"Dokter nanti saya akan kasih bius secara inhalasi pada pasien, Dok," ucap Surya meminta izin untuk melakukan prosedur anestesi."Kamu udah cek umur, dan berat badannya?" tanya Sonya sambil mengambil rekam medis dari tangan Surya sambil menghela napas lelah karena ini sudah operasi ke 5 hari ini dan waktu sudah menunjukkan jam 4 sore. Pinggangnya rasanya hampir patah karena harus berdiri dan memantau operasi yang tak kunjung selesai."Sudah, Dok, semuanya aman dan sesuai prosedur," ucap Surya sambil menatap Sonya yang terlihat kelelahan, "dan Dok, nanti operasi amandelnya diundur jadi besok karena Dokter Thesa tidak bisa datang karena jadwal operasinya bentrok sama jadwal operasi dia di RSHS," ucap Surya."Lah ... Dokter Thesa lupa cek jadwal? Ih ... apa sih, bikin ancur jadwal, aja. Ya udah, kamu bilang ke perawat bagian ruang operasi kalau operasinya diundur," ucap Sonya geram karena ada Dokter yang berhalangan, terkadang Sonya kesal dengan dokter yang mengambil sampai 2 atau 3 ruma
"Aku tahu itu test pack tapi, buat apa?" tanya Lidya sambil melihat Sonya dan kembali melihat test pact di tangan Sonya. "Buat apa?"Sonya tersenyum, "Kamu keliatan lebih cantik, aura kamu lebih keluar, badan kamu sedikit berisi dan yang terpenting kamu makan semua buah asam yang ada di kantor ini, terus kamu makan blueberry, padahal kamu nggak suka sama sekali," terang Sonya sambil menyodorkan test pack ke wajah Lidya hingga membuat wanita itu mengerjapkan matanya."Terus? Hubungannya sama test pack apa?" tanya Lidya sambil menunjuk takut pada test pack di tangan Sonya dengan wajah ketakutan. "Aku pernah liat kamu dalam kondisi kaya gini, itu kondisi saat kamu hamil anak kedua kamu. Jadi, hubungannya sama alat ini adalah ...." Sonya memberikan alat tes kehamilan ke tangan Lidya."Sonya nggak mungkin aku hamil, jangan ngaco kamu," ucap Lidya cepat, dirinya mulai panik saat mendengar perkataan Sonya."Kamu berhubungan badan sama Eka, kan? Udah jujur." Sonya menaikkan satu alisnya dan
"Sonya, Sayang ... ada apa?" tanya Awan yang baru datang ke rumah sakit saat mendengar kabar kalau Lidya pingsan dan mau tidak mau dirinya dan Eka yang sedang mengurus daftar tamu undangan teman-teman SMA juga kuliah Awan yang akan Awan undang menghentikan kegiatannya lalu datang ke rumah sakit. Sonya yang ada di luar ruangan UGD menoleh dan mendapati Awan yang berada di sampingnya, lalu ada Eka yang berjalan di belakang Awan. "Kamu nggak apa-apa?" tanya Awan sambil mengusap pucuk rambut Sonya pelan, dirinya waswas saat mendapatkan telepon dari Sonya, walaupun calon istrinya itu bilang kalau Lidya yang pingsan dan dia meminta Awan mengabari Eka karena Sonya tidak memiliki nomer Eka. Tetap saja jantungnya berdebar takut kalau ada apa-apa dengan Sonya. "Aku baik, itu Lidya pingsan." Sonya menoleh sekilas pada Eka sambil menahan tawanya karena membayangkan lelaki itu akan menikahi Lidya. Sepertinya pernikahan mereka akan sangat heboh dan seru, di mana Lidya yang cerewet harus bersama
Eka berlari melewati beberapa bed hingga ia melihat Lidya yang sedang berbicara dengan seorang perawat, wanita itu terlihat manis dan tersenyum pada perawat itu namun, tetap saja Eka melihat wajah Lidya yang pucat. “Lidya … kamu nggak apa-apa?” tanya Eka sambil berdiri di sebelah Lidya dan mengelus kening wanita yang terlihat kaget saat meliht kehadirannya, Eka merasa lumrah Lidya kaget melihat dirinya karena dia datang tiba-tiba.“Ngapain kamu di sini?” tanya Lidya panik sambil menepis tangan Eka dan sedikit menjauh dari lelaki yang sudah menjerumuskannya pada keadaan yang memusingkan ini. Lelaki yang membuat dirinya hamil! Argh … apa yang harus ia katakan pada kedua orang tuanya nanti? Membayangkan wajah Dandi yang marah bercampur kecewa, Mia yang akan menangis, kedua anaknya yang kaget membuat Lidya merasa mual. “Aduh … maaf, aku mau muntah, mau ke kamar mandi,” ucap Lidya mencoba bangun dari tidurnya.“Biar saya bantu,” ucap perawat yang tadi di ajak Lidya berbicara.“Nggak usa
"Kayanya makanannya enak yang ini, deh," ucap Sonya sambil menunjuk dimsum yang akan menjadi salah satu makanan di acara pernikahannya nanti.Sonya dan Lidya saat ini sedang melakukan test food untuk acara pernikahan Sonya, setelah kemarin terjadi prahara Lidya yang pingsan dengan sukses dan membuat Sonya bad mood sepanjang hari hingga membuat Awan angkat tangan lalu menolak untuk menemani Sonya tes food keesokkan harinya dengan alasan harus mengurus daftar undangan bersama Eka, walhasil itu semua membuat Sonya dan Lidya pergi berdua ke tempat tes food."Lid ... hei, Lid ...," panggil Sonya kesal karena sahabatnya ini hanya bengong dan memasukkan makanan kemulutnya terus menerus tanpa mengatakan apa pun juga. "Lidya!""Hmm?" jawab Lidya sambil menyuapkan sepotong hakau berukuran besar ke dalam mulutnya tanpa menoleh ke arah Sonya. "Lidya kamu kenapa sih? Kaya, badannya di sini tapi, jiwanya di planet Pluto!" hardik Sonya geram karena sepanjang perjalanan Lidya hanya bengong dan tidak
Lidya mencuri-curi pandang pada Eka yang saat ini sedang menyetir mobil dan terlihat entah bagaimana lebih gagah juga tampan. Kacamata yang dikenanakan, rambutnya yang sudah kembali tumbuh terlihat berantakan mengingatkan dirinya saat ia membuka mata dan mendapati Eka sedang menantapnya dengan tatapan tengilnya sambil mengusap bokongnya. Lidya spontan menepuk dahinya dengan keras berusaha untuk menghilangkan pikiran mesumnya tentang Eka, entahlah beberapa hari ini Lidya selalu ingin lengket dengan Eka dan membayangkan malam-malam penuh gairah yang ia lalui bersama Eka. Ada apa dengan dirinya! Eka hanya melirik Lidya sekilas lalu kembali menatap jalan raya dengan tenang seolah tidak mempedulikan Lidya sama sekali. Lidya kesal dengan respon Eka yang dingin, Lidya yang selalu mendapatkan respon dari Eka dan tiba-tiba tidak mendapatkannya lagi membuat ia kesal bukan main. "Kamu nggak mau ngomong dan menjelaskan kenapa tiba-tiba kamu minta aku pulang ke Jakarta?" tanya Lidya sambil mel
"Wan, ini nggak salah?" tanya Sonya sambil memberikan minuman pada Hana yang duduk di belakang bersama Haikal."Nggak ... nggak salah, Lidya dan Eka nikah hari ini dan kita diminta datang, Aki sama Aira nggak bisa datang," jawab Awan sambil membelokkan mobilnya ke jalan tol yang akan membawa ke Jakarta. "Ini aku lagi nggak mimpi, kan? Ini kayanya kemarin Lidya masih nemenin aku milih makanan buat kita nikah kenapa jadi sekarang Lidya nikah sama Eka? Ini nikah macam apa? Persiapan pernikahan macam apa ini?" tanya Sonya kaget."Nggak tau, aku ditelepon Eka dan dia bilang hari ini mereka mau nikah jam 8 malam," ucap Awan sambil melihat jam yang melingkar di tangannya dan menunjukkan jam 9.30 pagi.Masih segar diingatannya saat tadi jam 7 pagi Eka meneleponnya dan mengatakan kalau dia akan menikah dengan Lidya nanti malam dan berharap Awan beserta keluarga datang. Awan hanya bisa terdiam lalu mengatakan iya tanpa bisa berkata apa pun lagi."Ini beneran nikah atau main-main sih? Gimana ca
"Bisa kamu jelasin?" tanya Sonya sambil menatap Lidya yang sedang dirias oleh seorang MUA yang seperti dikejar setan. Lidya menunjukkan deratan giginya yang putih ke arah Sonya. "Bukan nyengir, tapi, jelasin! Ini apa toh? Kenapa kamu tiba-tiba jadi nikah sama Eka secepat ini." Sonya menunjuk sekelilingnya karena kaget rumah Lidya dengan cepat disulap menjadi tempat pernikahan hanya dalam waktu beberapa jam saja. "Eka yang mint—" "Dan kamu pasrah?" potong Sonya tak percaya. "Ya ... aku bisa apa? Aku perempuan ya, aku ikut aja dan lagi Papa aku yang minta pada Eka untuk menikahi dirinya sesegera mungkin. Eka ditantang untuk menikah secepat mungkin dan dia jawab hari ini dia nikahi aku." Lidya memejamkan matanya dan kembali mengingat kericuhan yang terjadi setelah Eka mengatakan akan menikahinya hari ini. Dia ingat kedua adik Eka langsung meloncat dari kursinya dan dengan cepat mengikuti instruksi Eka untuk mencari juga mempersiapkan semuanya. Bahkan Arif diminta untuk mencari cara
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan