“Tuan, saya mohon. Saya hanya bekerja di sini. Saya mohon tuan lepaskan saya.” ucap Nadira memohon. Wajahnya sudah sangat pucat dengan bibir yang memutih. Air matanya mengalir daras membanjiri pipinya. Tuan, saya mohon lepaskan saya. Tuan, Saya janji saya tidak akan mengatakan kepada siapapun. Saya bukan mata-mata tuan, saya mohon lepaskan saya." Nadira meringis merasakan kulit kepalanya yang terasa begitu amat sakit. Kepalanya pusing sangat ketika tangan pria itu sangat kuat menarik rambutnya. "Sakit tuan," ucap Nadira ketika pria itu menyeret tubuh mungilnya.
Nadira tidak tahu kemana pria itu akan membawanya. Pria itu menyeret tubuhnya cukup jauh dari lokasi toilet tempat ia bekerja. Nadira yang baru bekerja tidak mengetahui tempat lokasi tersebut. "Tempat apa ini." Nadira berucap didalam hati saat melihat pria itu membuka pintu rumah tersebut.
Tanpa berbicara sama sekali, pria itu menyeret Nadira dan memasukkannya kedalam ruangan yang saat ini dalam kondisi gelap.
Nadira takut sangat ketika dirinya merasakan hawa dingin di dalam ruangan itu. Air matanya tidak ada henti-hentinya menetes. Bayangan akan keluarganya membuat airmata nya semakin deras mengalir. Saat ini Nadira teringat Ayahnya yang sedang sakit dan membutuhkan uang. Bayangan akan keluarganya terlihat jelas oleh pandangannya. "Hamba belum siap mati, hamba masih ingin hidup," Nadira berucap di dalam hati. Nadira tidak ada henti-hentinya berdoa kepada sang pencipta. Agar dia masih diberi kesempatan untuk hidup. Nadira tidak ingin nyawanya berakhir hari ini.
Nadira mendengar pintu yang ditutup dengan sangat keras. Nadira memandang ke sekeliling ketika lampu di ruangan itu sudah menyala. Di dalam ruangan ini begitu sangat mewah. Meskipun Nadira belum pernah masuk hotel mewah namun Nadira sudah bisa membayangkan kemewahan yang ada di dalam ruangan ini sama kelasnya dengan hotel berbintang.
"Tuan Saya berani bersumpah, saya bukanlah mata-mata. Anda boleh membunuh saya bila Saya berbohong. Saya hanya bekerja di sini tuan. Saya sengaja memakai topi agar orang tidak terlalu memperhatikan wajah saya. Karena teman saya mengatakan di sini tempatnya sangat rawan, banyak pengunjung yang mabuk. Topi yang saya pakai itu juga teman saya yang meminjamkan. Saya berani bersumpah, Saya berpenampilan seperti itu bukan karena saya menyamar," ucap Nadira yang berusaha menjelaskan mengapa ia berpenampilan seperti itu.
Arga memandang gadis yang saat ini sedang bersimpuh di depannya. Gadis itu meletakkan kedua tangannya didepan dadanya memohon pengampunan darinya. Arga tersenyum dengan memiringkan bibirnya. "Kau kira aku bodoh?" ucap Arga yang menarik tubuh gadis tersebut hingga Gadis itu kini dalam posisi berdiri.
Arga menjepitkan jarinya di pipi Gadis itu dengan sangat keras. "Siapa yang memerintahkan mu," ucapnya.
Nadira menggelengkan kepalanya. "Tidak ada Tuan," ucapnya. Nadira menangis ketika merasakan telapak tangan pria itu mendarat keras di pipi. Hingga sudut bibirnya berdarah. Nadira begitu sangat pusing dengan telinga yang terasa panas dan sakit. Tubuhnya sempoyongan ketika dirinya kehilangan kesetabilan hingga tubuhnya hampir terjatuh. Dengan cepat tubuhnya di tahan oleh pria itu yang begitu sangat menakutkan bagi Nadira. Pria itu memegang lengan tangannya dan kembali menamparnya.
"Tuan, saya mohon biarkan saya pergi," ucap Nadira dengan bibir yang sudah mengeluarkan darah. Wajahnya yang kecil seakan tidak mampu menahan kerasnya tangan pria tersebut. Mata Nadira sudah tidak bisa lagi melihat dengan jelas ketika kepalanya terasa begitu amat pusing.
pria itu masih tidak menghentikan keinginannya. Pria itu menarik rambutnya dengan sangat keras dan memandang wajahnya. "Aku tidak akan membunuhmu. Bila kau mau berbicara," ucap Arga yang masih memberikan kesempatan untuk gadis malang tersebut.
Nadira tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Nadira hanya menangis ketika mendengar apa yang diucapkan oleh pria itu. Nadira tau bahwa pria itu masih memberikannya kesempatan untuk menjawab. Namun Nadira tidak bisa menjawabnya. Sejak tadi Nadira sudah menjelaskan dengan sangat jujur, namun pria itu semakin marah dan menamparnya habis-habisan.
"Cepat katakan," ucap Arga dengan suara yang sangat keras.
Nadira masih tidak berbicara. Saat ini Nadira hanyalah terbayangan kedua orang tuanya. Wajah tampan adiknya yang masih kelas 1 SMP. Senyum manis ibunya, wajah pucat ayahnya. Semua terlihat jelas di pandangnya. "Aku akan bertahan untuk hidup demi kalian," tekatnya di dalam hati.
"Tolong jangan bunuh saya tuan. Izinkan saya hidup," ucap Nadira saat tangan pria itu melekat di lehernya. Nadira merasakan bahwa dirinya sangat sulit untuk bernafas saat jepitan tangan pria itu semakin menekan kuat lehernya. Hanya air matanya yang menetes dengan sangat deras. Mata Nadira terbuka lebar menatap pria yang tidak memiliki hati dan rasa kasihan terhadapnya. Nadira sudah tidak bisa berkata apa-apa, ketika pria itu semakin menekan kuat lehernya hingga lihatnya keluar. Nadira hanya pasrah menerima ajalnya.
Nadira terbatuk-batuk ketika pria itu melepaskan tangannya di leher Nadira.
"Aku akan buat kau menyesal seumur hidupmu, karena tidak ingin mengatakan kepadaku siapa yang memerintahkan mu," ucap Arga yang tanpa ada belas kasihan menarik kancing baju Nadira hingga membuat kancing baju yang di pakai Nadira berserakan di lantai. Nadira berusaha melawan dengan tubuh mungilnya. Tangan kecil Nadira berusaha meninju-ninju dada Arga. Nadira memberanikan dirinya untuk melawan pria tersebut.
Arga hanya diam ketika Gadis itu meninju-ninju dadanya yang keras. Arga hanya membiarkan Gadis itu terus memukulnya hingga Gadis itu berhenti karena kehabisan tenaga. Tanganmu yang kecil ini tidak akan mampu membuatku merasa sakit. Tinju yang kau berikan membuat tubuhku lebih enak serasa dipijat." Ucap Arga yang tertawa mengejek Nadira.
Nadira mundur beberapa langkah dari pria tersebut. Nadira memandang pria itu yang hanya menatapnya ketika dirinya semakin menjauh.
"Apakah kau berfikir bisa lari dari sini," ucap pria tersebut.
Arga melangkahkan kakinya semakin dekat dengan gadis tersebut.
Saya hanya bekerja di sini Tuan. Saya mohon lepaskan saya." Ucap Nadira yang tidak ada henti-hentinya memohon.
"Aku akan membuat kau menyesal seumur hidupmu," ucap Arga yang menarik tangan Gadis itu dengan sangat keras.
Arga memeluk tubuh gadis itu. "Kau tau, kau wanita yang sangat beruntung bila bisa tidur dengan ku. Kau tau, bahwa kau bukanlah tipe wanita yang aku suka. Tubuhmu kurus dengan dada yang rata," ucap Arga yang meremas benda kecil nan bulat tersebut.
Nadira sudah begitu sangat emosi mendengar apa yang diucapkan pria berengsek tersebut. Gaya bicara pria itu begitu sangat angkuh dan sombong.
"Bila aku bukanlah tipe wanita yang kau inginkan, maka lepaskan aku," ucap Nadira yang menatap Wajah pria itu.
Arga tertawa lepas saat mendengar Nadira berbicara. Wanita sepertimu ternyata berani juga," ucap Arga merasa tertantang dengan gadis bertubuh mungil tersebut.
"Lepaskan aku," ucap Nadira. Ketika Arga memegang tangannya
"Aku tidak akan melepaskanmu. Aku akan membuat kamu menyesal seumur hidupmu. Karena sudah berani bermain-main denganku." Ucap Arga dengan tangan yang sudah mulai meraba tubuh gadis tersebut.
Arga membuka paksa baju yang saat ini dipakai di pakai oleh Nadira. Arga tersenyum tipis memandang Nadira." Apa kau sangat tidak memiliki uang sehingga tidak mampu membeli bra yang baru," ucap Arga ketika melihat pengait bra yang di ganti peniti.
Nadira hanya diam saat melihat pria itu mengejeknya. Saya mohon Tuhan jangan lakukan ini kepada sayang. Ucap Nadira yang memohon agar pria itu membatalkan niatnya. Nadira sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan pria itu kepadanya. Kaki Nadira bergetar menahan rasa takut.
Arga sudah tidak menghiraukan ucapan gadis itu. Bahkan dirinya sudah tidak mendengarkan apa yang diucapkan oleh gadis tersebut. Arga yang awalnya hanya berniat untuk memberikan pelajaran kepada Nadira kini sudah selimuti oleh hawa nafsunya. Arga tidak mengerti mengapa melihat tubuh mungil Gadis itu dia begitu sangat bergairah. Arga seperti orang yang kerasukan tanpa ada rasa kasihan melihat gadis tersebut.
***
Arga mengangkat tubuh gadis itu dan menghempaskannya ke atas di atas springbed. Arga mencium bibir gadis itu dengan sangat kasar, ia melumat bibir itu dan mengobrak Abrik isi didalam mulut gadis itu. Sedangkan tangannya bermain-main dengan benda bulat yang berukuran tidak besar tersebut.Arga melepaskan bibirnya dari bibir Nadira saat gadis itu sudah kesulitan bernafas.Nadira tersebut terus meronta-ronta dengan air mata yang mengucur deras. Ketika pria itu membuka paksa celana jeans yang dipakainya. Nadira merasakan perih di pipinya, kepalanya terasa pusing, telinganya mendengung dan bibir berdarah. Saat tamparan yang begitu keras mendarat di pipinya. Nadira merasakan kerasnya tangan pria itu yang berulang-ulang kali menamparnya.“Jika kau melawan, aku akan membunuh mu. Kau tau bahwa aku membenci penghianat,” ucap Arga sambil menjepitkan jarinya di dagu
"Halo La," ucap Nadira yang mengangkat panggilan masuk dari Lala. Nadira terbangun saat mendengar dering di ponselnya. "Halo Dira, kamu di mana? Apa gak masuk kerja?" Ucap Lala yang sudah berada di toko. Dira diam saat mendengar ucapan Lala. Tubuhnya terasa begitu sangat sakti, bekas tamparan di wajahnya masih terasa pedih dan panas. "Moga aja telinga aku gak tuli karena di tampar." Nadira berucap di dalam hati dengan memegang telinganya yang terasa sakit. Kepalanya juga sangat pusing. Dira menjangkau cermin kecil yang ada di meja kecil di samping tempat tidur. "Aku tidak mungkin ke toko dengan wajah babak belur seperti ini," ucap Nadira memandang wajahnya dari pantulan cermin. "La, tidur lagi kamu?" Lala berucap dengan nada suara yang cukup keras hingga Nadira terkejut saat mendengar suara melengking dari dalam telpon milikinya.
Seharian ini Nadira hanya menagis meratapi nasibnya. Nadira tidak mengerti mengapa dirinya berada di posisi seperti ini. Nadira memandang ponselnya yang berdering. Dengan sangat cepat Nadira mengusap air matanya saat melihat panggilan masuk dari ibunya. Nadira mengangkat panggilan telepon setelah berhasil meredam suara tangisnya."Ibu," ucap Nadira."Halo nak, Dira lagi apa?Kenapa lambat angkat telepon Ibu?" ucap Erna." Iya halo Bu. Tadi Dira lagi di kamar mandi Bu," ucap Nadira yang mengusap air matanya. Nadira menutup mulutnya agar suara tangisnya tidak terdengar oleh ibunya."Apa hari ini nggak kerja?" tanya Erna."Kerja Bu, ini lagi di toko. Kebetulan nggak ada yang beli," ucap Nadira berbohong."Ibu kirain tadi lagi di rumah, soalnya sepi dengarnya," ucap Erna."Enggak Bu, kebetulan toko
Nadira duduk sejenak di kursi kerjanya, saat dirinya sudah sampai di tempat kerjanya. "Ternyata capek juga," ucap Nadira di dalam hati sambil memijat-mijat kakinya yang terasa penat. Nadira sedikit mengangkat topi yang dipakainya ke atas dan mengusap keringat yang menetes di pelipis keningnya. Di ambilnya botol minum yang ada di dalam tasnya dan meneguk air putih tersebut. Nadira kembali melanjutkan pekerjaannya setelah ia merasa lelahnya berkurang. Nadira masuk ke dalam toilet dan membersihkan toilet itu satu persatu. Pekerjaannya saat ini tidak terlalu berat, berhubung Nadira sudah memberikan toilet sebelum pulang. Nadira berada di dalam toilet yang di gunakan oleh pria semalam. Berapa di dalam toilet ini membuat Nadira meras begitu sangat takut. Nadira mengingat bagaimana pria itu memukul lawannya dan menyiksanya. Nadira bersandar di dinding ketika tubuhnya hampir terjatuh. Setelah ia merasa tubu
Arga duduk di meja kerjanya. Saat ini ini pria itu tidak terfokus dengan pekerjaannya. Ia lebih terfokus dengan layar monitor yang menampilkan video gadis petugas kebersihan toilet. Arga memandang video yang dikirim Teddy kepadanya. Arga memperhatikan apa saja yang dilakukan oleh wanita yang saat ini ada di layar videonya. Tatapan matanya tidak berkedip sedikitpun saat memperhatikan setiap gerak-gerik yang dilakukan oleh wanita itu."Aku mengira dia tidak akan pernah lagi muncul di klub setelah apa yang aku lakukan kepadanya. Namun ternyata nyalinya sangat besar. Dia masih mampu datang ke klub untuk berpura-pura bekerja. Hebat juga dia, siapa sebenarnya yang telah memerintahkannya? Apa yang mereka perintahkan kepada wanita ini?" Arga begitu sangat kesal ketika mengingat gadis itu tidak mau membuka mulutnya. Bahkan wanita muda itu lebih memilih lecehkan dan diperkosa dari pada harus membuka mulutnya. Arga tersenyum tipis, ketika dirinya mengin
"Ayah di sarankan untuk berobat di rumah sakit besar yang ada di kota. Uang itu akan dipergunakan untuk berobat ayah. Aku sangat berharap, ayah bisa sehat seperti dulu lagi," Nadira berucap dengan mengusap air matanya.Lala mengangukan kepalanya saat mendengar apa yang dikatakan oleh Nadira. "Aku tidak menyangka kondisi ayah kamu sangat parah," ujar Lala yang ikut prihatin."Ayah sudah sakit sudah lebih satu tahun ini. Namun sudah 6 bulan terakhir ini kondisinya semakin memburuk," keluh Nadira. Nadira sedikit tersenyum dan memasukkan soto kedalam mulutnya.Lala menganggukkan kepalanya ketika mendengar jawaban Nadira. Lala memandang wajah Nadira dan menyibakkan rambut Nadira yang menutupi pipinya ke belakang. "Kamu kenapa?" Tanya Lala yang memandang wajah Nadira.Nadira tersenyum dan kembali mengatur rambutnya agar menutupi bagian pipinya. "Kamu tahu sendiri kerjaannya?" Nadira yang tidak
Lola masuk ke dalam ruangan kerja calon suaminya. Ruangan yang sangat besar dan memiliki desain yang elegan. Gadis itu mendekati calon suaminya yang duduk melamun di kursi kerjanya. "Mas," Sapa Lola. Lola berdiri di samping Arga. Kening Lola berkerut melihat sikap aneh calon suaminya. Calon suaminya sangat tidak menyadari kehadirannya. Bahkan pria itu terkejut ketika dirinya menyapa. Lola sangat mengenali Seperti apa karakter Arga, sikap seperti ini sangat tidak pernah dilihatnya sebelumnya." Iya sayang, "jawab Arga yang kemudian diam."Mas lagi lagi mikirin apa?" Tanya Lola yang memandang pria tersebut."Mikirkan acara pernikahan kitalah," Arga berucap dengan sangat santai. Pria itu menarik tangan calon istrinya agar duduk di atas pangkuan.Lola tersenyum saat mendengar ucapan calon suaminya. Lola melingkarkan tangannya di leher pria yang akan menjadi suaminya. "Aku kirain tadi ma
Sudah 1 bulan Nadira bertahan bekerja di klub malam. Disini ia bekerja tanpa ada hari libur, karena memang hanya dirinyalah yang menjadi petugas pembersih toilet. Nadira bekerja sesuai dengan kontrak kerja yang ditandatanganinya. Rasa lelah, rasa jenuh tidak pernah dihiraukannya. Nadira selalu bekerja dengan penuh semangat dan mengharapkan ayahnya akan segera bisa berobat dengan uang gaji yang akan diperolehnya nanti.Nadira duduk di depan di meja kerjanya. Nadira sudah tidak sabar untuk mendapatkan gaji nya. Satu bulan ini Nadira bekerja tanpa ada libur sehari pun. Nadira sudah bisa membayangkan bagaimana kebahagiaan ibunya nanti bila mendapatkan kiriman uang gajinya. Lamunan Nadira buyar ketika mendengar suara kaki yang mendekat ke arahnya. Nadira memandang pengunjung yang berjalan menuju ke kamar mandi. Nadira akan selalu waspada setiap kali melihat ada yang datang. Ia menundukkan kepalanya dengan ekor mata yang memandang ke arah pengunjung terseb
"Minta perawatan ntar ke sini." Nadira mendesak."Iya bentar lagi, tadi lagi mandi." Lala tersenyum menjelaskan."Lama sekali." Nadira tidak sabaran.Arga memandang istrinya dengan mengerutkan keningnya. Sejak di rumah istrinya sudah ngomel-ngomel untuk bisa datang ke rumah sakit. Sekarang sudah di rumah sakit, istrinya sudah tidak sabar untuk melihat anak dari sahabatnya. "Kenapa dari tadi nggak sabaran?" Arga yang duduk di sofa."Semalam Lala kirim fotonya ke Dira, Dira penasaran, kalau difoto itu cantik sekali. Makanya Dira pengen lihat langsung. Bisa aja kamera yang dipakai bohong." Nadira memandang Lala. Setelah melihat foto bayi yang dikirimkan Lala, membuat Nadira terbayang-bayang wajah cantik bayi tersebut. Berulang kali ia memandang foto bayi cantik itu, hingga dirinya benar-benar penasaran. Apakah benar wajah bayi yang dilihatnya sesuai dengan foto yang dikirim sahabatnya."Emang cantik sekali sih orangnya." Yeni tersenyum."Itu karena cucunya Mbak Yeni makanya kelihatan c
"Assalamualaikum." Nadira masuk kedalam kamar rawat Lala, bersama dengan kedua orang tuanya, mama mertua, Arga dan Andrea."Waalaikumsalam." jawab penghuni yang ada di dalam kamar."Lala nggak nyangka akan datangnya sekarang, kirain nanti sore." Lala tersenyum lebar melihat Nadira yang sudah masuk dalam kamarnya."Mana sabar nunggu sore." Arga memandang istrinya. Pagi-pagi sekali, Nadira sudah meminta ke rumah sakit. Pada akhirnya Arga ikut serta ke rumah sakit sebelum berangkat ke kantor."Mama juga nggak sabar." Luna tersenyum memandang Yeni."Akhirnya, Punya cucu juga." Yeni tersenyum memandang Luna."Hahaha, kirain Iswandi bakalan betah jadi bujangan, yang penting bisa ngekorin Arga kemana-mana." Luna menertawakan anak angkat serta putranya."Meskipun aku suka membuntutinya kemana-mana, tapi aku ini lelaki normal ibu Luna." Iswandi tersenyum tipis.Arga tertawa ketika mendengar ucapan mamanya. "Aku juga sangat senang ketika mengetahui dia menyukai wanita ma, kalau tidak aku was-w
"Hahaha, kita waktu gadisnya kurus, gitu sudah nikah, pas hamil badannya mulai gendut.""Gak tahulah gimana nanti mau kuruskan badan." Lala mulai cemas memikirkan badannya paskah melahirkan. Melihat teman-temannya yang sudah semakin gemuk setelah melahirkan, membuat Lala cemas."Nanti bila bayi sudah mulai aktif seperti Arkan, akan turun sendiri berat badannya. Sekarang berat badan ku sudah turun 4 kilo. Dari yang kemarin 55 sekarang sudah 51. Tapi kata Hubby, jangan kurus lagi, nanti jelek. Hubby lebih senang lihat aku kayak gini, daripada kayak dulu katanya terlalu kurus." Nadira tersenyum.Lala tertawa ketika mendengar cerita Nadira. "Iya sih, dulu kamu kurus banget, jelek. Kalau sekarang sudah cantik, berisi, jadi terkesan lebih imut-imut." Lala teringat seperti apa dulu badan Nadira yang sama bekerja dengannya di toko pakaian. Nadira hanya tertawa ketika mendengar ucapan sahabatnya."Arkan mau ini?" Lala menggendong Arkan yang ingin menjangkau mobil remote berukuran kecil di ra
Iswandi tersenyum ketika melihat Arga yang turun dari dalam mobil sambil menggendong putranya, dan kemudian Nadira ikut turun. Iswandi yang sudah berencana untuk berangkat ke kantor lebih dulu terpaksa harus membatalkan niatnya, ketika mengetahui bahwa bos besarnya datang ke rumah untuk mengantarkan istri serta anaknya. "Selamat pagi pak Arga." Iswandi tersenyum dengan sopan.Arga sedikit menganggukkan kepalanya. "Iya pagi," jawabnya dengan gaya angkuhnya.Nadira hanya bisa tersenyum ketika melihat sikap angkuh dan sombong suaminya."Hai Arkan." Lala yang berdiri di samping Iswandi, tersenyum melambaikan tangannya ke arah Arkan."Hai aunty." Nadira tersenyum dan melambaikan tangannya."Sayang, Daddy akan kerja dulu cari uang. Anak Daddy yang tampan, main lah di sini sama mommy." Arga tersenyum dan memberikan putranya kepada Nadira, setelah mencium pipi bulat Arkan kiri dan kanan terlebih dahulu.Arkan tersenyum dan mulai berbicara. Arga tertawa saat melihat putranya yang menjawab uc
Iswandi pulang ke rumahnya. Pria itu tersenyum saat melihat istrinya yang sedang duduk di atas tempat tidur dengan menumpuk beberapa bantal di belakang punggungnya. "Assalamualaikum." Iswandi tersenyum. Entah apa yang saat ini di tonton istrinya, sehingga wanita yang berperut besar itu, tidak melihat kehadirannya.Lala tersenyum ketika melihat suaminya. "Waalaikumsalam," ucapnya yang menjulurkan tangannya tanpa turun dari atas tempat tidur."Lagi makan apa Dinda?" Iswandi tersenyum dan mengusap bibir istrinya yang terkena saus."Ada mangga dan juga ada sosis, serta bakso bakar, enak." Lala tersenyum menunjukkan piring yang ada di sampingnya. Ia menancapkan garpu di sosis goreng dan mencelupkan ke dalam saus sambal dan mayones. "Coba kanda."Iswandi tersenyum dan menggigit sosis yang diberikan istrinya. "Kanda mau mandi." Iswandi tersenyum melihat istrinya.Lala menganggukkan kepalanya."Kenapa penampakannya seperti ini?""Emangnya Lala hantu, di bilang penampakan." Lala memajukan bibi
Arga merasa puas ketika mendengar penjelasan yang disampaikan oleh Iswandi.“Minggu depan, perusahaan kita akan menandatangani kontrak kerjasama dengan perusahaan minyak dari Amerika. Perusahaan dari Amerika, mempercayai perusahaan kita, untuk mengolah pertambangan minyak di Riau." Iswandi tersenyum."Kamu tidak bercanda?" jawab Arga.Ada beberapa perusahaan besar yang menawarkan kerjasama dengan perusahaan minyak dari Amerika. Ia tidak menyangka, bahwa proyek ini, perusahaannya yang memenangkannya."Tentu tidak tuan.""Apa ada informasi tentang anaknya Edwin?" tanya Arga."Setelah mereka datang melihat pemakaman Edwin, Robert dan juga Gilbert seakan hilang begitu saja. Sampai sekarang, mereka belum diketahui keberadaannya.”"Bagaimana bisa?" tanya Arga.Iswandi menggelengkan kepalanya. Kami sudah mengecek ke tempat-tempat yang mungkin didatanginya, namun ternyata tidak ada. Mereka juga tidak kembali ke desanya.Arga mengusap wajahnya dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Lebih ting
Lala dan Iswandi, sampai di rumah mewah milik Arga.Lala tersenyum saat melihat Arkan yang sedang duduk di atas mobil remote."Lala sudah rindu sekali dengan Arkan." Lala tersenyum memandang Iswandi. Begitu dengar Nadira mengatakan sudah sampai di Indonesia, Lala langsung meminta untuk datang berkunjung."Ya sudah, kita turun." Iswandi tersenyum. Ia datang ke rumah Arga, karena ada hal penting yang akan mereka bicarakan."Iya kanda." Lala menganggukkan kepalanya.Lala turun dari dalam mobil dan berjalan dengan cepat. Lala menghentikan langkah kakinya ketika Iswandi menarik tangannya. "Ada apa kanda?" Lala memandang suaminya dengan tidak mengerti."Jalannya pelan-pelan Dinda." Iswandi tersenyum dan mengusap perut istrinya.Lala tersenyum ketika mendengar nasehat yang diberikan oleh suaminya. Ia memegang perutnya dan mengusapnya dengan lembut. "Maaf ya nak, mami buru-buru, sampai lupa." Lala tersenyum dan berjalan bersama dengan suaminya beriringan, sambil memegang tangan Iswandi."Assa
"Mama, kita akan bongkar oleh-oleh." Nadira tersenyum ketika melihat Mama mertuanya yang sudah masuk ke dalam rumah."Tidak usah sekarang, nanti saja, Nadira baru pulang jadi pasti sangat capek." Luna memberikan saran."Enggak ma, Dira gak capek kok.” Nadira tersenyum dirinya sudah tidak sabar untuk menunjukkan apa saja oleh-oleh yang sudah dibawanya pulang untuk mama mertuanya, ayah, ibu serta adiknya.Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Wanita yang sedang menggendong cucunya itu tidak bisa menolak kehendak menantunya. Sebagai bentuk bahwa dirinya, begitu sangat menghargai apa yang akan diberikan menantu kesayangannya.Pelayan meletakkan tas yang diambilnya, di ruang tamu satu persatu. Bik Narti tahu bahwa yang di dalam tas, adalah oleh-oleh yang sudah disiapkan majikannya untuk keluarganya. Sebagai seorang pelayan, Bik Narti tidak mungkin bermimpi untuk mendapatkan oleh-oleh dari nyonya mudanya. "Nyonya ini tasnya sudah dikeluarkan semua," ucap bik Narti."Terima kasih bik,"
"Senang sekali ya, dimanja siang dan malam." Luna menggoda Nadira. ini merupakan bulan madu Nadira dan Arga, Luna senang melihat Nadira dan Arga pulang dengan penuh kebahagiaan seperti ini. Cucunya juga sehat hingga sampai ke Indonesia.Nadira tersenyum malu saat mendengar Mama mertuanya menggodanya."Ayo cucu oma, sini sama Oma. Oma sudah sangat rindu." Luna mengembangkan tangannya dan mengambil Arkan dari tangan Arga.Arga memberikan putra putranya kepada mananya. Pria itu memeluk mamanya dan mencium pipinya. "Apakah mama sehat-sehat saja." Arga tersenyum memandang mamanya yang menggendong Arkan. "Alhamdulillah sehat, mama sangat rindu dengan Arkan." Luna tersenyum dan mencium pipi cucunya."Ibu, Dira rindu." Nadira meluk ibunya. Ia mencium pipi ibunya kiri dan kanan, kemudian mencium punggung tangan ibunya."Ibu juga sangat rindu. 10 hari itu ternyata waktu yang sangat lama." Erna tersenyum memandang putrinya. Wanita itu kemudian mencium pipi putrinya, kiri dan kanan. "Ibu sunggu