“Saya sudah menyelidiki semua pekerja di rumah orang tua Almara Pak,” Fariz melaporkan hasil penyelidikannya beberapa hari kemudian.“Lalu hasilnya?” tanya Rangga.“Mereka semua bersih. Saya tidak menemukan riwayat apapun yang menunjukkan mereka ada hubungan atau interaksi dengan Nayra.”“Gimana mungkin? Lalu darimana Nayra bisa dapat baju dan KTP Almara ya?”“Hm ... sebenarnya saya memiliki beberapa kecurigaan. Namun itu belum pasti, jadi saya tidak berani mengambil kesimpulan. Saya akan minta tim untuk menyelidiki lebih lanjut Pak. Mungkin dalam waktu beberapa hari lagi baru akan saya laporkan hasilnya.”“Oke. Lalu soal keberadaan Nayra gimana? Kamu sudah tau dia tinggal di mana?”“Iya Pak. Dia menempati apartemennya yang dulu pernah diberikan oleh Frans. Namun kemarin dia mendadak pindah ke sebuah rumah kontrakan kecil di kampung pinggiran.”Rangga tersenyum getir, “Pintar juga. Kayaknya dalam waktu dekat dia bakal menemui saya.”“Bagaimana Pak Rangga bisa tahu?”“Dia selalu sepert
“Nayra dapat dari Mama Kinanti? Kok bisa?” Rangga tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.Dia ingat, saat dia menelepon Kinanti, mama mertuanya itu mengatakan bahwa Almara tak menginap di sana pada 12 Maret malam. Apakah itu karena mama mertuanya salah ataukah memang berbohong? Apakah mama mertuanya bersekongkol dengan Nayra untuk menfitnah Almara? Tapi mengapa? Mengapa dia menfitnah anaknya sendiri?Fariz mengambil tabletnya dan menyodorkannya kepada Rangga. Fariz memutar rekaman video cctv sebuah restoran pada tanggal 12 Maret. Di sana terlihat Kinanti bercakap – cakap dengan Nayra di salah satu meja restoran.Dalam video itu, terlihat Kinanti menyerahkan sebuah bungkusan kepada Nayra. Ketika Nayra membukanya, ternyata itu adalah sebuah pakaian yang tidak lain dan tidak bukan adalah baju Almara yang Nayra kenakan pada video rekaman cctv Hotel Granpure.Nayra terlihat tersenyum senang. Kinanti juga mengambil dompetnya dan mengeluarkan sebuah kartu identitas yang ternyata adalah KTP
Hari itu, Rangga ada urusan dengan klien di luar kota. Namun dia sengaja menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat agar sore harinya dia bisa segera menemui Ardan. Mereka berjanji akan bertemu di sebuah cafe. Ardan tak ingin menjelaskan melalui telepon apa yang akan dia bicarakan, dia hanya mengatakan bahwa ini mengenai Almara.Segala sesuatu mengenai Almara selalu membuat Rangga penasaran. Terlebih selama beberapa hari terakhir, dia mendapati banyak fakta yang tak terduga mulai dari kejadian Hotel Granpure yang ternyata hanya fitnah dan bahwa orang yang menfitnah Almara adalah Nayra. Belum lagi fakta bahwa Almara bukan anak kandung Kinanti melainkan Nayralah anak kandung wanita itu.“Aku udah di dalam cafe meja nomer 15. Kamu di mana?” tanya Rangga kepada Ardan melalui telepon saat dia telah tiba di tempat yang mereka sepakati.“Baru di parkiran, aku ke sana sekarang,”jawab Ardan.“Oke.”Hanya 1 menit kemudian, Ardan sudah duduk di hadapan Rangga.“Kamu sudah pesan minum?” tanya Ardan
Saat membuka amplop, Rangga mendapati ternyata surat yang Almara tulis terdiri dari beberapa lembar kertas. Tulisan Almara terlihat agak berantakan seperti ditulis saat emosinya tidak stabil.Rangga menarik nafas dalam – dalam kemudian membaca kata demi kata yang Almara tulis.***Dear Rangga,Rangga, aku minta maaf sama kamu karena dulu aku udah menjadi istri yang jahat buat kamu. Aku yang salah karena sedari awal hanya menjadikan kamu pelampiasan cintaku. Padahal selama ini aku udah mendapat banyak cinta yang tulus dari kamu. Tapi ketulusan cinta itu bahkan gak membuatku bisa mencintai kamu dengan layak. Aku justru terus menerus memikirkan dan mencintai Ardan. Kamu sangat pantas untuk marah dan membenci aku. Aku gak akan menyalahkan kamu untuk itu ataupun untuk setiap sikap dingin kamu ke aku. Aku bahkan mungkin gak pantas untuk meminta maaf dari kamu. Tapi melalui surat ini, aku mau bercerita tentang sebuah pengalaman berharga yang aku alami. Pengalaman ini yang akhirnya membuat
Malam itu, Rangga memutuskan bahwa dia akan menerima Almara kembali. Sekalipun ada sebersit rasa kurang yakin dalam dirinya akan cinta Almara kepadanya, namun perasaan ingin memiliki Almara kembali lebih dominan menguasai hatinya.Selama dirinya dan Almara berada di spanyol, Rangga terus mendapatkan informasi mengenai gerak –gerik Nayra.“Nayra tertangkap kamera cctv menghentikan mobilnya di seberang apartemen Pak Rangga,” lapor Fariz melalui telepon saat Rangga sedang menikmati makan malamnya di sebuah restoran khas spanyol.“Oke makasih laporannya,” balas Rangga.“Pas cuti gini kalian masih sibuk ngomongin kerjaan ya?” tanya Almara.“Iya. Aku ini CEO sayang, jadi aku harus terus pantau keadaan perusahaan walaupun aku lagi di luar. Tapi aku pastiin itu gak akan mengganggu liburan kita kok.”Almara mengangguk ceria, “Iya gak papa kok. Aku paham tanggung jawab kamu besar. Yuk makan lagi.”Rangga tersenyum. Memang benar dia masih harus memantau perusahaannya. Tapi sebagian besar pekerj
Saat Nayra menelepon Rangga pada malam hari dan mengatakan dia sedang sakit, Rangga menjadi teringat betapa seringnya dulu Nayra melakukan hal seperti ini. Dia selalu memperlihatkan kepada Rangga sisi polos dan lemah dari dirinya yang harus dilindungi. Dan Rangga selalu dengan tulus datang kapanpun Nayra membutuhkannya. Malam itu, Rangga memutuskan untuk tetap datang menemui Nayra di rumah kontrakannya. Namun bedanya, tak ada kasih sayang dan ketulusannya yang dulu. Semua hanya demi meyakinkan Nayra bahwa Rangga masih menyimpan rasa padanya. Sesampainya di rumah Nayra, Rangga mendapati Nayra berdiri di pintu berbincang dengan seorang lelaki. Lelaki itu mengenakan pakaian yang agak berantakan, perawakannya pendek dan perutnya buncit. Penampilannya kusut dengan jenggot dan rambut yang sudah mulai memutih. Rangga menebak umurnya mungkin sekitar setengah abad. Dan Rangga juga menebak bahwa keberadaannya di sana bukanlah kebetulan. Ini mungkin bagian dari rencana Nayra entah apa itu. “Y
Beberapa hari setelah kematian Om Heri...“Ya Fariz? Kamu sudah dapat sesuatu soal yang saya minta kapan hari?” tanya Rangga saat dia menerima telepon dari Fariz.“Saya sudah ke kepolisian Pak. Mereka mengatakan kasus Pak Heri murni kecelakaan. Tidak ada yang aneh di mesin mobilnya dan juga tidak ada bekas kekerasan pada tubuh Pak Heri. Pak Heri hanya mengantuk karena efek obat flu yang dia minum beberapa jam sebelum mengendarai mobilnya.”“Kamu yakin gak ada yang terlewat?”“Yakin Pak.”“Oke terimakasih,” Rangga menutup teleponnya. Entah kenapa masih terasa ada ganjalan dalam hatinya. Dia tidak sepenuhnya yakin bahwa kematian Om Heri murni kecelakaan.Mungkinkah firasatnya benar? Ada sesuatu yang terlewat oleh Fariz ataukah kebenciannya kepada Nayra terlalu besar hingga dia mengira semua hal buruk adalah hasil dari kejahatan wanita itu?Apapun itu, Rangga masih bertekad untuk mencari tahu.Beberapa hari kemudian...“Pak, orang kita yang bertugas mengawasi Bu Kinanti mengatakan bahwa
“Aku cuma butuh waktu 10 menit dari kamu,” ucap Rangga kepada Almara saat Almara merajut setelah video callnya dengan Nayra yang memperlihatkan Rangga tidur seranjang dengan Nayra semalam.“Kasih aku 10 menit. Setelah itu kamu putuskan sendiri. Please,” mohon Rangga kepada Almara.“Oke 10 menit dari sekarang.”Rangga tersenyum, dia rasa, 10 menit cukup baginya untuk menjelaskan semuanya.“Aku tahu kamu naruh kamera pengawas di ruang kerjaku di kantor kan?” Rangga mengawali pembicaraannya.“Hah kamera pengawas apa?” elak Almara.Rangga tersenyum lalu memperlihatkan video cctv Almara yang sedang menempelkan sebuah benda di salah satu pajangan.Mata Almara terbelalak. Bagaimana mungkin dia bisa lupa bahwa di ruang kerja Rangga juga telah terpasang kamera cctv.“Jadi kamu belum tahu kalau kamera itu udah berpindah tempat?”Almara hanya menggeleng, “Aku taruh itu di ruangan kamu karena kau takut kamu berbuat macam – macam sama Nayra. Dan ternyata bener kan kamu semalam tidur sama di...”“S