Lola masuk ke dalam ruangan kerja calon suaminya. Ruangan yang sangat besar dan memiliki desain yang elegan. Gadis itu mendekati calon suaminya yang duduk melamun di kursi kerjanya. "Mas," Sapa Lola. Lola berdiri di samping Arga. Kening Lola berkerut melihat sikap aneh calon suaminya. Calon suaminya sangat tidak menyadari kehadirannya. Bahkan pria itu terkejut ketika dirinya menyapa. Lola sangat mengenali Seperti apa karakter Arga, sikap seperti ini sangat tidak pernah dilihatnya sebelumnya.
" Iya sayang, "jawab Arga yang kemudian diam.
"Mas lagi lagi mikirin apa?" Tanya Lola yang memandang pria tersebut.
"Mikirkan acara pernikahan kitalah," Arga berucap dengan sangat santai. Pria itu menarik tangan calon istrinya agar duduk di atas pangkuan.
Lola tersenyum saat mendengar ucapan calon suaminya. Lola melingkarkan tangannya di leher pria yang akan menjadi suaminya. "Aku kirain tadi ma
Sudah 1 bulan Nadira bertahan bekerja di klub malam. Disini ia bekerja tanpa ada hari libur, karena memang hanya dirinyalah yang menjadi petugas pembersih toilet. Nadira bekerja sesuai dengan kontrak kerja yang ditandatanganinya. Rasa lelah, rasa jenuh tidak pernah dihiraukannya. Nadira selalu bekerja dengan penuh semangat dan mengharapkan ayahnya akan segera bisa berobat dengan uang gaji yang akan diperolehnya nanti.Nadira duduk di depan di meja kerjanya. Nadira sudah tidak sabar untuk mendapatkan gaji nya. Satu bulan ini Nadira bekerja tanpa ada libur sehari pun. Nadira sudah bisa membayangkan bagaimana kebahagiaan ibunya nanti bila mendapatkan kiriman uang gajinya. Lamunan Nadira buyar ketika mendengar suara kaki yang mendekat ke arahnya. Nadira memandang pengunjung yang berjalan menuju ke kamar mandi. Nadira akan selalu waspada setiap kali melihat ada yang datang. Ia menundukkan kepalanya dengan ekor mata yang memandang ke arah pengunjung terseb
Nadira terbangun dari tidurnya. Piyama yang dipakainya basah oleh keringatnya. Setiap hari Nadira akan terbangun dengan tubuh yang basah oleh keringat. Sudah satu bulan ini, ia tidak pernah merasakan tidur nyenyak. Bayangan akan pemerkosaan itu membuatnya merasa begitu sangat ketakutan. Bahkan peristiwa itu selalu hadir di dalam mimpinya. Menemani tidur lelapnya. "Sampai kapan aku seperti ini," Nadira menangis merasakan ketakutan yang sangat luar biasa. "Aku ingin melupakan ini semua. Aku tidak sanggup mengingat semua ini," Nadira merintih pilu. Rasa sakit ini, semua yang di alaminya harus dirasakannya sendiri. Nadira tidak sanggup mengaku dengan ibunya. Kondisi ibunya saja sudah membuat ibunya sedih. Nadira tidak bisa membayangkan bagaimana bila ibunya mengetahui ini semua. Tubuh Nadira semakin melemas saat mengingat itu semua. Nadira mengambil ponselnya. Nadira mencari tips menghilangkan rasa takut dan trauma. ,"Cara-cara i
Nadira menutup mulutnya saat mendengar suara langkah kaki yang mendekati pintu kamar mandi di mana dirinya berada. Air matanya menetes tiada henti. Nadira berharap agar pintu kamar mandi itu tidak di buka paksa dari luar.Air matanya tiada henti menetes kakinya gemetar menahan rasa takut. Untaian doa terucap tanpa henti dari mulutnya yang tertutup. Wajah gadis itu semakin memucat ketika suara pintu dipukul dengan sangat keras dari luar. Nadira menutup telinganya agar tidak mendengar suara perkelahian di depan pintu kamar mandi tempat dirinya berada. Nadira hanya diam duduk di dalam toilet tersebut. Nadira tidak tau entah berapa lama dirinya ada di dalam. Ia keluar dari dalam toilet setelah memastikan bahwa kondisi di luar sudah aman.Tubuh Nadira lemas seketika melihat darah yang berceceran di depan pintu kamar mandinya. Ia tidak tahu apa yang terjadi di luar karena dirinya hanya sembunyi menahan rasa takutnya. "Bila seanda
Nadira memijat pelipis keningnya yang begitu sangat sakit dan juga pusing. Rasa pusing di kepalanya bertambah saat mendengar kabar yang disampaikan oleh ibunya. "Apa yang harus aku lakukan?" Pusing Nadira memikirkannya."Bila ada barang berharga yang bisa dijual pasti akan aku jual." Nadira diam kemudian. "Aku nggak punya apa-apa." Nadira mengusap air matanya. Tubuhnya yang mungil seakan tidak sanggup memikul cobaan yang terasa begitu sangat berat menghimpit tubuh mungilnya."Bagaimana bila aku tidak dapat uang?" Rasa takut begitu sangat menghantuinya ketika membayangkan nasib ayah dan ibunya. Cukup lama Nadira mencari solusi untuk mendapatkan uang yang berjumlah sangat banyak. Semakin dirinya memikirkan tentang masalah ini semakin kepalanya terasa begitu sangat pusing. Nadira memijat-mijat pelipis keningnya berharap rasa pusing dan sakit di kepalanya bisa cepat hilang.**&
Arga duduk di kursi kerjanya. Pria itu selalu memandang layar laptopnya dan melihat gadis yang duduk di depan pintu jaga masuk toilet. Setiap hari Arga selalu memeriksa apa yang dilakukan oleh gadis itu. Seribu tanya di hatinya mengenai gadis yang sudah di tuduhnya tanpa alasan. Pada saat itu emosinya sangat tinggi hingga tidak bisa mengendalikan emosinya dan menuduh gadis itu sebagai mata-mata hanya karena melihat penampilan gadis itu mencurigakan menurutnya. Arga dengan kukuhnya memperhatikan pikirannya bahwa gadis itu seorang mata-mata. Pria itu yakni bahwa Nadira orang suruhan dari musuh beratnya. "Bila dia bukan seorang mata-mata, mengapa penampilan dan sikapnya sangat mencurigakan." Arga begitu sangat kukuh dengan tuduhannya walaupun sampai sekarang pria itu tidak mendapatkan bukti apapun.Arga begitu sangat malas untuk mengangkat panggilan telepon di ponselnya. No ponsel pribadinya, hanya sedikit yang mengetahui
"Naiklah," ajak Teddy yang duduk di kursi samping kemudi. Pria bertubuh tinggi dan tegap itu ikut langsung mengantarkan Nadira pulang ke rumahnya. Teddy tidak ingin bila anak buahnya melakukan kesalahan. Kesalahan kecil yang dilakukan anak buahnya akan menghilangkan kepalanya.Nadira begitu sangat binggung dan canggung ketika mendapatkan sikap seperti ini. Ia memandang ke arah pria bertubuh tinggi dan tegap yang saat ini berdiri memegang daun pintu dan mempersilahkannya untuk masuk ke dalam mobil."Silakan nona," ucap pria itu."I..... I .. iya," Nadira menjawab dengan gugup.Pria itu menutup pintu mobil dan duduk di kursi kemudinya.Nadira hanya duduk diam di belakang. Ia begitu sangat binggung untuk bersikap. "Bagaimana mungkin aku bisa mendapatkan perhatian seperti ini. Bang Teddy ikut langsung mengantar aku pulang," Nadira berucap di dalam hati. Ia begitu sangat
Nadira begitu sangat bingung namun dia tetap menuruti Apa yang diperintahkan Teddy kepadanya. "Bang Teddy, aku telepon Ibu dulu ya. Aku lupa kasih tahu," ungkap Nadira yang mengeluarkan ponsel dari dalam tas yang dibawanya."Iya," jawab Teddy.Nadira menghubungi nomor ponsel ibunya dengan sangat cepat ibunya mengangkat sambungan telepon dari putrinya."Halo nak," sapa Erna dari sebrang sana"Halo Ibu, gimana kabar Ayah?" tanya Nadira."Ayah sekarang sudah bisa makan nak," Erna begitu sangat senang menceritakan kondisi Ayah Nadira ."Dira senang dengarnya bu. Akhirnya dia Dira dikabulkan," Dira berucap penuh rasa syukur."Tapi ibu bingung nak," ucap Erna."Binggung Kenapa Bu?" tanya Nadira."Ayah dipindahkan ke kamar yang sangat bagus. Mereka mengatakan bahwa di ruangan tempat ayah menginap itu akan
Aku ingin beristirahat," Arga berucap dengan melemparkan botol mineral yang berbahan plastik itu ke pintu."Mas." Lola berharap bisa membujuk suaminya. Walau bagaimanapun suaminya harus menuruti kemauannya.Lola begitu sangat bingung melihat sikap Arga kepadanya. Lola tidak menyangka bahwa Arga akan sangat marah. Ini untuk pertama kalinya Lola melihat pria itu marah seperti ini. "Mengapa aku terlalu percaya diri bahwa dia bisa aku kendalikan. Aku akan tetap menjadikan mu boneka ku," ucap Lola di dalam hati. Lola memandang Arga yang naik keatas tempat tidur. Lola menyusul suaminya dan ikut naik ke atas tempat tidur. "Aku akan berusaha untuk merayunya," tekat Lola. "Mas," Lola memegang tangan Arga.Dengan wajah yang begitu sangat marah pria itu menatap tajam istrinya. Arga memegang tangan istrinya dengan sangat keras dan memutar tangan Lola ke kebelakang sehingga Lola menjerit kesakitan. "Apa kau
"Minta perawatan ntar ke sini." Nadira mendesak."Iya bentar lagi, tadi lagi mandi." Lala tersenyum menjelaskan."Lama sekali." Nadira tidak sabaran.Arga memandang istrinya dengan mengerutkan keningnya. Sejak di rumah istrinya sudah ngomel-ngomel untuk bisa datang ke rumah sakit. Sekarang sudah di rumah sakit, istrinya sudah tidak sabar untuk melihat anak dari sahabatnya. "Kenapa dari tadi nggak sabaran?" Arga yang duduk di sofa."Semalam Lala kirim fotonya ke Dira, Dira penasaran, kalau difoto itu cantik sekali. Makanya Dira pengen lihat langsung. Bisa aja kamera yang dipakai bohong." Nadira memandang Lala. Setelah melihat foto bayi yang dikirimkan Lala, membuat Nadira terbayang-bayang wajah cantik bayi tersebut. Berulang kali ia memandang foto bayi cantik itu, hingga dirinya benar-benar penasaran. Apakah benar wajah bayi yang dilihatnya sesuai dengan foto yang dikirim sahabatnya."Emang cantik sekali sih orangnya." Yeni tersenyum."Itu karena cucunya Mbak Yeni makanya kelihatan c
"Assalamualaikum." Nadira masuk kedalam kamar rawat Lala, bersama dengan kedua orang tuanya, mama mertua, Arga dan Andrea."Waalaikumsalam." jawab penghuni yang ada di dalam kamar."Lala nggak nyangka akan datangnya sekarang, kirain nanti sore." Lala tersenyum lebar melihat Nadira yang sudah masuk dalam kamarnya."Mana sabar nunggu sore." Arga memandang istrinya. Pagi-pagi sekali, Nadira sudah meminta ke rumah sakit. Pada akhirnya Arga ikut serta ke rumah sakit sebelum berangkat ke kantor."Mama juga nggak sabar." Luna tersenyum memandang Yeni."Akhirnya, Punya cucu juga." Yeni tersenyum memandang Luna."Hahaha, kirain Iswandi bakalan betah jadi bujangan, yang penting bisa ngekorin Arga kemana-mana." Luna menertawakan anak angkat serta putranya."Meskipun aku suka membuntutinya kemana-mana, tapi aku ini lelaki normal ibu Luna." Iswandi tersenyum tipis.Arga tertawa ketika mendengar ucapan mamanya. "Aku juga sangat senang ketika mengetahui dia menyukai wanita ma, kalau tidak aku was-w
"Hahaha, kita waktu gadisnya kurus, gitu sudah nikah, pas hamil badannya mulai gendut.""Gak tahulah gimana nanti mau kuruskan badan." Lala mulai cemas memikirkan badannya paskah melahirkan. Melihat teman-temannya yang sudah semakin gemuk setelah melahirkan, membuat Lala cemas."Nanti bila bayi sudah mulai aktif seperti Arkan, akan turun sendiri berat badannya. Sekarang berat badan ku sudah turun 4 kilo. Dari yang kemarin 55 sekarang sudah 51. Tapi kata Hubby, jangan kurus lagi, nanti jelek. Hubby lebih senang lihat aku kayak gini, daripada kayak dulu katanya terlalu kurus." Nadira tersenyum.Lala tertawa ketika mendengar cerita Nadira. "Iya sih, dulu kamu kurus banget, jelek. Kalau sekarang sudah cantik, berisi, jadi terkesan lebih imut-imut." Lala teringat seperti apa dulu badan Nadira yang sama bekerja dengannya di toko pakaian. Nadira hanya tertawa ketika mendengar ucapan sahabatnya."Arkan mau ini?" Lala menggendong Arkan yang ingin menjangkau mobil remote berukuran kecil di ra
Iswandi tersenyum ketika melihat Arga yang turun dari dalam mobil sambil menggendong putranya, dan kemudian Nadira ikut turun. Iswandi yang sudah berencana untuk berangkat ke kantor lebih dulu terpaksa harus membatalkan niatnya, ketika mengetahui bahwa bos besarnya datang ke rumah untuk mengantarkan istri serta anaknya. "Selamat pagi pak Arga." Iswandi tersenyum dengan sopan.Arga sedikit menganggukkan kepalanya. "Iya pagi," jawabnya dengan gaya angkuhnya.Nadira hanya bisa tersenyum ketika melihat sikap angkuh dan sombong suaminya."Hai Arkan." Lala yang berdiri di samping Iswandi, tersenyum melambaikan tangannya ke arah Arkan."Hai aunty." Nadira tersenyum dan melambaikan tangannya."Sayang, Daddy akan kerja dulu cari uang. Anak Daddy yang tampan, main lah di sini sama mommy." Arga tersenyum dan memberikan putranya kepada Nadira, setelah mencium pipi bulat Arkan kiri dan kanan terlebih dahulu.Arkan tersenyum dan mulai berbicara. Arga tertawa saat melihat putranya yang menjawab uc
Iswandi pulang ke rumahnya. Pria itu tersenyum saat melihat istrinya yang sedang duduk di atas tempat tidur dengan menumpuk beberapa bantal di belakang punggungnya. "Assalamualaikum." Iswandi tersenyum. Entah apa yang saat ini di tonton istrinya, sehingga wanita yang berperut besar itu, tidak melihat kehadirannya.Lala tersenyum ketika melihat suaminya. "Waalaikumsalam," ucapnya yang menjulurkan tangannya tanpa turun dari atas tempat tidur."Lagi makan apa Dinda?" Iswandi tersenyum dan mengusap bibir istrinya yang terkena saus."Ada mangga dan juga ada sosis, serta bakso bakar, enak." Lala tersenyum menunjukkan piring yang ada di sampingnya. Ia menancapkan garpu di sosis goreng dan mencelupkan ke dalam saus sambal dan mayones. "Coba kanda."Iswandi tersenyum dan menggigit sosis yang diberikan istrinya. "Kanda mau mandi." Iswandi tersenyum melihat istrinya.Lala menganggukkan kepalanya."Kenapa penampakannya seperti ini?""Emangnya Lala hantu, di bilang penampakan." Lala memajukan bibi
Arga merasa puas ketika mendengar penjelasan yang disampaikan oleh Iswandi.“Minggu depan, perusahaan kita akan menandatangani kontrak kerjasama dengan perusahaan minyak dari Amerika. Perusahaan dari Amerika, mempercayai perusahaan kita, untuk mengolah pertambangan minyak di Riau." Iswandi tersenyum."Kamu tidak bercanda?" jawab Arga.Ada beberapa perusahaan besar yang menawarkan kerjasama dengan perusahaan minyak dari Amerika. Ia tidak menyangka, bahwa proyek ini, perusahaannya yang memenangkannya."Tentu tidak tuan.""Apa ada informasi tentang anaknya Edwin?" tanya Arga."Setelah mereka datang melihat pemakaman Edwin, Robert dan juga Gilbert seakan hilang begitu saja. Sampai sekarang, mereka belum diketahui keberadaannya.”"Bagaimana bisa?" tanya Arga.Iswandi menggelengkan kepalanya. Kami sudah mengecek ke tempat-tempat yang mungkin didatanginya, namun ternyata tidak ada. Mereka juga tidak kembali ke desanya.Arga mengusap wajahnya dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Lebih ting
Lala dan Iswandi, sampai di rumah mewah milik Arga.Lala tersenyum saat melihat Arkan yang sedang duduk di atas mobil remote."Lala sudah rindu sekali dengan Arkan." Lala tersenyum memandang Iswandi. Begitu dengar Nadira mengatakan sudah sampai di Indonesia, Lala langsung meminta untuk datang berkunjung."Ya sudah, kita turun." Iswandi tersenyum. Ia datang ke rumah Arga, karena ada hal penting yang akan mereka bicarakan."Iya kanda." Lala menganggukkan kepalanya.Lala turun dari dalam mobil dan berjalan dengan cepat. Lala menghentikan langkah kakinya ketika Iswandi menarik tangannya. "Ada apa kanda?" Lala memandang suaminya dengan tidak mengerti."Jalannya pelan-pelan Dinda." Iswandi tersenyum dan mengusap perut istrinya.Lala tersenyum ketika mendengar nasehat yang diberikan oleh suaminya. Ia memegang perutnya dan mengusapnya dengan lembut. "Maaf ya nak, mami buru-buru, sampai lupa." Lala tersenyum dan berjalan bersama dengan suaminya beriringan, sambil memegang tangan Iswandi."Assa
"Mama, kita akan bongkar oleh-oleh." Nadira tersenyum ketika melihat Mama mertuanya yang sudah masuk ke dalam rumah."Tidak usah sekarang, nanti saja, Nadira baru pulang jadi pasti sangat capek." Luna memberikan saran."Enggak ma, Dira gak capek kok.” Nadira tersenyum dirinya sudah tidak sabar untuk menunjukkan apa saja oleh-oleh yang sudah dibawanya pulang untuk mama mertuanya, ayah, ibu serta adiknya.Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Wanita yang sedang menggendong cucunya itu tidak bisa menolak kehendak menantunya. Sebagai bentuk bahwa dirinya, begitu sangat menghargai apa yang akan diberikan menantu kesayangannya.Pelayan meletakkan tas yang diambilnya, di ruang tamu satu persatu. Bik Narti tahu bahwa yang di dalam tas, adalah oleh-oleh yang sudah disiapkan majikannya untuk keluarganya. Sebagai seorang pelayan, Bik Narti tidak mungkin bermimpi untuk mendapatkan oleh-oleh dari nyonya mudanya. "Nyonya ini tasnya sudah dikeluarkan semua," ucap bik Narti."Terima kasih bik,"
"Senang sekali ya, dimanja siang dan malam." Luna menggoda Nadira. ini merupakan bulan madu Nadira dan Arga, Luna senang melihat Nadira dan Arga pulang dengan penuh kebahagiaan seperti ini. Cucunya juga sehat hingga sampai ke Indonesia.Nadira tersenyum malu saat mendengar Mama mertuanya menggodanya."Ayo cucu oma, sini sama Oma. Oma sudah sangat rindu." Luna mengembangkan tangannya dan mengambil Arkan dari tangan Arga.Arga memberikan putra putranya kepada mananya. Pria itu memeluk mamanya dan mencium pipinya. "Apakah mama sehat-sehat saja." Arga tersenyum memandang mamanya yang menggendong Arkan. "Alhamdulillah sehat, mama sangat rindu dengan Arkan." Luna tersenyum dan mencium pipi cucunya."Ibu, Dira rindu." Nadira meluk ibunya. Ia mencium pipi ibunya kiri dan kanan, kemudian mencium punggung tangan ibunya."Ibu juga sangat rindu. 10 hari itu ternyata waktu yang sangat lama." Erna tersenyum memandang putrinya. Wanita itu kemudian mencium pipi putrinya, kiri dan kanan. "Ibu sunggu