“Ganti nih! Risih aja lihat tubuhku pake baju kaos kurang bahan gitu,” perintah Axel sembari mengambil baju kaos yang tergantung di belakang kursi mobilnya. Sekarang mereka sudah sampai di parkiran restoran yang terkenal mahal.
‘Pak Bos aja yang bongsor!’ rutuk Hana dalam hati. Saat ia hendak mengganti bajunya dalam mobil, gerakan Hana itu sempat terhenti sejenak. ‘Aneh juga rasanya mengganti baju dengan santai di pinggir jalan seperti ini. Jadi pria memang praktis,’ batin Hana sembari mengangkat kaos yang sedang ia kenakan.
Saat ia hendak mengganti celana pendeknya, tangan yang terlihat kekar berotot itu kembali terhenti. Hana melihat bosnya menatapnya sangar.
“Bawahannya juga?” tanya Hana dengan hidung berkerut tampak jijik.
Axel menampilkan wajah seram milik Hana. “Tentu saja! Aku benar-benar terlihat seperti banci sekarang, ganti celana dalamnya juga!” instruksi Axel lagi. Ia tak sanggup melihat dirinya mengenakan celana dalam yang mengintip sedikit dari balik hotpants. Celana dalam dengan warna merah muda dan aksen pita di depannya. ‘Kenapa pula celana dalamnya terlihat imut seperti itu?’
“Bisa di skip aja enggak, Pak? Sampai kita kembali ke tubuh masing-masing,” pinta Hana lemas. ‘Lupakan, lupakan, lupakan!’ ulang Hana dalam hati, ia masih mengingat pemandangan di bawah sana yang membuat trauma pagi tadi.
“Hei! Tubuhku juga butuh kebersihan!” protes Axel.
“Ya kalau begitu balikin dong tubuhku, Pak!”
“Bukannya kamu yang guna-guna aku, biar bisa menjadi pemilik perusahaan kaya raya dan terkenal tampan, pintar, dan terkenal?” tuduh Axel dengan muka sewot milik Hana. ‘Ya kali enggak mau menjadi aku, Axel gitu loh!’
Hana merotasikan manik abu terang milik Axel. ‘Narsisme milik bos memang sudah tingkat akut, walau memang benar sih apa yang dikatakannya, tapi tolonglah rendah diri sedikit. Azab akibat sombong itu berat sekali pemirsah,’ gerutu Hana dalam hati sambil menatap sinis bosnya. “Aku juga enggak tahu kenapa bisa begini, Pak.”
Mereka berdua terdiam dalam keheningan menggantung di mobil itu.
Kemudian Hana mengetik beberapa kata di ponselnya. “Nihil,” ucapnya sambil menyodorkan layar gawainya yang menampilkan mesin pencarian dengan pertanyaan, ‘Bagaimana bisa dua orang bertukar tubuh.’
“Saya juga sudah mencoba berbagai macam kata kunci di koogle, Pak. Tapi hasilnya selalu nihil. Sepertinya kejadian aneh ini yang pertama di dunia.”
Axel mengembuskan napasnya. “Orang-orang pasti berpikir kalau dirinya akan dikatakan gila jika bercerita hal ini di internet.”
“Benar juga ya,” gumam Hana, setuju.
“Oke, kita makan dulu,” ajak Axel dengan nada memerintah, sembari keluar dari mobil.
Akhirnya Hana mengganti celananya tapi dengan negosiasi celana dalam yang sedang tubuh Axel kenakan tak perlu diganti. Ketika keluar dari kamar mandi, Hana mendapati tubuhnya sedang melipat tangan di depan dada dengan kaki yang menyilang di bawah meja.
‘Gaya duduk yang elegan, khas Pak Axel sekali,’ batin Hana. Segera ia mengambil kursi di depan Axel.
Berbanding terbalik dengan Axel, Hana duduk dengan gesture menggemaskan untuk sosok pria besar dengan tubuh atletis. Hana merapatkan pahanya dengan kedua tangan bertumpu di lutut. Manis sekali khas gadis-gadis anime, tapi dalam tubuh tinggi besar kekar milik Axel.
“Silahkan, Tuan dan Nona. Ini menunya,” tawar seorang waiters di restoran yang terkenal mahal itu.
Dahi Hana kembali berlipat membaca menu-menu di restoran itu. ‘Holy yellow soup with chicken, seratus lima ribu rupiah. Racing rice cake, seratus tujuh puluh lima ribu rupiah. Javanese black rice soup with beef, dua ratus ribu! Ah gila, ini menu sarapan terbuat dari apa sih?’ batin Hana sembari berdecak melihat harga-harga menu yang ada.
“Ada yang mau ditanyakan, Tuan?” tanya pelayan wanita itu sembari mencondongkan tubuhnya ke arah Hana.
Aroma parfum yang kuat menyerang hidung gadis itu saat waiters tadi menyibakkan rambutnya kemudian memamerkan senyum menggodanya sambil melirik nakal pada Hana. Hana dalam tubuh Axel.
Hana melirik pada bosnya. ‘Wah pantas sekali ia sombong, wanita ini saja begitu melihat mukanya langsung bertingkah seperti kucing di musim kawin. Bahkan keadaanku tak terlalu dihiraukan, kan bisa saja aku kekasihnya.’
“Mau makan apa, sayang?” tanya Axel sambil tersenyum ke arah waiters. Pramusaji itu langsung gelagapan, yang membuat Axel menaik turunkan alisnya, seakan mengatakan ‘sudah kubilang, aku populer. Siapa yang tak mau jadi aku?’
“Nasi goreng kampung eh village fried rice,” jawab Hana tak peduli tatapan Axel, seraya memilih menu dengan harga dua ratus lima puluh ribu rupiah. Optimis jalan sama bos, berarti ditraktir dan bisa makan mewah sesuka hati.
“Tidak, kau makan caesar salad with grilled chicken saja,” bantah Axel.
“Lah,” protes Hana.
“Kau tidak bisa makan seenaknya dengan-.” Axel memenggal kalimatnya dan menunjuk tubuhnya yang sedang ‘digunakan’ Hana. “badan itu. Aku diet susah payah dengan disiplin tinggi untuk mendapatkan postur tubuh atletis.”
Hana hanya menanggapi perkataan Axel dengan membentuk huruf dengan bibirnya ‘o’ tanpa suara. “Pesan yang itu ya mbak,” ucap Hana patuh mengikuti apa yang dipesan bosnya tadi.
“Dan village fried rice ya,” tambah Axel.
“Lah kok?” protes Hana lagi, kali ini jauh lebih kencang dari yang tadi.
“Kelihatannya kamu gak jaga makanan sih, jalan sedikit saja kamu sudah ngos-ngosan nih,” sela Axel sambil membuat gesture kehabisan napas. ‘Kapan lagi bisa makan nasi goreng tapi enggak perlu mikirin diet. Yes!’
Hana menatap datar bosnya. ‘Ini orang memang selain fisiknya yang luar biasa, sikap menyebalkannya juga tak kalah hebat.’
“Kenapa enggak suka?”
“Enggak Pak, terserah Bapak saja,” jawab Hana seperti biasa merespon kelakuan bosnya semenjak dua bulan lalu ia menjadi sekretaris si General Manager tampan itu.
Tak berapa lama deretan makanan yang Axel pesan dengan salad untuk Hana sudah siap disantap di atas meja.
“Kejadian yang terjadi sama kita ini diluar nalar pikiran manusia. Jadi dukun mana yang kamu pakai untuk melancarkan aksi aneh kamu ini Han?” tembak Axel yang membuat lawan bicaranya berniat melempar garpu dan sendok salad beserta mangkok-mangkoknya.
“Kan sudah kubilang, Pak. Saya juga enggak tahu. Terakhir pasca bos antar saya pulang. Saya langsung tidur di kos.”
“Malamnya kamu berdoa jadi saya enggak?” tanya Axel lagi.
‘Ya kali! Lebih baik doa jadi arca kali ketimbang jadi Bapak,’ rutuk Hana dalam hati, tapi yang keluar malah kalimat, “tentu tidak, Pak. Bapak terlalu sempurna.” ‘Bangsatnya.’
Mendengar pujian Hana, cuping hidung Axel terlihat kembang kempis.
“Apa karena kamu nangis di basement parkiran? Hantu tukar tubuh jadi kesal.”
Hana menghembuskan napas berat, mengingat hal yang terjadi kemarin malam.
“Atau guna-guna dari pacarmu?”
Rentetan pertanyaan dari Axel membuat ingatan Hana flashback ke satu hari kemarin. Saat malam valentine, tepatnya tanggal 14 Februari, jam tujuh malam.
Hana melihat jam tangannya dengan gelisah, rapat yang diadakan tiba-tiba oleh General Manager tempatnya bekerja itu membuyarkan rencana Hana malam itu. Sebuah pesan masuk di ponsel gadis berkulit putih langsat dengan rambut panjang sepunggung itu. [Santai saja, aku menunggumu kok.] Hana tersenyum membaca pesan dari pacarnya itu. Andra, kepala bagian keuangan yang sedang menjalin hubungan dengan Hana baru sebulan yang lalu, dan tak ada satupun rekan sekerja mereka yang tahu. Kembali gadis berambut panjang itu tersenyum sebelum mengetikkan beberapa pesan manis untuk pacarnya itu. “Baik, kita akhiri sampai hari ini saja. Saya mau hasil kerjaan yang sudah kalian paparkan di rapat ini dilaporkan besok siang setelah waktu makan siang,” tandas Axel sembari menutup pertemuan pegawai divisi marketing. Hal itu sontak membuat Hana terlonjak girang walau dalam hati, tapi perkataan Axel selanjutnya, langsung menyerap kebahagiaan gadis itu. “Hana notulensi rapat beserta laporan tiap divisi
Hana langsung mematikan hubungan telephonenya. Segera ia berlari ke parkiran tempat Andra berjanji akan menunggunya.Alangkah terkejutnya Hana ketika membuka pintu mobil Andra, ada Siska di dalamnya. Gadis itu merupakan pegawai dari divisi yang sama dengan Andra. “Ha-Hana?”“Kamu ngapain di sini Siska? Mana Andra? Kalian enggak selingkuh ‘kan?” tanya Hana dengan suara bergetar.“Aku enggak ngerti maksud kamu,” balas Siska terlihat tenang dan angkuh.“Kamu ngapain di mobil Andra?” tanya Hana lagi. “Keluar kamu dari mobil ini, sekarang,” perintah Hana, tapi suaranya masih bergetar.“Ini mobil Andra, bukan mobilmu ya!” Tolak Siska sambil menyibak rambutnya.Hana sudah tak sanggup menahan amarahnya lagi, ia menarik rambut merah bergelombang milik Siska. “KELUAR!” “Ahh! Sakit” erang Siska. “Kamu apa-apaan sih Han!” ujar wanita itu sembari menepis tangan gadis bersurai hitam lurus itu.“Asal kamu tahu ya Sis, aku sama Andra itu sudah pacaran!” jerit Hana yang bergaung sepanjang parkiran
“Hana,” panggil Axel dengan tangan terjulur ke atas ubun-ubun Hana, seakan siap mengambil paku. Gadis yang menjadi sumber tangisan itu langsung menolehkan kepalanya.“Kamu kenapa nangis?” tanya Axel yang ikut berjongkok sebelah Hana. Melihat hidung dan mata Hana yang memerah membuat Axel mengurungkan niatnya untuk pulang. Gadis itu malah semakin terisak mendengar pertanyaan Axel.‘Ah sial, harusnya aku pulang saja,’ sesal Axel dalam hati. “Baiklah kalau begitu aku balik dulu ya,” pamit Axel. Belum sempat lelaki itu berdiri, Hana menahan tangan bosnya sambil tetap menangis.“Huee...uee..uee,” ujar Hana sambil menggelengkan kepalanya. Persis suara lutung kasarung.Axel kembali duduk dengan canggung di sebelah Hana. Entah keberanian dari mana gadis itu menahan bosnya, meminta Axel untuk menemaninya. Tapi yang pasti Hana tak ingin sendiri sekarang, hatinya sangat hancur dan dia butuh teman, tak peduli walau temannya itu adalah si Raja Neraka.“Kamu diputusin pacar?” tanya Axel lagi.“H
Segera Hana dan Axel merampungkan sarapan mereka, kemudian bergegas menuju ke tempat Hana memesan cokelat kemarin.“Kamu yakin di sini tempatnya?” tanya Axel ragu.Hana yang berada disampingnya mengangguk, namun raut mukanya terlihat bingung. “I-iya, Pak,” jawabnya. “Tapi kemarin enggak begini tampilan tokonya. Minimalis cantik gitu.”Axel semakin menautkan alis tipis milik Hana. “Minimalis cantik gitu maksudmu seperti rumah hantu yang ditinggal pemiliknya perang pada zaman penjajahan Jepang begitu?” serang Axel sambil menunjuk bangunan tua yang terhimpit di antara tanah kosong. “Bahkan tak ada tetangga, pemukiman paling dekat lima ratus meter dari sini, kamu mau beli coklat valentine atau jampi-jampi jaran goyang sih, Han?”“Ya ampun, Pak. Sirik yang begitu itu. Serius kemarin bentuknya gini di media sosial,” bantah Hana sambil menyodorkan gawainya yang menampilkan sebuah akun.Axel menerima ponsel milik Hana dan menelitinya. “Alamatnya sih benar di sini, eh-.” Axel menscroll tanggal
Axel menelan salivanya, ia masih terpaku menatap layar ponsel.“Kau jawab telepon ini, dan katakan “iya” saja. Jangan berkata hal lain,” perintah Axel sambil menyodorkan gawainya ke arah Hana.Hana tampak bingung, tapi belum sempat ia menolak, Axel sudah menggeser icon di gadgetnya ke arah tombol terima.“Axel,” panggil suara di seberang sana, terdengar keras di dalam mobil ferrari itu, karena Axel menggunakan loudspeaker.Sambil menatap ragu ke arah bosnya, Hana menjawab dengan suara bariton milik Axel. “I-iya?”Axel tampak tegang, dan menatap tajam Hana. ‘Kenapa ia terlihat seperti mendapat telepon dari debt collector alih-alih ayahnya?’ tanya Hana dalam hati.Gerrard Harrison, semua orang tahu kalau ia adalah pebisnis handal yang mengukuhkan perusahaan Harrison menjadi salah satu raksasa bisnis yang bisa bertahan di zaman digital 4.0 ini. Perusahaan keluarga itu turun temurun diwariskan oleh kakek Axel, ke ayahnya Gerrard Harrison, dan tentu saja penerus selanjutnya Axel Harrison.
Axel dalam tubuh Hana terlihat tenang dan sama sekali tidak terkejut dengan pukulan keras ke meja itu. Matanya malah balaa menatap tajam lawan bicaranya. Hana dengan muka yang tertutup masker terlihat memberengut tak suka dengan apa yang terjadi di meja nomor tiga belas.‘Pak Axel ngomong apa sih, sampai Andra marah seperti itu? Ish Pak Axel nyebelin!’Axel tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. “Jadi alasan kamu maafin Hana agar dipinjamkan uang?”“Maksud kamu apa? Kamu minta maaf karena kamu yang salah, kalau pinjam uang itu masalah lain, Han! Aku kan sudah bilang akan ngembaliin sama hutangku yang kemarin-kemarin itu sekalian!”“Oh jadi ini kamu sudah sering minjem?” gumam Axel sambil menaikkan sebelah alisnya. Hal itu disalah artikan sebagai sebuah sindiran oleh Andra. Muka Andra terlihat semakin masam. “Kamu enggak ikhlas selama ini? Kukira kamu gadis baik yang tulus, Han.”Axel sebenarnya tak ingin melanjutkan percakapan ini dan hendak memberikan uang yang sudah diamanatkan
Hana melirik sosok tubuh miliknya yang berada di sebelah dirinya. ‘Wajah milik-ku tampak sangat gugup, bukankah Bos hanya mau ke rumahnya? Harusnya aku kan yang gugup, ini kenapa malah ia yang terlihat begitu?’ Hana kemudian melemparkan pandangan ke arah luar, deretan rumah mewah dan fasilitas umum mahal terlihat di sepanjang jalan. Mobil sport dengan pajak jutaan itu kemudian melewati sebuah portal yang diawasi oleh beberapa satpam. ‘Kita akan masuk hutan?’ batin Hana melihat pepohonan rimbun di balik pagar besi yang dijaga ketat. “Kita sudah sampai kediamanku,” ucap Axel singkat saat para penjaga membuka gerbang besar dengan ornamen huruf ‘H’ yang terlihat sangat mewah. “Hah?” gumam Hana terkejut. “Ini bukan hutan? cagar alam? Ini besar sekali seakan orang-orang di kampungku bisa bedol desa tinggal di sini. Tapi yang mana rumahnya, Bos?” tanya Hana bertubi-tubi, sedikit rasa khawatir terlintas di benak gadis yang berada di tubuh bosnya itu. ‘Jangan-jangan ia niat membunuhku di ten
“HAH?” mata abu cerah Hana langsung terbelalak. Ia langsung tersedak kemudian batuk hebat sambil mencoba menelan kunyahan daging sirloin yang ada di mulutnya. Axel menggeser gelas berisi air putih ke depan Hana. “Aku tidak akan menerima apapun alasan penundaan acara pernikahanmu kali ini, Axel. Keluarga Kalendra Group sudah setuju, begitu pula dengan calon istrimu yang menerima dengan senang hati. Lagipula bukankah kau dan cucu dari presdir Kalendra Group sudah lama terikat dalam hubungan pertunangan. Kau dan Salia Kalendra.” Hana melirik dengan ekor matanya ke arah Axel sebelum menjawab pertanyaan itu. Jika Hana mensyaratkan selalu berkata ‘iya’ pada Axel saat bertemu dengan Andra. Maka berkebalikan dengan saat itu, Axel meminta Hana untuk selalu mengatakan ‘tidak’ pada apa yang akan keluarganya sampaikan. ‘Wah bos bertunangan dengan Salia. Dan sekarang ia yakin mau menolak Salia Kalendra? Bukankah gadis itu artis terkenal dan sangat cantik, muda, dan bahkan punya segudang bakat? A
“Pagi!” Hana menyapa teman-temannya dengan ceria di depan cafetaria. Gadis berkulit putih itu seakan lupa apa yang terjadi dengannya kemarin. Tampaknya Axel yang menghibur Hana semalaman cukup mampu membuat gadis itu berhenti ketakutan.“Hana! Sini kumpul!” panggil Jennie yang langsung melambai-lambaikan tangannya di salah satu pojok favorit mereka di kantin kantor. Seperti biasa mereka melakukan ritual pagi hari, apalagi kalau bukan sarapan bareng.Hana langsung memesan teh kembang telang di kasir sebelum berjalan ke tempat teman-temannya berada.“Eh kamu kok jarang sarapan sih, Han? Beberapa hari terakhir ini aku lihat? Diet ya?” tanya Jennie perhatian, sesaat sebelum Hana merebahkan bokongnya di kursi.“Eh, ah iya.” Hana terlihat bingung menjawabnya. Jennie dan teman-temannya saja yang tidak tahu kalau setiap pagi ia selalu sarapan tepat jam enam bersama bos besar perusahaan ini. Axel memang setertib itu kalau urusan makan. ‘Tapi kenapa ia malah makan steak malam-malam denganku k
“Siapa yang mereka maksud dengan pedagang bakso boraks! Tuduhan macam apa itu!” teriak Axel kesal. Selama ini, pria itu bahkan selalu menghindari makan daging yang dicampur tepung yang dibentuk bulat itu. Hal itu semata-mata agar tubuhnya tetap atletis. Bagaimana mungkin sekarang seseorang membuatkannya skandal dengan pedagang bakso? Sudah begitu pedagang bakso borak pula!“Aku akan menuntut media ini karena telah menyebarkan hoax,” geram Axel. Tapi belum sempat ia membuka kunci ponsel pintarnya. Sebuah video diputar dalam acara gosip itu.Tampak Salia yang sedang berjalan di selasar apartemen yang sangat Axel hafal sekali karena itulah jalan yang selalu ia lewati setiap pulang dan pergi dari apartemennya.Sampai pada adegan Salia membeberkan bahwa dirinya sedang menuju kediaman tunangannya membuat Axel mengumpat pelan. "Sialan! Aku bahkan sama sekali tidak ada niat untuk melanjutkan hubungan ini."Video yang masih terputar di ponsel Hana pun berlanjut dengan adegan Salia mengetuk pin
Hana langsung membanting pintu apartemen Axel hingga menutup, segera gadis itu juga mengunci rapat akses keluar masuk kediamannya sekarang. Hal itu sontak membuat gadis berambut ungu yang berada di balik pintu itu semakin murka dan menggedor-gedor dengan ganas. Terdengar suara teriakan-teriakan Salia. Gadis yang berprofesi sebagai artis itu kemudian menghadap kamera dengan wajah yang basah karena air mata. “Aku diselingkuhi, guys. Ini salahku kah? Ah, tentu saja salahku. Apa kalian melihat wanita itu? Aku atau dia yang lebih cantik menurut kalian?” Salia membaca komentar-komentar yang berseliweran di layar media sosialnya. “Ah aku seperti malaikat menurut kalian, dan wanita barusan seperti pedagang bakso boraks. Kita tidak boleh seperti itu, para KUMIS. Jangan body shaming walau dia lebih jelek, pendek, bulat seperti tahu bulat digoreng dadakan kita tidak boleh menjudge seseorang.” “Ah malaikat sepertiku kenapa diselingkuhi kata kalian? Mungkin aku tidak lebih baik dari gadis itu,”
“Hai guys! Para KUMIS ngapain nih di malam ini? Sudah makan belum? Di temenin siapa? Sendirian dong, kalau ada yang nemenin Salia sedih nih,” ucap gadis berparas cantik dengan tinggi semampai pada sebuah benda pipih yang dipegang oleh seorang wanita yang mengikutinya sejak tadi. “Mundur,” Salia memberikan kode pada asistennya itu dengan tatapan mata. Tapi Ratna -si asisten tak mengerti-. Gadis berambut ungu kembali tersenyum pada kamera. “Sebentar teman-teman ada yang meminta tanda tangan nih,” ucapnya padahal mereka ada di parkiran mobil yang sepi dan tak ada seorang pun kecuali mereka berdua. “Jangan terlalu dekat! Aku enggak mau hidungku terlihat besar! Dan pakai filter untuk panas terik, kalau filter yang ini membuatku terlihat pucat karena ini khusus filter saat cuaca turun hujan dan di tempat yang sedikit pencahayaan. Gimana sih? Masa setting filter saja enggak bisa! Terus kalau ada orang lain, alihkan kameranya biar enggak kena filter! Jadi enggak kelihatan aku pakai filter! D
"APA!" jerit Hana yang langsung otomatis berdiri. Ia bahkan menyenggol es timunnya hingga jatuh mengenai Zidan."Hana elu ah bar bar betul!" protes Zidan yang bajunya terkena tumpahan es timun."Sama siapa Kak Zidan?" tanya Elira yang dari raut mukanya juga tak kalah terkejutnya dengan Hana."Sama… emak gue!" jawab Zidan yang langsung mendapat hadiah berupa toyoran kepala dari Jennie sebagai reaksi atas jawaban Zidan itu."Kamu yang benar saja! Sudah buat kaget tahu!" cecar janda beranak tiga itu."Ish becanda, Mbak. Raja Neraka sudah nikah sama Salia itu sudah pasti, siapa lagi? Kita tinggal tunggu saja mereka go publik. Paling sebentar lagi.""Kenapa mereka belum umumin tapi ya?" tanya Elira sembari melirik penasaran ke arah Hana. "Apa ada hati yang harus dijaga?""Oh tentu! Sebagai seorang artis, Salia kan punya banyak penggemar. Mungkin menunggu momentum yang tepat biar para fans tidak kecewa terlalu berat," jawab Zidan terkesan bijaksana. Zidan sebagai salah satu admin fanbase t
“Dia tidak ada kaitan dengan hal ini,” geram Axel dengan tatapan tajam. Zidan saja yang berada di samping pria tampan itu bergidik ketakutan.“Luar biasa, kau yang ku kenal selalu hati-hati sekarang malah kecolongan seperti ini,” ucap Gerrard kemudian tertawa meremehkan. “Aku akan tetap mengusut hal ini Axel, kau terlalu cepat sepuluh tahun untuk menggurui ku hanya karena ibuku berpihak padamu.”“Bukankah kau sudah melihat sendiri laporan keuangan itu? Bersih!”Gerrard menaikkan sebelah alisnya. “Hanya ada satu syarat Axel agar aku tidak lagi membahas hal ini. Kau tahu kan bagaimana aku mengusut sesuatu hingga aku mendapatkan apa yang aku inginkan? Lubang semut pun akan ku gali.”“Bahkan lubang pantat pun akan kau masuki jika perlu,” ejek Axel. Zidan nyaris tertawa saat mendengar bosnya membalas perkataan Gerrard seperti itu.Axel kemudian menyerahkan laporan keuangan itu ke pangkuan Zidan. “Kembalikan pada tempatnya,” perintah Axel, hal itu sekaligus sebuah bentuk pengusiran halus pa
“Bapak tahu kan maksud kiasan itu,” bantah Hana kesal. “Kamu pikir saya suka sama siapapun bahkan kambing? Wah, saya tersinggung jika kamu berkata seperti itu Han!” “Ya, menurut Bapak, apa lebihnya saya yang membuat Bapak tertarik? Enggak ada kan?” tanya Hana dengan kesal menatap bosnya. “Jadi kamu kambing?” Zidan yang dari tadi ingin masuk ke ruangan Axel jadi menarik ulur niatnya karena mendengar Hana dan Axel di dalam teriak-teriak perkara kambing. ‘Ini mau akikahan apa bagaimana? Kenapa bahas kambing sampai segitunya?’ “Permisi Pak,” ucap Zidan akhirnya memberanikan diri untuk masuk. “Ada Pak-.” “Kambing! Siapa suruh kamu masuk?” hardik Axel yang malah melemparkan kemarahan pada Zidan. Ah, bukan. Ia juga kesal sedari tadi pada lelaki tambun yang merupakan sekretarisnya itu. “Ma-maaf, Pak,” ucap Zidan ketakutan sambil tertunduk-tunduk. “Ada tamu, Pak.” “Kenapa enggak bilang dari tadi!” ucap Axel dengan nada ketus. ‘Yeu, belum juga gue ngomong sudah dipanggil kambing, bias
“Kita ngapain semalam?” Tampak lipatan di antara kedua alis Axel sebelum laki-laki itu tersenyum samar. “Menurut kamu ngapain?” "Saya nanya. Kenapa malah Bapak balik nanya?" Hati Hana sudah dongkol maksimal kali ini. Ia lupa lelaki lawan bicaranya merupakan bos besar, kreditur, juga suami sahnya. "Bukannya kamu sudah bisa simpulin sendiri kita ngapain semalam? Bahkan kamu kan sudah cerita dengan leluasa masalah ranjang sama rekan kerja." "Maksudnya?" Hana kebingungan. "Tadi saya dengar kamu bahas masalah ini sama Zidan, bahkan dia juga ngasih testimoni buat kamu kan? Kamu bisa naikin nafsu dia," jelas Axel. “Enggak nyangka saja sih pembahasan karyawan perusahaan ini semenjijikan itu, bahkan bisa membahas masalah ranjang dengan santai. Yah walau kamu hanya wanita yang menikah di atas kertas tapi kenapa itu menjijikan sekali, ya. Apa kamu biasa membahas hal itu dengan lelaki?” Suasana langsung hening dan canggung sesaat setelah Axel berkata seperti itu. Mereka berdua masih menatap d
Zidan langsung berlari panik ke tempat Axel berada. Kemudian pemandangan pria tambun itu tampak sangat menyedihkan dimarahi sebegitu rupa oleh General Manager Harrison Food. Sembari tertunduk-tunduk Zidan dengan langkah gontai mengikuti Axel, sedangkan lelaki itu menatap Hana dengan tatapan tajam sebelum berpaling naik ke ruangannya yang berada di lantai atas. “Raja Neraka kenapa dah? Makin hari makin serem saja,” celetuk Jennie sambil bergidik. “Dia enggak marah sama kita juga kan? Tatapannya membunuh banget tadi.” Hana menggeleng menjawab pertanyaan Jennie. ‘Kenapa ia harus marah sama kita? Tepatnya aku? Aku enggak salah kan? Apa semalam aku yang malah memaksanya meniduriku? Lagipula ini kan karena minuman dari Nenek? Masa aku yang salah? Itu kan Neneknya!' Hana menggeram kesal karena pikirannya sibuk dengan berbagai macam pertanyaan. Akhirnya ia memutuskan akan berbicara dengan Axel sesegera mungkin, karena hanya lelaki itu yang bisa menjawab segala pertanyaan di kepalanya. “Mau