“Sonya, Ibu pulang dulu, ya.” Parwati memeluk Sonya seerat mungkin saat pamit dari rumah Sonya.
“Iya, Bu, hati-hati dan kamu juga Emir nyupir mobilnya hati-hati dan jangan lupa dipakai jaketnya, cuaca di luar nggak bagus.” Sonya mengenakan jaket ke badan Emir sembari berbisik pelan di kuping Emir, “Cuaca yang sangat bagus untuk seorang lonte berkeliaran hanya dengan mengenakan pakaian dalam murahan.”
Emir menggemeretakkan giginya saat mendengar perkataan Sonya, ingin rasanya dia menampar mulut istrinya itu andai tidak ada ibunya di sana. “Mungkin dia lonte tapi, dia nggak mandul kaya kamu.”
Sonya menelan ludahnya sendiri, dia sudah muak dan kenyang dengan hinaan Emir pada dirinya yang selalu menyebutkan kalau dirinya mandul. Sonya tahu kalau Emir tidak bisa menghina hal lain pada dirinya selain mandul, hanya itulah satu-satunya yang bisa mencabik harga diri Sonya. Sonya membencinya namun, tidak bisa melakukan apa p
“Eh ... ya ampun?!” Sonya dengan cepat berjongkok saat menyadari kalau tetangganya itu tahu kalau dirinya sedang memperhatikan tetangganya.Sonya dengan cepat menutupi wajahnya yang memerah dengan kedua tangannya, rasa malu karena ketahuan sedang mengintip tetangganya langsung Sonya rasakan. “Ya ... ampun, Sonya, ngapain kamu ngintip, sih?” Sonya menjulurkan kepalanya untuk melihat kembali tetangga barunya itu dari balik jendela.Deg!Dengan cepat Sonya menyembunyikan kepalanya lagi saat melihat kalau tetangganya itu sedang tersenyum pada dirinya dan melambaikan tangan pada Sonya. “Ya ... ampun, Sonya.”Sonya memutar tubuhnya dan duduk di lantai sembari mengipasi wajahnya yang panas dan memerah karena merasa malu akibat ketahuan mengintip tetangga barunya itu. Sonya menggigit jempolnya untuk menenangkan dirinya.“Kamu, kenapa harus ngintip, sih, Sonya?” tanya Sonya pada dirinya sendiri yang bingung de
"Mampus ...," bisik Sonya pelan, saking pelannya Sonya yakin kalau hanya semut yang bisa mendengar dirinya mengumpat."Dok, kertasnya," ucap Awan sembari berjongkok dan mengambil kertas-kertas yang jatuh ke lantai kemudian menyerahkannya ke tangan Sonya."Oh, iya, terima kasih. Maaf saya permisi, masih ada operasi," ungkap Sonya sembari berbalik namun, naas saat Sonya berjalan ke arah pintu kepalanya tertabrak daun pintu yang tidak Lidya tutup ke
Sonya berjalan ke arah kotak obat-obatan yang ada di ruangannya, memeriksa persediaan obat-obat anestesi yang kebanyakan masuk ke dalam katagori NAPZA hingga beberapa obat itu disimpan di dalam lemari yang terkunci rapat di ruangan milik Sonya dan diawasi ketat oleh pihak rumah sakit.Tok ... tok ... tok ...."Masuk," ucap Sonya sembari melirik ke arah pintu."Maap Dok, boleh saya masuk?" tanya Awan.Deg!Jantung Sonya berdetak lebih cepat dari bisanya saat melihat senyuman Awan dan bahkan dari jarak sejauh ini Sonya sudah bisa mencium aroma tubuh Awan yang mengingatkannya dengan wangi laut."Dokter, boleh saya masuk?" ulang Awan yang ragu untuk masuk ke ruangan Dokter Sonya y
Sonya memanjangkan lehernya saat akan berjalan di lorong rumah sakit, dia sama sekali tidak mau bertemu dengan Awan. Fakta bila Awan sudah mengetahui mereka bertetangga membuat Sonya ketar ketir. Hampir seminggu ini Sonya berusaha untuk menjauh sejauh-jauhnya dari Awan.Merasa sudah aman Sonya berjalan ke arah ruangannya, saat sudah sampai Sonya menyimpan semua barangnya termasuk menanggalkan snelli-nya, entah kenapa Sonya merasa sangat kepanasan saat itu hingga akhirnya membuat dirinya hanya mengenakan kemeja satin tipis.
"Kamu kenapa?" tanya Lidya yang kaget melihat betapa nelangsanya Sonya."Aku nggak sanggup lagi kerja di sini, apa aku harus resign?" sahut Sony sembari menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan mengentak-entakkan kakinya ke lantai. Ah ... Sonya tidak sanggup lagi bila harus bertemu Awan, lelaki itu benar-benar mampu membuat Sonya salah tingkat di setiap pertemuannya."Jangan bikin perkara kamu, Sonya, banyak banget yang mendapatkan posisi kamu sekarang. Terus kamu dengan bodohnya ingin resign? Kamu kenapa?" tanya Lidya sembari duduk berhadapan dengan Sonya. Lidya mengeluarkan bekal makan siangnya dan sebuah kantung plastik yang berisikan minuman kesukaan Sonya."Itu apa?" tanya Sonya dengan mata berbinar saat melihat minuman kesukaannya."Itu apa," ejek Lidya dengan mengulan
"Kenapa kamu blokir kartu kredit aku?" Sonya hampir terbahak saat mendengar perkataan suaminya itu, ternyata benar apa yang ia pikirkan kalau Emir baru akan menghubunginya bila berhubungan dengan uang. "Sejak kapan kamu punya kartu kredit, suamiku sayang," ejek Sonya sembari membereskan barang-barangnya karena sudah waktunya pulang, diliriknya jam di dinding yang sudah menunjukkan jam dua belas malam. Sepertinya, operasi jantung tadi benar-benar menyita waktunya. "Sonya dengar, aku butuh kartu kredit itu," ucap Emir dengan suara pelan. "Buat apa? Kamu butuh kartu kredit itu buat apa? Kamu kan punya penghasilan yang nggak pernah aku tahu nominalnya dan nggak pernah kamu kasih juga ke aku, itu semua cukup untuk kamu hidup." Sonya memasukkan dompet ke dalam tas berlogo huruf H
"Eka, aku pulang duluan, yah," ucap Awan sembari melambaikan tangannya."Eh ... kamu udah selesai shift-nya?" tanya Eka yang tidak terima karena ditinggalkan oleh Awan, padahal seingatnya jadwal jaga mereka sama."Udahlah, kan, aku dari pagi, Eka. Lupa kamu?" sahut Awan sembari berjalan meninggalkan Eka,"Wan ... woi, Awan, kalau kamu nggak ikut jaga aku bisa digempur pasien ini. Kamu lupa aku 'bau'?" tanya Eka panik."Itu problem kamu, Eka," jawab Awan yang tidak peduli dengan Eka yang akan dibanjiri pasien karena 'bau' miliknya.Awan tahu kalau Eka yang berjaga malam pasti akan banyak pasien yang datang dan membuat semua nakes (teNAga KESehatan) kewalahan dan akhirnya Eka selalu disebut 'bau' oleh semua rekan sejawatnya. Berbeda dengan Awan yang di setiap waktu jaganya akan jarang datang pasien dan membuat rekan sejawatnya bisa sedikit bersantai hingga memanggil Awan dengan sebutan 'wangi'."Wan ... sumpah, Wan ... tolonglah, aduh ...." Ek
"Mau pulang sama aku?" tanya Awan."Kalau aku pulang sama kamu, kamu nggak bakal mikir aneh-aneh?" Sonya balik bertanya."Mikir aneh apa? Aku hanya nggak suka liat perempuan pulang sendirian di tengah malam. Yah, kecuali kamu ada yang anter, suami kamu mungkin," sahut Awan sembari menatap ujung sepatunya, entah kenapa Awan merasa berat mengatakan kata suami pada Sonya. Andai Sonya belum memiliki suami mungkin saat ini Awan akan mendekati Sonya dengan kecepatan cahaya."Suami?" Sonya ingin tertawa sekeras-kerasnya, suami sialannya itu sama sekali tidak akan memikirkannya lagi. Mungkin Emir akan langsung mengadakan acara pesta bila terjadi sesuatu dengan dirinya. Karena, bila Sonya mati Emir bisa menikahi lonte sialan itu dan mengambil semua harta kekayaan yang ia kumpulkan sedikit demi sedikit dari hasil keringatnya sendiri.
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan