Semua mata tertuju pada seorang pria yang tiba-tiba datang bersama seorang wanita, yaitu Mbok Arum, asisten rumah tangga Diandra dan Reza.
Semuanya syok.
"Hah?" Reza syok namun sedikit menutup penglihatannya karena ia pikir yang datang adalah hantu.
Begitupun dengan Diandra juga wanita yang sedang menikam Diandra. Mereka syok dan sedikit ketakutan.
"M-M-Mas ... ?" Diandra mengkucek matanya dengan sangat penasaran.
"Kamu? Kamu, hah?" Wanita yang diketahui bernama Alfi itu pun mulai menyeringai.
Dan ternyata yang datang memang Dani. Bukanlah hantu Dani. Ke delapan bodyguard yang sedang saling beradu fisik pun ikut terkejut. Namun mereka tak tahu apa-apa.
Reza, Diandra dan Alfi masih syok. Lalu, juga mereka masih kaget. Mengapa ada Mbok Arum di balik Dani?
"Dani? Kamu, kamu jadi masih hidup?" Reza angkat bicara dengan gemetar. Namun kakinya masih teru
PoV Dani***"Maaf, Bapak dan Ibu tunggu diluar saja. Dokter akan segera menangani pasien."Suster menutup pintu setelah Bang Reza dimasukan ke dalam ruangan. Kini aku, Diandra dan juga Mbok Arum diharuskan menunggu di luar. Semua kini tahu kalau aku masih hidup.Mama dan Nessia pun akan segera datang.Kami semua dalam suasana tegang. Aku takut terjadi hal yang buruk pada Bang Reza. Apalagi dia dalam kondisi tak sadarkan diri.Kulihat Diandra begitu terpukul hingga ia masih menangis histeris disamping Mbok Arum. Aku sangat merasakan kepedihannya. Aku bahagia, ternyata Diandra sudah mencintai Mas Reza dan bisa move on dariku.Kini ia pasti terkejut sekali. Malah, dia pikir pasti semua ini hanya mimpi.Hening, hanya ada isak tangis yang kudengar dari mulut Diandra.Beberapa menit kemudian.Aku yang masih duduk menundukkan kepala karena khawatir dengan keadaan Bang Reza, kini didekati oleh Diand
PoV Diandra***Betapa hatiku sangat pedih sekali. Ini adalah sebuah kebahagiaan yang tak bisa membuat mulut ini tersenyum.Aku masih diam terjatuh di bawah lantai. Dan Mas Dani juga kedengarannya mengisak tangisannya."Kamu tega bohongin aku, Mas. Kamu tega bohongin kita."Mas Dani belum bicara kembali. Dia masih menunduk di hadapanku."Non, bangun, duduk di kursi." Mbok Arum meraih tubuhku. Namun aku masih tak mau berdiri. Lututku masih lemas mendengar dan melihat kenyataan ini."Lalu, kenapa Mbok datang dengan kamu, Mas? Mbok siapa? Kenapa Mbok selalu bersikap mencurigakan. Bahkan aku pernah memergoki Mbok bicara di kamar bisik-bisik." Aku mulai angkat bicara, karena rasa penasaran ini makin menggebu-gebu.Mbok Arum dan Mas Dani diam. Mereka nampak sudah saling kenal. Dan mengapa mereka datang bersamaan?"Jawab! Apa Mbok berp
PoV Diandra***Satu hari berlalu setelah kejadian itu. Kejadian dimana aku dibawa kabur oleh Alfi dan Mas Reza kakinya terkena luka.Lalu gimana hubungan Mas Reza dan Mas Dani?Alhamdulillah, mereka kini kembali akur.Aku tak tahu kenapa mama mertuaku bisa melahirkan dua pria yang sangat baik, tampan, bijak dan saling pengertian. Sungguh aku sangat bangga pada mereka.Dan kini, masa depanku dengan Mas Reza. Aku berusaha meyakinkan Mas Reza, kalau aku sangat mencintainya dan tak ingin kehilangannya. Walaupun aku tak bisa mengungkiri, sosok Mas Dani belum sepenuhnya terkubur. Tapi aku sudah punya Mas Reza. Mas Dani juga berusaha meyakinkan pada kakaknya, kalau dia lebih bahagia melihatku hidup bersama kakaknya.Intinya, semuanya telah terjadi, dan kini, masa depanku bersama Mas Reza, bukan untuk bersama Mas Dani.Sejak kemarin kami me
PoV Diandra***"Aku minta maaf, kalau kehadiran aku membuat kalian risih. Bahkan sampai ada masalah seserius ini." Akhir kata dari cerita Karina yang ia jelaskan sedari tadi.Aku masih tanda tanya dengan maksud ia sebenarnya."Maaf Mbak Karina. Tapi, apa maksud Mbak datang ke kantor suami aku? Apa ... kamu masih berharap sama Mas Reza?" selidikku memberanikan diri.Mas Dani yang mendengar ucapanku, dia seperti memasang ekspresi tak karuan. Apa dia masih cemburu mendengar kekhawatiranku pada kakaknya?Mbak Karina diam lalu tersenyum."Jujur, Diandra. Aku meninggalkan Reza bukan karena aku tak cinta. Tapi tadi sudah aku jelaskan alasannya."Aku lumayan mulai mengatur nafas untuk menahan rasa cemburu.Jeda sebentar."Kalau aku datang ke kantor Reza, sekali, waktu itu, aku hanya ingin tahu, sebesar apakah cinta dia
PoV Dani***"Dani? Kamu kok belum ngenalin pasangan kamu yang baru sama Mama. Kamu itu harus semangat dan cari pasangan hidup kamu."Mama mendekat dan meraih bahu kiriku yang sedang duduk di kursi belakang menghadap ke arah kolam.Mama duduk di sampingku."Aku lagi fokus berkarir. Aku juga ingin fokus benahi diri aku, Mah. Aku fikir, aku belum pantas jadi seorang suami lagi," jawabku pelan."Berkarir sih harus. Tapi jangan lupa, kalau kamu juga perlu pendamping. Supaya hidup kamu nyaman dan bahagia." Mama berkata demikian."Memang diluar negeri kamu gak nemu wanita yang bisa buat kamu nyaman? Hah?" selidik mama.Aku mulai mengatur nafas untuk menjawabnya. "Ya, cewek banyak sih, Mah. Malah, aku juga ketemu cewek-cewek dari negeri ini yang sedang berkarir disana. Tapi, ya, aku sama sekali gak ada rasa sama mereka. Karena aku memang masih ingin sendiri.""Ini diluar dugaanku, Mah. Aku fikir, rahasia kita in
PoV Diandra***"Bu, kenapa Ayah gak tinggal sama kita? Ayah kok gak tidur sama Dona? Udah lamaaa banget!" Dona menanyakan hal demikian pada kami yang sedang berkumpul di ruang tengah.Semua kaget mendengar Dona berkata demikian.Mas Dani, Mas Reza, mama dan aku masih diam. Gimana cara kami menjelaskannya?"Sayang, rumah Ayah kan disini. Sedangkan rumah Ibu sudah pindah. Dan kamu juga punya Papa Reza." Mama angkat bicara sambil mengelus kepalanya. Karena Dona duduk di pangkuan ayahnya, di samping mama.Aku menelan liur."Jadi Dona punya Papa sama Ayah, horeee! Tapi Oma, kan dulu Dona tidur sama Ayah, kenapa sekarang Dona gak bisa tidur sama Ayah lagi?" kata Dona lagi di hadapan kami semua.Mas Dani dan Mas Reza nampak bingung. Aku apa lagi!"Siapa bilang kamu gak bisa tidur lagi sama Ayah? Dona kan bisa nginep disini. Dona bisa tidur sama Ayah, sama Oma juga sama mbak Nessia," jawab mama santai. Sedangkan kam
PoV Dani***"Ayah, tadi ada temen aku nangis di sekolah."Kata Dona anak manisku. Malam ini ia menginap di rumah mama, di rumahku. Karena kebetulan besok hari libur. Rencananya aku akan bawa Dona buat jalan-jalan ke tempat wisata terdekat bersama mama dan juga Nessia."Nangis kenapa Sayang?" tanyaku menyelidik. Aku membelai rambutnya. Kini kami sedang duduk di ruang televisi. Sedangkan mama dan Nessia ada di kamar. Mungkin masih melaksanakan kewajiban lima waktu. Sedangkan aku sudah beberapa menit yang lalu."Katanya mama sama papanya bercerai," jawab Dona dengan polos.Keningku mengernyit. "Oh ya? Kasihan dong," jawabku menatap dirinya yang sendu."Memang bercerai itu gimana? Kok kasihan? Aslan juga nangis-nangis. Katanya, papanya kini pergi dari rumah. Dia nangis terus di sekolah," jawab Dona kembali dengan penuh keheranan."Oh nama teman kam
PoV Dani***Beberapa bulan kemudian."Mas Dani? Kamu nyari aku?" tanya Alessa kaget. Karena aku menghampirinya ke rumah sakit tempat ia praktek. Kebetulan ini lagi jam istirahat.Aku hanya tersenyum."Ya udah, kita ngobrol di taman saja, yuk," ajak Alessa."Oke," jawabku singkat.Alessa membawaku berjalan ke arah taman samping rumah sakit. Dimana di sana memang terdapat taman dibubuhi beberapa kursi dan tanaman bonsai.Sesampainya di kursi taman kami duduk berdampingan dengan jarak kurang lebih lima puluh sentimeter."Mas Dani? Kamu tumben kesini? Tadi suster bilang kamu cari aku," tanya Alessa kebingungan.Ia memanggilku Mas, karena usianya memang dibawahku. Alessa berusia sekitar 29 tahun, dan belum menikah karena sibuk berkarir."Ya, sengaja, kok. Mumpung lagi istirahat, dan aku lagi gak dil