Share

23. Berhasil Mengelabui

Penulis: KarRa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Khandra mengerutkan kening, dia dan Kayana saling pandang dalam kegelapan ketika suara tidak asing tersebut terdengar. Keduanya melangkah keluar antara terkejut juga merasa aman.

"Mang Damar," sapa Khandra keluar dari tempat persembunyian.

"Aku kira siapa tadi." Kayana bernapas lega.

Terdengar suara tawa Mang Damar dan tiga orang lainnya. "Siapa lagi yang malam-malam menyusup ke hutan, huh," kekeh Mang Damar. "Ayo segera kembali, anak buahku melihat Ki Kastara keluar dari Istana berjalan mengelilingi desa. Aku yakin dia akan ke kedai juga," ungkapnya.

"Kita harus bergegas, mari!" ajak Khandra.

Mereka mempercepat langkah kaki, tidak peduli semak belukar mereka terjang. Bertepatan dengan Ki Kastara masuk ke dalam. Mang Damar memberikan nampan berisi kendi tempat arak juga mangkuk batok kelapa. Khandra dan Kayana gegas masuk dalam bilik membawanya. Anak buah Khandra berdiri. Mereka berempat bergerak cepat mengganti pakaian ada per
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   24. Suasana Panas Istana Utama

    Kerajaan Baskara, tepatnya istana utama, tempat raja dan abdi dalem, maupun pemangku menjalankan tugas kenegaraan. Suasana tengah memanas, emosi menjalar pada segala arah memecah belah kubu masing-masing. Pernyataan Raja Abra yang mengumandangkan Selir Madhavi sebagai bakal calon Ratu. "Mohon ampun Gusti, ini tidak bisa terjadi. Status Selir Madhavi bukan siapa-siapa di Kerajaan Baskara. Hendaknya Gusti Prabu memikirkan kembali pengangkatan Ratu. Kedudukan Raja saja bukan lagi darah daging keluarga kerajaan Baskara. Kami tidak mengizinkan jika Selir Madhavi menjadi ratu, itu melanggar aturan adat," ujar lelaki tua yang mengenakan blangkon. 'Tidak kusangka ini cukup memusingkan, aku kecolongan kurang memahami seluk beluk kerajaan ini. Terlebih Ki Chandra adalah kerabat mendiang Raja Abra. Akan sangat berbahaya jika aku melakukan hal bodoh,' umpat Abra dalam hati. "Gusti Prabu Abra, sungguh kami mengharapkan Gusti Prabu jangan bertindak gegabah. Bersikap la

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   25. Mencari Rengganis

    Raja Abra masuk ke dalam kamar Selir Madhavi dengan wajah merah padam menahan marah. Rahangnya mengeras, tangan kanan meraih pakaian kebesaran bagian bawah yang panjang. Selir Madhavi yang menunggu dengan wajah gembira lantaran sebentar lagi dia akan dinobatkan sebagai Ratu tidak henti riang. Namun, senyum itu lenyap bersamaan Abra masuk dalam kamar. “Kakang Prabu!” panggil Madhavi, “apa yang terjadi?” tanyanya. “Para tetua dan juga kerabat mendiang raja menyudutkan kita,” ujar Abra. Madhavi mengernyit, “Maksud Kakang Prabu?” tanya wanita tersebut berjalan mendekat. Abra menghela napas panjang dan berat, rasanya emosi meluap luruh seketika melihat wajah Madhavi, bagikan air yang menyiram api, memadamkan. Begitu juga kehadiran Madhavi di sisinya. “Mereka mempersulitmu menjadi ratu,” lirihnya. Lelaki tersebut menyentuh pipi sang selir yang nampak terkejut atas jawabannya. Mau tidak mau dia menceritakan apa yang terjadi di ruang rapat Istana Utama.

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   26. Kebengisan Para Prajurit

    Mbok Berek dan Rengganis diikuti Kayana masuk ke dalam kampung, mereka menuju pasar guna membeli keperluan makan yang telah habis. Rengganis merasa terhibur melihat keramaian, baru kali ini dia mengunjungi pasar. Banyak penjual menjajakan dagangan dari hasil panen. Rengganis melihat beberapa prajurit mengiring dayang istana memasuki kawasan pasar. Mereka sangat terlihat angkuh, mengambil paksa barang dagangan orang-orang. Jika ada yang melawan, prajurit tidak segan memukul menggunakan ujung sarung pedang. perangainya begis seolah tanpa ampun, membuat Rengganis muak melihat wajah-wajah para penjilat tersebut. Rengganis ingat benar kala dirinya tengah berada di mercusuar, perbincangan para penjaga yang lebih mementingkan perut dan kesennagan mereka. Tidak ada kata kesetiaan, dikala Rengganis pasrah akan segala hal, Khandra hadir mengulurkan tangan, kepercayaan Rengganis pada para abdi mulai muncul kembali. tidak selamanya manusia serakah dan menjijikan. “Kau kurang

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   27. Tamak

    Brak! Abra menggebrak meja membuat air dalam gelas tumpah. Makanan yang disajikan pun tumpah dari tempatnya. Kepala terasa panas, lelaki itu tidak bisa lagi menahan emosi, dengan kasar menyibak isi meja. Saat ini dia sedang berada di tempat makan Istana Utama di ruang pribadi khusus raja.Prang! Bruak! Perkakas dan benda makan berjatuhan ke lantai. "Sial, mengapa mereka mempersulit keadaanku. Ingin sekali aku bunuh mereka semua, setan alas!" umpat Abra menghiraukan status 'Raja' yang tersemat. Beberapa dayang menatap dengan gemetar, takut menjadi sasaran amarah Abra yang. Lelaki itu bangkit dari duduk melotot ke arah pintu yang terbuka. Ki Kastara masuk ke dalam bersama Khandra. Dia mendengkus seraya berkacak pinggang. "Kenapa dia ikut masuk?" tanya Abra menududing Khandra. "Dia anak buahku," kata Ki Kastara. "Cecunguk itu murid Empu Jagat Trengginas, ingat!" bentak Abra. 'Gawat, bagaimana jika mereka mencurigai diriku?' tan

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   28.Gadis yang Diselamatkan

    Kayana melompat ke udara dia mendarat di sebuah batang pohon, menelisik ke area sekitar yang tertutup semak belukar. Suara seorang wanita minta tolong nyaring terdengar. Mata pemuda itu membeliak, melihat beberapa bandit merangsek tubuh seorang wanita. lalu mendarat dengan kaki kanan terjulur ke depan menendang salah seorang lelaki yang tengah merangsek tubuh wanita di antara tiga lelaki lainnya. Bugh! Aw! Teriakan memekik dari lelaki bermuka gahar yang ditendang oleh Kayana. Mereka berempat menoleh bersamaan ke arah si biang rusuh. “Setan alas, siapa kau yang mengganggu kesenangan kami?” teriak salah seorang berbadan tambun. “Apa yang kau lakukan pada gadis malang tersebut, heh?” cibir Kayana, dia menoleh sekilas ke arah sang gadis yang hampir telanjang bulat itu. ‘Duh Gusti tubuhnya sangat menggoda sekali,’ bisik Kayana dalam hati terpesona. Dihela napas panjang untuk menghilangkan pikiran kotor yang hinggap, ‘Hentikan pikiran mesummu Kayana,’ umpat pada

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   29. Oyot (Akar) Mimang

    Asap hitam tidak kasat mata melewati para penduduk desa yang sedang panik melihat seorang gadis yang berjalan bersama mereka tiba-tiba jatuh. "Denyut nadi sudah tidak terasa, detak jantung juga berhenti. Sepertinya dia pingsan," ujar seorang wanita paruh baya. Asap hitam membumbung tinggi lalu menepi, seolah bersembunyi di dekat semak belukar. Pyash! Kepulan asap menghilang, menjelma menjadi seorang wanita nan cantik. Wanita itu tersenyum menyeringai merasa puas akan apa yang terjadi. "Gadis malang," ungkapnya menyibakkan selendang merah, yah wanita tersebut adalah Nyi Gendeng Sukmo pemilik selendang merah. Seperti angin, sosok wanita ayu itu menghilang tanpa jejak. Dalam waktu singkat wanita tersebut sudah sampai di dekat air terjun. Tubuhnya ambruk tersungkur ke tanah rerumputan. Napas tersengal, tubuh gemetar, tukang rasanya remuk redam. Namun, bukan rasa sakit yang dirasa. Wanita itu malah terbahak, tertawa lantang dengan girang. "Aku

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   30. Gendeng Sukmo Mulai Berulah

    "Andai kau mau menuruti apa yang aku katakan, kau tidak akan merasakan sakit Cah Ayu," ujar Nyi Gendeng Sukmo mengibaskan selendang merah. Suara gamelan kembali terdengar, wanita itu menari mengitari tubuh sang gadis yang sudah tidak bernyawa. Sejurus kemudian jiwa Gendeng Sukmo masuk ke dalam tubuh sang gadis. Dengan tubuh baru, Nyi Gendeng Sukmo membuka mata kemudian bangkit berdiri. Dia tersenyum kemudian melompat ke dekat bukit Alang-alang. Kakinya mulai berpijak melangkah keluar, dia berdecak merasakan tubuhnya yang seperti terikat sesuatu. Ada benang merah pengikat yang mengekang. "Benang jiwa sialan!" pekiknya. "Ah, setidaknya aku bisa keluar menggunakan tubuh ini sementara. Akan kucari waktu yang tepat untuk menjerat Rengganis," keluhnya mengendus. "Raga ini berbau mayat, ini tidak akan bertahan lama, sialan!" umpatnya lagi. "Aku hanya mencium aroma wangi tubuh Rengganis, oh itu tubuh yang sangat sempurna sebagai wadah," ujar Nyi Gendeng Sukmo menyer

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   31. Sumpah Setia

    Khandra baru saja berkunjung ke tempat persembunyian. Dia terkesima melihat penampilan Rengganis, mengenakan kaos tanpa lengan, dengan celana komprang warna putih yang diikat dengan kuat menggunakan tali. Tangan mulus itu masih nampak putih bersih dalam guyuran sinar rembulan. Api unggun memberi efek menakjubkan, terlihat bak bidadari turun dari kayangan. Entah apa yang membuat Abra memalingkan wajah dan berkhianat dari wanita secantik dia, begitu pikir Khandra bahkan beberapa ksatria lain. "Aku harus lebih kuat Khandra, aku ingin segera menghunuskan pedang ini ke leher Kakang Prabu. Dia sudah mengambil milikku. Membuat rakyatku menderita!" teriak Rengganis. Wanita tersebut mengingat kembali apa yang terjadi pada rakyatnya. Upeti juga pajak tidak masuk akal yang selalu dipungut secara tidak manusiawi. Mbok Berek dan juga Kayana saling pandang, memperhatikan Rengganis juga Khandra hang masih sibuk berlatih pedang di tengah padang, di mana obor dinyalakan di

Bab terbaru

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   Next Novel KarRa & Pengumuman Giveaway

    Next Novel: Tumbal Pengantin Iblis By: KarRa “Awalnya Kalina menerima balutan bibir itu, hingga sebuah bayangan muncul samar dalam ingatan. Sosok lelaki tampan tertutup cahaya putih, spontan Kalina mendorong tubuh Elard. “Maaf,” pinta Kalina merasa bersalah. Tidak terbersit dirinya untuk mendorong Elard, hanya saja bayangan yang selalu mengintai itu sangat menyiksa, menyesakkan dada. “Kau baik-baik saja, Sayang?” tanya Elard mengernyitkan kening melihat wajah sang kekasih pucat pasi. “Kau---?” “Bayangan dalam mimpiku terlintas dalam ingatan. Aku lelah jika harus seperti ini,” keluh Kalina. Dia mengingat setelah insiden kecelakaan dirinya sering bermimpi bertemu dengan seorang lelaki bersayap, lelaki tampan bak malaikat. Namun, bayangan lelaki itu kini semakin sering muncul, bahkan saat dirinya berdekatan dengan Elard. Sang tunangan pun tahu, Elard orang yang tahu tentang mimpi yang dia alami. Mimpi, tentu saja bukan. Apa yang terjadi pada Kalina

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   Pemungkas (Tamat)

    Pertempuran berlangsung cukup lama, Ki Kastara memiliki beberapa pendekar bayangan dengan ilmu bela diri dan kanuragan tinggi. Crask! Terdengar daging yang dihunus. Crash! Sebilah pedang berlumur darah berhasil merobek perut lawan. Teriakan menggema tanpa henti, beberapa prajurit Baskara sudah mulai tumbang. Anak buah Ki Kastara banyak yang tumbang. 'Kurang ajar, bagaimana mungkin mata-mata yang aku taruh di padepokan Elang Putih tidak memberi kabar jika Guru Besar keluar?' Ki Kastara memperhatikan satu per satu kesatria bayarannya tewas mengenaskan. Lelaki itu menggertakkan gigi hingga bergemeletuk. 'Apa mungkin mereka tewas? Atau jangan-jangan malah kabur?' dengkusnya masih dalam hati. Beberapa waktu sebelumnya, di mana aura berbeda melingkupi Padepokan Elang Putih. Saat itu Guru Besar tengah memberi arahan pada murid didiknya. Lelaki itu mendadak berhenti dan menoleh ke arah kanan-kiri serta atas, membuat beberapa murid kebingungan bukan main. Saat ini mereka tengah dud

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   133. Menghabisi Ratu Rengganis

    Empu Jagat Trengginas menutup mata, merasakan kesejukan, dunia pak tua itu terkesan damai. Suara-suara binatang hutan memekik perlahan memudar, pun bunyi-bunyian khas hutan menjadi tidak terdengar. Lelaki sepuh tersebut masih memusatkan perhatian pada satu titik. Menyatu bersama alam, mendadak waktu bahkan seperti lambat berjalan dalam satu pusat pikiran. Hingga setetes air dari daun yang menetes jatuh ke kubangan pun terdengar. Clang! Air itu jatuh, Empu Jagat Trengginas tersenyum mendengar derap langkah kuda. Aura yang sangat dia kenal terasa meski jarak mereka berjauhan. Daun dari ranting pohon mulai berguguran tertiup angin. Empu Jagat Trengginas membuka mata, gerakannya secepat kilat berlari menyusuri hutan tanpa kendala, ah bukan tanpa kendala. Hanya saja gerakan lelaki sepuh iru terlampau cepat. Bertepatan pada daun jatuh di tanah. Kaki lelaki itu melompati ranting pohon lalu menapak di tanah. Seorang lelaki gagah menunggang kuda kemudian menarik tali. Kuda me

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   132. Pukulan Dahsyat Ajian Brajamusti

    Sudah berhari-hari Kayana dan juga pasukan kesatria bayangan berkeliling hutan tanpa tahu jalan keluar. Mereka sudah merasakan gusar lantaran berulang kali melewati tempat sama. Mereka turun dari kuda kemudian duduk di akar pohon besar yang menjulang keluar tanah. Mereka tampak lelah dan letih secara bersamaan. Seorang lelaki tiba-tiba datang melompat dari atas pohon. Kakinya berpijak di tanah kering dengan tangan membawa bungkusan daun. "Kau lama sekali mencari makan," ujar Kayana. "Ah, maaf. Aku baru mengisi bumbung air untuk kita minum di air terjun arah sana. Ini sudah kesekian kalinya berputar-putar di tempat yang sama," keluh lelaku itu meletakkan buah-buahan hutang yang di pertik di tanah dekat mereka semua duduk. "Sepertinya kita terkena uyut mimang," ujar salah seorang. "Ah, sungguh sial!" keluh Kayana menggaruk kepala. "Ketua, sekarang kita harus bagaimana?" Salah seorang lagi bertanya pada Kayana membuat lelaki itu semakin pening.

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   131. Ajian Saipi Angin

    Rengganis dan Guru Besar sempat berbincang-bincang sebelum Kayana pergi. Lelaki itu berpesan pada Khandra untuk berjalan ke arah berlawanan yang Kayana tuju. Perjalanan tidak tentu arah mencari Ki Kastara juga Empu Jagat Trengginas semakin pelik. Jika Sajani berjalan ke arah ujung utara demi meminimalisir pencarian. Sebenarnya jalan yang di tempuh ketiga kesatria tersebut sudah dalam saran Guru Besar. Kini sepasang kesatria elang putih terpisah di jalan masing-masing. Pun tidak jauh berbeda dengan Khandra yang diutus Guru Besar menjelajahi arah selatan. Berharap Empu Jagat Trengginas dapat ditemukan. "Guru, guru mengatakan jika di arah utara banyak sekali hutan yang berkabut tertutup uyut mimang. Apa Kayana akan baik-baik saja?" tanya Rengganis usai Gautam dan Goga meningggalkan istana. "Tenang saja, Kayana bukan sembarangan pendekar bela diri tanah air. Dia salah satu murid terbaik yang hamba miliki," ungkap Guru Besar yakin. "Semoga saja Empu Jagat Trengginas da

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   130. Kematian Tragis Madhavi

    Saat Rengganis dan juga Guru Besar yang sesungguhnya merupakan Mang Damar itu tengah membahas serius kelanjutan rencana. Di luar Istana sudah dibuat geger akan kemunculan para bandit. Siapa lagi jika bukan Gautam dan Goga. Mereka muncul dengan mendorong gerobak berisi mayat Madhavi. Para warga berteriak histeris antara terkejut dan takut. Hingga keributan itu terdengar sampai ruangan Taman Sari. “Ada ribut apa di luar?” tanya Rengganis teralihkan perhatian atas teriakan orang-orang. Mang Damar menutup mata, dia mencoba merasakan aura yang ada di sekitar. “Nampaknya ada tamu tidak terduga berencana bertemu Permaisuri,” kata Mang Damar tersenyum. “Tapi saat ini saya tidak bisa menerima tamu, Mang Damar pun paham dengan keadaan saya, bukan?” “Sungguh sangat paham, tetapi jika tidak ditemui nantinya Permaisuri yang akan repot,” ujar Mang Damar. “Baiklah, selama Guru Besar berada di samping saya,” jawab Rengganis. Mang Damar kembali menggunakan ca

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   129. Hukuman Menyakitkan

    Sajani merasa tak enak hati, takut pula jika para bandit tersebut bersikap tidak suka akan tindakan tidak sopannya. Gautam dan Goga memandang tajam bak menguliti. Lalu keduanya terbahak membuat perut buncit itu mengangguk-angguk. “Maaf atas ketidaksopanan saya,” kata Sajani lagi. “Hahaha … tidak masalah Cah Ayu, aku bahkan dengan senang hati akan mengantarkan kau ke arah sumber suara,” ujar Gautam lantas berdiri. Sajani tersenyum angkuh, “Jika Kisanak tidak keberatan,” sambut Sajani tersenyum. “Hahaha … dasar wanita culas!” ejek Goga. Sajani hanya tertawa mencibir, dia tidak akan mengambil hati pada ucapan kasar terkesan sampah yang terlontar dari mulut para bandit. Karena memang demikianlah mereka. Mereka pun melangkah ke arah sumber suara. Mata Sajani melebar menangkap sosok wanita tidak asing tengah dilecehkan seorang lelaki. “Kau kenal dengannya bukan?” Gautam bertanya seraya bersandar pada dinding gua pengap itu. “Ma … Madhavi,” bisikny

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   128. Menyambangi Sarang Penyamun

    Derap lompatan kaki kuda terdengar, sebagai pertanda sang empunya terlalu tergesa memacunya. Kayana menatap lurus ke arah depan, mulai membelah hutan yang mulai dingin nan lembab. Belum lagi guyuran hujan turut serta. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan langkah. Demi mencari pelaku kejhahatan yang sesungguhnya tidak peduli semak berduri maupun hujan lebar diterjang. “Kayana, kita sudah berjalan terlalu lama, mari istirahatkan diri,” teriak salah seorang kawan. Kayana menarik tali kuda membuat terhenti, dia menoleh sekeliling yang ditemui hanya pepohonan tertutup semak-belukar. “Kita istirahat jika menemukan perkampungan, akan sangat bahaya jika berada di hutan asing. Terlebih banyak bandit berkeliaran di saat cuaca seperti ini,” ujar Kayana. “Baiklah, mari bergegas!” ajak salah seorang. Hyat! Mereka kembali memacu kuda membelah semakin belukar, entah akan sampai mana mereka berjalan tanpa tentu arah tersebut. hutan terlalu mengerikan juga membuat tersesat.

  • Dendam Permaisuri yang Terbuang   127. Pengakuan Rengganis

    Rengganis memeluk tubuh Khandra, lelaki itu tersenyum berusaha membuat nyaman sang permaisuri. Entah bagaimana mengartikan hubungan keduanya. Baik Khandra maupun Rengganis pun tidak paham. Rengganis menutup mata, menghidu aroma keringat Khandra yang khas. Rasanya sungguh menenangkan, Permaisuri Rengganis benar-benar terlena dia mempererat pelukan. Hingga tanpa sadar tangan itu menelusup ke bagian pakaian mirip rompi yang dikenakan Khandra saat ini. Tangan halusnya meraba perut rata, berotot, dan berbentuk selayaknya lelaki perkasa. Mendapat perlakuan itu darah Khandra berdesir. Aroma wangi rambut Rengganis membuat sisi lain lelaki itu bangkit. Ada keinginan menarik segera sang permaisuri agar kembali berbaring kemudian membuat berteriak di bawahnya. Sayang, bayangan wajah pias Rengganis usai sadar tadi berlarian dalam ingatan Khandra. Tidak kuasa ia bertindak terlalu jauh. Khandra menghela napas berat. "Permaisuri, apa tidak sebaiknya saya pergi setelah Kayana dan pasukan baya

DMCA.com Protection Status