Sepanjang perjalanan pulang, Almara terus berpikir apakah dia perlu sampai meletakkan kamera pengawas di kantor Rangga? Apakah dia tidak bisa percaya saja seperti janjinya kepada lelaki itu?***Nayra meletakkan berkas yang dia bawa masuk ke dalam ruangan Rangga. Pakaian kerja ala sekretarisnya membuat dia terlihat lebih anggun di banding saat dia berpakaian casual ketika dia mengunjungi apartemen Rangga.Nayra mendekati kursi tempat Rangga duduk, dia membelai sebelah pipi lelaki itu, tatapan mereka mau tidak mau bertemu, “Rangga, aku gak percaya kalau perasaan kamu ke aku bener – bener udah hilang 100%.”Rangga hanya diam, tatapannya teralih dari wajah Nayra menuju ke lantai.“Tatap aku Rangga, emangnya, kamu secinta itu sama Almara?”Rangga menatap mata Nayra kembali. Butuh hampir 10 detik untuk dia akhirnya menjawab, “Gak. Selama ini aku masih cinta sama kamu. Aku belum bener – bener lupa sama kamu.”Nayra tersenyum, merasa puas dengan jawaban yang dia terima.“I know, aku juga sam
Butuh waktu hampir 30 menit bagi Rangga hingga dia sampai di lokasi yang Nayra kirimkan padahal lalu lintas sudah amat lengang. Tempat tinggal Nayra berada di perkampungan yang berada di pinggiran Kota Surabaya.Rangga harus sedikit berputar – putar untuk mencari tempat parkir yang pas dan aman untuk mobilnya. Rumah yang menjadi tujuannya ternyata berada di dalam gang kecil yang hanya bisa dilalui oleh satu sepeda motor.Setelah turun dari mobilnya, Rangga berjalan ke dalam gang sesuai dengan panduan Nayra. Sebagian besar rumah sudah tertutup rapat karena penghuninya sudah tertidur. Namun ada beberapa pemuda yang berkumpul di beberapa titik lokasi, mereka terlihat sedang mabuk.Sesampainya di alamat rumah Nayra, Rangga sudah mendapati Nayra berdiri di pintu berbincang dengan seorang lelaki. Lelaki itu mengenakan pakaian yang agak berantakan, perawakannya pendek dan perutnya buncit. Penampilannya kusut dengan jenggot dan rambut yang sudah mulai memutih. Rangga menebak umurnya mungkin
Seharian, Rangga merawat Almara dengan sabar. Setelah tertidur hingga siang, Almara terbangun karena merasa mual. Dia memuntahkan hampir seluruh isi perutnya sehingga Rangga harus membujuknya untuk makan lagi.Namun Almara menjadi sedikit cerewet soal makanan. Dia merasa makanan yang Rangga belikan terlalu banyak mengandung bumbu sehingga Rangga harus memesan makanan baru hingga dua kali.“Maaf ya, aku rewel ya?” ucap Almara dengan memasang wajah penuh simpati saat akhirnya makanan yang Rangga pesan cocok di lidahnya.“Gak papa, kamu boleh rewel karena kamu kesayangan aku,” Rangga mengecup bibir Almara, menyebabkan pipi wanita itu memerah karena tersentuh dengan gombalannya.“Tapi gimana badanmu? Udah enakan”“Udah enakan sih, cuma tinggal perutku aja yang agak mual. Mungkin karena salah makanan yang tadi.”Mereka nyaris tidak melakukan apapun yang produktif selama sehari penuh. Yang mereka lakukan hanyalah menonton tv atau film, makan berat dan makan ringan.“Rangga aku kerja mulai b
Beberapa menit kemudian, para pelayan restoran berbondong datang menghidangkan beragam menu masakan laut yang telah dipesan oleh Fariz sebelumnya. Semua karyawan menikmati menu yang disajikan untuk mereka. Restoran sudah mulai riuh kembali oleh suara obrolan dan candaan mereka yang saling bersautan.Almara sendiri merasa berbunga – bunga dengan perlakuan Rangga. Kali ini dia benar – benar merasa sebagai seorang ratu. Terlebih, dia puas bisa membuat Rangga melakukan ini di depan Nayra.Sesekali, Almara melirik ke arah Nayra, mencoba menangkap ekspresi apa yang ditampilkan oleh wanita itu. Namun, sepertinya Nayra bersikap biasa saja.Setelah semua selesai menikmati hidangan penutup, semua karyawan diijinkan pulang atau kembali ke kantor sesuai dengan urusan mereka masing – masing. Nayra dan Wina termasuk yang harus kembali ke kantor karena masih banyak yang harus mereka kerjakan.Sedangkan Almara dan Rangga memutuskan untuk kembali ke apartemen mereka.“Sayang, aku ke toilet dulu ya. Ke
Sharon sudah menghabiskan lima bungkus popcorn instan sepanjang sore. Sudah 12 episode drama korea yang dia tonton mulai pagi hingga menjelang tenggelamnya matahari. Ardan pun hari ini sama tidak produktifnya dengan Sharon. Dia menghabiskan waktunya bermain game di kamar dan sudah 3 kali memesan makanan lewat aplikasi secara online.Mereka berdua nyaris tidak berinteraksi hari ini. Sepulang Almara dua hari yang lalu, tidak ada satu kata pun yang mereka ucapkan kepada satu sama lain.Ardan bangkit dari tempat tidurnya dengan frustasi setelah kalah 8 kali berturut – turut. Dia biasanya ahli, namun kali ini, pikirannya sedang kacau, dia tidak bisa berhenti memikirkan Sharon. Dia cukup familiar dengan perasaannya. Dia ingat bahwa dulu dia pernah merasakan hal ini.Lebih tepatnya, dia sudah dua kali merasakan hal seperti. Pertama yaitu tujuh tahun yang lalu saat secara tiba – tiba Almara memutuskan hubungan dengannya tepat di hari ulang tahunnya. Saat itu, Ardan mencoba berbicara pada Alma
“Ini kamar kamu. Kalau kamu mau mandi, kamar mandinya di sebelah situ. Kamu langsung istirahat aja ya. Aku balik ke kamarku dulu.”Almara kembali ke kamarnya. Namun, dia tak bisa tidur semalaman. Dia terus menerus berpikir bagaimana jika seandainya Rangga menemui Nayra di kamar tamu saat dia tertidur. Dia tidak ingat sejak kapan dia menjadi mudah curiga dan kurang percaya pada suaminya. Yang jelas, saat ini Almara merasa dia benar – benar tidak ingin kehilangan Rangga.Terlebih, dia merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan pada Rangga. Dulu, dia yang menyakiti Rangga. Sekarang, dia malah tidak bisa percaya pada Rangga bahkan meletakkan kamera pengawas di ruangan lelaki itu.Namun, setelah dipikir ulang, ini semua tetap salah Rangga yang bersedia menemui Nayra tengah malam di hari wanita itu sakit. Jika saat itu Rangga menolak dengan tegas, Almara mungkin masih bisa lebih percaya padanya.Paginya, Rangga bangun lebih awal. Dia menyadari bahwa Almara ternyata juga bangun lebih awal.
Siang itu juga, mereka berkemas untuk pindah ke rumah cinta mereka. Rumah itu telah menjadi milik Almara saat Rangga menceraikannya. Namun, sekarang mereka ingin kembali hidup di sana.Rangga sudah menjelaskan kepada Nayra kesepakatannya dengan Almara. Nayra pada awalnya menolak untuk tinggal di apartemen itu, namun Rangga sedikit memaksanya.“Kami pergi ya. Kamu bisa tinggal di sini sampai kamu nemu rumah baru,” pesan Rangga ketika dia hendak beranjak pergi.Almara masih diam dan tidak mengucap sepatah katapun kepada Nayra.Di mobil, Rangga masih berjuang membujuk Almara untuk tersenyum.“Ayo dong sayang. Jangan giniin aku. Sakit lho rasanya,” ucap Rangga dengan merengek.“Kamu kira aku gak sakit waktu kamu diem – diem nemuin mantan kamu tengah malam?”“Oke oke, aku yang paling salah. Harusnya aku gak kayak gitu.Please, kamu katanya mau hukum aku kan? Apa hukumannya buruan? Kalau kamunya ngambek terus kayak gini, justru ini hukuman paling berat buat aku.”“Oke. Kamu harus menjalani 3
“Kamu kenal Julio juga?” tanya Rangga.“Emangnya kamu kenal?” Almara bertanya balik.“Iya. Kapan hari dia nemuin aku. Dia pengacara Sharon kan?”“Iya. Aku percaya kalau Sharon difitnah. Bukan dia yang coba buat bunuh aku pas di taman. Dan aku pikir ini masih ada hubungannya sama buku harianku ini,” terang Almara.“Apa hubungannya sama buku harian?”“Hm...Kamu tahu kan peristiwa kapan hari itu seolah ulah seseorang yang gak suka sama hubunganku dan Ardan. Seolah dia mau kita berdua berpisah. Tapi entah kenapa, aku ngerasanya justru sebenarnya pelaku gak suka sama hubunganku sama kamu.Aku ngerasa dia bukan mau pisahin aku sama Ardan tapi pisahin aku sama kamu.”Almara memandang suaminya, tatapannya penuh penyesalan.“Salah satunya ini. Tiba – tiba aja seseorang kirim kunci laci buku harianku ke kamu. Pasti supaya kamu marah dan benci sama aku. Buku harian ini sebelumnya aku simpan di laci dan sengaja kuncinya aku simpen jauh banget, di rumah mama papa. Gak mungkin kan pelakunya orang tu