"Ini dia Pak RT orangnya, Saya yakin selama dia tinggal di sini, dia pasti tidak pernah melapor." Ucap seorang wanita yang terlihat begitu sangat marah ketika memandang Nadira.
Nadira diam ketika mendengar ucapan wanita itu. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya. Situasi seperti ini tidak pernah terpikirkan oleh Nadira. Hanya rasa takut dan malu yang dirasakan nya saat ini. Air matanya tidak ada henti-hentinya menetes. Nadira tidak menyangka bahwa dia akan dipermalukan warga seperti ini.
"Ini cewek tak benar, kerjanya menjual tubuhnya. Dia mengaku menikah padahal bohong." Ucapan wanita yang berbicara dengan nada yang kasar. Wanita itu memandang jijik ke arah Nadira.
Nadira sangat mengingat wanita itu yang tadi berdiri di sampi
Hingga sampai saat ini jantungnya terasa berdegup dengan sangat hebatnya. Setelah apa yang tadi dialaminya, Nadira hanya berbaring di atas kasur yang menjadi alas tidurnya. Tubuhnya terasa amat lemas. Air matanya menetes seakan tidak ada hentinya, hingga matanya sudah terlihat begitu sangat kecil "Seandainya ada ibu disini, mungkin Dira akan lebih kuat. Ibu, Dira rindu ibu. Dira ingin peluk ibu dan ayah." Nadira hanya menangis melepaskan rasa sesak di dadanya "Kita ke dokternya besok sajalah ya nak. Ibu rasanya lemas sekali setelah kejadian tadi." Nadira berkata dengan mengusap perutnya. "Ibu rasanya begitu sangat malu nak untuk keluar dari rumah." Tangis Nadira semakin pecah saat merasakan gerak janinnya. "Ibu gak akan salahkan kamu nak. Ibu tau kamu gak salah. Kamu hadir untuk menjaga ibu, Ibu tau itu." Nadira berkata dengan terus mengusap perutny "Apakah aku boleh marah dengan takdir yang terasa b
Setelah memakan beberapa keping biskuit, Nadira merasakan matanya yang sangat mengantuk. Berulang kali ia menahan kelopak matanya agar tidak tertutup rapat. Namun matanya terasa amat berat. Dengan Sangat tidak sopan kelopak matanya tertutup dengan sangat rapat tanpa mau mengikuti kehendak hatinya. Tanpa sadar ia tertidur dengan melipatkan tangannya di atas meja dan menjadikan tangannya sebagai bantal. Arga melihat Nadira yang sudah tertidur. Pria itu berjalan mendekati gadis tersebut dengan langkah kaki yang tidak bersuara. Langkah kakinya terhenti ketika sudah berada di depan meja Nadira. Arga berdiri di dekat meja dan memandang wajah tenang wanita muda yang begitu sangat cantik dengan topi melekat di kepalanya. Ada rasa Kasihan saat ia menatap wajah polos yang tertidur dengan sangat tenang. Dengan sangat berhati-hati Arga mengangkat tubuh gadis yang saat ini sudah tertidur dengan sangat lelap.
Arga duduk di meja kerjanya, pria itu memandang buku kontrol kehamilan milik Nadira. Ada rasa bahagia dan haru ketika dirinya memandang namanya ditulis oleh Gadis itu di buku kontrol kandungan tersebut. "Kenapa tidak ada foto bayinya." Arga membalikkan lembar demi lembar buku yang ada di tangannya. Ia sering melihat postingan teman-teman sekolahnya di grup alumni yang menunjukkan hasil foto USG kandungan istri-istri mereka. Arga masih menunggu Teddy mencarikan baju hamil untuk Nadira. Ia tidak ingin melihat Nadira memakai celana yang sudah tidak bisa di kancing tersebut. Pria itu duduk dengan terus memikirkan apa langkah yang harus diambil nya. Arga tidak ingin anak itu lahir tanpa memiliki status yang jelas. anak itu harus memiliki status yang jelas dan menyandang nama Raditya. "Masuk," perintah Arga ketika mendengar suara ketukan pintunya. "Ini Tuan, baju yang and
Nadira menelan salivanya mendengar ancaman pria itu. Setiap kalimat yang keluar dari bibir pria itu penuh penekanan dan ancaman yang membuat nyali lawan bicaranya akan menciut.Arga mengambil cangkir teh yang ada di tangan Nadira dan meneguk teh hangat tersebut. "Kamu sudah lihat aku sudah meminumnya dan aku baik-baik saja. Sekarang minum teh hangat ini," perintah pria yang memberikan Cakir teh ke tangan Nadira."Bisakah Anda memakai pakaian Anda terlebih dahulu?" tanya Nadira yang merasa sangat tidak nyaman memandang pria yang belum memakai pakaian tersebut."Apakah kamu mengingat sesuatu bila melihat aku seperti ini atau menginginkan sesuatu?" Pria itu bertanya dengan penuh selidik.Nadira diam mendengar perintah pria itu. Posisi duduk pria itu sangat dekat dengannya, sehingga membuat degup jantungnya terasa begitu sangat cepat."Kenapa? Ay
"Apa kamu bisa menjelaskan Apa maksud dari buku ini?" Arga bertanya dengan memandang Nadira.Wajah Nadira begitu amat pucat kakinya gemetar, begitu juga dengan tangannya. Telapak tangannya terasa begitu sangat dingin. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya."Jawablah," pinta Arga yang memandang Nadira. Pria itu sudah tidak sabar menunggu jawaban Nadira."Kamu hamil?" tanyanya.Rasa takut membuat perutnya terasa diaduk-aduk. Nadira tidak bisa berbuat apa-apa pria itu duduk sangat dekat dengannya. Nadira berusaha menahan mual di perutnya. Apa yang tadi dimakannya seakan ingin melompat keluar.Arga diam memejamkan matanya ketika wanita yang duduk di depannya memuntahkan apa yang dimakannya tadi ke wajahnya. "Kenapa pagi ini nasibku sangat tidak baik. Tadi disembur Teh Sekarang dimuntahkan makanan," batin Arga. Bila yang melakukannya bukan Nadira mungkin pria itu suda
Tatapan mata pria itu tertuju ke arah sosok wanita yang saat ini sedang tertidur lelap."Aku ingin mengetahui tentang dirinya lebih banyak." Arga tersenyum tipis ketika mengucapkan kalimat itu di dalam hatinya.Pria itu beranjak dari sofa yang didudukinya. Langkah kakinya begitu sangat ringan ketika berjalan sehingga tidak mengeluarkan suara. Diambilnya ponsel milik Nadira yang yang berada di dalam tas. Arga membuka kunci ponsel itu. Namun ternyata ponsel tersebut di kunci dengan sidik jari.Pria itu tersenyum tipis memandang ponsel milik Nadira, dengan langkah yang sangat ringan ia berjalan mendekati Nadira yang tertidur di atas tempat tidur. Arga begitu sangat hati-hati ketika memegang tangan Nadira. "Jangan sampai dia terbangun," ucapnya di dalam hati ketika mengangkat jari telunjuk Nadira di s
"Sayang sudah makan tuan, apakah saya sudah boleh pulang sekarang?" Nadira bertanya dengan sangat hati-hati. "Mengapa wajah pria ini lebih tampan bila sedang tertidur daripada dia membuka matanya seperti ini." Nadira berkata di dalam hatinya. Nadira sedikit mengangkat kepalanya dan menendang pria tersebut. Dengan sangat cepat Nadira kembali menundukkan kepalanya "Mengapa aku sangat takut melihat tatapan matanya." Nadira tidak beraniUntuk menatap mata pria yang saat ini sedang duduk menatapnya."Aku aku akan mengantarkanmu pulang, namun kita harus selesaikan dulu permasalahan diantara kita." Arga berkata dengan nada suara yang datar.Nadira memejamkan matanya. "Sepertinya penyakit ini orang akan kumat. Sikapnya sudah tidak seperti yang tadi hangat, dan sangat baik. Cara dia memandang aku, tatapan matanya sangat menakutkan. Gaya dia bicaranya Juga seram. Apa yang harus aku lakukan sekarang." Nadira berkata ket
Arga memandang Nadira. Rasa senang dan bahagia begitu sangat sempurna dirasakannya. Diusapnya pipi Nadira dan di tatapannya mata Nadira yang sudah sembab karena terlalu banyak menangis. "Katanya mau pulang?"Nadira menganggukan kepalanya. Saat ini kasur tipis yang menjadi alas tidurnya begitu sangat di rindukannya.Nadira ingin menenangkan pikirannya sejenak."Ayo kita pulang." Arga berkata dengan memegang tangan Nadira."Iya tuan," jawab Nadira."Aku ini ayah dari anak yang kamu kandung, Kenapa masih panggil tuan?" Arga tersenyum tipis dengan menyelipkan jarinya di dagu Nadira.Nadira hanya diam, ia bingung harus memanggil pria itu apa. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya ketika pria itu menatap wajahnya."PR untuk kamu, cari panggilan yang keren untuk aku. Nanti bila kita sudah menikah panggil aku dengan panggil
"Minta perawatan ntar ke sini." Nadira mendesak."Iya bentar lagi, tadi lagi mandi." Lala tersenyum menjelaskan."Lama sekali." Nadira tidak sabaran.Arga memandang istrinya dengan mengerutkan keningnya. Sejak di rumah istrinya sudah ngomel-ngomel untuk bisa datang ke rumah sakit. Sekarang sudah di rumah sakit, istrinya sudah tidak sabar untuk melihat anak dari sahabatnya. "Kenapa dari tadi nggak sabaran?" Arga yang duduk di sofa."Semalam Lala kirim fotonya ke Dira, Dira penasaran, kalau difoto itu cantik sekali. Makanya Dira pengen lihat langsung. Bisa aja kamera yang dipakai bohong." Nadira memandang Lala. Setelah melihat foto bayi yang dikirimkan Lala, membuat Nadira terbayang-bayang wajah cantik bayi tersebut. Berulang kali ia memandang foto bayi cantik itu, hingga dirinya benar-benar penasaran. Apakah benar wajah bayi yang dilihatnya sesuai dengan foto yang dikirim sahabatnya."Emang cantik sekali sih orangnya." Yeni tersenyum."Itu karena cucunya Mbak Yeni makanya kelihatan c
"Assalamualaikum." Nadira masuk kedalam kamar rawat Lala, bersama dengan kedua orang tuanya, mama mertua, Arga dan Andrea."Waalaikumsalam." jawab penghuni yang ada di dalam kamar."Lala nggak nyangka akan datangnya sekarang, kirain nanti sore." Lala tersenyum lebar melihat Nadira yang sudah masuk dalam kamarnya."Mana sabar nunggu sore." Arga memandang istrinya. Pagi-pagi sekali, Nadira sudah meminta ke rumah sakit. Pada akhirnya Arga ikut serta ke rumah sakit sebelum berangkat ke kantor."Mama juga nggak sabar." Luna tersenyum memandang Yeni."Akhirnya, Punya cucu juga." Yeni tersenyum memandang Luna."Hahaha, kirain Iswandi bakalan betah jadi bujangan, yang penting bisa ngekorin Arga kemana-mana." Luna menertawakan anak angkat serta putranya."Meskipun aku suka membuntutinya kemana-mana, tapi aku ini lelaki normal ibu Luna." Iswandi tersenyum tipis.Arga tertawa ketika mendengar ucapan mamanya. "Aku juga sangat senang ketika mengetahui dia menyukai wanita ma, kalau tidak aku was-w
"Hahaha, kita waktu gadisnya kurus, gitu sudah nikah, pas hamil badannya mulai gendut.""Gak tahulah gimana nanti mau kuruskan badan." Lala mulai cemas memikirkan badannya paskah melahirkan. Melihat teman-temannya yang sudah semakin gemuk setelah melahirkan, membuat Lala cemas."Nanti bila bayi sudah mulai aktif seperti Arkan, akan turun sendiri berat badannya. Sekarang berat badan ku sudah turun 4 kilo. Dari yang kemarin 55 sekarang sudah 51. Tapi kata Hubby, jangan kurus lagi, nanti jelek. Hubby lebih senang lihat aku kayak gini, daripada kayak dulu katanya terlalu kurus." Nadira tersenyum.Lala tertawa ketika mendengar cerita Nadira. "Iya sih, dulu kamu kurus banget, jelek. Kalau sekarang sudah cantik, berisi, jadi terkesan lebih imut-imut." Lala teringat seperti apa dulu badan Nadira yang sama bekerja dengannya di toko pakaian. Nadira hanya tertawa ketika mendengar ucapan sahabatnya."Arkan mau ini?" Lala menggendong Arkan yang ingin menjangkau mobil remote berukuran kecil di ra
Iswandi tersenyum ketika melihat Arga yang turun dari dalam mobil sambil menggendong putranya, dan kemudian Nadira ikut turun. Iswandi yang sudah berencana untuk berangkat ke kantor lebih dulu terpaksa harus membatalkan niatnya, ketika mengetahui bahwa bos besarnya datang ke rumah untuk mengantarkan istri serta anaknya. "Selamat pagi pak Arga." Iswandi tersenyum dengan sopan.Arga sedikit menganggukkan kepalanya. "Iya pagi," jawabnya dengan gaya angkuhnya.Nadira hanya bisa tersenyum ketika melihat sikap angkuh dan sombong suaminya."Hai Arkan." Lala yang berdiri di samping Iswandi, tersenyum melambaikan tangannya ke arah Arkan."Hai aunty." Nadira tersenyum dan melambaikan tangannya."Sayang, Daddy akan kerja dulu cari uang. Anak Daddy yang tampan, main lah di sini sama mommy." Arga tersenyum dan memberikan putranya kepada Nadira, setelah mencium pipi bulat Arkan kiri dan kanan terlebih dahulu.Arkan tersenyum dan mulai berbicara. Arga tertawa saat melihat putranya yang menjawab uc
Iswandi pulang ke rumahnya. Pria itu tersenyum saat melihat istrinya yang sedang duduk di atas tempat tidur dengan menumpuk beberapa bantal di belakang punggungnya. "Assalamualaikum." Iswandi tersenyum. Entah apa yang saat ini di tonton istrinya, sehingga wanita yang berperut besar itu, tidak melihat kehadirannya.Lala tersenyum ketika melihat suaminya. "Waalaikumsalam," ucapnya yang menjulurkan tangannya tanpa turun dari atas tempat tidur."Lagi makan apa Dinda?" Iswandi tersenyum dan mengusap bibir istrinya yang terkena saus."Ada mangga dan juga ada sosis, serta bakso bakar, enak." Lala tersenyum menunjukkan piring yang ada di sampingnya. Ia menancapkan garpu di sosis goreng dan mencelupkan ke dalam saus sambal dan mayones. "Coba kanda."Iswandi tersenyum dan menggigit sosis yang diberikan istrinya. "Kanda mau mandi." Iswandi tersenyum melihat istrinya.Lala menganggukkan kepalanya."Kenapa penampakannya seperti ini?""Emangnya Lala hantu, di bilang penampakan." Lala memajukan bibi
Arga merasa puas ketika mendengar penjelasan yang disampaikan oleh Iswandi.“Minggu depan, perusahaan kita akan menandatangani kontrak kerjasama dengan perusahaan minyak dari Amerika. Perusahaan dari Amerika, mempercayai perusahaan kita, untuk mengolah pertambangan minyak di Riau." Iswandi tersenyum."Kamu tidak bercanda?" jawab Arga.Ada beberapa perusahaan besar yang menawarkan kerjasama dengan perusahaan minyak dari Amerika. Ia tidak menyangka, bahwa proyek ini, perusahaannya yang memenangkannya."Tentu tidak tuan.""Apa ada informasi tentang anaknya Edwin?" tanya Arga."Setelah mereka datang melihat pemakaman Edwin, Robert dan juga Gilbert seakan hilang begitu saja. Sampai sekarang, mereka belum diketahui keberadaannya.”"Bagaimana bisa?" tanya Arga.Iswandi menggelengkan kepalanya. Kami sudah mengecek ke tempat-tempat yang mungkin didatanginya, namun ternyata tidak ada. Mereka juga tidak kembali ke desanya.Arga mengusap wajahnya dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Lebih ting
Lala dan Iswandi, sampai di rumah mewah milik Arga.Lala tersenyum saat melihat Arkan yang sedang duduk di atas mobil remote."Lala sudah rindu sekali dengan Arkan." Lala tersenyum memandang Iswandi. Begitu dengar Nadira mengatakan sudah sampai di Indonesia, Lala langsung meminta untuk datang berkunjung."Ya sudah, kita turun." Iswandi tersenyum. Ia datang ke rumah Arga, karena ada hal penting yang akan mereka bicarakan."Iya kanda." Lala menganggukkan kepalanya.Lala turun dari dalam mobil dan berjalan dengan cepat. Lala menghentikan langkah kakinya ketika Iswandi menarik tangannya. "Ada apa kanda?" Lala memandang suaminya dengan tidak mengerti."Jalannya pelan-pelan Dinda." Iswandi tersenyum dan mengusap perut istrinya.Lala tersenyum ketika mendengar nasehat yang diberikan oleh suaminya. Ia memegang perutnya dan mengusapnya dengan lembut. "Maaf ya nak, mami buru-buru, sampai lupa." Lala tersenyum dan berjalan bersama dengan suaminya beriringan, sambil memegang tangan Iswandi."Assa
"Mama, kita akan bongkar oleh-oleh." Nadira tersenyum ketika melihat Mama mertuanya yang sudah masuk ke dalam rumah."Tidak usah sekarang, nanti saja, Nadira baru pulang jadi pasti sangat capek." Luna memberikan saran."Enggak ma, Dira gak capek kok.” Nadira tersenyum dirinya sudah tidak sabar untuk menunjukkan apa saja oleh-oleh yang sudah dibawanya pulang untuk mama mertuanya, ayah, ibu serta adiknya.Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Wanita yang sedang menggendong cucunya itu tidak bisa menolak kehendak menantunya. Sebagai bentuk bahwa dirinya, begitu sangat menghargai apa yang akan diberikan menantu kesayangannya.Pelayan meletakkan tas yang diambilnya, di ruang tamu satu persatu. Bik Narti tahu bahwa yang di dalam tas, adalah oleh-oleh yang sudah disiapkan majikannya untuk keluarganya. Sebagai seorang pelayan, Bik Narti tidak mungkin bermimpi untuk mendapatkan oleh-oleh dari nyonya mudanya. "Nyonya ini tasnya sudah dikeluarkan semua," ucap bik Narti."Terima kasih bik,"
"Senang sekali ya, dimanja siang dan malam." Luna menggoda Nadira. ini merupakan bulan madu Nadira dan Arga, Luna senang melihat Nadira dan Arga pulang dengan penuh kebahagiaan seperti ini. Cucunya juga sehat hingga sampai ke Indonesia.Nadira tersenyum malu saat mendengar Mama mertuanya menggodanya."Ayo cucu oma, sini sama Oma. Oma sudah sangat rindu." Luna mengembangkan tangannya dan mengambil Arkan dari tangan Arga.Arga memberikan putra putranya kepada mananya. Pria itu memeluk mamanya dan mencium pipinya. "Apakah mama sehat-sehat saja." Arga tersenyum memandang mamanya yang menggendong Arkan. "Alhamdulillah sehat, mama sangat rindu dengan Arkan." Luna tersenyum dan mencium pipi cucunya."Ibu, Dira rindu." Nadira meluk ibunya. Ia mencium pipi ibunya kiri dan kanan, kemudian mencium punggung tangan ibunya."Ibu juga sangat rindu. 10 hari itu ternyata waktu yang sangat lama." Erna tersenyum memandang putrinya. Wanita itu kemudian mencium pipi putrinya, kiri dan kanan. "Ibu sunggu