Share

28

Penulis: Win Tampu
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-05 15:08:46

"Ndang, aku ini temanmu atau bukan, sih? Kok, apa-apa nggak pernah mau cerita,” Friska komplain pada Sondang, saat mereka ber’video call’ siang itu.

Sondang yang saat itu sedang berjalan sendirian di tepi danau Toba, merasa tak enak hati mendengarnya. Dia melihat kepada Friska, yang sedang duduk di bawah pohon, dengan angin kencang ‘menerbangkan’ helai-helai rambutnya. Di belakangnya terlihat pantai berwarna biru tosca, dengan orang yang ramai berlalu lalang.

“Hah? Memang kenapa cihh, Friskaku Sayang? Oh, kar’na aku pulang kampung tanpa ngasih tahu kamu, ya, Fris? Aduh, sorry, ya. Aku lupa,” Sondang langsung faham, dan merasa menyesal.

Begitu Mama meminta Sondang menemaninya pulang kampung, semangat Sondang memang langsung melorot. Jangankan bercerita pada Friska, untuk memberitahu pada Idris pun sebenarnya dia tak ingin.

“Hmm.. Sombong amat, Ndang. Padahal kalau aku tahu kamu pulang kampung, aku mau nitip oleh-oleh buat orang tuaku di Siantar.”

“Oh, ya sudah. Mumpung aku masih di k
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Diantar Ke Rumahku   29

    Hari pesta pernikahan itu akhirnya tiba juga.Pagi itu, keluarga calon pengantin pria tiba tepat waktu, untuk menjemput calon pengantin wanita. Sebelum pemberkatan pernikahan, ada acara Marsibuha-buhai, di mana kedua pihak keluarga akan makan bersama. Untuk pertama kalinya Sondang melihat sendiri, bagaimana adat Batak dilakukan oleh keluarga pengantin perempuan.Tadinya Sondang mengira, acara makan bersama itu akan berlangsung begitu saja. Tapi ternyata, ada tatacara adatnya juga. Dia melihat bahwa begitu Paranak – keluarga pengantin lelaki- tiba, mereka menyerahkan daging yang kata Mama disebut Namargoar, kepada Parboru –keluarga pengantin wanita-. Setelah itu, Parboru menyerahkan Dengke –ikan mas yang dimasak arsik- kepada Paranak. Usai melakukannya, barulah mereka semua makan.Ketika mereka memasuki gedung gereja, setengah dari kursi yang ada, sudah terisi oleh undangan. Dan tak lama kemudian, acara pemberkatan nikahpun dilangsungkan dalam bahasa Batak Toba. Ketika kedua pengant

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-05
  • Diantar Ke Rumahku   30

    Idris sudah beberapa hari kembali ke Site, saat Sondang dan Mama kembali dari Kampung di hari Sabtu malam. Karena pekerjaan mereka baru dimulai kembali setelah libur lebaran, dia mengatakan tidak dapat pulang di hari Sabtu.Ketika akhirnya Idris datang di Minggu menjelang sore, rumah sedang kedatangan teman-teman Lansia Mama, yang menanti pembagian oleh-oleh. Ada Mama Justin di antara mereka, dan ada Justin juga yang ikut mengantar Mamanya.Sondang juga mengundang Friska, Andi dan Diana untuk datang ke rumahnya, membagi oleh-oleh yang dia belikan khusus untuk mereka.Idris yang melihat rumah begitu ramai, tiba-tiba merasa begitu lelah. Menunggu hampir 2 minggu untuk bertemu Sondang, ternyata membuat emosinya naik, ketika realitas yang ada, kembali tak sesuai dengan harapannya.Biasanya dia lebih bisa menahan diri, dan maklum kalau Sondang memang tak mudah untuk didekati, karena keluarganya selalu ada di sekitar mereka. Tapi hari ini, bukan cuma keluarganya, ada orang-orang lain juga.

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-06
  • Diantar Ke Rumahku   31

    Saat libur lebaran itu, ketika keluarga Bang Sihol sudah pulang dari Bromo, dan Sondang masih di kampung bersama Mama, Idris sudah berbicara dengan Bang Sihol, mengenai hubungannya dengan Sondang. Hubungan mereka berdua sejak kuliah dulu sangatlah akrab. Bahkan di antara semua orang-orang serumah mereka saat berkuliah dulu, Idris paling akrab dengan Bang Sihol. Bang Sihol bukan sekedar kakak kelas dan teman serumah bagi Idris. Pertemuan Idris dengan Bang Sihollah yang banyak mengubah Idris. Saat itu, sebagai seseorang yang berasal dari panti asuhan, dia merasa tak ‘setara’ dengan teman-teman kuliahnya. Idris bukan hanya seorang yang pendiam saat itu, tapi dia juga memiliki citra diri yang rendah. Suatu hari, dia berkenalan dengan Bang Sihol, yang kemudian mengajaknya menghadiri persekutuan mahasiswa Kristen, dan menjadi pembimbing rohaninya. Kebaikan hati Bang Sihol, membuat Idris pada suatu hari akhirnya terbuka menceritakan asal usulnya. Dia juga menceritakan perasaan tertolak,

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-06
  • Diantar Ke Rumahku   32

    Waktu masih kuliah dulu, Sondang pernah menonton sidang perkara pidana di Pengadilan Negeri. Dia pergi bersama seorang temannya yang berkuliah di Fakultas Hukum, yang sedang mencari bahan untuk mengerjakan tugas kuliah.3 orang hakim memakai jubah hitam, duduk di depan, di tengah ruangan sidang. Mereka menjatuhkan hukuman 3 tahun pada seorang anak muda, yang suatu hari tanpa sengaja membuat temannya meninggal dalam kecelakaan motor. Sampai sekarangpun, Sondang masih ingat pada wajah anak muda itu: putih atau mungkin pucat, begitu ketakutan dan putus asa. Sondang bisa melihat bahwa tangannya gemetar. Kursi 'penonton' hanya diisi oleh Sondang, temannya, dan seseorang yang memakai seragam. Sepertinya, Anak muda itu tidak ditemani oleh orang tua atau keluarganya. Dia sendirian saja menghadapi hukumannya. Selasa malam ini, Sondang merasa dia sedang duduk di kursi anak muda itu.Mama, Sang hakim sedang duduk di depannya. Memasang wajah marah yang membuat Sondang ketakutan.Untunglah

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-09
  • Diantar Ke Rumahku   33

    Jam 8 malam itu, telepon Sondang membunyikan panggilan dari Idris.Sondang hampir mengangkatnya, namun air mata yang kembali jatuh membuatnya urung. Dia tak ingin membagi kesedihannya dengan Idris malam ini, ketika rasa marah kepada Mama memenuhi pikirannya. Jika dia berbicara dengan Idris sekarang, dia khawatir akan ‘keceplosan’, dan menceritakan kata-kata ‘kejam’ Mama tentang Idris, kepadanya.Sondang sedang merasa sakit hati pada Mama. Dia telah menghina Idris, karena sebuah takdir yang tak kan pernah bisa diubah. Seandainya Idris mendengar ucapan Mama tersebut, bukankah dia juga pasti akan marah?Namun, bukan Idris namanya jika dia menyerah dengan mudah.Dia terus mengulang menelepon, dan Sondang tak tega untuk mematikan teleponnya. Yang sanggup dia lakukan hanyalah mendiamkan nada dering.‘Ndang, kamu sibuk ya? Teleponku dari tadi enggak diangkat.’ Sondang membaca pesan itu di tampilan layar depan, hampir 20 menit setelah teleponnya berulang kali menampilkan panggilan yang gagal

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-09
  • Diantar Ke Rumahku   34

    Rumah Sondang terasa begitu hening sekarang. Meskipun kedua keponakannya kadang masih bermain riuh di ruang tengah, namun suasananya sudah berubah.Sejak malam yang membuat Mama menangis itu, Mama memilih ke luar kamar di pagi hari, setelah Bang Sihol berangkat bekerja. Dia juga berhenti menonton sinetron setelah makan malam, dan memilih untuk masuk ke kamarnya, begitu Bang Sihol atau Sondang kembali ke rumah usai bekerja.Selama 2 hari ini, begitulah ritmenya, membuat pulang ke rumah terasa menyedihkan bagi Sondang. Tak ada lagi percakapan keluarga yang menyenangkan, meski sesekali dibumbui oleh perdebatan ‘tak berarti’ antara Mama dan Sondang. Rumah ini sedang diisi kemarahan dan kekecewaan sekarang.Sejak malam itu, Sondang dan Bang Sihol tidak pernah lagi bertemu Mama. Mama selalu mengurung diri kamarnya, tak mau ke luar untuk makan malam, juga tak mau membuka pintunya, jika tahu bahwa Sondang atau Bang Sihol yang mengetuk untuk meminta izin masuk.Hanya Ipar Sondang yang masih be

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-15
  • Diantar Ke Rumahku   35

    “Kenapa Mama selalu bersikap begini, kalau keinginannya tidak dituruti? Aku capek,” keluh Sondang kepada Abang dan Iparnya. “Hus, jangan bicara seperti itu, Ndang. Itu nggak baik,” tegur Abangnya dengan lembut.Air mata Sondang menitik satu-satu, jatuh ke atas meja makan di dapur. Iparnya segera beranjak mengambil tissue dan memberikannya pada Sondang.“Tapi aku memang capek, Bang. Dari dulu, aku harus selalu menuruti kemauan Mama, yang sering kali nggak masuk akal alasannya. Apa aku nggak boleh punya keinginanku sendiri? Apa cuma Mama yang harus dihormati kemauannya?” Sondang makin terisak-isak.Iparnya menghampiri, memeluk Sondang dengan simpati.Bang Sihol melihatnya dalam diam. Mereka sama-sama tahu, bahwa meski sudah banyak berubah dibandingkan dulu, Mama masih tetap keras hati. Dan Sondang selaku anak perempuan satu-satunya, memang banyak ‘mengorbankan’ harapannya sendiri, demi mematuhi keinginan Mama. Dia ingat, ketika Sondang menangis mengadu kepadanya, meminta bantuannya ya

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-15
  • Diantar Ke Rumahku   36

    Jumat akhirnya tiba juga.Di kantor, Sondang sejenak bisa melupakan permasalahannya dengan Mama, karena kesibukannya mengurusi data penjualan. Apalagi di hari Jumat, yang selalu merupakan hari yang sibuk: ada 3 laporan yang harus dibuat sebelum jam 12 siang, dan ada faktur-faktur yang harus diserahterimakan kepada Sales.“Ndang, dari tadi telponmu bordering terus,” kata Emma, teman seruangannya. Sondang terheran-heran mendengarnya. Dia memang meninggalkan teleponnya di meja, karena tak memerlukannya saat menemui para Sales. Tapi biasanya juga telepon itu tak pernah berbunyi d pagi hari seperti ini.Ada 5 panggilan tak terjawab dari Iparnya. Karena teleponnya tak terjawab, Iparnya ternyata mengirimkan sebuah pesan singkat:‘Ndang, Inang nggak sadar tadi di kamarnya. Kami lagi di rumah sakit sekarang,’Seperti ada gong yang dipukul bertalu-talu dengan kencangnya di kepala dan telinga Sondang, membuat dia merasa begitu bising dan kacau. Bagaimana ini? Mengapa Mama bisa kehilangan kesada

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-15

Bab terbaru

  • Diantar Ke Rumahku   72

    “Hai, Ndang.. Selamat pagi,” sapa Idris ketika akhirnya langkahnya tiba di makam Sondang. Diletakkannya bunga mawar dan krisan putih, di dekat tulisan nama Sondang. Dirabanya nama tersebut dengan hati-hati, seolah dia sedang menyentuh rambut Sondang, seperti dulu. Dia tahu, Sondang tak ada di situ. Hanya tubuhnya yang tertinggal, perlahan-lahan sedang kembali menjadi tanah. Namun, hatinya begitu rindu untuk menyapa Sondang, dan untuk mengobrol dengan dia. “Pabriknya sudah selesai. Jadi aku akan pulang ke Jakarta besok,” katanya lagi, sambil menggigit bibirnya, menahan jatuhnya air mata. Tak ada jawaban apa-apa. Hanya ada teriakan anak-anak kecil yang bermain layang-layang, di sekitar pemakaman. "Harusnya kau ikut pulang bersamaku, kan?" Pada akhirnya Idris menangis. Rencananya untuk membawa Sondang, tinggal di rumah yang telah dipersiapkan Idris, kandas sudah. Sondang memilih berumah di seberang langit, tempat di mana Idris tak bisa mendatanginya. Idris menutup matanya. Dia sud

  • Diantar Ke Rumahku   71

    Usai acara penghiburan yang memang memancing kesedihan, Idris, Friska, Andi, dan keluarga Sondang duduk di ruang tengah. Friska sekarang tinggal di rumah itu, atas permintaan Mama. Menempati kamar Sondang dulu. Meski semua sangat rindu pada Sondang, namun sepanjang mereka mengobrol, tak seorangpun yang menyebut-nyebut nama Sondang, atau membicarakan kenangan tentang dia. Semua saling menjaga, sebab semua masih terluka hatinya. Masih perlu sangat banyak waktu, untuk membuat mereka sembuh. Namun, ketika Idris sudah naik ke kamarnya, bersama Andi yang ikut menginap, tiba-tiba Friska datang menemui mereka. Dia membawa sebuah tas, dan meletakkannya di atas meja di depan tempat tidur Idris. Di atas meja itu, juga ada foto Sondang dengan topi kelincinya. “Bang, aku bukan mau membuat Abang teringat-ingat Sondang. Aku hanya mau menyampaikan titipan Sondang untuk Abang.” Idris menenangkan hatinya sebentar, lalu membuka tas tersebut. Di bagian paling atas, ditemukannya selembar kertas

  • Diantar Ke Rumahku   70

    “Dris, bangunlah,” sebuah suara samar-samar terdengar memanggil namanya. Dibukanya mata, dan terlihat Bang Sihol di sisinya. Friska dan Andi juga ada di situ.Ternyata Idris sakit. Andi mencarinya ke kamar, setelah Idris tak kunjung menjawab teleponnya. Dan di situ, dilihatnya Idris berbaring dengan tubuh menggigil kedinginan, sambil mendekap erat songket hijau - jingga, di dadanya. Dia demam tinggi, mungkin karena terlalu lelah batin dan raganya. Menunggui Sondang setiap hari di rumah sakit, membuat tubuhnya akhirnya kalah. Dan kekalahan itu semakin telak, ketika semua jerih lelahnya, tak mampu membuat dia menang bertarung melawan maut, yang dengan tega telah merenggut Sondang darinya.Andi dan Bang Sihol membantunya mengganti pakaiannya, seperti yang dulu juga pernah dikerjakan Sondang, saat Idris sedang sakit. Mereka juga membantunya pergi ke toilet, sebab kakinya terlalu goyah untuk bisa berjalan sendiri. Lalu setelah semuanya selesai, Andi menyelimutinya dengan selimut tebal b

  • Diantar Ke Rumahku   69

    Hari sangat cerah, ketika Sondang akhirnya ‘pergi’. Hari itu hari Sabtu, hanya beberapa hari setelah Sondang menerima Perjamuan Kudusnya. Di taman rumah sakit, burung-burung ramai bernyanyi, di pohon-pohon yang tumbuh besar dan rindang. Anak-anak kecil terlihat riuh berlari-larian, tanpa pernah tahu, ketika mereka sedang tertawa menikmati kehidupan, Sondang sedang melintasi lembah mautnya. Saat itu, semua yang mengasihinya, menjeritkan namanya dengan sisa air mata yang masih ada. Mama sudah terduduk lemah di kursi, setelah lelah meratap sambil memeluk anak bungsunya yang mendahuluinya pulang. Dia tak mengerti, mengapa bukan dirinya yang sudah tua ini saja, yang dipanggil pulang. Mengapa Sondang yang masih muda, yang sedang akan memulai kebahagiaanya dengan Idris, harus dihentikan langkahnya dengan tiba-tiba seperti ini. Dia telah berulang kali berkata dalam doanya: “Angkatlah penyakitnya, pindahkan kepadaku.” Tapi ternyata, kehendaknya, tidak sama dengan kehendak Pemilik Kehidup

  • Diantar Ke Rumahku   68

    Siapa yang tak akan marah, dan sakit hati, jika rencana yang sudah disusun rapi, hancur dalam sekejap mata? Sondang merasa sakit hati pada Penciptanya. Dia merasa dilupakan, tak dipedulikan. “Aku tak dapat beriman padaMu,” bisik Sondang dalam kemarahannya. Namun ketika dia sangat putus asa, dia tetap kembali menaikkan doa. “Aku bukan seseorang yang istimewa, bukan orang yang berguna untuk orang lain. Tapi setidaknya, aku berusaha membuat diriku, tak menjadi beban bagi orang lain. Bolehkah aku hidup lebih lama lagi, dan menikmati kebahagiaan bersama Idris?” Marah dan sedihnya, akhirnya menjadi bagian yang berganti-ganti mengisi perasaannya. Dia bahkan telah kehilangan kemampuannya untuk tersenyum. Ketika Mama datang, dan duduk di sampingnya, sambil menyanyikan dengan lembut, lagu-lagu dari ‘Buku Ende’, dia justru merasa semakin terpuruk di dalam sakit hati yang mendalam terhadap semuanya. Dilihatnya kerut-kerut wajah Mama, tanda dari tahun-tahun yang banyak dan berat, yang suda

  • Diantar Ke Rumahku   67

    Meski sudah berlatih untuk tidak menangis, air mata Sondang tetap saja tumpah, ketika Idris datang di hari Sabtu sore. Usai mengusap air matanya, tatapannya menyusuri wajah lelah Idris, dan menemukan kemurungan di sana, yang tak mampu disembunyikan oleh senyuman. Begitu Idris datang, Mama yang sejak tadi pagi menjaga Sondang, memutuskan untuk pulang dulu. Friska juga menunda kedatangannya, memberi waktu bagi mereka berdua untuk saling berbicara. Tapi Sondang tak punya kata-kata untuk dibicarakan. Kesedihan mengatupkan mulutnya, membuat kata-kata hanya diam dalam pikiran. “Bagaimana keadaanmu, Ndang?” tanya Idris lembut, sambil mengelus jemari Sondang. Sondang menggigit bibirnya, berjuang agar air matanya tak lagi jatuh. Tanpa Sondang harus menjawabpun, Idris pasti sudah dapat menebak keadaannya sekarang. Mata dan kulitnya yang semula hanya pucat, sekarang mulai terlihat menguning. Tidak terlalu kuning, tapi pasti tak akan luput dari mata Idris yang selalu teliti. Dia juga pasti

  • Diantar Ke Rumahku   66

    Ketika sedang bersalam-salaman usai kebaktian minggu, Pendeta bertanya pada Sondang, tentang kesehatannya. Di ujung perbincangan mereka, Sang Pendeta kemudian berkata, “Tadi saya sudah mengobrol dengan ‘temanmu’. Konseling pranikah kalian, kita tunda sampai kamu sehat dulu, ya.” Sondang bengong sejenak, baru kemudian memahami maksud Pendeta. “Oh, iya.. Seharusnya dimulai hari ini ya, Amang? Jangan Amang, jangan ditunda.. Biar saja hari ini dimulai..” Pendeta memandangnya tak yakin. “Nanti saja, Ndang. Kalau kamu sudah sembuh.” Sondang menggeleng, “Sekarang saja ya, Amang. Mumpung Bang Idris ada juga,” bantahnya dengan suara memohon. Pendeta akhirnya setuju. Dari tempatnya berdiri, Sondang mencari Idris, dan melihatnya sedang mengobrol bersama Andi dan yang lainnya. Sondang menghampirinya dan berkata, “Bang, ke sini sebentar, ya..” Di depan Pendeta yang masih menunggu mereka, Sondang berkata, “Ayo, Bang.. Kita konseling sekarang.” “Tadi kami sudah sepakat menundanya, sampai kam

  • Diantar Ke Rumahku   65

    Kadang-kadang, zaman ketika informasi begitu mudah didapat ini, justru membawa kecemasan baru.Seperti hari ini. Begitu dokter memutuskan untuk melakukan biopsi, beberapa saat kemudian, Idris sudah memperoleh informasi mengenai kemungkinan penyakit Sondang.Itulah penyebabnya, meskipun sepanjang perjalanan menuju Site tadi, dia sudah menangis, air matanya tetap belum lelah turun, ketika dia sudah berada di kamarnya di tengah malam itu.Ditekuknya kaki, bersujud di tepi pembaringan. Dia sangat ketakutan, dan merasa membutuhkan kekuatan melalui doa.Tadi, sekitar jam 9 malam, dia sudah menelepon Friska, yang kembali menunggui Sondang di sana.“Dia sudah tidur, Bang,” kata Friska memberitahu.“Jangan biarkan dia sering-sering memegang teleponnya ya, Fris,” kata Idris meminta tolong. Dia takut kalau seperti dirinya, Sondang juga tergoda untuk mencari tahu mengenai penyakitnya. Dia tak ingin Sondang merasa takut dan akhirnya malah putus asa.“Iya, Bang. Dia menurut, kok. Tadi kan, Abang j

  • Diantar Ke Rumahku   64

    Di IGD, Sondang diperiksa oleh dokter jaga yang memeriksanya beberapa hari lalu. “Apa infeksinya lambungnya makin parah, Dok?” tanya Friska saat dokter memeriksa perut Sondang. Sejak masih di rumah, selain lemas dan mual, Sondang mengeluh perutnya sakit. Dokter perempuan muda tersebut tidak langsung menjawab. Dia masih memeriksa beberapa bagian di perut Sondang dengan tangannya, menekannya di beberapa tempat. Dia juga memeriksa mata, kaki dan tangan Sondang. Entah apa yang dicarinya, Friska dan Idris sama-sama tak tahu. “Iya, lambungnya masih belum sembuh. Tapi saya ingin memastikan , apakah ada kemungkinan penyakit lain. Kita akan melakukan tes fungsi hati,” dokter akhirnya menjawab setelah selesai memeriksa fisik Sondang. “Tes fungsi hati? Apakah dia terkena hepatitis, Dokter?” Idris bertanya dengan cepat. Seorang teman kerjanya pernah bercerita tentang pemeriksaan darah untuk mengetahui fungsi hati, saat sang teman terkena hepatitis. “Saya belum bisa memastikan, Pak. Nanti aka

DMCA.com Protection Status