Beranda / Fantasi / Dewi Kultivator Langit / 161. MENUJU BENUA SELATAN

Share

161. MENUJU BENUA SELATAN

Penulis: Zhu Phi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-03 23:28:26
Dengan tekad yang menyala-nyala, Xian Ling, Sun Wu Long, dan Sakuntala Dewa memacu kuda-kuda mereka menyusuri jalan berkerikil menuju pelabuhan terdekat. Para pengawal istana telah diperintahkan pulang ke Istana Benua Timur tanpa Putri Mahkota.

Angin malam menyapu lembut, menyelinap di antara helai rambut dan jubah mereka, seakan membisikkan janji petualangan yang tak terelakkan. Di balik gemerisik dedaunan dan bisikan angin, mereka tahu bahwa bayang-bayang masa lalu masih mengintai—mata-mata dari Istana Benua Timur telah diberi perintah untuk mengembalikan Xian Ling.

Mereka menembus rimbunnya hutan di perbatasan Negeri Ching. Aroma tanah basah dan dedaunan yang lembap menyatu dalam udara yang dingin. Tanpa diduga, segerombolan pemburu bayaran muncul dari balik semak belukar. Pakaian hitam mereka kontras dengan keheningan hutan, dan kilatan senjata yang tergenggam erat menciptakan kilasan bayangan menyeramkan di antara pepohonan. Di tengah lingkaran itu, seorang pria bertubuh kekar de
Zhu Phi

Arc Baru : Misteri Benua Selatan, akan mengisahkan perjalanan Xian Ling menemui tokoh-tokoh di Pendekar Dewa Naga kecuali Mahasura Arya.

| 1
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dewi Kultivator Langit   162. MISTERI BENUA SELATAN

    Fajar baru saja menyingsing ketika langit mulai berubah warna jingga keemasan. Di atas dek kapal dagang yang berayun perlahan, Xian Ling, Sun Wu Long, dan Sakuntala Dewa menatap cakrawala yang dipenuhi awan tipis, seolah alam pun menyambut kedatangan mereka. Di dermaga Benua Selatan, aroma rempah yang kuat bercampur dengan semilir garam dari lautan, mengisi udara yang panas dan lembab. Suara riuh pedagang yang sedang membongkar muatan terdengar jelas, seakan setiap langkah mereka menulis kisah baru di atas lantai kayu dermaga.Perjalanan dengan kapal dagang selama seminggu penuh tidak membuat mereka kelelahan, melainkan tampak rasa penasaran di wajah mereka terutama Putri Xian Ling yang sangat antusias dengan Benua Selatan ini.Mereka melangkah dengan penuh kewaspadaan ke jantung pelabuhan. Di sana, bangunan-bangunan batu tua berdiri megah, bayangannya menari di antara siluet pepohonan tropis yang rimbun. Suasana yang awalnya tampak tenang itu segera berubah ketika seorang pria tua be

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Dewi Kultivator Langit   163. SEKTE BAYANGAN SELATAN

    Xian Ling melangkah menjauh dari dermaga, jejak kakinya nyaris tanpa suara di atas batu-batu yang dingin. Angin malam berhembus pelan, membawa aroma garam dan dupa yang terbakar di kuil-kuil sepanjang jalan. Namun, semakin jauh ia melangkah, udara di sekitarnya berubah—menjadi lebih berat, seolah menyimpan sesuatu yang tak terlihat. Kota Naga Sakti bukanlah kota biasa karena di balik gemerlap lentera dan keramaian, bayang-bayang tersembunyi mengintai, menunggu saat yang tepat untuk menyergap.Gedung-gedung batu tua menjulang di kedua sisi jalan utama. Pilar-pilar besar dihiasi ukiran naga yang berkelok, sisiknya terasa hampir hidup saat terkena pantulan cahaya obor. Mata naga yang terukir di sana seakan mengikuti langkah mereka, menilai, menghakimi, atau mungkin memberi peringatan.Di sisi Xian Ling, Sun Wu Long berjalan dengan langkah mantap. Tatapannya tajam, menyapu setiap sudut jalan seperti seorang pemburu yang waspada. Sementara itu, Sakuntala Dewa, dengan wajah tenang, membisik

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Dewi Kultivator Langit   164. PUTRI KERAJAAN SEMBILAN NAGA

    Xian Ling merasakan denyut panas di nadinya. Udara di sekitarnya bergetar oleh energi yang dikeluarkan Chandani. Wanita itu berdiri anggun dengan pedangnya, seolah medan pertempuran adalah panggung tariannya. Mata tajamnya bersinar di bawah cahaya bulan, penuh dengan misteri dan keyakinan mutlak. Xian Ling sadar kalau wanita di hadapannya ini bukan sekedar pendekar biasa karena ia merasakan aura keanggunan dari pemimpin Sekte Bayangan Selatan ini.Tanpa peringatan, Chandani melesat. Gerakannya secepat kilat, hampir mustahil diikuti mata biasa. Xian Ling hanya sempat menangkis tebasan pertama dengan pedangnya, sebelum serangkaian serangan cepat menghujani pertahanannya secara beruntun. Dentang logam beradu memenuhi udara. Setiap gerakan Chandani adalah perpaduan antara kekuatan dan keindahan, bagaikan angin malam yang membawa maut.Xian Ling mundur selangkah, kemudian memutar pedangnya dalam gerakan melingkar. Sebuah gelombang energi biru meledak dari ujung bilahnya, menerpa Chandani y

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Dewi Kultivator Langit   165. XIAN LING VS CHANDANI

    Xian Ling menarik napas dalam-dalam, merasakan udara malam yang dingin menusuk paru-parunya. Tubuhnya bergetar, bukan hanya karena kelelahan, tetapi juga ketegangan yang masih menggantung di antara mereka. Di sekelilingnya, reruntuhan kota tua berdiri sebagai saksi bisu pertarungan sengit yang baru saja terjadi. Cahaya bulan memantulkan kilauan redup dari bilah pedang mereka, yang masih menghangat oleh energi qi yang belum sepenuhnya mereda.Chandani menatap Xian Ling dengan sorot mata tajam, seolah mencari sesuatu di balik keteguhan putri mahkota itu. Tiba-tiba, ia mengangkat pedangnya lagi, mengayunkannya dalam gerakan halus namun membawa gelombang energi tajam. Xian Ling merasakan hembusan kekuatan yang membelah udara dan segera mengangkat pedangnya untuk menangkis."Kau masih punya tenaga untuk melawan?" tanya Chandani, suaranya tenang namun penuh tantangan."Aku tidak akan mundur," jawab Xian Ling tegas, matanya berkilat dengan tekad.TRANG!Benturan kali ini jauh lebih dahsyat.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Dewi Kultivator Langit   01. AWAL MULA

    Kerajaan Benua Timur, dipimpin oleh Kaisar Xian Shen, seorang Immortal yang hebat di masa mudanya, dikenal kuat dan disegani oleh semua kalangan. Meskipun usia tidak membatasi kehidupannya, penampilan Kaisar Xian Shen kini berbeda dari saat ia masih menjadi seorang kultivator.Hari ini, kebahagiaan meliputi istana. Permaisuri Zhi Yang, istri tercinta Kaisar, sedang melahirkan putri pertama mereka setelah sekian lama dinantikan. Kaisar Xian Shen, yang selama ini mendambakan seorang anak, akhirnya melihat impiannya terwujud.“Selamat, Paduka! Putri pertama Baginda telah lahir. Semoga diberi kesehatan dan kekuatan,” ucap salah satu pejabat kerajaan, disusul oleh ucapan selamat dari berbagai kalangan.Kaisar tersenyum lebar, menatap putri kecilnya dengan penuh kasih. "Xian Ling, namamu akan dikenal di seluruh penjuru negeri. Aku akan menamakanmu demikian, agar kelak kau bisa menjadi naga yang memimpin negeri ini, jika memang kau satu-satunya pewaris tahta Kerajaan Benua Timur."“Aku setuj

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-12
  • Dewi Kultivator Langit   02. XIAN LING

    Alam semesta membagi dunia menjadi tiga bagian yaitu Dunia Atas, Dunia Tengah, dan Dunia Bawah.Dunia Atas dihuni oleh dewa dan dewi yang sudah turun temurun, juga dewa dan dewi yang berhasil mencapai tingkatan keabadian ini melalui kultivasi. Penghuni Dunia Atas ini menganggap mereka adalah tingkatan tertinggi dalam kehidupan yang kadang menganggap remeh Dunia Bawah yang dihuni oleh manusia tanpa keabadian.Dunia Tengah adalah dunia yang kejam yang banyak dihuni oleh cultivator yang mati-matian berusaha berkultivasi untuk mencapai keabadian. Selain berkultivasi, mereka juga mempelajari ilmu bela diri yang hebat sehingga mereka hanya menganggap manusia tanpa keabadian di Dunia Bawah sebagai budak mereka saja.Dunia Bawah adalah dunia yang berjalan normal dengan banyaknya manusia yang tanpa keabadian. Dunia ini banyak dihuni oleh pendekar-pendekar sakti, namun sayangnya mereka tetap akan mati bila waktunya sudah tiba, tidak memandang seberapa besar kesaktian mereka. Itulah yang juga me

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-04
  • Dewi Kultivator Langit   03. MENARA LONCENG

    Di sudut istana yang megah dan penuh kemewahan, ada satu bangunan yang selalu dihindari, tempat yang bahkan para pelayan istana enggan menatap terlalu lama. Itu adalah menara lonceng—sebuah bangunan tua yang kini tampak merana, ditinggalkan begitu saja. Dulu, menara ini menjadi pusat perhatian, tempat lonceng berat yang menggema di seluruh istana, memperingatkan para penghuni tentang bahaya yang mendekat. Namun, sejak Kaisar Xian Shen berkuasa, menara itu telah sunyi, dan tak seorang pun berani mengganggu keheningan yang melingkupi kekuasaan sang kaisar.Xian Ling, putri mahkota yang selalu diliputi rasa ingin tahu, merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar cerita hantu yang beredar di antara para pelayan. Dengan hati berdebar dan keberanian yang mendidih dalam dirinya, ia memutuskan untuk menembus tabu yang telah lama membayangi menara lonceng. "Mungkin di sana aku bisa menemukan hantu yang bisa mengajariku jurus-jurus inti dengan cepat," gumamnya dengan semangat yang tak bisa ia ke

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-09
  • Dewi Kultivator Langit   04. NIRVANA HEAVEN ART BOOK

    Menara Lonceng berdiri megah, menjulang tinggi di atas dataran luas Benua Timur, bayangannya memanjang seiring matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Menara yang telah berdiri kokoh selama ribuan tahun ini menyimpan rahasia yang tak terhitung jumlahnya, namun satu di antaranya adalah yang paling berharga—Kitab Nirvana Surgawi, sebuah artefak legendaris yang telah lama dianggap hilang.Di tengah keheningan yang mencekam, suara langkah kaki lembut terdengar, menggemakan keheningan di dalam menara tua itu. Putri Xian Ling, dengan pakaian sutra emas yang mengalir lembut di tubuhnya, melangkah hati-hati di antara reruntuhan menara. Rambut hitamnya yang tergerai dihiasi oleh pin emas berbentuk burung phoenix, dan matanya yang cerah berkilau seperti bintang-bintang di langit malam. Dia tidak tahu bahwa takdir besar akan menyambutnya di puncak menara ini.Setelah berjam-jam mendaki dan menjelajahi setiap sudut menara yang berdebu, Xian Ling tiba di sebuah ruang tersembunyi yang hanya diteran

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-15

Bab terbaru

  • Dewi Kultivator Langit   165. XIAN LING VS CHANDANI

    Xian Ling menarik napas dalam-dalam, merasakan udara malam yang dingin menusuk paru-parunya. Tubuhnya bergetar, bukan hanya karena kelelahan, tetapi juga ketegangan yang masih menggantung di antara mereka. Di sekelilingnya, reruntuhan kota tua berdiri sebagai saksi bisu pertarungan sengit yang baru saja terjadi. Cahaya bulan memantulkan kilauan redup dari bilah pedang mereka, yang masih menghangat oleh energi qi yang belum sepenuhnya mereda.Chandani menatap Xian Ling dengan sorot mata tajam, seolah mencari sesuatu di balik keteguhan putri mahkota itu. Tiba-tiba, ia mengangkat pedangnya lagi, mengayunkannya dalam gerakan halus namun membawa gelombang energi tajam. Xian Ling merasakan hembusan kekuatan yang membelah udara dan segera mengangkat pedangnya untuk menangkis."Kau masih punya tenaga untuk melawan?" tanya Chandani, suaranya tenang namun penuh tantangan."Aku tidak akan mundur," jawab Xian Ling tegas, matanya berkilat dengan tekad.TRANG!Benturan kali ini jauh lebih dahsyat.

  • Dewi Kultivator Langit   164. PUTRI KERAJAAN SEMBILAN NAGA

    Xian Ling merasakan denyut panas di nadinya. Udara di sekitarnya bergetar oleh energi yang dikeluarkan Chandani. Wanita itu berdiri anggun dengan pedangnya, seolah medan pertempuran adalah panggung tariannya. Mata tajamnya bersinar di bawah cahaya bulan, penuh dengan misteri dan keyakinan mutlak. Xian Ling sadar kalau wanita di hadapannya ini bukan sekedar pendekar biasa karena ia merasakan aura keanggunan dari pemimpin Sekte Bayangan Selatan ini.Tanpa peringatan, Chandani melesat. Gerakannya secepat kilat, hampir mustahil diikuti mata biasa. Xian Ling hanya sempat menangkis tebasan pertama dengan pedangnya, sebelum serangkaian serangan cepat menghujani pertahanannya secara beruntun. Dentang logam beradu memenuhi udara. Setiap gerakan Chandani adalah perpaduan antara kekuatan dan keindahan, bagaikan angin malam yang membawa maut.Xian Ling mundur selangkah, kemudian memutar pedangnya dalam gerakan melingkar. Sebuah gelombang energi biru meledak dari ujung bilahnya, menerpa Chandani y

  • Dewi Kultivator Langit   163. SEKTE BAYANGAN SELATAN

    Xian Ling melangkah menjauh dari dermaga, jejak kakinya nyaris tanpa suara di atas batu-batu yang dingin. Angin malam berhembus pelan, membawa aroma garam dan dupa yang terbakar di kuil-kuil sepanjang jalan. Namun, semakin jauh ia melangkah, udara di sekitarnya berubah—menjadi lebih berat, seolah menyimpan sesuatu yang tak terlihat. Kota Naga Sakti bukanlah kota biasa karena di balik gemerlap lentera dan keramaian, bayang-bayang tersembunyi mengintai, menunggu saat yang tepat untuk menyergap.Gedung-gedung batu tua menjulang di kedua sisi jalan utama. Pilar-pilar besar dihiasi ukiran naga yang berkelok, sisiknya terasa hampir hidup saat terkena pantulan cahaya obor. Mata naga yang terukir di sana seakan mengikuti langkah mereka, menilai, menghakimi, atau mungkin memberi peringatan.Di sisi Xian Ling, Sun Wu Long berjalan dengan langkah mantap. Tatapannya tajam, menyapu setiap sudut jalan seperti seorang pemburu yang waspada. Sementara itu, Sakuntala Dewa, dengan wajah tenang, membisik

  • Dewi Kultivator Langit   162. MISTERI BENUA SELATAN

    Fajar baru saja menyingsing ketika langit mulai berubah warna jingga keemasan. Di atas dek kapal dagang yang berayun perlahan, Xian Ling, Sun Wu Long, dan Sakuntala Dewa menatap cakrawala yang dipenuhi awan tipis, seolah alam pun menyambut kedatangan mereka. Di dermaga Benua Selatan, aroma rempah yang kuat bercampur dengan semilir garam dari lautan, mengisi udara yang panas dan lembab. Suara riuh pedagang yang sedang membongkar muatan terdengar jelas, seakan setiap langkah mereka menulis kisah baru di atas lantai kayu dermaga.Perjalanan dengan kapal dagang selama seminggu penuh tidak membuat mereka kelelahan, melainkan tampak rasa penasaran di wajah mereka terutama Putri Xian Ling yang sangat antusias dengan Benua Selatan ini.Mereka melangkah dengan penuh kewaspadaan ke jantung pelabuhan. Di sana, bangunan-bangunan batu tua berdiri megah, bayangannya menari di antara siluet pepohonan tropis yang rimbun. Suasana yang awalnya tampak tenang itu segera berubah ketika seorang pria tua be

  • Dewi Kultivator Langit   161. MENUJU BENUA SELATAN

    Dengan tekad yang menyala-nyala, Xian Ling, Sun Wu Long, dan Sakuntala Dewa memacu kuda-kuda mereka menyusuri jalan berkerikil menuju pelabuhan terdekat. Para pengawal istana telah diperintahkan pulang ke Istana Benua Timur tanpa Putri Mahkota.Angin malam menyapu lembut, menyelinap di antara helai rambut dan jubah mereka, seakan membisikkan janji petualangan yang tak terelakkan. Di balik gemerisik dedaunan dan bisikan angin, mereka tahu bahwa bayang-bayang masa lalu masih mengintai—mata-mata dari Istana Benua Timur telah diberi perintah untuk mengembalikan Xian Ling. Mereka menembus rimbunnya hutan di perbatasan Negeri Ching. Aroma tanah basah dan dedaunan yang lembap menyatu dalam udara yang dingin. Tanpa diduga, segerombolan pemburu bayaran muncul dari balik semak belukar. Pakaian hitam mereka kontras dengan keheningan hutan, dan kilatan senjata yang tergenggam erat menciptakan kilasan bayangan menyeramkan di antara pepohonan. Di tengah lingkaran itu, seorang pria bertubuh kekar de

  • Dewi Kultivator Langit   160. INFORMASI SUN WU LONG

    Sun Wu Long telah menghabiskan seminggu di Negeri Ching, membantu Raja Shang Fu menumpas pemberontakan yang mengguncang negeri itu. Selama itu, ia menyaksikan darah yang tertumpah, pengkhianatan yang merajalela, dan ketakutan yang menghantui setiap sudut istana. Udara dipenuhi aroma besi dan abu, dan suara jeritan masih terngiang di telinganya. Namun, setelah pertempuran berakhir dan ketertiban dipulihkan, ia dan Xian Ling memutuskan untuk kembali ke Istana Benua Timur.Di gerbang utama istana, Raja Shang Fu dan Pangeran Shang Chi berdiri dengan ekspresi kaku, sorot mata mereka tak bisa menyembunyikan ketegangan yang masih tersisa. Udara pagi itu terasa berat, meski matahari bersinar cerah, seakan berusaha menghapus jejak kekacauan yang baru saja berlalu.Xian Ling duduk tegap di atas kudanya, memandangi Raja Shang Fu tanpa ekspresi. Matanya yang dingin menyiratkan keteguhan hati. Tak ada salam perpisahan, tak ada kata-kata penghormatan, hanya tatapan yang penuh ketegasan. Baginya, Ne

  • Dewi Kultivator Langit   159. KULTIVATOR RANAH NASCENT SOUL

    “Bersiaplah!” teriak Xian Ling, suaranya menggema di antara reruntuhan yang terbakar. Ia menghunus belatinya dengan gerakan presisi, matanya menyala penuh tekad, seakan menjadi pembawa ajal bagi musuh-musuh yang berani menghalangi mereka. Pertempuran yang semula tampak mendekati akhir seketika berubah menjadi kekacauan total. Wu Han melompat ke samping, menghindari serangan tombak yang hampir menembus dadanya. Ia berputar cepat, pedangnya menebas tanpa ragu, darah musuh mengalir di tanah yang telah berkarat oleh pertempuran. Xian Ling dan Sakuntala Dewa bergerak dalam harmoni, saling menutupi, mengapit musuh, dan melancarkan serangan bertubi-tubi. Setiap tebasan, setiap langkah, seolah telah dirancang sempurna, memotong habis pertahanan lawan yang jumlahnya jauh lebih banyak. Dentingan pedang beradu, raungan perang menggema, dan bisikan mantra terdengar bagaikan senandung kematian yang menusuk hingga ke sumsum tulang. Bau darah bercampur dengan asap kebakaran memenuhi udara, membua

  • Dewi Kultivator Langit   158. PASUKAN ELITE KULTIVATOR EMAS

    Di balik asap dan bara yang masih menyelimuti medan pertempuran, Liu Shan mundur perlahan. Langkahnya terasa berat seakan setiap jejak di atas kerikil yang terbakar membawa kenangan pahit kekalahan. Wajahnya masih tersungging senyum sinis meskipun mata itu menyimpan keputusasaan. "Kalian mungkin menang di sini, tetapi ingatlah, perang belum selesai," bisiknya seraya tatapannya menembus asap. Di depannya, Wu Han berdiri dengan pandangan tajam bak elang mengamati mangsanya. "Tidak, perang ini berakhir malam ini," tegasnya dengan suara yang menggelegar, seolah seluruh ruang bergema oleh tekadnya. Tanpa menunggu jawaban, Wu Han melesat ke depan. Pedangnya memantulkan kilatan cahaya dari kobaran api di sekitarnya, menari-nari seperti bayangan maut yang siap menghantam. Liu Shan, yang jelas sudah lelah dan kehilangan tenaga, mencoba menangkis serangan itu. Namun, tangannya yang bergetar gagal menghentikan kecepatan serangan. Dengan satu gerakan lincah dan penuh presisi, Wu Han menyayat bah

  • Dewi Kultivator Langit   157. MENGHADAPI JENDERAL ZHAO

    Wu Han memutar pedangnya dengan lincah, gerakannya bak tarian maut di tengah kegelapan ruang bawah tanah. Mata tajamnya tak pernah lepas dari Liu Shan, yang menyeringai penuh keangkuhan seolah kemenangan sudah menjadi miliknya. Di belakang, lorong sempit yang gelap menyimpan bayang-bayang prajurit yang semakin mendekat; setiap langkah mereka, dentuman sepatu besi, menggema memecah keheningan, membuat lantai batu yang dingin bergetar di bawah tekanan kekuatan yang mendekat.Shang Chi, meski tubuhnya terasa lemah dan setiap ototnya seolah menolak bergerak, bangkit perlahan. Wajahnya menyala dengan semangat perlawanan yang membara, seperti bara api di tengah kegelapan malam. "Aku harap kau punya rencana, Wu Han," ucapnya dengan suara bergetar, namun penuh keyakinan, sembari merenggangkan otot-otot yang kaku bak benih yang siap tumbuh kembali.Wu Han hanya tersenyum tipis dan menjawab dengan nada yang dingin dan tegas, "Kita harus bertahan cukup lama." Suaranya seolah menggantung di udara,

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status