"Awan ... kamu kenapa?"
Suara Sonya menyadarkan Awan dan mengembalikannya ke kenyataan, ia dengan cepat mendongah mendapati Sonya yang sedang berjalan ke arah dirinya dengan kaki terpincang-pincang karena menahan sakit. Wajahnya menunjukkan kalau Sonya merasa khawatir dan menahan sakit.
"Awan ... kamu kenapa?" tanya Sonya lagi, langkahnya terhenti di hadapan Awan yang masih berjongkok. Kepala Awan saat ini berada di depan perut Sonya, Sonya yang mengenakan tank top hitam membuat perut bagian bawahnya terlihat.
Awan mengaitkan telunjuknya ke tank top Sonya, menarik ke atas untuk melihat luka bekas operasi Sonya dengan lebih jelas. Matanya memicing dan mulai menyadari kalau bekas operasi itu ada dua bagian, segurat halus hampir tidak terlihat tapi, Awan yang sudah terlatih mulai sadar.
Selama ini A
Sabar, yah … ingat Awan ini punya masa lalu, semua tindakan dia ini adalah sesuatu yang Awan coba ubah, tapi, kembali muncul karena ada pemicunya. Iya … pemicunya adalah Sonya, ketidakjujuran Sonya. Ikuti terus ceritanya karena janji Gallon hanya satu, cerita Gallon itu selalu berakhir manis. Xoxo Gallon yang Hobi Kellon Salam Kellon
Mata Sonya membulat dan napasnya seolah tercekat di tenggorokkan, keringat dingin mengalir deras saat matanya terkena lampu jauh bus besar di hadapannya. Detik itu juga Sonya berdoa didalam hatinya bila ia tidak selamat dari keadaan ini, ia ingin dimatikan secepatnya dan bertemu dengan Janu. Anaknya.Sorot lampu seolah menyadarkan Awan, dengan cepat kewarasannya mengambil alih. Pikirannya berputar cepat, kesadarannya menggedor isi pikirannya membuat Awan kembali menghantam sebuah masa lalu yang sudah ia kubur sedalam mungkin di dalam hatinya, sebuah kotak pandora besar yang ia kubur di alam bawah sadarnya seolah terbuka.Sebuah gambaran masa lalu berkelebat dengan cepat di matanya, sosok wanita cantik berambut panjang yang sedang menjerit memanggil namanya menarik kesadaran Awan dengan paksa."Selena ...." Awan membanting stir ke kiri secepat yang ia bisa, ia hanya bisa berdoa semoga truk di samping kirinya mau mengalah dan melambatkan laju kendaraannya.
Sonya membuka matanya, tangannya mengusap samping ranjang yang dingin. Ingatannya dengan cepat kembali ke saat ia kembali pulang ke hotel, selama perjalanan bersama Awan, mereka sama sekali tidak berbicara dan sibuk dengan pikirannya masing-masing. Awan sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun selain selamat tidur dan menggeret kopernya keluar dari kamar Sonya dan berpindah ke kamar lainnya di hotel itu. Sonya sama sekali tidak mencegah atau melarangnya karena dirinya tidak mungkin memohon pada Awan dan menggadaikan harga dirinya. Tidak, Sonya masih memiliki harga diri, hanya itu yang Sonya miliki untuk saat ini."Jam sepuluh," bisik Sonya sembari melihat layar ponselnya, ia ingat hari ini ia harus kembali pulang ke Jakarta dan kembali kerutinitasnya lagi. Harapan Sonya adalah saat pulang dari liburan ia bisa sedikit melepas stres namun, yang ada dia malah menambah beban pikiran. Sonya beranjak dari ranjang, manik matanya terhenti pada nampan beris
Awan berguling ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidurnya, entah kenapa matanya tidak mau terpejam padahal waktu sudah menunjukkan pukul 4 subuh tapi, ia sama sekali belum tidur dari tadi ia hanya berguling ke kanan dan ke kiri melihat semua sosial media, menonton TV yang entah apa siarannya dan melihat sosial media Sonya, berkali-kali dan terus menerus.Oke ... Awan mengaku, ia lebih banyak melihat sosial media Sonya, foto-foto mereka berdua, bahkan ia sampai melihat sosial media Sonya berlogo F hingga ia tahu kapan wanita itu lulus kuliah dan apa mata kuliah juga dosen yang ia benci. Astaga ... Awan benar-benar tidak bisa untuk tidak memikirkan Sonya, diotaknya hanya ada Sonya ... Sonya ... Sonya dan Sonya."Astaga ...," maki Awan kesal sembari menggaruk bagian kanan dan kiri kepalanya. Dengan menyeret langkahnya Awan berjalan ke kamar mandi dan mencuci mukanya.
Awan berjalan ke arah ruang makan dan hanya mendapati Romli yang sedang asik makan. "Yang lain ke mana, Ki?" "Pada udah selesai makannya, kamu lama bener keluar kamar. Ngapain aja?" tanya Aki sembari menatap Awan penuh kecurigaan. "Nggak ngapa-ngapain, Awan cuman mandi dulu," jawab Awan singkat sembari duduk di kursi, tangannya mengambil teko teh dan mulai meracik teh yang akan ia minum. Saat meraciknya Awan sama sekali tidak fokus, pikirannya kembali melayang pada Sonya. Awan merasa tidak enak karena sudah meninggalkan Sonya dan memberikan sepucuk surat yang menurutnya sangat kekanak-kanakan. Argh ... kenapa dia harus sosoan memberikan sepucuk surat penuh untaian kata penyesalan pada Sonya? Astaga ... bahkan detik ini Awan sudah lupa apa yang ia tulis. "Wan ... kamu yakin mau minum itu?" tanya Romli membuyarkan lamunan Awan. "Hah? Emang kenapa? Tehnya belum kadaluwarsa, kan?" tanya Awan sembari mengambil bungkusan teh dan melihat tanggal kadaluwarsanya yang
"Tolong, pasien ini harus dirujuk," ucap Sonya sembari membaca rekam medis di tangannya. Saat ini ia sedang mengurus salah satu pasiennya."Keluarga pasien menolak, Dok," ucap Heni, salah satu perawat yang bertugas di sana."Hah? Nggak salah? Mereka menolak karena apa? Ini pasien sudah dari senin di sini dan sekarang sesak ditambah darah tingginya nggak karu-karuan." Sonya memijat keningnya karena tiba-tiba merasa pusing dengan kebebalan keluarga pasien. "Mereka menolak, Dok, padahal Dokter Susan sudah bilang, kalau pasien harus rujuk tapi, keluarga pasien menolak," terang Heni lagi."Mana Dokter Susan?" tanya Sonya, matanya mencari di mana Susan berada dan ia menemukan Dokter Bedah itu berjalan ke arahnya. "Dokter Susan.""Dokter Sonya? Kenapa? Bisa pasien dibius?" tanya Susan sembari mengambil rekam medis dari tangan Sonya."Bisa tapi, prosedurnya terlalu beresiko kalau tetap dioperasi di sini, nyawa pasien bisa bahaya bahkan
"Hai, Sonya ... bisa kita ngobrol?" tanya Emir sembari mengusap bahu Sonya, wangi parfum baccarat Sonya dengan cepat menggelitik hidungnya. Ah ... dia ingat betapa wanginya tubuh Sonya, apalagi saat wanita itu bergerak di atas tubuhnya menggeliat sensual."Apa? Mau apa? Aku sibuk," jawab Sonya dingin sembari memasukkan ponselnya ke saku snelli."Sebentar, makan siang?" tanya Emir yang saat ini kembali teringat kalau Sonya itu walau hangat dan liar di ranjang, wanita ini sangat judes dan dingin bila sudah tidak suka pada seseorang yang sialnya saat ini Emir masuk kedalam salah satunya akibat perbuatan laknatnya."No ... aku banyak kerjaan, ada pasien yang harus aku operasi ...." Sonya menunjuk bangunan rumah sakit "Dan dengan bodohnya dia makan hingga aku harus menunggu 6 jam di rumah sakit!?" lanjut Sonya di dalam hati."Oke ... kantin rumah sakit?" Emir seolah tidak mau menerima penolakan Sonya.Sonya menghela napasnya pelan, "Mau apa l
"Kamu nggak pake sepatu?" tanya Lidya yang kaget melihat sahabatnya itu berjalan tanpa mengenakan alas kaki setelah selesai bekerja. Suara hujan terdengar dengan keras di luar rumah sakit.Sonya mendengus pelan, ia lupa mengambil kembali sepatunya saat tadi sudah meluapkan amarahnya pada Awan di kamar mandi dan ia tidak sudi untuk kembali lagi ke kamar mandi untuk mengambil sepatunya. Demi apa pun Sonya masih marah pada Awan hingga ia enggan untuk bertemu kembali dengan Awan. Gengsi."Nya ... kamu nggak pake sepatu? Kamu terakhir aku lihat pakai sepatu YSL kamu yang hitam, ke mana itu sepatu?" tanya Lidya yang tahu harga sepatu yang Sonya kenakan, sahabatnya ini paling anti mengenakan sepatu murah."Ilang," jawab Sonya singkat."Ngaco ... kok bisa? Itu mahal, loh." Lidya terceng
"Boba?" tanya Awan sembari mengangkat tangannya yang menjinjing plastik berisikan minuman kesukaan Sonya."Nggak ... nggak haus," jawab Sonya ketus sembari berbalik hendak meninggalkan Awan, matanya berusaha mencari Lidya yang sudah menghilang bersama Eka."Maap ....""Buat?""Semua kesalahan aku," jawab Awan."Buat apa? Minta maaf buat apa? Kalau minta maaf yang jelas. Kamu bukan anak TK yang bilang maaf tanpa tahu kesalahan," hardik Sonya seraya memutar tubuhnya kembali melihat Awan. "Demi Tuhan kamu itu udah gede, udah 28 tahun!?""Aku minta maap karena ninggalin kamu, aku minta maap karena nggak tegas dan terkesan plinplan sama keputusan aku." Awan yang sadar akan kesalahannya mulai menyebutkan kebodohannya pada Sonya. Perbuatan yang membuat Sonya marah dan sakit hati."Terus ....""Aku minta maaf karena aku nggak