“Enggak benar,” jawab Ayu.“Lalu bagaimana dengan anak-anak?”“Mungkin kita bisa kembali sewa asisten rumah tangga.”“Apa kamu enggak mau lagi mengurusku? Jika ada pelayan di rumah itu artinya akan ada wanita lain di rumah kita, kamu yakin enggak masalah dengan hal itu?”“Memangnya kenapa, bukankah tanpa asisten rumah tangga, jika seseorang memang punya keinginan untuk mendua. Di luar pun pasti akan dengan mudah melakukannya.”“Dek, kamu sedang menyindirku.” Ayu hanya menggeleng.“Semalam aku terkunci di gedung itu. Makanya aku tidak bisa pulang tepat waktu.”“Aku tahu,” ucap Ayu yang membuat Andi terheran. Ia tak pernah memberi tahu siapa pun.‘Jangan-jangan orang yang tadi merekamku, sudah menyebarkan beritanya,’ batin Andi.“Siapa yang memberi tahumu?”“Semua orang juga tahu.”
Ayu segera membawa Rania dalam gendongan, tanpa ada keraguan sedikit pun wanita itu membuka pintu mobil. Mengabaikan wartawan yang sudah mengerumuni kendaraan roda empat itu, tak ubahnya seperti semut yang mengerumuni gula. Melihat seseorang yang keluar dari sana. Orang-orang ramai, berbondong-bondong, mengangkat kamera dan menyodorkan microfon dan sejenis alat perekam lain ke hadapan Ayu. berbagai pertanyaan yang menohok mulia mereka lontarkan.“Bagaimana pendapat Ibu menanggapi isu perselingkuhan yang dilakukan suami Anda?” Salah seorang wartawan perempuan itu mengeraskan suaranya. Hanya agar pertanyaannya di dengar Ayu.“Apa kalian akan bercerai?”“Apa nantinya kalian akan melakukan poligami?”Ayu masih diam menatapi mereka yang terus saja bicara tanpa henti. Tangannya mengepal erat, seiring dengan Rania yang semakin menjerit histeris. Ia ingin melangkah maju, tetapi bebe
“Kamu bilang apa tadi? Aku pantas mendapatkannya? Jangan sembarangan Ayu. Harusnya kamu berkaca. Kenapa suamimu berpaling darimu sampai dua kali.” Dari pada membalas kemarahannya Ayu justru tersenyum menanggapi patah demi patah kat yang terlontar dari bibir ranum Alea yang berhiaskan lipstick nude yang glossy. Dari luar terlihat cantik sekali, sayangnya berbanding terbalik dengan ucapannya yang begitu kasar dan setengah berteriak itu.“Memangnya menurutmu kenapa?” tanya Ayu.“Ya jelas karena kamu yang tidak bisa mengurusnya dengan baik. Lihatlah sebagai seorang istri kamu hanya pintar menghabiskan uang suami. Aku tahu kamu pasti menghabiskan banyak uang untuk perawatan wajahmu. Percuma saja jika kamu merawat wajah, tetapi pakaianmu tidak diperhatikan. Pada akhirnya suamimu tetap akan berpaling dan meninggalkanmu lagi.”“Kalau dia memang ingin pergi, ya tinggal pergi. Sejak dulu saya tidak pe
“Alea sebaiknya kita pergi saja, untuk apa masih mengejarnya? Kamu tidak lihat, Andi sudah semarah itu?” Untuk sekian kali Rana mencoba mengingatkan Alea, akan tetapi wanita itu justru tetap kukuh pada pendiriannya. Ia masih saja membuntuti mobil Andi menuju rumah sakit. Ia bahkan sengaja duduk di bangku kemudi.“Aku ingin tahu, apakah dia masih bisa terus berakting pura-pura pingsan di depan dokter?” Alea masih saja mengira jika Ayu hanya pura-pura. Padahal Rana sendiri melihat bagaimana perubahan Ayu saat ia lama terdiam setelah didorong Alea, hingga punggungnya membentur pagar pembatas tangga. Andai saja posisi dia bukan manager. Rasanya ingin sekali menampar wajah Alea untuk membuatnya sadar jika yang dia lakukan salah.Tiba di rumah sakit. Nyatanya Alea hanya menyakiti dirinya sendiri. Pemandangan di depannya benar-benar cukup menjelaskan betapa berartinya wanita yang kini terbaring lemah di ranjang IGD bagi Andi. Lelaki itu selain tak berhenti mengecup punggung tangan istrinya.
Pagi itu Rana terbangun oleh teriakan Alea yang menggema. Ini masih jam 4 subuh, tetapi wanita itu sudah sangat histeris, dengan mata yang masih enggan terbuka, Rana segera berlari, khawatir jika terjadi sesuatu yang buruk.“Ada apa, kenapa teriak-teriak sepagi ini?”“Rana coba lihat, berapa like yang kudapat dari postinganku semalam? Sudah 1,3 juta like. Ini benar-benar gila, Rana.”“Oh, ya? Kau berteriak hanya karena itu?” Rana hanya bisa menggeleng sembari mengelus dadanya. Seharusnya ia tak perlu buru-buru hanya karena berita yang tak penting. Alea memang tak tidur sejak semalam, sibuk mengotak-atik layar ponselnya. Semalam suntuk ia terus saja memilah beberapa pakaian muslim dan juga kerudung. Ia benar-benar ingin mengubah penampilan atas nama cinta.“Mereka memujiku. Katanya, aku cantik dan anggun. Apakah aku terlihat lebih cantik dengan penutup kepala ini, Rana?”“Setiap wanita yang berhijab memang akan terlihat lebih cantik. Mereka seperti memancarkan aura tersendiri.” Alea la
“Itu baru namanya temanku. Jangan takut istri, untuk apa tunduk sama satu perempuan.” Syahru yang melihat dari kejauhan hanya bisa meliriknya. Ia tahu keteguhan Andi pada pernikahannya sangat kuat. Tak mungkin ia setuju menghabiskan malam dengan wanita lain jika tak ada alasan yang sama kuatnya. Kebetulan saat itu Syahru habis dari toilet jadi, ia tak sengaja mendengar percakapan dua orang itu, yang berada di depan pintu keluar. Andi kembali masuk, kali ini ia diboyong ke lantai atas. Ada tempat karoke dan kamar-kamar yang biasa disewakan untuk praktik prostitusi. Jangan tertipu dengan wajah depannya yang berupa rumah makan jepang, karena saat malam hari tempat ini memiliki fasilitas lain, yang membuatnya tak pernah sepi pengunjung. Khususnya para pria hidung belang. Pakaian pelayan yang berjaga di depan, bahkan sangat jauh berbeda dengan pelayan yang mengantar makanan saat berada di dalam. Rok span panjang super ketat dengan sobekan sampai di atas lutut, menajadi pe
“Kamu gila, Alea. Cintamu membuatmu buta!” teriak Rana, yang diabaikan begitu saja oleh Alea. Wanita itu tetap meneruskan langkahnya kembali masuk ke dalam restorant. Dengan langkah lebar, dan wajahnya yang sudah bermandikan air mata ia terus menelusuri setiap ruang demi ruang. Mencari keberadaan wanita yang baru saja keluar bersama Andi.Hingga sampailah mereka bertemu di jalan yang mengarah ke toilet. Anisa terkejut dengan kedatangan Alea yang seperti singa yang siap menerkam mangsanya.“Katakan, apa dia menyentuhmu?” tanya Alea.“Apa urusannya denganmu? Kami memang melakukannya,” kata Anisa sambil tersenyum sinis.“Aku tidak percaya.”“Kupikir kamu istrinya, hahha ternyata sama-sama pengganggu suami lain. Enggak malu sama penampilanmu?”“Jangan mengomentari penampilanku, katakan saja berapa uang yang kamu butuhkan, agar kamu mau mengatakan apa yang terjadi seben
“Aku enggak bisa terima ini?” tolak Ayu.“Kenapa? Apa Adek mulai berpikir untuk meninggalkan Abang?” Ayu segera mengembalikan berkas-berkas itu ke tangan suaminya.“Abang memberiku terlalu banyak, itu bukan hakku. Tidak perlu seperti ini. Aku enggak mau dikatai wanita serakah, hanya karena menerima semua ini,” ucap Ayu sembari memalingkan wajahnya.“Abang memang salah, karena pernah mengatakan sesuatu yang membuatmu tersinggung. Maka dari itu, terimalah semua ini, Dek. Abang ikhlas ngasih semuanya buat kamu. Abang sadar, kalau yang aku butuhkan di dunia ini, itu kamu. Kehidupan kita sudah membaik. Alhamdulillah kita juga sudah bisa buka 2 cabang lagi, tapi tetap saja rasanya beda. Setiap kali Abang ke rumah, kamu sudah enggak seperti dulu. Pleaise, terima ini.” Andi berpikir jika dengan memberi semuanya, akan membuat Ayu kembali seperti dulu.“Aku sudah tidak menginginkannya lagi.”
Aku tidak menyadari jika aku terlalu lama berada di toilet, sampai kemudian Mas Syahru menyusul ke sini. Aku buru-buru keluar agar ia tak khawatir.“Ada apa? Kenapa lama banget ke toiletnya? Perutmu sakit?”“Hm, sedikit, tapi udah lebih baik.”“Apa karena obat antidepressant itu?”“Enggak.”“Obatnya sudah habis dan aku udah enggak pernah minum lagi sejak sebulan yang lalu.”“Loh, kenapa?”“Maaf, tapi kepalaku sering sakit kalau terus-terusan minum obatnya.”“Terus sekarang kenapa bisa sakit?”“Mungkin cuma masuk angin. Aku mau ganti baju dulu, gamisku kena muntahan.”“Muntah? Memangnya dari tadi kamu muntah?”“Iya.”“Kapan terakhir datang bulan?”“Hm, ya Allah udah 2 minggu yang lalu.”Pria itu mendadak tersenyum, bukan hanya tersenyum ia bahkan tiba-tiba saja mengangkatku dan memutarnya.Ya Tuhan aku masih lemas karena muntah yang tak kunjung usai, ia malah membuatku pusing dengan berputar-putar.“Mas turunin dulu, aku mabok!”“Maaf ya, Mas seneng aja. Ini kamu pasti hamil Sayang.”
Bahkan sekarang melihatku tak berdaya. Pria ini tak hanya memanggilkan dokter, ia juga rela mengurus rumah bahkan menyuapiku makan dan membantu ke toilet.Entah kenapa dengan fisikku. Aku begitu takut dengan ancaman, setelah berbulan-bulan terus saja ditekan dengan berbagai hinaan, makian bahkan kadang-kadang ada juga beberapa akun yang mengancamku. Aku masih baik-baik saja, karena aku pikir itu hanya ucapan tanpa pembenaran. Namun, nyatatanya saat tahu jika kemarin aku benar-benar diancam. Pertahananku benar-benar runtuh.“Al, kita ke rumah sakit saja ya!”“Enggak Mas, aku baik-baik saja.”“Kamu terus saja waspada sejak kemarin bahkan belum tidur sama sekali.”Bagaimana aku bisa tidur jika, setiap waktu aku terus ketakutan kalau mungkin saja ada yang akan datang ke rumah. Ketakutan itu semakin menjadi mana kala tak ada orang di rumah.“Reza enggak akan ke sini Sayang, kalau kamu terus begini bisa ganggu kesehatan. Kita ketemu psikiater aja oke?”“Aku enggak gila.”“Enggak semua orang
“Ya Allah Mas, itu bukannya orang yang pernah datang ke rumah kita?”“Iya, itu anak buahnya Reza.”“Mau apa lagi coba? Kok bisa tahu kita ada di sini?”“Entah, nah itu Rezanya datang. Kamu jangan jauh-jauh dari Mas. Sini pegangan! Kita emang enggak bisa terus menghindar. Di sini banyak CCTV jadi kalau ada apa-apa banyak saksinya. Kamu jangan takut!”Pria itu menggenggam lenganku lantas mulai berjalan menuju Reza yang kini juga menatap kami ke arah yang sama. Di sampingnya sudah ada dua orang pria berbadan tegak dan besar yang melihat kami dengan tatapan sangarnya yang khas.Tak lama beberapa bawahannya yang lain juga datang dan berjajar di belakangnya. Namun, seolah tak kenal takut Mas Syahru terus melangkah.Sampai kemi berdiri tepat di depan pria itu, ia tiba-tiba saja menghadiahi pukulan yang cukup keras di perut sahabatnya. Hampir saja dua bawahannya membalaskan apa yang ia lakukan pada Reza, kalau saja tak dicegah oleh atasannya, aku yakin Mas Syahru juga sudah mendapatkan pukula
“Apa sih Sayang, pikiran kamu itu ya! Kotor banget.”“Memang kenyataannya begitu ‘kan?”“Suamimu ini masih normal. Mana mungkin mau melakukan hubungan sesama jenis. Membayangkannya saja sangat mengerikan.”“Ya terus kalau Reza nginep dia tidur di mana?”“Di bawah, di sofa tempat Mas biasa tidur.”“Memangnya dia mau.”“Ya, harus mau. Suruh siapa numpang tidur di sini. Sudah tahu rumahnya kecil.”Ternyata berbeda sekali perlakuannya padaku dan orang lain.“Meskipun Mas berteman baik, Mas juga enggak naif. Dia dari awal memang keliatan enggak normal sejak kasus pelecehan itu, jadi harus pintar jaga diri.”“Baguslah.”“Udah enggak marah lagi?”Aku hanya menggeleng.“Cie ada yang cemburu.”“Aku hanya bertanya, tolong jangan menafsirkannya sebagai cemburu.”“Orang enggak akan bertanya jika tidak cemburu.”Entah sejak kapan pria ini menjadi sangat narsis. Sepanjang jalan menuju rumah ia bahkan terus saja memaksaku untuk mengakui kecemburuanku padanya.“Iya, aku cemburu sama Reza. Puas?”Seka
“Loh, memangnya sudah?”Aku bahkan bisa melihat matanya yang sejak tadi meredup, mendadak berbinar.Aku hanya mengangguk, tetapi pria itu malah kembali memelukku. Kali ini ia bahkan mendaratkan kecupan singkat di kening.“Sejak kapan?”“Memangnya harus aku kasih tahu?”“Ya harus dong, Sayang.”“Mungkin sebelum Mas mengutarakan semuanya.”“Ya Allah, ih masa sih. Enggak nyangka deh.”“Terus kenapa kemarin kesannya kamu kayak mau nolak Mas.”“Siapa yang enggak shock lihat pasangan sendiri punya hubungan yang cukup dekat dengan sesama jenis lagi. Aku hanya perlu waktu meyakinkan diriku sendiri, kalau memang semua in hanya salah paham.”“Jadi sekarang ceritanya sudah yakin?”“Insyaallah, melihat bagaimana Mas bersikeras untuk melindungiku. Itu saja sudah cukup untuk membuktikan semuanya.”“Kalau begitu ayo!”“Ke mana?”Ia malah menatap pintu kamar kami yang saat itu masih terbuka. Siapa lagi yang melakukannya kalau bukan Reza si pembuat onar itu bahkan tak menutupnya kembali.“Mas memangny
“Kamu di rumah aja. Mas yang ke sana. Kunci pintu ya, jangan keluar kalau ada yang ketuk. Mas ‘kan tahu sandinya jadi pasti langsung masuk.”“Oke.”Aku hanya bisa mengiyakan apa yang diperintahkan suamiku, sebelum akhirnya ia pergi untuk mengatasi kekacauan. Saat itu aku memang mengantarnya sampai ke depan.Namun, begitu aku akan kembali masuk, Luna yang kebetulan tengah membuang sampah malah menyapaku.“Pagi Ka, baik-baik aja ‘kan?” katanya.Entah kenapa ia bertanya seperti itu. Apakah memang wajahku terlihat bermasalah?“Alhamdulillah.”“Syukurlah, oh ya Ka, aku boleh minta tolong boleh enggak?”“Apa?”“Hari ini aku masak banyak buat acara nanti siang. Kakak bisa enggak cobain masakan aku, kurang apa gitu. Aku enggak percaya diri, masalahnya aku baru mau coba masak. Resepnya aja lihat di youtube.”“Boleh.”Gadis cantik berusia 22 tahun ini merupakan seorang karyawan di bank swasta. Setahuku ia memang tak suka memasak, bahkan pernah mengatakan jika ia tak tahu sama sekali tentang bu
Hingga terdengar decit pintu yang terbuka barulah aku berani untuk membuka selimut. Untungnya yang datang suamiku.“Jangan takut Al, itu hanya ban motor yang tetangga yang pecah.”“Astaghfirrullah.”“Kejadian kemarin pasti bikin kamu trauma, ya?”“Enggak kok Mas, aku cuma sedikit takut aja. Enggak sampai ke tahap trauma. Terus bagaimana orang yang bawa motornya baik-baik aja ‘kan?”“Alhamdulillah. Mas Danu baik-baik saja kok. Dia baru aja pulang shift 3.”“Ada-ada saja.”“Iya, sampai tetangga kita keluar semua. Dikira bom.”Aku sampai tertawa karenanya. Memang bunyinya seperti itu.“Nah, begitu dong. ‘Kan tambah cantik kalau ketawa.”“Apa sih Mas, pagi-pagi bukannya sarapan malah gombal.”“Lihat wajah kamu aja sudah kenyang kok.”“Ih, malah tambah gombal. Sudahlah aku mau ke bawah dulu, kita sarapan roti bakar dulu ya.”“Hm, boleh. Asalkan buatanmu semuanya enak.”“Timbang masukin ke panggangan aja kok enak, Mas. Itu mah standar rasanya.”“Tapi, ‘kan beda rasanya kalau makanan dibuat
Tepat saat hantaman keras pada pintu itu semakin intens terdengar, petugas keamanan untungnya segera datang. Barulah aku berani menilik dari celah gorden yang terbuka. Itu pun dari balik kamar yang berada di lantai 2. Rupanya tak hanya ada petugas, orang-orang sekitar rumah pun ikut melihat kekacauan itu.Ya Tuhan aku pikir ia menghantam pintu dengan tangannya. Namun, setelah melihat halaman rumah yang berantakan barulah aku tahu jika ia bahkan tak sekedar datang, tetapi juga merusak.Melihat dari kejauhan saja, sepertinya postur tubuh itu sangat mirip dengan Reza.“Ya Allah jangan-jangan memang dia, yang menyebarkan berita itu. Lagi pula siapa lagi orang terdekat kami yang mengetahui rahasian ini, selain dia.”Aku bergegas turun, mengingat salah satu petugas keamanan mulai mengetuk pintu. Sepertinya mereka ingin aku memberikan keterangan.Luna yang tak lain salah satu tetangga rumahku, seketika menghambur dan memelukku erat.“Ka Alea baik-baik aja, ‘kan?” katanya dengan wajah yag kha
“Mas sebenarnya mau melakukan apa?”“Mas tahu siapa biang dari masalah ini.”“Siapa?”“Kamu juga kenal orangnya. Sudah nanti saja kita bahas!”Ia sudah akan beranjak, tetapi kemudian malah kembali berbalik dan mendekat padaku. Ia tangkupkan kedua telapak tangannya itu di wajahku.Aku harus apa? Bahkan, dalam suasana yang genting saja ia masih saja bersikap romantis.“Jaga diri baik-baik, ya!”“Hm.”Tiba-tiba saja ia menarik kepalaku mendekat, sampai kemudian kurasakan benda kenyal itu menempel di keningku. Ada bekas basah yang kian mengering seiring dengan hembusan angin yang menerpa wajah, begitu pintu rumah kami terbuka.Bodohnya kenapa aku hanya diam saja. Seharusnya berontak saja.“Aku harus pergi Al, jangan sedih. Semuanya akan baik-baik saja. Bahkan jika mereka berhasil mengantongi bukti itu, Mas yang akan membuktikan sendiri kalau pernikahan kita memang sungguhan.”“Terima kasih, tapi bisakah berjanji satu hal saja padaku.”“Apa?”“Aku cuma punya Mas di sini, janji buat kembali