“Dan ini juga hakku, untuk mencintaimu sampai kapanpun.” Lanjut Alex.
Dan baru kali ini, Cassandra merasakan ketulusan Alex berkali kali lipat. Yang maknanya, laki laki itu menerima segala kondisinya. Dalam segala hal. Tanpa sadar, Cassandra tersenyum tipis.
“Bodoh.” Umpat Cassandra sambil memukul Alex dengan sangat kencang, tapi kemudian Cassandra meraih lengan kekar itu dan melingkarkan tangannya pada lengan Alex. Kelakuan Cassandra membuat Alex mengernyit kebingungan.
“Aku tidak melakukan apapun, dengan laki laki manapun.” Jelas Cassandra. Dan sepertinya, ada senyum kemenangan serta kebanggaan pada wajah Alex.
***
Cassandra sedang berada di ruangan Alex, mendud
Alexa menutup panggilannya dengan sebal. Karena yang benar saja! Dua orang itu selalu mengganggunya, baik Alex maupun Cassandra. Bahkan Alexa sempat mengasihani dirinya sendiri. Karena ia jadi tak punya waktu untuk berkencan.... mengenaskan. Panggilan Alexa di tutup, tapi Cassandra malah berkaca kaca. Akhirnya...!! Alex pulang!! Cassandra sempat berpikir kenapa Alex tidak memberitahunya tentang jadwal kepulangannya. Terbesit kemungkinan kalau Alex akan memberikannya kejutan. Cassandra meraih tasnya dan tersenyum penuh kemenangan,”Kalau begitu, biar aku dulu yang mengejutkannya....”*** Cassandra langsung mengemudikan mobilnya ke arah bandara. Ia akan menunggu Alex di sana. Entah siang, atau malam. Ia sudah memutuskan untuk menjadi orang pertama yang Alex lihat saat menapakan kakiny
Cassandra masih memalingkan wajahnya ke jendela, ia ingi mengalihkan pikirannya ke jalanan yang ada di sampingnya. Nyatanya, berdiam diri tetap saja membuat ia terpikirkan seseorang. Alex. Dan saat Cassandra sedang memikirkan laki laki itu. tubuhnya seperti di sengat aliran listrik dengan jutaan volt yang bisa membunuh, dan sekarang. Hati Cassandra yang di bunuh. Alex sedang merangkul bahu seorang wanita, memasuki sebuah lobi apartemen. Cassandra tak bisa. Melihat ini lebih jauh lagi. Ia melemparkan wajahnya dan menahan air mata. “Kamu kenapa...?”tanya Damian dengan nada khawatir. Cassandra hanya menekuk wajahnya dan tak berani menjawab pertanyaan Ayahnya. “Tid
“Huekkk.... “ Alexa menundukan kepalanya, hanya tersisa lendir pahit yang bisa ia keluarkan. Uluran tangan di depan wajahnya, mengulurkan secangkir air hangat. Tangan Alex. “Minum ini, lemon dengan madu. Ini bisa membantu.” Alex mengulurkan cangkir itu lagi, namun Alexa tak kunjung mengambil cangkir itu. “Heukkkk-“ Alexa kembali muntah. “Cepat Alexa.” Geram Alex dengan tak sabaran. Dan Alexa langsung mengambil cangkir yang di sodorkan padanya. Meneguk isinya dengan cepat dan menghabiskannya.
Tangn Airlangga terangkat di udara, memotong ucapan Alexa yang bahkan belum selesai memanggil namanya. “Keputusan sudah di buat.” Airlangga bangkit sembari menahan geraman gigi gerahangnya. Alexa menatap ayahnya, laki laki itu mengabaikan kontak mata denganya. “Bersamaan dengan Alex dan Cassandra yang akan menikah, kamu juga harus menikah.” Alex menatap ayahnya, ia bahkan terkejut dengan keputusan ayahnya yang di luar dugaan. “Ayah!” sela Alexa, “Aku-“ Namun ayah Alexa tidak bisa di bantah lagi, ia sudah bersiap pergi, “Temukan laki laki itu. Seret dia kesini kalau
“Dia sangat berbahaya.” Desis Cassandra dan Alex mengangguk menyetujui. “Latar belakangnya memang menjadi peringatan untuk kita. Tapi yang membuat aku semakin tidak mengerti, kenapa ia begitu tertarik dengan perusahaan ini?” Cassandra merasakan ketakutan dan juga tanda tanya besar sama seperti yang Alex rasakan. Menaruh curiga pada sosok seperti Marcus Anderson adalah hal yang sangat wajar dalam bertahan. “Apa tujuannya yang sebenarnya, aku sedang mencari tau.” Mata Cassandra dan Alex saling bertatapan. Dan di saat yang bersamaan, hujan di luar sana. Tak terduga dan menjadi makin deras seiring angin yang membawa tetesan air langit itu untuk turun ke bumi.
“Ayah, aku tidak akan bisa tenang.” Keluh Cassandra sembari mengganti chanel televisi yang menyiarkan berita kecelakaan pesawat terbang. Mata Cassandra menjadi semakin jeli, mencari celah dan berharap kalau sosok Alex akan tertangkat kamera. Setidaknya, itu bisa membantu Cassandra untuk lebih tenang. “Dengan duduk gelisah seperti ini, tidak akan membantu apa apa.” Damian berusaha memberikan petuah. Niat Damian untuk membuat puterinya tenang, namun Cassandra malah menarik kesimpulan yang salah. Dengan cepat, Cassandra bangkit dari sofa. Membuat mata Damian memicing curiga karena perubahan mood puterinya yang begitu cepat. “Ayah benar, duduk di sini s
Cassandra terkekeh, ia lupa kalau laki – laki ini berasal dari mana. “Anda menginap di hotel alih – alih rumah anda sendiri?” selidik Cassandra. Namun sikap Marcus yang sangat tenang dalam menanggapi pertanyaan Cassandra, bahkan Marcus masih menyempatkan diri untuk tertawa. “Ini adalah rumahku,” Marcus mengangkat tanganya ke udara, “Aku pemilik tempat ini.” Tambah Marcus. Alexa dan Cassandra kembali terkejut secara bersamaan. “Jadi, biar aku antarkan kalian ke tujuan kalian. Kalau tidak keberatan.” Marcus mengedikan sebelah matanya. Alexa yang tadinya hendak
Mahesa mencengkeram erat tangan Aruna. Melihat wajah Aruna yang memerah, bahkan bukan hanya wajahnya, sekujur tubuh Aruna seperti mengeluarkan rona merahnya. Membuat Mahesa tidak menyadari, ada daya magis yang membuatnya terpesona. Mahesa tidak pernah membayangkan ini sebelumnya, lebih lebih dengan posisi mereka saat ini. Dengan tubuh Aruna yang pasrah dibawah himpitan tubuh Mahesa yang melingkupinya. Rintihan demi rintihan kecil Aruna yang kian membuat Mahesa mencengkeram, menahan erangannya sendiri. Gadis yang setengah memejamkan matanya itu, berusaha untuk meraih pungguh Mahesa. Tapi terlambat, tangan Mahesa sudah kembali mencengkeram pergelangan tangan Aruna, meletakannya diatas kepala dan memperc
Encounter 7 Waktu seperti berjalan sangat lambat bagi Aruna. Perjalanan pulangnya seperti berkilo kilo meter lebih jauh. Sedangkan Mahesa di samping Aruna justru tenang saja, sejak tadi memilih untuk ikut diam dan juga fokus ke jalanan. Ketika mobil putih itu memasuki jalanan yang mulai sempit. Menuju ke pemukiman yang tidak terlalu elite, tapi tidak juga terlalu padat penduduk. “Berhenti di sana...” Aruna menunjuk rumahnya, rumah dengan tembok yang di cat berwarna tosca, dengan halaman yang sempit dan gerbang yang tidak terlalu tinggi.&
Encounter 6 Aruna merasakan kecemasan menghampirinya. Hampir semua teman teman kantornya tidak menjawab panggilan maupun pesan darinya. Semua orang mungkin sudah pulang ataupun sedang melakukan pekerjaan diluar kantor. Aruna akhirnya duduk di paving, ia mengamati dengan mata nanar, dua roda belakang yang tidak lagi terisi udara. Dan bukan hanya itu, mobil kantor ini juga mogok! Aruna menundukan kepalanya dalam dalam, ia tengah mencari cari solusi. Tapi otaknya juga ikut mogok. “Butuh tumpangan?”&
Encounter 5 Aruna sedang menatap layar ponselnya. Mencari hiburan di layar benda canggih itu. Sesekali mata Aruna yang jeli itu memperhatikan tiap tempat yang muncul di explore instagramnya. Aruna mencari hiburan sekaligus inspirasi. Menyelam sambil minum air. Cukup lama Aruna bermain ponsel hingga ia menyadari kalau waktu makan siangnya sudah hampir habis. Aruna berdiri dan mengeluarkan uang dari sakunya, meletakannya di atas meja dengan ditindih mangkuk soto yang baru saja ia makan. Aruna berjalan dengan tergesa gesa, tangannya mengetuk kaca gerobak. Aruna tersenyum dan dengan cepat ia menunjuk ke arah mangkuk-nya. 
Encounter 5 Aruna sedang menatap layar ponselnya. Mencari hiburan di layar benda canggih itu. Sesekali mata Aruna yang jeli itu memperhatikan tiap tempat yang muncul di explore instagramnya. Aruna mencari hiburan sekaligus inspirasi. Menyelam sambil minum air. Cukup lama Aruna bermain ponsel hingga ia menyadari kalau waktu makan siangnya sudah hampir habis. Aruna berdiri dan mengeluarkan uang dari sakunya, meletakannya di atas meja dengan ditindih mangkuk soto yang baru saja ia makan. Aruna berjalan dengan tergesa gesa, tangannya mengetuk kaca gerobak. Aruna tersenyum dan dengan cepat ia menunjuk ke arah mangkuk-nya. 
Encounter 4 Laura melirik ke meja yang sudah Mahesa pesan. Laura jelas sekali terlihat enggan untuk menyantap beberapa makanan disana. Apalagi Chesee Croucet yang terlihat menggiurkan tapi mematikan. Mematikan karir Laura maksudnya, karena ya... terlalu banyak kalori, dan berlemak. Euhh. Sedangkan Mahesa terlihat tenang tenang saja sambil menikmati minumannya, Latte. Meskipun kafe ini VIP, Mahesa tidak memesan makanan yang terlalu mewah. Toh ia hanya sekedar menikmati minuman disini. Sedangkan Aruna sejak tadi disergap rasa gugup. Ia bahkan melakukan tindakan bodoh dengan langsung menyeruput minumannya yang masih panas.&
Encounter 3 Sebuah Kafe di daerah Bilangan, Jakarta Barat. Benar kata Kayara, kliennya kali ini benar benar membuatnya syok dan tidak percayara. Kafe yang Aruna masuki yang sepengetahuannya hanya bisa dimasuki oleh orang yang sudah reservasi terlebih dahulu. Tanpa perlu memerlukan tanda pengenal, Aruna bisa mengetahui siapa kliennya sekarang ini. “Selamat siang....” sapa Aruna dengan nada seramah mungkin. Menyapa dua orang yang hanya terlihat punggungnya saja. “Siang...” balas si pemilik suara bariton, si perempuan nampaknya masih kesal dan mengira kalau Aruna adalah Kayara.
Encounter 2 Namanya Aruna Renjana. Pagi ini, sama seperti pagi sebelumnya. Aruna berjalan ke arah kelasnya, dengan rambut yang dikuncir dan tangan yang penuh dengan buku paket, Aruna berjalan. Sendirian. Langkahnya yang cepat membuat Aruna hanya membutuhkan waktu sekitar beberapa menit untuk sampai dikelasnya. Diujung sana, setelah melewati lapangan rumput. Tapi itu tidak seperti dugaannya. Aruna terhenti, tepat di gazebo. Aruna yang harus melewati paving tepian lapangan, karena ada larangan untuk menginjak injak lapangan rumput itu terhenti oleh gerombolan siswa laki laki.
Encounter 1 Just Married adalah kantor kecil dengan bangunan dua lantai. Bangunan yang lantai satu di gunakan untuk semua karyawan dan untuk segala hal yang bersifat administratif. Sedangkan lantai dua adalah bangunan dengan hampir seluruhnya bermaterialkan kaca, lantai dua lebih digunakan sebagai tempat untuk technical meeting dan pematangan ide. Jangan berharap kalau kantor Aruna memiliki kantin. Karena jawabannya, tidak ada. Kantin disini adalah trotoar sebrang jalan yang diisi banyak sekali warung tenda, yang sama sama digunakan oleh banyak sekali karyawan di kompleks ini untuk mengisi perut di jam makan siang, Just Married bisa di bilang sukses walau skalanya masih kecil, berkat p
Mahesa mencengkeram erat tangan Aruna. Melihat wajah Aruna yang memerah, bahkan bukan hanya wajahnya, sekujur tubuh Aruna seperti mengeluarkan rona merahnya. Membuat Mahesa tidak menyadari, ada daya magis yang membuatnya terpesona. Mahesa tidak pernah membayangkan ini sebelumnya, lebih lebih dengan posisi mereka saat ini. Dengan tubuh Aruna yang pasrah dibawah himpitan tubuh Mahesa yang melingkupinya. Rintihan demi rintihan kecil Aruna yang kian membuat Mahesa mencengkeram, menahan erangannya sendiri. Gadis yang setengah memejamkan matanya itu, berusaha untuk meraih pungguh Mahesa. Tapi terlambat, tangan Mahesa sudah kembali mencengkeram pergelangan tangan Aruna, meletakannya diatas kepala dan memperc