Nadira berjalan kaki menuju ke rumah bidan yang tidak terlalu jauh dari rumah kontrakannya. Sore ini Nadira sangat cantik dengan memakai dress panjang selutut, yang memiliki karet di bawah dadanya. Dress ini merupakan baju andalan yang di milikinya. Dress berwarna biru pekat ini masih terasa nyaman di tubuhnya.
Langkah kakinya berhenti di depan rumah bidan. Cukup lama Nadira berdiri di teras depan rumah bidan tersebut sampai pada akhirnya memutuskan untuk masuk. "Ayo nak kita masuk," Nadira berucap dengan mengusap perutnya. Nadira merasa senang saat melihat kondisi di dalam yang tidak ada pasien .
"Mbak, saya mau periksa, apa ibu bidannya ada?" Nadira berucap ketika dirinya mendaratkan tubuhnya di kursi yang ada di depan meja pendaftaran.
"Ada mbak, apa boleh tau keluhannya?" Tanya wanita muda yang memakai seragam berwarna putih.
"Saya ingin memeriksa kondisi kandungan saya."
Arga duduk di kursi kerjanya sampai saat ini pria itu masih belum puas dengan apa yang telah dilakukannya terhadapnya Tio. "Aku tidak pernah pernah mempercayai dia. Sejak awal dia datang bekerja dengan ku, aku sudah dapat mengetahui bahwa dia bukanlah orang yang setia. Namun aku tetap memberikan kesempatan untuknya. Tapi yang namanya penghianat tetaplah penghianat. "Arga mengepalkan tangannya ketika mengingat bahwa Tio telah berkhianat kepadanya. Arga begitu sangat membenci orang yang telah mengkhianati dirinya. "Aku sudah menghabisinya Namun bukan berarti orang yang ada di belakangnya bisa lepas begitu saja." Arga berucap dengan sangat marah. Pria itu tidak akan pernah diam sebelum menemukan siapa dalang dari ini semua.Arga memandang ponselnya yang berdering, panggilan masuk dari orang kepercayaannya yang bertanggung jawab terhadap pabrik senjata api miliknya. "Halo," ucap Arga."Halo tuan," ucap pria itu sedikit
Capter 28Sepulang dari bekerja Nadira merebahkan tubuhnya di atas kasur. Matanya begitu sangat mengantuk dengan tubuh yang terasa amat lelah. "Akhirnya kita istirahat nak, anak ibu pasti sangat capek ya. Semalaman temani ibu bekerja," Nadira berkata dengan memijat-mijat belakang punggungnya. Nadira memejamkan matanya yang sudah sangat sulit terbuka. Saat ini ia sangat membutuhkan waktu untuk istirahat agar memiliki tenaga untuk melanjutkan bekerja di toko pakaian.Nadira terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara berdering ponselnya. Nadira melihat ibunya yang menghubunginya. "Ya ampun ternyata sudah jam 7." Nadira berkata ketika melihat layar di ponselnya. Dengan sangat cepat Nadira mengangkat sambungan telepon tersebut. "Halo Bu." Nadira menyapa ibunya yang berada di seberang sana."Halo nak, lagi apa?Apa sudah siap-siap mau pergi ke toko?" tanya Erna ketika mendengar putrinya mengangka
Malam ini udara terasa terasa amat sejuk. Duduk di tempat terbuka seperti ini membuat tubuhnya terasa begitu sangat kedinginan. Bila sudah dingin seperti ini tidur merupakan hal yang paling menyenangkan yang begitu sangat ingin dilakukan oleh Nadira. "Andai saja petugas pembersih toilet itu ada dua orang, pasti enak ada teman ngobrol. Ini duduk sendiri tidak punya teman ngobrol jadinya ngantuk lagi." Nadira berkata ketika matanya terasa sangat ngantuk."Ya ampun ngantuk sekali." Nadira berusaha untuk membuka matanya. Nadira mengambil botol minuman yang ada di dalam tasnya dan meneguk air tersebut. "Biasanya kalau ngantuk seperti ini dibawa ngemil pasti ngantuknya hilang," Nadira berkata ketika dirinya mengambil 1 keping biskuit yang berbentuk bulat dengan rasa kelapa dari dalam tasnya. Dimasukkannya biskuit itu satu-persatu kedalam mulutnya. Hingga biskuit yang ada di dalam tasnya hanya tersisa setengah bungkus.Nadira me
Bobby berlari membukakan pintu mobil milik Arga. "Tuan," ucap Bobby yang menundukkan kepalanya.Arga keluar dari dalam mobil. Pria itu memasukkan senjata api ke dalam sarangnya yang ada di pinggangnya."Apa orang itu tidak mau berbicara sampai sekarang?" Tanya Arga yang memandang Bobby."Iya tuan," jawab Bobby."Aku akan membuat orang itu memilih salah satu." Arga mengeratkan giginya. Ia berjalan menuju rumah yang memiliki design minimalis. Pria itu berjalan dengan di ikuti Bobby serta 2 orang kepercayaan Arga.Dengan sangat cepat Dion yang berjalan di samping Bobby membukakan pintu rumah yang dalam keadaan tertutup, ketika bos besar mereka sudah mendekati pintu rumah berwarna putih tersebut.Arga masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju kamar tidur yang ada di bagian belakang. Kamar yang memiliki tempat tidur untuk 1 orang, lemari pakaian berukuran kecil dan l
Nadira mengambil ponsel miliknya yang di letaknya di samping kasur tidurnya. Ia memandang wajah pria tampan yang memenuhi layar ponselnya. "Kalau dilihat wajahnya, Sepertinya dia tidak asli Indonesia karena mukanya mirip bule. Tapi logat bahasanya asli Indonesia." Nadira memperhatikan wajah tampan pria itu. Secara diam-diam, Nadira menyimpan foto pria itu di ponselnya. Nadira menemukan banyak sekali foto pria itu di internet. "Ayah, kamu tuh wajahnya cakep benar nak. Bola matanya berwarna coklat, tapi ini beneran asli atau pakai kontak lensa ya nak. Rambutnya juga berwarna coklat, hidungnya sangat mancung, Bibirnya merah," Nadira berkata saat memandang bibir pria itu. Tanpa sadar Nadira menyentuh bibirnya sendiri. Dipejamkannya matanya saat merasakan bibi lembut pria tersebut. Nadira membuka matanya dengan sangat lebar. "Pikirkan apa ini? Mengapa aku merindukan dia. Aku tidak ingin mengingat dia. Aku benci dia. Dia sudah membuat hidup aku sepert
Cukup lama Nadira menangis hingga kepalanya terasa berat. Air matanya semakin menetes ketika merasakan gerak di perutnya. "Maafkan Ibu nak, ibu sudah membuat anak Ibu bangun. Kita harus kuat, seperti apapun orang menghina kita nanti." Nadira mengusap air matanya. "Apa yang harus ibu lakukan bila bertemu dengan Pak RT nanti?Ibu lupa kalau anak Ibu masih sangat kecil. Anak ibu pasti tidak tahu apa yang harus kita lakukan. Lagi pula tidak seharusnya ibu cerita seperti ini." Suara tangisnya pecah ketika menyadari bahwa tidak ada tempat mengadu untuknya."Tapi Ibu harus bicara dengan siapa?Ibu tidak punya tempat mengadu. Hanya dengan anak ibu, ibu bisa cerita seperti ini. Ibu merasa tidak sanggup menerima hujatan dari warga di sini. Ibu takut mereka mengusir ibu.Ibu ingin pindah dari sini tapi, ibu sudah tidak memiliki uang. Kontrakan di tempat lain mahal-mahal, mereka juga meminta pembayaran 6 bulan minimal." Nadira diam sej
"Ini dia Pak RT orangnya, Saya yakin selama dia tinggal di sini, dia pasti tidak pernah melapor." Ucap seorang wanita yang terlihat begitu sangat marah ketika memandang Nadira.Nadira diam ketika mendengar ucapan wanita itu. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya. Situasi seperti ini tidak pernah terpikirkan oleh Nadira. Hanya rasa takut dan malu yang dirasakan nya saat ini. Air matanya tidak ada henti-hentinya menetes. Nadira tidak menyangka bahwa dia akan dipermalukan warga seperti ini."Ini cewek tak benar, kerjanya menjual tubuhnya. Dia mengaku menikah padahal bohong." Ucapan wanita yang berbicara dengan nada yang kasar. Wanita itu memandang jijik ke arah Nadira.Nadira sangat mengingat wanita itu yang tadi berdiri di sampi
Hingga sampai saat ini jantungnya terasa berdegup dengan sangat hebatnya. Setelah apa yang tadi dialaminya, Nadira hanya berbaring di atas kasur yang menjadi alas tidurnya. Tubuhnya terasa amat lemas. Air matanya menetes seakan tidak ada hentinya, hingga matanya sudah terlihat begitu sangat kecil "Seandainya ada ibu disini, mungkin Dira akan lebih kuat. Ibu, Dira rindu ibu. Dira ingin peluk ibu dan ayah." Nadira hanya menangis melepaskan rasa sesak di dadanya "Kita ke dokternya besok sajalah ya nak. Ibu rasanya lemas sekali setelah kejadian tadi." Nadira berkata dengan mengusap perutnya. "Ibu rasanya begitu sangat malu nak untuk keluar dari rumah." Tangis Nadira semakin pecah saat merasakan gerak janinnya. "Ibu gak akan salahkan kamu nak. Ibu tau kamu gak salah. Kamu hadir untuk menjaga ibu, Ibu tau itu." Nadira berkata dengan terus mengusap perutny "Apakah aku boleh marah dengan takdir yang terasa b
"Minta perawatan ntar ke sini." Nadira mendesak."Iya bentar lagi, tadi lagi mandi." Lala tersenyum menjelaskan."Lama sekali." Nadira tidak sabaran.Arga memandang istrinya dengan mengerutkan keningnya. Sejak di rumah istrinya sudah ngomel-ngomel untuk bisa datang ke rumah sakit. Sekarang sudah di rumah sakit, istrinya sudah tidak sabar untuk melihat anak dari sahabatnya. "Kenapa dari tadi nggak sabaran?" Arga yang duduk di sofa."Semalam Lala kirim fotonya ke Dira, Dira penasaran, kalau difoto itu cantik sekali. Makanya Dira pengen lihat langsung. Bisa aja kamera yang dipakai bohong." Nadira memandang Lala. Setelah melihat foto bayi yang dikirimkan Lala, membuat Nadira terbayang-bayang wajah cantik bayi tersebut. Berulang kali ia memandang foto bayi cantik itu, hingga dirinya benar-benar penasaran. Apakah benar wajah bayi yang dilihatnya sesuai dengan foto yang dikirim sahabatnya."Emang cantik sekali sih orangnya." Yeni tersenyum."Itu karena cucunya Mbak Yeni makanya kelihatan c
"Assalamualaikum." Nadira masuk kedalam kamar rawat Lala, bersama dengan kedua orang tuanya, mama mertua, Arga dan Andrea."Waalaikumsalam." jawab penghuni yang ada di dalam kamar."Lala nggak nyangka akan datangnya sekarang, kirain nanti sore." Lala tersenyum lebar melihat Nadira yang sudah masuk dalam kamarnya."Mana sabar nunggu sore." Arga memandang istrinya. Pagi-pagi sekali, Nadira sudah meminta ke rumah sakit. Pada akhirnya Arga ikut serta ke rumah sakit sebelum berangkat ke kantor."Mama juga nggak sabar." Luna tersenyum memandang Yeni."Akhirnya, Punya cucu juga." Yeni tersenyum memandang Luna."Hahaha, kirain Iswandi bakalan betah jadi bujangan, yang penting bisa ngekorin Arga kemana-mana." Luna menertawakan anak angkat serta putranya."Meskipun aku suka membuntutinya kemana-mana, tapi aku ini lelaki normal ibu Luna." Iswandi tersenyum tipis.Arga tertawa ketika mendengar ucapan mamanya. "Aku juga sangat senang ketika mengetahui dia menyukai wanita ma, kalau tidak aku was-w
"Hahaha, kita waktu gadisnya kurus, gitu sudah nikah, pas hamil badannya mulai gendut.""Gak tahulah gimana nanti mau kuruskan badan." Lala mulai cemas memikirkan badannya paskah melahirkan. Melihat teman-temannya yang sudah semakin gemuk setelah melahirkan, membuat Lala cemas."Nanti bila bayi sudah mulai aktif seperti Arkan, akan turun sendiri berat badannya. Sekarang berat badan ku sudah turun 4 kilo. Dari yang kemarin 55 sekarang sudah 51. Tapi kata Hubby, jangan kurus lagi, nanti jelek. Hubby lebih senang lihat aku kayak gini, daripada kayak dulu katanya terlalu kurus." Nadira tersenyum.Lala tertawa ketika mendengar cerita Nadira. "Iya sih, dulu kamu kurus banget, jelek. Kalau sekarang sudah cantik, berisi, jadi terkesan lebih imut-imut." Lala teringat seperti apa dulu badan Nadira yang sama bekerja dengannya di toko pakaian. Nadira hanya tertawa ketika mendengar ucapan sahabatnya."Arkan mau ini?" Lala menggendong Arkan yang ingin menjangkau mobil remote berukuran kecil di ra
Iswandi tersenyum ketika melihat Arga yang turun dari dalam mobil sambil menggendong putranya, dan kemudian Nadira ikut turun. Iswandi yang sudah berencana untuk berangkat ke kantor lebih dulu terpaksa harus membatalkan niatnya, ketika mengetahui bahwa bos besarnya datang ke rumah untuk mengantarkan istri serta anaknya. "Selamat pagi pak Arga." Iswandi tersenyum dengan sopan.Arga sedikit menganggukkan kepalanya. "Iya pagi," jawabnya dengan gaya angkuhnya.Nadira hanya bisa tersenyum ketika melihat sikap angkuh dan sombong suaminya."Hai Arkan." Lala yang berdiri di samping Iswandi, tersenyum melambaikan tangannya ke arah Arkan."Hai aunty." Nadira tersenyum dan melambaikan tangannya."Sayang, Daddy akan kerja dulu cari uang. Anak Daddy yang tampan, main lah di sini sama mommy." Arga tersenyum dan memberikan putranya kepada Nadira, setelah mencium pipi bulat Arkan kiri dan kanan terlebih dahulu.Arkan tersenyum dan mulai berbicara. Arga tertawa saat melihat putranya yang menjawab uc
Iswandi pulang ke rumahnya. Pria itu tersenyum saat melihat istrinya yang sedang duduk di atas tempat tidur dengan menumpuk beberapa bantal di belakang punggungnya. "Assalamualaikum." Iswandi tersenyum. Entah apa yang saat ini di tonton istrinya, sehingga wanita yang berperut besar itu, tidak melihat kehadirannya.Lala tersenyum ketika melihat suaminya. "Waalaikumsalam," ucapnya yang menjulurkan tangannya tanpa turun dari atas tempat tidur."Lagi makan apa Dinda?" Iswandi tersenyum dan mengusap bibir istrinya yang terkena saus."Ada mangga dan juga ada sosis, serta bakso bakar, enak." Lala tersenyum menunjukkan piring yang ada di sampingnya. Ia menancapkan garpu di sosis goreng dan mencelupkan ke dalam saus sambal dan mayones. "Coba kanda."Iswandi tersenyum dan menggigit sosis yang diberikan istrinya. "Kanda mau mandi." Iswandi tersenyum melihat istrinya.Lala menganggukkan kepalanya."Kenapa penampakannya seperti ini?""Emangnya Lala hantu, di bilang penampakan." Lala memajukan bibi
Arga merasa puas ketika mendengar penjelasan yang disampaikan oleh Iswandi.“Minggu depan, perusahaan kita akan menandatangani kontrak kerjasama dengan perusahaan minyak dari Amerika. Perusahaan dari Amerika, mempercayai perusahaan kita, untuk mengolah pertambangan minyak di Riau." Iswandi tersenyum."Kamu tidak bercanda?" jawab Arga.Ada beberapa perusahaan besar yang menawarkan kerjasama dengan perusahaan minyak dari Amerika. Ia tidak menyangka, bahwa proyek ini, perusahaannya yang memenangkannya."Tentu tidak tuan.""Apa ada informasi tentang anaknya Edwin?" tanya Arga."Setelah mereka datang melihat pemakaman Edwin, Robert dan juga Gilbert seakan hilang begitu saja. Sampai sekarang, mereka belum diketahui keberadaannya.”"Bagaimana bisa?" tanya Arga.Iswandi menggelengkan kepalanya. Kami sudah mengecek ke tempat-tempat yang mungkin didatanginya, namun ternyata tidak ada. Mereka juga tidak kembali ke desanya.Arga mengusap wajahnya dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Lebih ting
Lala dan Iswandi, sampai di rumah mewah milik Arga.Lala tersenyum saat melihat Arkan yang sedang duduk di atas mobil remote."Lala sudah rindu sekali dengan Arkan." Lala tersenyum memandang Iswandi. Begitu dengar Nadira mengatakan sudah sampai di Indonesia, Lala langsung meminta untuk datang berkunjung."Ya sudah, kita turun." Iswandi tersenyum. Ia datang ke rumah Arga, karena ada hal penting yang akan mereka bicarakan."Iya kanda." Lala menganggukkan kepalanya.Lala turun dari dalam mobil dan berjalan dengan cepat. Lala menghentikan langkah kakinya ketika Iswandi menarik tangannya. "Ada apa kanda?" Lala memandang suaminya dengan tidak mengerti."Jalannya pelan-pelan Dinda." Iswandi tersenyum dan mengusap perut istrinya.Lala tersenyum ketika mendengar nasehat yang diberikan oleh suaminya. Ia memegang perutnya dan mengusapnya dengan lembut. "Maaf ya nak, mami buru-buru, sampai lupa." Lala tersenyum dan berjalan bersama dengan suaminya beriringan, sambil memegang tangan Iswandi."Assa
"Mama, kita akan bongkar oleh-oleh." Nadira tersenyum ketika melihat Mama mertuanya yang sudah masuk ke dalam rumah."Tidak usah sekarang, nanti saja, Nadira baru pulang jadi pasti sangat capek." Luna memberikan saran."Enggak ma, Dira gak capek kok.” Nadira tersenyum dirinya sudah tidak sabar untuk menunjukkan apa saja oleh-oleh yang sudah dibawanya pulang untuk mama mertuanya, ayah, ibu serta adiknya.Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Wanita yang sedang menggendong cucunya itu tidak bisa menolak kehendak menantunya. Sebagai bentuk bahwa dirinya, begitu sangat menghargai apa yang akan diberikan menantu kesayangannya.Pelayan meletakkan tas yang diambilnya, di ruang tamu satu persatu. Bik Narti tahu bahwa yang di dalam tas, adalah oleh-oleh yang sudah disiapkan majikannya untuk keluarganya. Sebagai seorang pelayan, Bik Narti tidak mungkin bermimpi untuk mendapatkan oleh-oleh dari nyonya mudanya. "Nyonya ini tasnya sudah dikeluarkan semua," ucap bik Narti."Terima kasih bik,"
"Senang sekali ya, dimanja siang dan malam." Luna menggoda Nadira. ini merupakan bulan madu Nadira dan Arga, Luna senang melihat Nadira dan Arga pulang dengan penuh kebahagiaan seperti ini. Cucunya juga sehat hingga sampai ke Indonesia.Nadira tersenyum malu saat mendengar Mama mertuanya menggodanya."Ayo cucu oma, sini sama Oma. Oma sudah sangat rindu." Luna mengembangkan tangannya dan mengambil Arkan dari tangan Arga.Arga memberikan putra putranya kepada mananya. Pria itu memeluk mamanya dan mencium pipinya. "Apakah mama sehat-sehat saja." Arga tersenyum memandang mamanya yang menggendong Arkan. "Alhamdulillah sehat, mama sangat rindu dengan Arkan." Luna tersenyum dan mencium pipi cucunya."Ibu, Dira rindu." Nadira meluk ibunya. Ia mencium pipi ibunya kiri dan kanan, kemudian mencium punggung tangan ibunya."Ibu juga sangat rindu. 10 hari itu ternyata waktu yang sangat lama." Erna tersenyum memandang putrinya. Wanita itu kemudian mencium pipi putrinya, kiri dan kanan. "Ibu sunggu