Adnan tersenyum, pagi ini adalah hari yang sudah sang isteri kecil tunggu. Ya ... hari ini jadwal Redita mengikuti UKMPPD. Tahapan yang harus dia lakukan sebelum kemudian nyatakan lulus dan diambil sumpah jabatan dokternya. Sebuah tes yang memastikan bahwa ia layak menyandang gelar dokter setelah kurang lebih enam tahun belajar di fakultas kedokteran.
“Semangat ya!” Adnan mengecup lembut bibir Redita, Redit sudah siap untuk berangkat ujian UKMPPD. Selangkah lagi demi gelar dokternya!
Redita tersenyum dan mengangguk pelan, diciumnya dengan lembut punggung telapak tangan Adnan, lalu di dekapnya erat-erat tubuh itu. Rasanya begitu damai dan nyaman. Sebuah pelukan yang mungkin akan Redita rindukan nantinya.
“Saya yakin kamu bisa lulus one shoot, Sayang. Ja
Ujian telah usai, makin dekat dengan saat itu tiba bukan? Redita menghela nafas panjang. Ia sekarang duduk di salah satu kursi yang ada di taman Balaikambang. Hanya sendiri, menikmati semilir angin yang membelainya begitu lembut itu. Tinggal OSCE, menunggu pengumuman kemudian disumpah dokter jika lulus, bukan? Dan esok paginya setelah itu, ia harus segera pergi, sesuai janjinya pada Aldo.Dan itu artinya ia harus memanfaatkan waktu yang tersisa ini dengan sebaik-baiknya, bukan? Waktu yang mungkin sudah tidak akan bisa ia rengkuh dan nikmati lagi. Redita menyeka air matanya, kenapa dia harus menangis? Kenapa?Redita tersentak ketika smartphone miliknya berdering. Ia membuka tasnya dan menemukan Adnan meneleponnya. Ia bergegas menyeka air matanya lalu mengangkat panggilan itu.
Malam ini akan menjadi malam paling spesial dan bersejarah di dalam hidup Edo, bukan apa-apa pasalnya malam ini ia secara resmi akan melamar Arra untuk dia jadikan isteri. One step closer bahasa kerennya, bukan?Adnan tersenyum, bukan hanya Edo yang bahagia, tetapi dia juga karena ini adalah salah satu mimpi Adnan melihat anak sulungnya itu akhirnya resmi melamar Arra untuk dijadikan calon isteri. Sebuah cita-cita yang sudah Adnan gantungkan sejak ia melihat Arra dibawa keluar dari OK pasca dilahirakan sang ibu dulu.Sebenarnya malam ini Adnan ingin sekali membawa sang isteri ke acara sakral Edo itu. Persetan dengan apa tanggapan orang, yang jelas Adnan ingin mulai menunjukkan perihal hubungan mereka di depan umum.Namun semua itu tidak semudah membalikkan telapak tanga
Suasana ballroom hotel itu sudah begitu ramai dan meriah. Banyak sejawat yang hadir malam ini, Adnan tersenyum, merasa begitu bahagia walaupun rasanya kurang lengkap tanpa kehadiran sang isteri tercinta dalam acara ini. Adnan sangat ingin Redita hadir sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi? Dia menolak hadir karena takut menimbulkan masalah di hari bahagia Edo, sebuah alasan yang tidak bisa Adnan bantah lagi. Acara ini begitu istimewa bagi Edo, dan akan jadi masalah jika kemudian terjadi perselisihan hanya karena Adnan membawa Redita kemari. Edo nampak berdiri di depan kaca yang ada di salah satu kamar hotel yang mereka sewa, anak sulung kebanggaan Adnan itu sudah begitu rapi dan gagah dengan setelan jas warna hitam. Ahh ... Edo nampak gagah juga dengan balutan jas hitam, nampak seperti executive muda.
Redita sudah sampai di halaman parkir kost lamanya, pintu kamar kost Yanven sudah terbuka lebar, membuat ia tersenyum dan menghela nafas panjang. Redita melepas helm-nya, melangkah turun dan membawa plastik sampah besar yang berisi beberapa barang miliknya. Ia sangat berharap Yanven tidak keberatan dia titipi barang ini. Karena satu-satunya orang yang bisa menolong dia untuk saat ini adalah Yanven!Redita sudah sampai di depan pintu kamar Yanven ketika kemudian sosok itu muncul dan melongo terkejut melihat dia yang tengah membawa kantung plastik besar itu.“Ya ampun, kamu mau pindah kesini lagi?” tampak Yanven terkejut melihat kantung plastik sampah besar yang dibawa Redita itu.“Sudah, masuk dulu lah, aku mau buat pengakuan,” Redita mendorong Ya
Dan obrolan dua sahabat itu masih berlangsung. Yanven masih menyimak dengan serius segala macam cerita yang keluar dari mulut Redita. Cerita yang sesekali harus terhenti karena Redita terisak hebat sampai tidak bersuara. Tissu Yanven pun sudah hampir habis separuh, habis untuk menyeka air mata yang seolah tidak ada habisnya menitik itu.Jika tadi Yanven begitu syok, kini ia makin syok dengan apa yang Redita ceritakan perihal hubungannya dengan sang suami siri yang tidak direstui oleh anak-anak mereka, dan mereka meminta Redita pergi?“Tunggu!” ujar Yanven men-stop cerita yang tengah bercerita sambil sesegukan menangis itu.“Kenapa?” Redita menyusut air matanya, menatap Yanven lekat-lekat.&l
Aldo menghela nafas panjang setelah secara tidak sengaja mendengar obrolan sang papa dengan Om Yudha. Ia memilih menyingkir dari ballroom itu dan duduk di taman yang ada di depan hotel, duduk bersembunyi di sisi mobil-mobil yang terparkir di sana. Hatinya bergejolak luar biasa, apa yang harus dia lakukan? Apa yang sudah dia lakukan? Apakah semua yang ia lakukan itu benar? Apakah langkah yang Aldo ambil sudah betul?Hari ini sang kakak akhirnya resmi melamar Arra, gadis yang dulu sempat Aldo cintai dan hendak Aldo miliki. Namun rupanya takdir tidak mengizinkan Aldo menyanding sosok itu. Takdir pula yang kemudian menyandingkan Arra dengan sang kakak.Mereka cocok kok, dan Aldo sama sekali tidak keberatan karena kemudian cintanya berlabuh pada sosok Jocelyn yang sekarang sedang lanjut kuliah sastra di Singapura sana. Namun hari
“Mas, apa salah kalau aku suka sama kamu?” Adnan tertegun dengan apa yang sudah Amanda katakan barusan. Suka? Dia suka pada Adnan? Yang benar saja! Adnan tampak menghela nafas panjang, ia sedang berpikir bagaimana caranya bilang pada sosok itu bahwa Adnan tidak bisa membalas perasaan Amanda kepadanya. “Kamu serius?” Adnan menatap sosok itu yang tampak berharap-harap cemas dengan wajah pias. Amanda hanya mengangguk dan tersenyum, “ Sudah lama sih, aku kagum sama kamu, Mas.” Adnan kembali menghela nafas, “Tapi saya tidak bisa, Nda,” desis Adnan lirih. Tampak wajah itu berubah sedu, Adnan bisa melihat semua itu dari sorot matanya, dari bagaimana Amanda menat
Setelah sosok itu pergi, Adnan bergegas kembali merogoh ponsel yang ada di dalam saku jasnya, siapa lagi yang hendak ia hubungi kalau bukan sang isteri tercinta? Lama sekali panggilan itu terabai, hingga kemudian suara itu menyapa Adnan dengan begitu lembut."Halo, gimana, Sayang? Aku di kost Yanven ya ini."“Apa, jadi kamu ada di kost Yanven?” tanya Adnan terkejut ketika Redita mengatakan bahwa ia berada di kost lamanya itu.“Iya, pengen nginep di sini boleh kan, Mas?” tanya suara itu begitu manja.“Kalian mau ke pub lagi ya?” tuduh Adnan trauma dengan kejadian dulu, untung dia datang, kalau tidak ia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Redita yang tengah mabuk berat ma