"Yang Mulia Hakim Malcom, saya ingin memanggil saksi pertama Brent Cunningham untuk menjawab beberapa pertanyaan terkait kasus pembunuhan berencana mendiang Ronald Banning dan Thomas Simpson serta keluarga Cassandra Olivia Barnes," ujar Emily berdiri di balik meja jaksa penuntut umum menghadap Hakim Malcom."Silakan panggil saksi Brent Cunningham," jawab Hakim Malcom mengabulkan permohonan Emily.Pria berambut pirang cepak dengan postur tegap ala perwira kepolisian itu dihadirkan di kursi saksi. Dengan segera Emily melangkah ke hadapan Brent Cunningham dan bertanya, "Selamat pagi, Brent. Anda harus menjawab sejujur-jujurnya dan berpijak pada kebenaran sesuai sumpah saksi persidangan. Saya ingin bertanya apa benar Tuan Gordon Crawford yang memerintahkan beberapa pembunuhan atas korban Ronald Banning dan Thomas Simpson, serta keluarga Barnes?"Sebenarnya Brent Cunningham takut untuk bicara jujur, senator itu bisa menghabisi nyawanya. Namun, bila dia menimbang-nimbang lagi maka jauh lebi
Kilatan kamera wartawan menyerbu sosok Emily yang mendadak populer karena keberaniannya menyeret senator yang berkuasa 3 periode berturut-turut ke meja hijau. Selama ini belum ada satu pun jaksa maupun hakim yang berhasil menyidangkan kasus kejahatan Senator Gordon Crawford sekalipun ada berderet daftar kejahatan yang telah pria itu lakukan di masa lampau sejak ia menjabat sebagai senator.Bahwasanya menghilangkan nyawa orang hanya seperti melenyapkan nyamuk atau lalat pengganggu. Nyawa seolah murah di hadapan pria itu. Namun, Emily Carter membuat perbedaan kali ini, dia jaksa wanita pemberani yang sanggup menerima semua ancaman pembunuhan atas dirinya selama waktu-waktu jelang sidang.Murat melindungi tubuh Emily dari desakan para wartawan yang ganas memburu berita panas itu dibantu petugas keamanan pengadilan yang berjaga di ruang sidang tadi.Akhirnya mereka terlepas dari kejaran wartawan dan berhasil turun ke lantai 1 tempat Emily berkantor. Murat mengunci pintunya dari dalam. Kem
Mendengar pertanyaan Murat tentang apakah dia mau memperjuangkan cinta mereka? Emily pun menjawab, "Ya, Murat. Aku akan berjuang demi cinta kita. Kumohon bertahanlah untukku, kali ini kau harus merelakanku berada di sisi Rayden seusai bekerja hingga pagi."Rasanya jantung Murat seperti ditusuk sembilu, dia benci harus melepaskan wanita yang ia cintai ke pelukan pria lain. Dimana logikanya pria yang mau melakukan pengorbanan sebesar itu? Menyiksa diri sendiri demi prinsip sialan yang dipegang teguh oleh sang kekasih, haruskah?Namun, Murat telah menjalani yang jauh lebih buruk di masa lalunya ketika keluarganya dibantai oleh kaum pemberontak. Dia pun berkata, "Aku akan menunggumu, Emily. Berjanjilah bahwa cintamu hanya ada untukku sepenuhnya."Tatapan mata hazel itu terselimuti oleh selapis kaca bening yang perlahan retak dan luruh menjadi butir-butir kristal di pipi halusnya. Telapak tangan Emily menangkup wajah Murat lalu ia menjawab, "Terima kasih, Kekasihku. Aku janji seluruh cinta
"Pejamkan saja matamu, Emily!" pinta Rayden sembari memasang penutup mata kain warna hitam ke mata wanita itu.Setelah itu ia juga mengikat pergelangan tangan Emily dengan tali khusus yang memang dipakai untuk bondage couple sexual activity, kuat tapi tidak mencederai kulit. Rayden menarik lepas handuk yang melilit tubuh Emily hingga wanita itu telanjang di hadapannya. Begitu menggoda indera penglihatannya setiap lekukan feminin yang ada di tubuh Emily, sebuah ciptaan Tuhan yang sangat sesuai untuk memuaskan gairah seorang pria.Di tengah kamar tidur Rayden, wanita itu berdiri dengan kedua tangan terikat di balik punggungnya, matanya tertutup, detak jantungnya berpacu oleh sebuah rasa excitement. Namun, Emily terdiam tak ingin mengatakan apapun, dia hanyalah budak seksual bagi pria Perancis itu.Kulitnya meremang kala sentuhan ringan seperti bulu menuruni tubuhnya dari lehernya ke lembah di antara buah dadanya lalu ke rusuk serta perutnya. Rayden mengamati reaksi Emily dengan bulu ang
Sidang kedua kasus Crawford pagi itu dimulai dengan sesi pemaparan barang bukti berupa rekaman pembicaraan telepon antara Gordon Crawford dengan Douglas Archer yang isinya tak lain adalah perintah melenyapkan nyawa Cecilia Sommerhalder yang memberikan ancaman bagi karier Henry Crawford, puteranya yang akan maju di bursa pemilihan senator periode selanjutnya."Bisa dipastikan bahwa Tuan Douglas Archer statusnya masih buronan kepolisian Chicago atas tuduhan pembunuhan terhadap Cecilia Sommerhalder dan dua orang pria di toilet sebuah bar yang berlokasi di tengah kota Chicago," ujar Emily dengan jelas dan lugas.Selanjutnya rekaman pembicaraan telepon Gordon Crawford kembali diperdengarkan kali ini kepada Kapten Ryan Falderson yang menyuruh perwira tinggi kepolisian Chicago itu agar melenyapkan barang bukti di kantor Letnan Benjamin Roosevelt. Kemudian disusul dengan rekaman percakapan dengan Brent dan Louis untuk menembak mati Ronald Banning dan Thomas Simpson, dua mendiang ajudan Emily
"Apa kau baik-baik saja, Emily?!" tanya Murat sembari memeriksa kondisi tubuh Emily yang baru saja menjadi sasaran tembak pria yang kemungkinan seorang pembunuh bayaran suruhan keluarga Crawford.Emily merasa jantungnya berdetak kencang, tetapi dia tidak terluka sedikit pun. "Aku baik-baik saja, Murat. Sungguh berbahaya kejadian barusan, untung saja pria tadi meleset membidikkan pistolnya karena jarak yang agak jauh. Kalau tidak mungkin aku sudah tewas," jawab Emily sambil bangkit dari lantai. Mereka melihat pria yang mencoba menembak Emily tadi digelandang keluar meninggalkan ruang sidang oleh Sersan Rodney. Kemudian Emily menoleh ke arah kursi tempat Henry Crawford duduk bersama tim pengacara mahalnya. Pria jahat itu tersenyum mengejek kepada Emily, seolah ia tahu bahwa pembunuh tadi sengaja dikirim. Henry pun berkata tanpa suara dengan gerakan bibirnya ke arah Emily, "Matilah kau, Emily!"Tidak hanya Emily yang melihat hal itu, Murat yang berdiri di sebelahnya pun mengetahuinya.
Masakan chef restoran Perancis memang lezat seperti yang dikatakan oleh Rayden, sesuai dengan pujian berharga yang keluar dari mulut pria yang begitu dominan itu.Emily menghabiskan 3 gelas red wine Portugis yang bercita rasa manis itu, sedikit pahit tapi dia mentolerirnya dengan baik. Alkohol mulai bercampur di dalam aliran darahnya. Tubuhnya terasa ringan hingga ia sulit menyangga kepalanya tetap tegak. Perasaannya ringan dan pandangannya kabur, Emily duduk berhadapan dengan Rayden di meja restoran Perancis itu. Tangannya kanan kiri menyangga dagunya."Emily, kau mabuk. Ayo kita pulang!" ajak Rayden sembari tersenyum menatap wajah kekasihnya yang merah seperti tomat masak.Senyum lebar tersungging di bibir Emily, dia tampak konyol dan pemandangan itu tak biasa bagi Rayden. Emily menjawab, "Ray, kepalaku pusing. Bantu aku berjalan ke mobil—"Dengan segera pria itu bangkit dari kursinya lalu merangkul tubuh Emily untuk meninggalkan restoran. Karena langkah wanita itu sempoyongan maka
"Bienvenue à Paris!" Sambutan selamat datang di Paris itu terdengar sayup-sayup di telinga Emily yang sudah berjam-jam hilang kesadaran. Perlahan kedua mata hazelnya terbuka, ia menatap sekelilingnya dan menyadari bahwa saat ini ia sedang berada di dalam sebuah mobil sedan."Sudah bangun, Sayangku?" sapa Rayden ringan merengkuh tubuh Emily ke dalam pelukan eratnya.Emily segera bertanya, "Dimana kita berada, Ray?""Paris." Rayden menjawab singkat nama kota dimana mereka sedang berada saat ini. Mobil pribadinya yang dikemudikan oleh sopir melaju dengan kecepatan stabil melalui jalanan lengang kota Paris. Hari masih terlalu pagi untuk beraktivitas, penduduk salah satu kota terpadat di dunia itu masih lelap dalam alam mimpi."APA?! Katakan ini tidak benar, Ray—ohh sialan!" Reaksi keras dari Emily disertai respon wanita itu menjauhkan dirinya dari pelukan Rayden membuat pria berdarah Perancis itu tertawa satir."Aku serius, Em. Kita naik private jet dari Chicago dan baru saja mendarat d
Langkah-langkah kaki yang cepat itu terdengar di telinga Emily yang sedang membantu putera bungsunya mengenakan pakaian di kamar pangeran cilik tersebut."Darling, aku mencari-carimu sedari tadi!" ujar Sultan Murat berdiri di ambang pintu kamar putera kedua mereka."Ini kebiasaan rutinku di sore hari, memandikan putera-putera kita. Ada apa, Yang Mulia?" sahut Emily yang baru saja usai menyisir rambut Pangeran Fazil yang berusia 3 tahun di pangkuannya.Murat pun tersenyum memandangi putera-puteranya yang terawat dengan baik oleh istri tercintanya. Akan tetapi, dia membutuhkan Emily saja saat ini. Maka dia pun berkata, "Baiklah, aku yang kurang mengerti kebiasaanmu, Emily Sayang. Hmm ... ikutlah pergi berkereta bersamaku. Ini hari yang spesial untuk kita berdua. Titipkan anak-anak kepada pengasuh mereka!"Tawa geli meluncur dari bibir ranum berbelah milik Emily. Dia merasa curiga, suaminya akan mengajaknya bernostalgia penuh kemesraan bersamanya. "Siap, Yang Mulia. Keinginan Anda adalah
Seusai menanda tangani akte pernikahan bersama pria yang telah sah menjadi suaminya baru saja di balai kota, Emily berbicara empat mata dengan papanya."Pa, bagaimana dengan pekerjaanku sebagai jaksa wilayah di Illinois?" tanya Emily merasa bingung dengan segala perubahan statusnya yang mendadak serta rencana Murat yang akan membawanya ke Istanbul secepatnya. Lincoln Carter pun menjawab segala kegundahan hati puterinya, "Emily, papa akan memberimu nasihat. Terkait pekerjaanmu, ajukan pengunduran diri sesuai alasan terfaktual. Lembaga Kehakiman United States akan memaklumi alasan pengunduran dirimu yang terkesan mendadak ini.""Tapi, Pa—""Tidak ada kata tapi. Dengarkan papa, seorang pejuang yang baik saat dia mencapai puncak dari perjalanan panjang perjuangannya akan tahu kapan harus berhenti. Maka dari itu ada istilah gantung sarung tinju, hal itu pun sama untukmu, Emily. Biarlah kenangan baik tentangmu dan segala reputasi tak bercela sepanjang karir hukum yang kau torehkan akan dii
"Dokter, izinkan saya melihat Rayden untuk terakhir kalinya!" Emily meraih tangan Dokter Wilbur Anderson."Maaf, pesan beliau tadi seandainya tidak dapat bertahan hidup, Anda tidak diizinkan untuk melihat beliau lagi. Jenazah akan dikirim segera dengan pesawat ke Paris untuk dikebumikan. Mungkin Anda lebih baik pulang saja ke rumah, permisi!" jawab dokter poli IGD tersebut lalu membalikkan badan kembali ke tempat praktiknya.Lincoln Carter memeluk puterinya yang terisak-isak karena merasa sangat bersalah untuk segala keputusan tanpa hati yang dilakukannya semenjak awal undangan makan malam dari Rayden tiba di kantornya. "Emily Darling, lepaskan apa yang telah berlalu. Ingatlah kau harus tetap tenang demi janin yang hidup di rahimmu. Ibu yang stres dapat mengalami keguguran!" hibur mantan jaksa itu sembari membelai rambut panjang Emily."Kita pulang sekarang, Pa. Bolehkah aku mengambil cuti besok pagi?" ujar Emily seraya membersit hidungnya yang buntu oleh ingus."Tentu saja boleh. Kam
"Miss Emily Carter, tolong datang ke poli IGD Rumah Sakit Umum Chicago. Pasien kecelakaan lalu lintas bernama Tuan Rayden Zinedine Dabusche membutuhkan kehadiran Anda segera. Kami menunggu kehadiran Anda!" tutur seorang wanita yang mengaku sebagai perawat jaga rumah sakit yang menerima korban tabrakan mobil mengenaskan malam ini.Mendengar permintaan wanita tak dikenal di telepon itu, Emily ragu untuk datang ke rumah sakit yang disebutkan. Namun, bila memang benar Rayden membutuhkan kehadirannya maka dia akan terbeban oleh perasaan bersalah bila menolak datang. "Baiklah, aku akan datang segera!" putus Emily mengikuti dorongan hati nuraninya. Dia berganti pakaian untuk pergi keluar rumah lalu membangunkan papanya untuk menemani dirinya ke rumah sakit.Lincoln Carter yang dibangunkan tengah malam buta oleh puterinya tidak banyak bertanya. Dia memilih untuk melihat situasi gawat apa yang tengah terjadi? Sementara naik taksi yang selalu stand by di depan apartment, Emily menjelaskan tent
Ketika Murat selesai membaca email dari Emily yang mengabarkan bahwa wanita tersebut tengah hamil 6 bulan, dia merasa gelisah. Sang sultan baru negeri Ottoman ingin memboyong kekasihnya ke istana. Namun, pemerintahannya masih dilanda rendahnya tingkat kepercayaan kepada pimpinan dirinya. Kudeta demi kudeta harus dihadapi olehnya. Ancaman pembunuhan terhadap Murat dari kubu oposisi mengintai di setiap sudut istana. Beruntungnya karena Jendral Hersek dan para petinggi militer mendukung penuh pemerintahan Murat. Jaring pengaman diperketat demi menjaga keselamatan nyawa sang sultan baru.Di ujung fajar yang merekah, Murat berdiri di balkon kamar istana yang ada di lantai 3. Pemandangan laut lepas dengan ratusan kapal terapung di semenanjung terbentang di hadapannya. Kekuasaan atas seluruh Turki ada di genggaman tangannya. Sultan muda itu menghela napas panjang sembari mencengkeram besi susuran balkon, dia berteriak kencang melampiaskan rasa tertekannya. "Emily, aku merindukanmu. Aku jug
Emily menjalani kehamilannya ditemani oleh ayah tercintanya, mantan jaksa Lincoln Carter di Chicago. Pria berumur itu yang menemani puteri tunggalnya ke mana-mana, beliau juga membantu Emily memeriksa berkas kasus yang akan disidangkan agar tidak kelelahan bekerja. Alasannya adalah dia masih bisa melakukan pekerjaan jaksa dan menganggur saat ini."Jadi kapan persidangan kasus Harvey Robinson disidangkan perdana, Emily?" tanya Lincoln Carter yang duduk bersebelahan di mobil dinas bersama puterinya. Mereka akan berangkat kerja ke balai kota Chicago pagi ini.Emily yang tadinya duduk melamunkan Murat sambil menatap sisi jalan yang dilalui mobil dinasnya lalu menoleh ke arah ayahnya, dia menjawab, "Lusa persidangan perdana kasus pembunuhan wanita prostitusi itu akan digelar. Hakim Louis Bernard Miller yang akan memimpin sidang, Pa.""Ohh, hakim muda itu. Dia pernah ingin melamarmu dulu sekitar lima tahun silam, tetapi Papa menolaknya karena tahu kamu sedang fokus mengejar kariermu sebagai
"Ismael Pasha akan tetap menjalankan fungsi sebagai koordinator pemerintahan sesuai yuridiksi kesultanan. Saya sebagai calon pewaris tahta kesultanan Turki akan menjadi kepala negara sebagai sultan," terang Murat saat berada di ruang rapat istana sultan. Di tengah ruangan, kursi singgasana dibiarkan tetap kosong karena tak ada yang dilantik sebagai pengganti sultan sebelumnya. Semua petinggi kesultanan berdiskusi dengan posisi duduk saling berhadapan. Dan Murat duduk di kursi seberang Ismael Pasha.Pria berjanggut kelabu keperakan dengan kepala botak itu menjawab Murat, "Saya hanya bawahan Anda juga, Pangeran. Jangan menjadikan saya sebagai penghalang untuk naik tahta. Anda mendapatkan kesetiaan penuh dari saya!"Sekalipun jawaban Ismael Pasha menyiratkan persetujuan dan dukungan untuk Murat. Namun, sang pangeran tetap waspada. Kedatangannya di hari pertama langsung mendapat sambutan hujan anak panah tajam. Itu artinya ada pihak yang merasa terancam dengan kehadirannya kembali di ist
Ketika taksi yang ditumpangi oleh Emily berhenti di tepi trotoar, dia pun membayar tarif sesuai argo dan membiarkan sisa kembaliannya sebagai tip untuk sopir taksi. Dengan segera Emily turun dan menutup kembali pintu taksi. Namun, dia tak menduga bahwa pria Perancis yang terobsesi kepadanya itu menguntitnya sedari tadi.Kedua lengan Rayden menangkap perut Emily dari belakang. Dan wanita itu berteriak sembari meronta, "LEPASKAN AKU, RAYDEN!" Namun, telapak tangan Rayden segera membekap mulut Emily."Melepaskanmu? Ohh ... jangan harap, aku sangat mencintaimu hingga nyaris gila, Emily. Cinta ini selalu kau pandang sebelah mata dan kau abaikan begitu saja! Kini setelah pria Turki brengsek itu pergi menjauh, waktunya kita rujuk kembali sebagai sepasang kekasih yang mesra seperti dulu!" tolak Rayden sambil mengangkat tubuh Emily hingga menggantung tak menapak ke tanah."Tolong ... tolong ... lepaskan aku!" jerit Emily sekuat tenaganya sebelum Rayden memasukkannya ke mobil. Sersan Rodney ya
Sementara Murat merunduk di sekelilingnya para prajurit serta petinggi militer melindunginya dari hujan anak panah. Dia beruntung karena serangan mendadak itu gagal. Dia menduga para teroris itu yang kemungkinan besar adalah suruhan pihak yang tak menghendaki kepulangannya ke Turki."Situasinya sudah aman, Pangeran Murat. Mari kita masuk ke paviliun untuk menemui kakek Anda," ajak Jenderal Hersek dengan wajah dicekam rasa panik.Maka Murat pun segera bergegas masuk ke kediaman kakeknya Zaganos. Namun, yang pertama dia temui justru sang nenek di ruang tamu bagian depan Paviliun Taman Narwastu. "Cucuku, selamat datang kembali ke rumahmu!" seru Freya Bey. Dengan penuh kerinduan dia memeluk erat Murat yang bertubuh jangkung dan lebih tinggi darinya."Nenek, maafkan aku yang begitu lama meninggalkan istana. Apa kabar Nenek dan kakek baik-baik saja?" ujar Murat memeriksa keadaan neneknya dari ujung kepala hingga kaki. "Segalanya baik, hanya saja usia kami makin senja. Beruntung sebelum me