat ini tubuhku butuh istirahat dan tenang memikirkan ke dunia nyata. Yah, setelah sat
Pov Aisyah Jadi selama ini suamiku telah menyembunyikan sakit yang tidak ringan menurutku. Sakit dia tahan sendiri. Aku masih merenungi kertas yang masing kupegang ini. Diagnosa dokter membuat hatiku sangat takut sekali. Belum siap dengan segala prediksi yang dokter perkirakan. Bagiku, waktu empat bulan itu sangatlah pendek. Entah bagaimana aku harus memberitahu mertuakau. Atau mereka juga sudah tahu. Tanpa terasa airmataku menetes dengan sendirinya. “Mommy, why are you crying?” Tanpa kusadari, suara Bilal menghampiriku. Sungguh tidak tega aku melihat anak itu apabila mengerti masalah orangtuanya.&nb