Ya Tuhan! Apakah Kirei sampai sebenci itu padanya hingga tidak sudi hamil anaknya lagi? Menggugurkannya? Rafael tidak menyangka kalau Kirei dapat memikirkan bahkan mengucapkan kalimat kejam seperti itu! Apakah rasa benci bisa membuat seorang gadis polos menjadi wanita kejam seperti ini?
“Lebih baik sekarang kamu pergi dari hadapanku! Aku tidak mau lagi melihat kamu! Pergi jauh-jauh dari hidupku! Jangan pernah kamu mengacaukan hidupku lagi!”
Dengan kalap Kirei mendorong tubuh Rafael hingga pria itu terjajar mundur, tidak menyangka kalau Kirei memiliki kekuatan sebesar itu! Kebencian yang segitu besarnya kah hingga membuat Kirei memiliki tenaga ekstra untuk mendorongnya? Atau karena Rafael masih terlalu shock hingga tidak memiliki kekuatan untuk bertahan?
Kirei berlalu dari hadapan Rafael dengan wajah marah. Bahkan Kirei pergi meninggalkan Regan dan café begitu saja!
“Anda sudah dengar ucapan Kirei tadi kan? Jadi jangan pernah muncu
Sudah seminggu berlalu dan selama itu juga Rafael tidak menampakkan diri di hadapan Kirei, meski begitu Rafael tetap tidak berniat melepaskan Kirei. Dirinya rutin mengawasi Kirei dari kejauhan. Memperhatikan rutinitas Kirei yang cukup melelahkan meski tidak separah dulu.Setidaknya sekarang Kirei hanya bekerja di café dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam. Dan yang lebih penting ada beberapa karyawan yang membantu Kirei, karena Rafael tau kalau Kirei lebih sering berada di dapur, yang sialnya membuat wanita itu harus lebih sering bersama dengan Regan!Rafael membayar orang setiap harinya untuk memperhatikan gerak-gerik Kirei dan laporan yang diberikan setiap harinya membuat hati Rafael mendidih! Karena Regan dan Kirei sering berada di dapur bersamaan untuk membuat roti dan kue yang ditampilkan di etalase café!Ingin rasanya Rafael masuk dan menyeret Regan agar tidak berdekatan lagi dengan Kirei, tapi itu pasti akan membuat Kirei membencinya setengah m
“Iya! Aku nggak mau liat kamu lagi. Selamanya! Pergi jauh-jauh dari hidupku!”‘Sial! Kenapa aku berkata seperti itu pada Rafael?’ batin Kirei tidak paham dengan dirinya sendiri.Rafael tampak terluka mendengar ucapan Kirei yang sarat akan rasa benci. Padahal dirinya berharap kalau kemarahan Kirei akan mereda setelah berminggu-minggu tidak melihatnya, tapi nyatanya itu hanya sekedar mimpi!“Sepertinya hanya aku yang tidak bisa hidup tanpa kamu. Karena nyatanya kamu baik-baik saja hidup tanpa aku, Kirei,” sesal Rafael. Penuh dengan rasa kecewa.“Omong kosong! Kamu tampak baik-baik saja meski bertahun-tahun tidak bertemu denganku dan juga selama hampir sebulan ini kamu baik-baik saja meski tidak bertemu denganku!” dengus Kirei dengan nada kesal yang tidak dapat disembunyikan lagi. Hanya saja Rafael sedang terlalu sedih hingga tidak menyadarinya.“Siapa bilang? Selama ini nggak pernah sekalipun aku
“Obgyn?” lirih Rafael tak percaya. Dirinya seorang dokter, tau pasti maksud dari ucapan dokter di hadapannya, tapi karena rasa tidak percaya membuatnya tampak seperti orang bodoh!“Iya. Pasien harus ke obgyn agar dapat mengetahui usia kehamilannya. Karena itulah yang menyebabkannya begitu lemah dan sering muntah. Morning sickness istilahnya,” jelas dokter saat melihat tatapan tidak percaya yang muncul di wajah Rafael.“Thanks God!”Rafael mengepalkan kedua tangannya untuk menyalurkan rasa bahagia atas berita yang baru saja didengarnya. Raut wajah Rafael tampak seperti seorang pemenang. Sang dokter hanya menepuk bahu Rafael perlahan, tersenyum melihat betapa gembiranya pria di hadapannya.Sedangkan Regan hanya terdiam, mencerna semua hal yang terjadi di hadapannya. Kirei hamil? Sekarang dirinya harus bagaimana? Menyerah dan membiarkan Kirei hidup dengan Rafael kah? Atau Regan harus tetap berjuang?Jika boleh, Rega
Rafael berjalan mondar mandir di luar ruangan, hatinya merasa gelisah. Apa yang hendak dibicarakan oleh Regan saat berduaan saja dengan Kirei? Apakah pria itu tidak menyerah meski sudah tau kalau Kirei sedang mengandung anaknya? Tidak boleh! Rafael tidak bisa membiarkan Regan mengambil Kirei! Terlebih sudah ada calon buah hati mereka di dalam rahim Kirei. Buah hati yang kembali dipercayakan oleh Tuhan dan kali ini Rafael bersumpah demi apapun kalau dirinya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan kedua yang Tuhan berikan pada mereka. Rafael akan menjaga Kirei dan buah hati mereka dengan seluruh kemampuannya. Dengan sepenuh hati. Saking gelisahnya Rafael nekat masuk kembali ke dalam ruangan dimana Kirei berada dan pemandangan yang terpampang di depan matanya membuat amarah Rafael berkobar begitu saja! Bagaimana tidak? Dirinya melihat sendiri wanita yang dicintainya sedang dipeluk oleh pria yang tidak seharusnya! Dengan geram Rafael maju dan menarik bahu Regan dengan kasar hingga Kirei me
Sepulangnya dari rumah sakit tadi, setelah Regan meninggalkannya seorang diri, Kirei hanya terus termenung. Ucapan Regan dan Rafael silih berganti mampir ke benaknya membuat Kirei semakin bingung. Saat ini perasaan Kirei begitu campur aduk.Bahagia karena pada akhirnya dirinya kembali dipercayakan oleh Tuhan dengan kehadiran calon buah hati di dalam rahimnya.Takut jika dirinya tidak bisa menjaga calon bayinya dengan baik seperti dulu.Bingung harus bersikap bagaimana kepada Rafael dan juga Regan.Apakah Kirei harus kembali bersama dengan Rafael? Tapi bagaimana jika Rafael kembali menyakiti dirinya seperti dulu? Atau apakah lebih baik menerima tawaran Regan yang begitu tulus? Tapi masalahnya Kirei tidak memiliki perasaan cinta pada Regan! Bukankah akan sangat kejam jika harus memanfaatkan pria sebaik Regan?Tidak! Kirei tidak boleh egois! Lebih baik jalani kehamilan ini seorang diri saja. Dirinya tidak perlu menerima Rafael ataupun Regan. Kirei yakin akan tetap dapat menjalankan tugas
“Hi, kakak iparku yang cantik! Apa kabar?” tanya Reynard dengan senyum konyol yang sudah lama tidak dilihat oleh Kirei. Senyum yang selalu bisa membuat Kirei melupakan masalahnya sejenak. Senyum yang selalu bisa menghibur Kirei jika Rafael sedang bersikap menyebalkan. Senyum yang pastinya dapat meluluhkan hati banyak wanita. Kecuali Kirei, karena dunia Kirei sudah terkunci oleh Rafael hingga tidak ada satu pria pun yang dapat masuk ke dalam hatinya lagi. “Reynard? Kamu kok bisa ada disini?” tanya Kirei dengan suara tercekat. “Menurut kamu buat apa lagi aku kesini? Tentu saja untuk ketemu sama kakak iparku yang cantik ini!” goda Reynard usil membuat Kirei mendengus sebal. “Jangan bicara sembarangan. Kamu tau sendiri kalau aku dan Rafael sudah bercerai sejak 3 tahun lalu!” gerutu Kirei. “Tapi kakakku yang bodoh itu masih cinta mati sama kamu, Kirei! Jadi tidak ada salahnya kan kalau kalian kembali bersama? Apalagi kamu juga masih belum memiliki kekasih!” ucap Reynard santai, tida
Reynard dan Kirei menoleh kaget, terlebih saat mendengar ucapan Regan.“Regan?” lirih Kirei, tidak menyangka kalau pria itu akan berucap seperti tadi, apa lagi Kirei cukup heran bagaimana bisa Regan memahami arti pembicaraannya dengan Reynard karena sejak tadi Kirei menggunakan bahasa Indonesia.“Anda siapa?” tanya Reynard heran karena tidak ada angin, tidak ada hujan kenapa bisa ada pria asing yang berucap akan menikahi Kirei?“Oh, kenalin ini namanya Regan, Rey,” ucap Kirei sadar diri dan langsung memperkenalkan mereka berdua.“Dan ada hubungan apa antara kamu dengan Regan?” selidik Reynard curiga, apalagi setelah mendengar ucapan Regan barusan!“Regan adalah pemilik café tempat aku bekerja,” jelas Kirei, tidak ingin ada kesalahpahaman.Reynard mengangguk paham dan pandangannya kembali beralih pada Regan.“Boleh tolong dijelaskan maksud dari ucapan anda sebelumnya?”“Apakah tidak cukup jelas? Saya bilang anda tidak perlu khawatir karena saya akan menikahi Kirei agar bayi itu tetap m
Kirei membelai perutnya dengan sayang, mencoba merasakan kehadiran calon buah hatinya di dalam sana. Senyum bahagia terkembang lebar di bibirnya membuat aura kecantikan Kirei semakin menguat.“Kamu yang sehat ya di dalam sana. Mommy nggak sabar mau ketemu sama kamu,” lirih Kirei dengan rasa haru yang tiba-tiba saja hadir membuat tenggorokannya tercekat. Tanpa aba-aba ingatan Kirei tentang buah hatinya yang pertama muncul begitu saja.Penyesalan itu kembali muncul, andai saja dirinya tidak gagal dulu, pasti sekarang Kirei sedang menanti kelahiran anak keduanya dengan ditemani oleh anak pertamanya.“Tidak apa, Kirei. Anggap saja itu sebagai pelajaran berharga agar kamu tidak mengulangi kesalahan yang sama,” monolog Kirei berusaha menghibur dirinya sendiri yang mendadak mellow.Kirei masih asyik dengan kesendiriannya saat bel rumahnya berbunyi. Perlahan, Kirei melangkah menuju pintu depan dan menemukan Rafael berdiri tegak di hadapannya. Kirei mengeluh dalam hati. Tidak bisakah Rafael me