"Perhatian semuanya ... Ada aturan baru yang dikeluarkan oleh Pangeran Han Zhin. Pemenang Turnamen Kultivator tahun ini akan bertarung melawan pemenang Turnamen Kultivator tahun lalu agar bisa menjadi Juara Turnamen Sejati. Pertandingan akan diadakan dua hari lagi!"Pengumuman dari pengawas pertandingan membuat geger penonton. Berbagai dugaan kecurangan mulai menguat seiring berubahnya peraturan ini."Satu lagi, Juara Turnamen Pendekar didiskualifikasi karena menggunakan teknik kultivator saat pertarungan sehingga Juara Turnamen Pendekar akan diberikan kepada finalis lainnya!"Satu lagi pengumuman yang mengejutkan semua pihak tapi tidak bagi Sun Wu Long. Ia sudah tahu kalau Pangeran Han Zhin mulai mencurigai dirinya."Aku harus meyakinkan Tuan Putri untuk segera keluar dari tempat ini," batinnya dengan perasaan cemas.Siangnya, Sun Wu Long kembali menemui Putri Xian Ling saat Putri Mahkota ini sedang berada sendirian di tempat penginapannya.Pangeran Han Zhin sedang tidak berada di is
Malam menyelimuti Negeri Han dengan keheningan yang menyesakkan. Kabut tipis bergelung di antara pepohonan, menyembunyikan langkah ringan Sun Wu Long yang melintasi lorong gelap di bawah tembok istana. Udara membawa aroma tanah basah dan kayu terbakar, bercampur dengan ketegangan yang menggumpal di dadanya. Ia tahu, satu kesalahan kecil saja bisa berakhir dengan nyawanya terenggut. Namun, ia tetap melangkah, berkat siasat brilian Putri Xian Ling.Setelah menyelinap keluar dari Negeri Han, Sun Wu Long mempercepat langkahnya. Teknik kultivasi yang ia miliki membuat perjalanannya terasa seperti hembusan angin di tengah malam. Dinginnya udara menggigit kulit, tapi itu lebih baik daripada tinggal di Han dan menghadapi bahaya yang mengintai dari setiap sudut. Ia harus menemui Panglima Xian Heng di East City, membawa pesan penting dari Xian Ling.Satu hal yang tidak diketahui oleh Putri Xian Ling, Kaisar Xian Shen dan Panglima Xian Heng sama sekali tidak mengetahui rencana pemberontakan yang
Rasa penasaran Xian Heng memuncak, seperti bara api yang menyala-nyala, saat dia menatap tajam ke arah Sun Wu Long. "Informasimu sangat akurat, Wu Long! Dari mana kamu tahu pasukan Han sedang bergerak ke ibukota East City?"Sorotan mata Xian Heng mencerminkan ketidakpercayaan yang dipadu dengan kekaguman tersembunyi. Sejak pertemuan pertama mereka, ia tahu bahwa Sun Wu Long bukan sekadar pandai besi biasa. Bahkan mata-mata Kekaisaran Benua Timur, dengan segala kecanggihan mereka, gagal mendeteksi pergerakan rahasia pasukan Han. Sebagai Panglima Tertinggi, Xian Heng merasa kaget sekaligus terancam atas ancaman yang bisa meruntuhkan pertahanan kekaisaran.Sun Wu Long tetap tenang, pandangannya tajam namun penuh perhitungan. Dia tahu bahwa Xian Heng menyimpan kecurigaan, tapi dia juga paham bahwa terlalu banyak mengungkapkan rahasia hanya akan memperumit keadaan. "Aku hanya kebetulan berada di Turnamen Pertandingan yang diadakan oleh Kerajaan Han," jawab Wu Long dengan nada santai, bibir
Langit di atas Istana Benua Timur tampak suram, dihiasi oleh awan-awan kelabu yang menggantung berat, menandakan hujan yang enggan turun. Angin malam yang dingin berhembus pelan, membawa aroma tanah basah yang menyeruak dari taman istana. Di atas balkon megah, Kaisar Xian Shen berdiri tegak, jubah emasnya berkibar pelan diterpa angin. Matanya yang tajam namun menyiratkan kegelisahan menatap ke cakrawala yang tampak seperti sebuah misteri kelam.Di sampingnya, Panglima Xian Heng berdiri dengan sikap hormat, tubuhnya kaku seperti anak panah yang siap meluncur. Wajahnya tegang, memantulkan beban dari informasi yang baru saja ia bawa.“Kau yakin dengan apa yang kau katakan, Xian Heng?” Suara Kaisar rendah, tetapi berat, seperti guntur yang mengancam akan menghantam bumi.Xian Heng mengangkat wajahnya, memandang kakaknya dengan mata yang menyala keyakinan. “Baginda, aku telah memastikan sendiri. Pasukan Kerajaan Han bergerak cepat, mengendap-endap seperti bayangan. Mereka sekarang berada s
Panglima Xian Heng melangkah cepat meninggalkan ruangan pertemuannya dengan Kaisar Xian Shen, dadanya terasa sesak oleh tanggung jawab yang semakin berat. Di luar, angin dingin malam berhembus, seolah menyebarkan ketegangan yang menggantung di udara. Matanya mencari-cari sosok yang dapat diandalkan dalam saat genting seperti ini. Ia menemukan Sun Wu Long, seorang pria dengan postur tegap, berdiri di dekat gerbang. "Aku butuh bantuanmu, Wu Long!" suara Xian Heng memecah keheningan, penuh urgensi. Sun Wu Long menoleh, ekspresinya tenang namun penuh perhatian. "Apa yang bisa aku lakukan untuk Panglima?" tanyanya, tatapannya tajam dan penuh keseriusan. Xian Heng mendekat, matanya menyiratkan kekhawatiran yang mendalam. "Kamu tahu banyak tentang Kerajaan Han, bukan? Aku harus menyelamatkan keponakanku, Xian Ling, sebelum perang pecah antara Kekaisaran Benua Timur dan Kerajaan Han." Sun Wu Long menghela napas, matanya menyipit seolah memikirkan sesuatu yang jauh lebih dalam. "Terlalu be
Kerumunan penonton di arena bergemuruh dengan sorakan dan tepuk tangan yang memekakkan telinga, udara dipenuhi ketegangan yang hampir bisa dirasakan seperti getaran di kulit. Matahari yang terik menyorot panggung turnamen, menyinari dua sosok yang berdiri berhadapan. Sun Wu Long, napasnya masih berat dan tersengal, merasakan aliran darah di nadinya yang berdenyut deras setelah susah payah berhasil menyelinap kembali ke Negeri Han. Setiap ototnya terasa tegang, namun matanya tetap tajam, fokus pada tujuan yang lebih besar dari sekadar kemenangan—mengeluarkan Putri Xian Ling dari bahaya yang mengintai.Di sisi lain, berdiri dengan anggun seorang gadis yang dikenal sebagai Walet Merah. Feng Yin Hua, dengan mata setajam elang, menatap Sun Wu Long dari kejauhan. Kecantikannya yang terkenal di seluruh Negeri Wei dan bahkan diakui oleh sebagian besar rakyat Han, tidak mengurangi ketegasannya di atas arena. Pakaian sutra merahnya berkibar lembut oleh angin, menyatu dengan gerakannya yang angg
Arena yang terbuka itu dipenuhi dengan aura tegang. Mata para penonton terpaku pada dua sosok di tengah arena, Sun Wu Long dan Feng Yin Hua, yang berdiri saling berhadapan seperti gunung berapi yang siap meletus. Udara terasa berat, hampir mencekik, saat mereka bersiap untuk saling menyerang.Sun Wu Long, dengan mata yang menyala penuh tekad, mengepalkan tangannya hingga terdengar suara retakan ringan dari sendi-sendi jarinya. “Feng Yin Hua, aku tidak akan menahan diri lagi,” katanya dengan suara yang dalam, menggema di seluruh arena. Ia kemudian memutar tubuhnya di tempat, kedua telapak tangannya menyatu dalam sebuah gerakan yang presisi. "Tangan Seribu Naga!" serunya lantang. Suaranya menghentak udara, mengguncang hati mereka yang menyaksikan.Bayangan tangannya muncul dalam jumlah yang tak terhitung, melayang cepat di sekelilingnya. Ribuan naga seolah-olah keluar dari tubuhnya, melingkari Sun Wu Long dengan gerakan yang mendebarkan. Setiap pukulan yang ia lepaskan menggetarkan udar
Pertarungan antara Sun Wu Long dan Feng Yin Hua terus memuncak, dengan setiap gerakan mereka menggema di dalam arena yang kini hening, seolah-olah waktu telah berhenti. Kedua kultivator itu sama-sama tahu bahwa pertarungan ini akan segera mencapai akhir, dan hanya satu yang akan keluar sebagai pemenang.Sun Wu Long mengamati Feng Yin Hua yang melayang ringan di udara, kain merah sutra yang mengalir di tubuhnya tampak seperti darah yang berkilauan di bawah sinar matahari sore. Ia bisa melihat keletihan yang mulai merayap di wajah Feng Yin Hua, meskipun ia masih tersenyum penuh percaya diri."Pendekar Walet Merah," Sun Wu Long membuka suara, suaranya rendah namun jelas, "aku mengakui kehebatanmu. Kau telah memaksaku untuk menggunakan seluruh kekuatanku."Feng Yin Hua menatapnya, senyuman tipis menghiasi bibirnya. "Kau juga, Sun Wu Long. Tak kusangka aku akan bertemu lawan yang seimbang sepertimu. Tapi, kemenangan hanya milik satu orang. Dan aku tak berniat menyerah."Sun Wu Long mengang
Kaisar Xian Shen berdiri di balkon istananya, memandang luas ke arah cakrawala Benua Timur yang terbentang di hadapannya. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah dan dedaunan, namun hatinya bergolak dengan amarah yang membara. Para raja di bawah kekuasaannya telah mengabaikan panggilannya untuk bersatu dalam pertempuran penting, meninggalkan kekaisaran dalam keadaan rentan.Raja-raja ini lebih mementingkan wilayahnya sendiri dan menolak untuk mengirim pasukan ke East City untuk meredam invasi dai Necromancer beserta asukannya yang ingin menghancurkan Dinasti Xian."Bagaimana mungkin mereka berani mengkhianati kepercayaan dan sumpah setia mereka?" gumamnya dengan suara bergetar, tinjunya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.Dengan tekad yang tak tergoyahkan, Kaisar Xian Shen memerintahkan pengerahan pasukan besar untuk menaklukkan semua kerajaan yang membangkang. Satu per satu, kerajaan-kerajaan itu ditundukkan dan diubah menjadi distrik provinsi yang langsung berada di bawah
Awan kelam menggulung di langit malam, kilatan petir menyambar tanpa ampun, menerangi medan pertempuran yang dipenuhi jeritan dan denting senjata. Di tengah kekacauan itu, Necromancer Agung melangkah maju, jubah hitamnya berkibar liar, mengeluarkan semburan energi gelap yang membangkitkan pasukan mayat hidup dengan rintihan mengerikan.Kaisar Xian Shen berdiri di garis depan, matanya menatap tajam ke arah musuh. "Pasukan Dinasti Xian, jangan gentar! Pertahankan tanah air kita!" serunya, suaranya menggema di antara deru pertempuran.Di sampingnya, Panglima Xian Heng menghunus pedangnya, kilauan tajam memantulkan cahaya petir. "Majulah! Hancurkan mereka!" teriaknya, memimpin serangan langsung ke barisan mayat hidup.Sun Wu Long, dengan pedang spiritualnya, mengeluarkan mantra api yang membakar musuh-musuhnya menjadi abu. "Kekuatan elemen akan membersihkan kegelapan ini!" katanya, semburan api memancar dari tongkatnya, menerangi medan perang.Sakuntala Dewa, dengan gerakan anggun, memang
Gong perang berdentang nyaring, suaranya menggema hingga ke sudut-sudut Pelabuhan East City. Di bawah langit yang mulai gelap, ribuan prajurit Dinasti Xian bergegas mengenakan baju zirah yang berkilauan di bawah cahaya obor. Mereka membentuk barisan kokoh di sepanjang tembok kota, tombak-tombak terangkat tinggi, busur-busur siap dengan anak panah yang mengarah ke cakrawala, sementara katapel raksasa diisi dengan batu-batu besar yang dilumuri minyak, siap dilemparkan.Di atas mereka, Naga Vikrama melayang gagah, sayapnya yang luas membelah angin malam. Raungannya menggetarkan hati, mata tajamnya memantau setiap gerakan di bawah.Di kejauhan, pasukan Kegelapan mulai tampak seperti gelombang hitam yang mendekat. Barisan Orc dengan armor berat berderap maju, langkah mereka mengguncang tanah. Di samping mereka, Dark Dwarf mengoperasikan mesin perang besar—menara pengepung dan katapel raksasa yang mampu meruntuhkan tembok dalam satu serangan. Para Necromancer berjubah hitam mengangkat tanga
Langit di atas Pelabuhan East City mendadak gelap. Awan hitam pekat bergulung-gulung, seakan-akan hendak menelan kota dalam kegelapan abadi. Angin kencang berdesir tajam, menerbangkan debu dan menerjang ombak hingga membantingnya ke tebing-tebing batu dengan suara gemuruh. Para penjaga di menara pengawas, yang tadinya berjaga dengan santai, kini menegang. Salah satu dari mereka nyaris menjatuhkan tombaknya saat melihat bayangan besar melayang di antara awan."NAGA!" teriak seorang prajurit dengan suara melengking, segera meraih palu besar dan membunyikan lonceng tanda bahaya. Dentang logamnya menggema ke seluruh pelabuhan, mengguncang ketenangan kota ini.Di atas punggung Naga Vikrama, Xian Ling berdiri dengan gagah. Rambut panjangnya menari liar ditiup angin, sementara jubah putihnya berkibar seperti bendera perang yang mengancam. Matanya menyala penuh keyakinan. Di belakangnya, Sakuntala Dewa dan Sun Wu Long duduk waspada, jari-jari mereka sudah menggenggam gagang senjata, siap mena
Pertempuran di Lembah Iblis benar-benar di luar dugaan Xian Ling. Angin dingin menyapu lembah, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang gugur. Suara dentingan senjata dan teriakan pertempuran masih terngiang di telinganya. Xian Ling berdiri di tengah medan yang porak-poranda, napasnya tersengal, sementara matanya menyapu sekeliling dengan penuh kewaspadaan.Ia tidak berhasil mendapatkan informasi mengenai Mahasura Arya, Pendekar Dewa Naga yang diyakini oleh Kitab Nirvana Surgawi mampu menyelamatkan Benua Timur dari kehancuran. Kekecewaan menyelimuti hatinya, seperti kabut tebal yang menutupi pandangannya.Bahkan, ia juga tidak mengetahui mengapa Qirani dan Qirana terjerumus ke dalam kegelapan dan menentangnya, padahal ia sama sekali belum pernah bertemu dengan pemimpin Lembah Iblis ini. Pengkhianatan mereka menusuk hatinya lebih dalam daripada luka fisik yang ia derita."Tuan Putri, apakah kita akan melanjutkan perjalanan kita di Benua Selatan ini?" tanya Sun Wu Long, suaranya penu
Sakuntala dan Sun Wu Long yang dikepung oleh puluhan murid Perguruan Lembah Iblis mulai merasakan kesulitan menghadapi mereka. Sakuntala memutar tongkatnya dengan kecepatan luar biasa, menciptakan badai angin yang menghantam musuh-musuhnya, melempar mereka ke segala arah. Sun Wu Long bergerak seperti bayangan, pedangnya menari-nari, memotong setiap lawan yang mendekat dengan presisi mematikan.Tiba-tiba, dari balik kabut tebal yang menyelimuti medan pertempuran, muncul sosok tinggi dengan aura gelap yang menakutkan. Dia adalah Panglima Kegelapan, tangan kanan Qirana, yang dikenal karena kekejamannya. Dengan satu gerakan tangan, dia memanggil makhluk-makhluk bayangan yang langsung menyerbu ke arah Sakuntala dan Sun Wu Long.Sakuntala mengerutkan kening, menyadari ancaman baru ini. "Wu Long, kita harus bekerja sama untuk mengalahkannya!" Sun Wu Long mengangguk, dan mereka berdua bergerak serentak, menyerang Panglima Kegelapan dengan kombinasi serangan yang terkoordinasi. Namun, Panglima
Xian Ling meluncur ke udara, tubuhnya berputar seperti bidadari yang berputar turun dari kahyangan, pedangnya berkilau saat menyapu gelombang energi hitam yang dilemparkan Qirana. Dentuman keras menggelegar, menggetarkan tanah di bawah mereka, seakan seluruh lembah bergetar dalam gemuruh kekuatan yang saling bertabrakan. Getaran itu merembet hingga ke tulang, mengusik kedamaian yang hanya ada dalam sekejap sebelum kekuatan itu menghancurkan segalanya.Qirana melesat ke samping, tubuhnya membengkok dalam kecepatan luar biasa, lengan kirinya bergerak dengan gesit, menciptakan lingkaran cahaya hitam yang menyelimuti tangannya. Dengan satu gerakan cepat, lingkaran tersebut berubah menjadi pedang energi yang berkilau tajam, siap meluncur menembus langit.“Kau hanya mengulur waktu, Xian Ling!” seru Qirana, suaranya penuh ejekan, terdengar seperti suara angin dingin yang berbisik. Senyumannya terlukis sinis di wajahnya, seakan kemenangan sudah ada di ujung jari. “Sejak Mahasura menghilang, k
Angin kencang bertiup membuat pakaian mereka berkibar-kibar. Langit yang kelam seakan menelan cahaya matahari, menciptakan bayangan-bayangan mencekam di antara pepohonan yang melingkupi Desa Naga. Aroma tanah basah bercampur bau logam menyelubungi udara, menambah kesan bahwa akan ada kejadian yang buruk di tempat tujua mereka."Apa kita tetap akan masuk ke Lembah Iblis, Tuan Putri?" tanya Sakuntala, suaranya mengandung kegelisahan. Mata tajamnya memandang jauh ke depan tempat Lembah Iblis berada, seolah-olah mengawasi mereka dari kejauhan. Ia merasa bahwa pencarian Pendekar Dewa Naga ini hanya akan membawa mereka ke jalan buntu. Namun, membawa pulang Naga Vikrama adalah keuntungan besar bagi Benua Timur.Xian Ling menoleh, sorot matanya tegas. "Aku harus mengetahui nasib Pendekar Dewa Naga. Ramalan Artie hanya menyebutkan bahwa Mahasura Arya akan berperan penting dalam menyelamatkan Benua Timur dari kehancuran. Aku sengaja menyimpan ramalan ini agar kerajaan-kerajaan di bawah Kekaisar
Ki Seno menggelengkan kepalanya perlahan. Sorot matanya tajam namun menyiratkan keteguhan yang tak tergoyahkan."Aku tak tahu di mana Mahasura sekarang," ucapnya dengan suara berat, nyaris berbisik. "Tapi aku yakin ia masih hidup!"Xian Ling menatap Ki Seno dengan penuh tanda tanya. Tiba-tiba, pikirannya menangkap sesuatu yang terpendam di benaknya."Kata Chandani, Ki Seno selalu pergi ke Gunung Awan Putih setiap pagi... Apa yang Ki Seno lakukan di sana?" tanyanya, suaranya dipenuhi rasa ingin tahu.Ki Seno tertawa kecil, nada misterius tersemat di dalamnya. "Hahaha... Kau ingin tahu? Tapi berjanjilah untuk menjaga rahasia ini!"Tanpa menunggu jawaban, tubuh Ki Seno melesat, ringan bak sehelai daun yang ditiup angin. Kakinya nyaris tak menyentuh tanah saat ia berlari dengan ilmu meringankan tubuh. Bayangan tubuhnya berkelebat di antara pepohonan, mendaki gunung dengan kecepatan yang mencengangkan.Xian Ling, Sun Wu Long, Sakuntala, dan Chandani segera menyusul. Sun Wu Long, meski memi