Share

56. Dhea Diantama

Penulis: imam Bustomi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-11 19:23:14

Aldan kembali masuk kerja. Di parkiran khusus karyawan, dia bertemu dengan Verra Kristian.

“Hei gimana kabarmu?” sapa Verra. “Kok masuk kerja? Kalau masih gak enak badan, jangan dipaksakan.”

“Aku sudah sehat kok, suer,” ucap Aldan dengan segurat senyuman. “oh ya gimana kabar Papa. Aku lihat beritanya di televisi.”

“Papa baik-baik saja dan bertugas sebagaimana mestinya. Aku heran kenapa Briptu Yanto tega memfitnah Papa. Padahal Papa memperlakukan Briptu Yanto seperti anaknya sendiri,” respon Verra dengan tatapan menerawang jauh. Dia kecewa pada ajudan setia Papanya.

Aldan membuang muka dan tersenyum kecut. Dia mengumpat dalam hati, ‘Ciihhh kau masih saja membanggakan Papamu. Sadar Verra, Papamu bukan manusia lagi. Dia iblis!’

Aldan kembali menoleh pada Adelia dengan memaksakan tersenyum, “Siapa yang tau isi hati manusia? Terkadang orang yang kita anggap orang baik, ternyata dia berwajah dua. Ya tinggal nunggu waktu aja, topengnya pasti terbuka.”

“Kamu bener, Putra. Sulit memang m
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   57. Rangga mengenali wajah Aldan Pratama

    Aldan memasuki ruangan divisi keuangan, disana dia disambut berbagai macam ekspresi. Ada yang teresenyum kecut, ada pula yang cuek. Hanya Rangga yang tersenyum ramah padanya.“Udah mendingan?” tanya Rangga.Aldan mengangguk dengan segurat senyuman, “Yups, aku sehat dan bisa bekerja lagi.”Aldan melangkahkan kakinya kembali dan mendaratkan tubuhnya di kursi kerja. Lalu, dia mengambil ponsel milknya dan mengetik sebuah pesan, ‘Faizal jaga Adelia. Teruslah berada di sekitarnya. Aku takut mereka datang kembali untuk mencelakai Adelia.”Diam-diam Rangga memperhatikan Aldan. Dia semakin penasaran dengan teman barunya yang seperti sudah mengenal lama. Tapi dimana?‘Jika dilihat-lihat, Putra seperti ...’Rangga membatin. Dia mulai teringat dengan seseorang. “seperti Aldan Pratama Chandra Putra, teman akrabku dulu.”‘Ah mana mungkin? Aldan ‘kan sudah mati.’ Rangga menepis ucapannya sendiri sembari tetap menagamati wajah Aldan.’10 tahun yang lalu dia menjadi tersangka pembunuhan orang tuanya se

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-11
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   58. Malam Ini Aku Datang!

    “Lia!”Adelia spontan menoleh dan mendapati Faizal yang melompat ke arahnya. Semua terjadi begitu cepat. Faizal mendorong tubuh gadis itu, bersamaan dengan sebuah peluru yang meluncur deras.BRUK! DEEM!Gerakan Faizal lebih cepat. Dia berhasil menjatuhkan tubuh Adelia. peluru itu pun meluncur menghantam tembok. Tentu saja Adelia spontan berteriak, dia syock bukan main melihat sebuah peluru yang hampir saja membunuhnya.Warga setempat yang ada di sekitar sana langsung berdatangan, sedangkan Faizal segera mencari arah tembakan. Dia berlari, berharap menemukan seseorang yang telah berani menembak pacar pimpinan pasukan white master. Namun, dia tidak menemukan jejak langkah orang itu sama sekali.“Sialan!” umpat Faizal sembari memukul udara. Faizal merogoh ponsel di saku celananya dan mencari nomor sang Bos.Di seberang sana,Saat Aldan sedang asyik mengobrol dengan Verra dan Rangga, ponselnya di atas meja berdering.Aldan mengambilnya dan mendapati nama Faizal di layar ponselnya. Dia t

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-13
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   59. Menemukan Bukti Penembak

    Aldan datang menemui Adelia di kediamannya. Dia menatap gadis itu sedang duduk di sofa ruang tengah dengan wajah ketakutan. Perlahan, Aldan mengepalkan kedua tanganya. Hatinya sangat terguncang melihat gadis yang dia cintai menangis.‘Berani-beraninya mereka mau membunuh gadisku,’ gumam Aldan geram. 'Kalian akan membayar setiap tetes air mata gadisku.'Adelia mendongak dan mendapati Aldan berdiri di ambang pintu. Spontan saja, dia berdiri dan berlari menghampiri kekasihnya itu.Aldan pun menangkap tubuh gadis itu ke dalam pelukannya, “Hei jangan nangis dong.”“Mereka mau membunuhku, Putra. Aku takut.” Adelia menangis sejadi-jadinya di pelukan Aldan. “aku takut ... Takut, Putra.”“Tenanglah, Lia. Gak akan terjadi sesuatu denganmu. Aku disini, gak akan ada lagi yang bisa menyentuhmu. Janji.” Aldan mengusap punggung Adelia. Sikapnya sangat hangat dan begitu menenangkan, tetapi di balik punggung gadisnya, kedua matanya berkilat tajam.Aldan berusaha bersikap santai dan tenang, meskipun s

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-18
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   60. You Have To Accept My Punishment

    Aldan kembali menggerakkan jari-jemarinya di atas laptop untuk mengacak semua cctv yang memperlihatkan jejak sang penembak. Di satu titik, pembunuh bayaran itu melepas topi miliknya sehingga wajahnya terlihat sempurna. Aldan menyeringai tajam, “Malam ini kamu harus membayarnya. Wajahmu sudah aku tandai.” Adelia yang duduk di sampingnya terlihat gelisah. Dia tidak ingin Aldan membunuh penjahat itu, tetapi di sisi lain dia juga tak mungkin melaporkan kejadian percobaan pembunuhan ini pada polisi. Saat ini di tubuh kepolisian terlalu banyak mafia yang menyamar. Melaporkan kepada mereka sama saja dengan bunuh diri. “Aku ingin kamu tetap berada disini menemaniku. Aku takut, jangan tinggalkan aku sendirian. Please.” Adelia memohon, sekaligus mencegah Aldan agar tidak membunuh penjahat itu. Aldan menghembus napas pelan. Lalu dia menoleh ke arah gadisnya dengan senyuman manis di bibir, “Faiz akan menjagamu ... Aku harus pergi menghukum bedebah itu karena berani mencelakai pujaan hatiku. D

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-04
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   61. Homo

    Sebelum pergi, Aldan menghubungi Bahri dan Dani. Dia meminta bantuan pada mereka untuk berjaga di sekitar rumah Adelia. Selanjutnya, Aldan dan Faizal pergi ke kafe Santika dengan meminjam motor Bahri. Tentu saja mereka menggunakan atribut penyamaran.Aldan dan Faizal masuk ke dalam kafe Santika yang lumayan besar. Mereka tersenyum miring ketika melihat Burhan sedang duduk bersama dengan 2 orang wanita berpakaian seksi. “Dasar.” Aldan mendengus miring. Lalu dia berbisik pada Faizal. “pesan minuman dan berpura-pura mabuk seperti yang kita lakukan di Malaysia.”Faizal tersenyum tipis, “Oke. Let’s go, Bos.”Aldan dan Faizal menuju meja depan bartender untuk memesan minuman beralkohol. Mereka meneguknya dan mulai sempoyongan. Sebenarnya penggunaan alkohol di dalam minuman di kafe inj dalam batas kewajaran, tetapi mereka berpura-pura mabuk untuk menjalankan misinya.Pancingan awal mereka berhasil, sebagian besar pengunjung di sana mulai menatap dan tertawa mengejek.“Cupu sekali mereka. M

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-04
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   62. Mahakarya Lukisan

    Aldan dan Faizal bekerja sama merentangkan tubuh Burhan di atas kasur. Mereka mengikat kedua tangan dan kaki musuhnya di setiap sudut dipan kasur. “Lepaskan aku, Anj*ng!” Burhan meninggikan suaranya sembari meronta-ronta, tetapi semakin dia berusaha melepaskan dirinya, tali yang mengikat kedua kaki dan tangannya semakin kuat.“Anj*ng, mau apakan aku? Lepaskan! Aku—”BUGH!Belum sempat Burhan menyelesaikan ucapannya, pukulan terlebih dahulu menyapa wajah tampannya.“Diam atau mati?” Kali ini ekspresi Aldan bukan terlihat seorang homo, melainkan tatapannya seperti orang yang hendak membunuh. “Jangan apa-apakan aku. Jangan perkosa aku. Panta*tku hitam dan jelek. Aku akan mencarikan lelaki yang muda dan tampan untuk kalian,” bujuk Burhan meyakinkan kedua orang asing itu. Dia tidak bisa membayangkan bercinta dengan sesama jenis, apalagi jika harus mencicipi batang mereka. Tiba-tiba Burhan ingin muntah karena membayangkan sesuatu yang menjijikkan, “Tolong lepaskan aku. Aku Janji carikan

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-04
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   63. Rumah Sakit atau Kuburan?

    Aldan dan Faizal berada di sekitar rumah Hendrawan. Mereka melihat situasi, apakah ada peluang untuk memberikan hukuman pada kepala polisi itu.“Ada banyak penjagaan di rumah Hendrawan. Apa yang harus kita lakukan, Bos?” tanya Faizal.“Lebih baik kita pulang dulu sebelum Lia sadar.” Aldan bukan takut untuk menerobos pertahanan musuh. Dia sudah terlatih, tetapi saat ini dia harus mundur sebelum Adelia menyadari segalanya.“Baik, Bos.” Faizal menurut dan melajukan motor untuk kembali ke kediaman Adelia.Di rumah Adelia, tampak Bahri dan Dani berjaga di sekitar sana. Mereka mengawasi setiap orang yang melewati daerah itu, tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan. Hingga akhirnya, mereka melihat kedatangan Aldan dan Faizal.“Bagaimana?” tanya Aldan.“Aman,” jawab Bahri.“Syukurlah. Sekarang kalian pulang dulu,” pinta Aldan.“Baiklah.” Bahri dan Dani izin pergi dari sana.***Jam 22:30, Adelia terbangun dari tidurnya. Dia turun ke bawah. Dia melihat Aldan dan Faizal tertidur pulas di lantai

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • Dendam Membara Sang Pewaris!   64. Bapak Sudah Menentukan Pilihan?

    Lukman tersenyum licik, “Kau masih saja terlihat sombong. Aku ingin tahu seberapa tahan lama kesembonganmu itu.”“Remukkan tulangnya, sekarang,” titah Lukman kemudian. Dia tidak mau menunggu lama lagi.Sepuluh orang anak buah Lukman maju ke depan, tetapi Aldan memberi isyarat pada Faizal untuk berlari lewat pintu ke belakang.Tentu saja Lukman tertawa sekeras-kerasnya karena mengira Aldan berlari karena takut, “Mampus. Mana katanya mau menyambutku? Gertakan doang, itu akibatnya jika berani melawan Lukman Wafa. Kejar mereka! Jangan biarkan mereka kabur.”Aldan dan Faizal berlari ke arah lapangan futsal yang rusak, masih di daerah sana. Mereka berhenti dan memutar badan, menatap sepuluh orang yang tengah mengatur napas yang saling memburu.“Kalian mau lari kemana, hah?” tanya salah satunya dengan mata melotot.“Ya mau ajak kalian pemanasan lah sebelum berperang. Aku membawa kalian kesini biar tetanggaku gak ada yang terganggu tidurnya. Tapi masak lari 3 menitan, napas kalian sudah kayak

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05

Bab terbaru

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   113. Dhea Belum Siap

    Di ruang tengah, Faizal dan Adelia tampak semangat mengerjakan tugasnya masing-masing. Faizal membuat beberapa akun berbagai media sosial untuk memanas-manasi perusahaan media agar meliput berita lama kasus Joshua Suherman yang masa tahanannya kurang dari 1 tahun.Sementara Adelia, dia mencari jenis-jenis kalung liontin di google. Meski matanya memerah efek tidak tdur semalaman, dia tetap semangat mencari sebuah petunjuk.“Faizal bagaimana? Sudah selesai?” tanya Adelia. Lalu dia menyruput kopi untuk memghilangkan rasa kantuk.“Sudah selesai. Tinggal menunggu respon. Semoga cepat trending. Semoga cepat dilihat dan dikomentari banyak netisen, biar seluruh media di Indonesia bakalan berlomba-lomba meliput kasus Joshua Suherman yang trending di medsos,” jawab Faizal sembari tetap bercelancar di dunia maya.“Sip. Kebobrokan hukum di Negara ini harus segera dibongkar.” Adelia mengerjap berulang kali untuk menghilangkan rasa kantuk yang semakin menyerang, dan akhirnya dia menggerakkan kedua

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   112. Bukan Malaikat Penolong

    Verra dan Rangga sudah ada di depan pintu ruangan ceo.“Selamat pagi, bu Dhea.” Verra mengetuk pintu dengan sopan.“masuk,” sahut Dhea dari dalam.Verra dan Rangga masuk ke dalam. Mereka melirik ke arah Aldan yang sudah ada di sana. Seketika mereka bernapas lega melihat asisten manager keuangan itu tampak dalam keadaan sehat.“Duduklah,” kata Dhea.“Baik, Bu.” Verra dan Rangga memilih duduk di samping Aldan.“Ada keperluan apa kalian datang kesini?” tanya Dhea.“Barusan kami melihat pak Lukman dibawa polisi. Beliau katanya ditangkap karena terbukti menyuruh karyawan lainnya untuk mencelakai Putra. Jadi kami kesini untuk memastikan kalau Putra baik-baik saja.” Verra menjawab dengan sesekali menoleh ke arah Aldan yang duduk di sampingnya.Aldan melebarkan senyuman, “Saya baik-baik saja. Tuhan menolong saya dari kecelakaan.” Aldan memposisikan diri sebagai karyawan, bicaranya lebih sopan dan formal.Verra lagi-lagi bernapas lega. Dia benar-benar mengkhawatirkan Aldan. Padahal pria yang d

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   111. Dhea Justru Ketakutan

    Aldan mengulurkan tangan, tetapi langsung ditepis oleh Lukman. “Jangan banyak gaya. Hadapi aku kalau berani!” raung Lukman penuh emosi. “Baiklah.” Aldan malah tersenyum santai. “Bapak tinggal pilih para napi mana yang ingin Bapak ajak berduel di dalam penjara.” Setelah mengatakan itu, Aldan tertawa lepas dengan mata menghina. Bahkan Dhea dan 3 orang polisi juga melemparkan tawa penuh ejekan. Tentu saja Lukman merasa terhina, tetapi keberaniannya justru semakin menciut. Tubuhnya gemetaran dengan detakan jantung yang berbunyi kencang. “Seret Pak Lukman,” titah Dhea menahan tawa. “Baik, Bu.” Ketiga orang polisi mengangguk dan melangkah mendekati Lukman. “Mau apa kalian, hah?!” bentak Lukman ketika 3 orang polisi mulai bekerja sama meringkus dirinya. “Bapak jangan melawan.” Salah satu polisi memasang borgol di tangan Lukman. “Lepaskan saya! Aku tidak bersalah!” teriak Lukman ketika 3 orang polisi mulai menyeretnya ke luar. Namun, tenaganya tak cukup untuk melawan. “Bapak ikut sa

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   110. Deal?

    “Kurang ajar! Beraninya kamu menjebakku!” teriak Lukman menatap Aldan dengan mata melotot. “Kamu tukang fitnah! Pasti kamu bersekongkol dengan Santoso 'kan? Cepat ngaku!”Aldan hanya tersenyum kecut sembari menggelengkan kepala ke arah Lukman yang tengah menatapnya dengan wajah merah padam. “Bangsat! Tukang fitnah!” raung Lukman sembari menunjuk kasar pada Aldan. Lalu dia menoleh ke arah Dhea dengan memasang wajah serius. “Saya harap Ibu tidak percaya dengan fitnahnya. Tidak mungkin saya melakukan perbuatan sekeji itu. Ini pasti jebakan untuk menyingkirkan saya. Putra dan Santoso pasti bersekongkol menjebak saya. Dari awal saya sudah curiga kalau Putra bukan orang baik-baik. Putra selalu berusaha menyingkirkan saya dari perusahaan. Putra punya ambisi untuk menjadi sekretaris di perusahaan cosmo indofood.”“Sudah selesai mengoceh?” sindir Dhea dengan senyuman kecut.Dhea memutar video rekaman itu kembali yang menunjukkan Santoso sedang menghubungi Lukman. Di sana diperdengarkan sang

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   109. Temuilah Akhir Riwayatmu!

    Pagi hari ini, Adelia membuat sarapan roti canai untuk Aldan dan Faizal. Mereka makan bersama-sama di ruang tengah.“Ow ya aku baru nyadar, kemarin kamu kok naik gojek? Kemana motormu?” tanya Adelia sembari menuangkan susu tambahan di roti canai.“Ow motorku rusak. Kemarin ditinggal di kantor,” jawab Aldan berbohong. Lalu dia menguyah roti canai miliknya.Sementara Faizal hanya fokus menyantap makanan di depannya, meskipun dalam benaknya sangat yakin motor Aldan rusak karena ada tangan jahil.“Eh aku berangkat ngantor dulu ya. Tukang gojeknya udah nungguin di depan.” Aldan bangkit dari duduknya sembari jari-jemarinya mengetik pesan di ponsel.“Iya, semangat. Fokus kerjanya. Urusan kalung liontin biar aku dan Faizal yang nyari,” ucap Adelia dengan senyuman kecil.“Aku juga akan mengompori beberapa media buat mengangkat kasus Joshua. Jadi Bos nikmati saja kehidupan di kantor, hehe,” sambung Faizal. Aldan tersenyum pada Faizal dan Adelia, “Thanks, aku bersyukur bisa mengenal kalian berd

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   108. Aldan Melihat Kalung Liontin

    Pada saat Adelia menuruni anak tangga pertama, dia menghentikan langkah ketika melihat di bawah sana kekasihnya sedang tidur pulas.“Nanti aja deh. Kasian aku,” gumamnya sembari memutar badan dan kembali melangkah ke dalam kamarnya.Adelia duduk di tepi ranjang dan mengamati kalung liontin berwarna putih yang ada di genggaman tangan.“Mungkinkah ini alasannya kenapa kalung ini seakan-akan menolak jika setiap kali aku ingin menguploadnya di medsos? Kalung ini ingin aku menjaganya agar gak jatuh ke tangan Hendrawan dan komplotannya, karena kalung ini bisa menjawab teka-teki siapa orang yang telah menyuruh mereka untuk membunuh orang tua Aldan,” ucap Adelia sembari membolak-balikkan benda berharga itu. “Jangan-jangan sebelum terjadinya insiden pembunuhan, pemilik kalung ini datang menemui Mamanya Aldan di rumahnya,” Adelia berhenti sejenak. Tatapannya menerawang jauh, mencoba menebak-nebak kejadian di rumah Aldan 10 tahun silam.“Dia ingin memberikan kalung ini pada Mamanya Aldan sebaga

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   107. Rencana Adelia

    “Itu artinya oknum-oknum aparat penegak hukum main belakang dengan Joshua. Mereka menyuruh Joshua pergi ke luar negeri untuk menghindari hukuman. Dan ketika masa tahanannya sudah jatuh tempo, Joshua akan kembali ke Indonesia dan menampakkan batang hidungnya ke publik. Dengan begitu publik akan percaya kalau selama 12 tahun Joshua ada di balik jeruji besi sesuai dengan masa tahanan. Dan jelas sekali bau bangkai di tubuh kepolisian akan tercium harum.” Adelia melanjutkan penjelasannya dengan mengekspresikan melalui gerakan tangan. Tatapan matanya menunjukkan bahwa dirinya sangat geram dengan permainan hukum yang dimainkan aparat penegak hukum di Negaranya.“Wahh sungguh hebat oknum-oknum di tubuh Pemerintah melakukan acara jual beli hukum,” lanjut Adelia sembari menggeleng-gelengkan kepala. Selain merasa geram, tatapannya juga penuh kekecewaan pada hukum di Negeri ini.“Lalu apa yang kamu dapatkan? Apa kamu punya rencana?” tanya Aldan berpura-pura penasaran. Sebenarnya ini hanya pancin

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   106. Dilema

    Adelia berhenti mengingat masa kecilnya. Saat ini dia lebih memikirkan perasaan Aldan.Adelia ikut merasakan apa yang dirasakan Aldan. Dia yakin kekasihnya mengalami kepedihan hidup dalam bayang-bayang pembunuhan tragis orang tuanya di depan matanya sendiri. Dia paham pria tampan itu tak mudah menjalani hidup yang dibenci kerabat-kerabatnya sendiri akibat korban fitnah, apalagi penjahat-penjahat itu masih berkeliaran menghirup udara bebas.Adelia menggeleng-gelengkan kepala dengan tatapan menerawang jauh, “Ternyata Hendrawan lebih jahat dari apa yang kubayangkan. Dia bukan hanya benalu yang suka mempermainkan hukum, ternyata dia juga seorang pembunuh yang sangat kejam.”“Hendrawan, Wahyu, dan pria bersepatu bukan seorang manusia. Mereka seorang iblis yang menyamar. Dan seorang iblis harus dimusnahkan,” sahut Faizal sembari mengepalkan tangan dengan tatapan penuh amarah.“Biar Tuhan yang menghukumnya,” tanggap Adelia sembari menatap Aldan yang tengah terlihat bersedih dan marah.Adelia

  • Dendam Membara Sang Pewaris!   105. Mimpi Buruk Itu Gambaran Masa Lalunya

    “Aku akan bunuh kalian!” seru Aldan dengan suara meninggi di bawah alam sadarnya. Wajahnya semakin memerah, air mulai ke luar dari matanya. Tangannya juga terkepal sempurna.Adelia yang duduk di sampingnya semakin penasaran dengan mimpi buruk yang dialami kekasihnya. Awalnya dia mengira mimpi kekasihnya hanya sebatas bunga tidur, tetapi melihat reakasi yang ditunjukkan kekasihnya seperti memimpikan kejadian kelam di masa lalu.Di titik ini, Faizal yang tidur di kasur lipat sebelah Aldan, terbangun dan mendapati Adelia yang duduk di samping tubuh sang Bos yang tengah beraksi akibat mimpi buruk.“Putra kenapa?” tanya Adelia pelan pada Faizal.“Gak tau. Mungkin hanya mimpi buruk,” jawab Faizal sembari mengedikkan bahu. Dia berbohong, sebenarnya diirinya tahu kalau Aldan bukan hanya sebatas mimpi buruk.“Putra.” Adelia memanggil dengan lembut sembari mengusap keringat dan air mata Aldan. “Kamu mimpi apa sih.”“Papa! Mama!” Aldan berteriak sembari membuka matanya lebar-lebar. Dia terbangun

DMCA.com Protection Status