Sahabat LamaNyonya Imelda masuk ke dalam mobil. Selama perjalanan pulang dia terus berpikir."Sepertinya aku mengenali wanita itu, tapi dimana ya? aku sepertinya sangat familiar dengan wajahnya," gumam nyonya Imelda. Nyonya Imelda terus memikirkan mengenai menantu nyonya Anna, Luna, sepertinya dia adalah seseorang yang dikenalinya.Di sepanjang perjalanan pulang, nyonya Imelda melihat ke arah jendela pintu mobilnya. Berusaha menikmati pemandangan sore. Dia melewati sebuah universitas ternama di Jakarta, tempat keponakannya dulu belajar. "Oh iya dia, oh iya aku mengenali wanita itu," ucap nyonya Imelda, lalu nyonya Imelda mengambil ponselnya, dia segera menghubungi Radit keponakannya."Halo Radit, malam ini kau ada waktu? tante ingin bertemu, ada yang ingin tante sampaikan," ucap nyonya Imelda setelah sambungan telephonenya terhubung."Iya tante, nanti malam Radit akan mengunjungi tante," ucap Radit di seberang panggilan."Kau harus datang, kau pasti kaget mendengar kabar ini," ucap n
Kenangan LamaRadit sudah terlihat rapi, dia akan pergi ke kantor. Nyonya Imelda terlihat duduk di meja makan, dia menunggu keponakannya untuk makan bersama."Radit, kau akan pergi ke kantor?" tanya nyonya Imelda."Iya tante, hari ini cukup sibuk," ucap Radit."Duduklah dulu, bibi Inah sudah membuatkan susu hangat untukmu," ucap nyonya Imelda."Oh Iya Radit, tante bisa minta tolong?" tanya nyonya Imelda."Apa tante?" tanya Radit."Tante titip berkas ini, kau mampir ke kantor pusat berlian grup, berikan ini pada resepsionis supaya diberikan kepada sekretaris Mike. Ini bukan berkas penting tapi harus diserahkan secara langsung kepada presdir Dipo," ucap nyonya Imelda seraya menyerahkan amplop berwarna coklat yang berukuran cukup besar itu."Begitu ya, baiklah tante, apa isinya?" ucap Radit seraya menerima amplop itu."Itu salinan rancangan proyek hotel graha di Bandung, berlian grup menjadi salah satu investornya," ucap nyonya Imelda."Oh iya Radit, kenapa kau harus membuka firma hukum,
Menyadari semuanyaSejak peristiwa itu, Luna tidak lagi memaksakan kehendaknya, dia berusaha lebih bisa menerima setiap keadaan, berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua ini akan berlalu, akan ada cinta di hati Vero untuknya, entah kapan, dia hanya bisa berharap.Usia pernikahannya hampir menginjak tiga bulan, Vero masih belum menyentuhnya sedikitpun. Luna mulai terbiasa dan berdamai dengan setiap keinginan akan kasih dan sayang dari suaminya.Luna terlihat merias wajahnya, menorehkan bedak juga lipstik. Dari jauh terlihat Vero memperhatikan, ada rasa penasaran, untuk apa malam malam begini Luna merias wajahnya.Tidak cukup sampai disitu, Luna juga mengganti pakaiannya dengan dress cantik berwarna merah. Penampilan Luna sungguh sangat mempesona, kecantikannya terpancar begitu luar biasa."Aku ada janji dengan teman temanku, kita akan pergi melihat live musik band kesukaanku," ucap Luna pada Vero."Apa? kau sudah menikah, acara seperti itu tidak pantas didatangi," ucap Vero."Acaranya a
Pertemuan Tak Terduga Di kantor berlian grup, sekretaris Mike menerima telephone penting dari seseorang."Baik nyonya, saya akan sampaikan, tuan muda Vero sedang ada rapat, sebentar lagi selesei," ucap sekretaris Mike.Telephone itu dari Rose, dia mengabarkan jika baby panda mengalami demam dan harus dibawa ke rumah sakit. Dia terdengar begitu khawatir, seorang diri, bersama anaknya yang sakit.Luna sampai di rumah sakit, dia turun tepat di depan Unit Gawat Darurat. Melihat kaki Luna yang terluka, petugas kesehatan segera membantunya dengan kursi roda. Luna dilarikan ke ruang unit gawat darurat supaya segera mendapatkan pertolongan.Dokter memeriksa luka Luna, beberapa saat mengamati, luka itu cukup dalam namun masih bisa diatasi tanpa operasi. "Kami akan membantu sebisa mungkin untuk mengeluarkan pecahan keramik, semoga bagian yang masuk tidak banyak," ucap dokter."Iya dok," ucap Luna.Di ruang apotik, rumah sakit yang sama, Radit terlihat menebus resep obat."Nyonya Imelda," teri
Rasa Penasaran RaditRadit sampai di rumah Tante Imelda."Tante, maaf membuat Tante menunggu lama, tadi antriannya cukup banyak," ucap Radit membuat alasan."Iya, tidak apa-apa, terima kasih sudah membantu, tante sangat bersyukur," ucap tante Imelda.Tante Imelda terlihat duduk di meja makan, sembari memegangi kepalanya."Tante, apa tante masih merasa pusing?" tanya Radit."Iya, entahlah ini sangat pusing sekali, kepala tante rasanya mau pecah," ucap tante Imelda, mendengar itu Radit mendekat ke arah tante Imelda, dia meletakkan obat di atas meja yang ada di depan tantenya. Radit terlihat memegang kepala tante Imelda, dia memijat kepala tante Imelda dengan lembut dan penuh perhatian. Radit terlihat begitu menyayangi tante Imelda, dia berusaha supaya tante Imelda merasa nyaman dan tidak merasa kesakitan.Tante Imelda tersenyum, melihat ke arah Radit."Kau begitu baik terhadap tante, tante beruntung memiliki keponakan sepertimu," ucap tante Imelda."Bagaimana tante? apa tante sudah bai
Tidak Ada Yang Menyadari Luna menyiapkan makan malam, dia sudah terlihat cantik dan wangi. Dia juga sudah membantu nenek Ellin mandi, nenek Ellin sudah duduk di ruang tengah, menyaksikan drama televisi kesukannya. Luna menata makan malam di meja makan, menyusun piring, sendok, garpu, mangkuk juga gelas dan air minum. Semuanya terlihat begitu enak. Ada sup daging sapi, empuk dan aromanya begitu enak. Ada perkedel kentang, tempe goreng, tahu goreng dan juga udang goreng."Semuanya siap, tinggal menunggu semua anggota keluarga," ucap Luna. "Luna kemarilah," teriak nenek Ellin."Iya nenek," jawab Luna, lalu dia mendekat ke arah nenek Ellin."Kita lihat drama ini bersama, ceritanya bagus sekali," ucap nenek Ellin."Iya nenek, Luna akan menemani nenek, pekerjaan Luna sudah selesei," ucap Luna."Luna, kenapa dia menangis?" tanya nenek Ellin menanyakan tokoh wanita yang terlihat menangis di layar televisi."Kekasihnya perti bersama wanita lain nenek," ucap Luna.Mereka menyaksikan televisi,
Perceraian Luna meraih ponselnya, dia mencari nomor Radit, lalu menghubunginya. Di sebrang sana, Radit terlihat kaget ketika ponselnya berbunyi dan menemukan nama Luna tertulis di layar."Luna, akhirnya kau menghubungiku, apa butuh waktu begitu lama?" gumam Radit, lalu dia segera mengangkat panggilan itu. "Halo Luna," sapa Radit."Radit, mau kah kau menjadi pengacaraku, aku akan mengajukan gugatan perceraian," ucap Luna tanpa basa basi. "Apa?" tanya Radit bingung."Kau ada waktu hari ini?" tanya Luna."Ada ada," ucap Radit cepat."Kita bertemu di kafe tempat biasa kita bertemu, jam sepuluh," ucap Luna."Ba-baiklah," ucap Radit."Ya sudah, terimakasih, sampai bertemu, ucap Luna yang kemudian menutup panggilan telephonenya. "Luna?" Gumam Radit yang masih bingung. "Tuan, ayo kita berangkat," ucap sekretaris Nade."Nade, acara kita selesei jam berapa?" tanya Radit."Jam dua belas tuan," ucap Nade seraya melihat jadwal harian Radit."kau saja yang datang sendiri, mewakiliku, itu hanya
Penuh CintaDi rumah sakit Jakarta Hospital, Luna terlihat begitu khawatir, dia tidak bisa duduk tenang."Vero, kenapa lama sekali," gumam Luna. Sekitar satu jam setelah menunggu, akhirnya dokter keluar dari ruang unit gawat darurat."Dokter, bagaimana keadaan suami saya?" tanya Luna pada dokter."Tuan Vero sudah melewati masa kritis nyonya, luka di kepalanya cukup parah namun tuan muda Vero baik baik saja, dia harus di rawat setidaknya selama satu pekan di rumah sakit," ucap dokter."Apa saya boleh menemuinya?" tanya Luna."Maafkan saya nyonya, nyonya belum bisa masuk, tuan Vero masih belum sadarkan diri, setelah sadar kami akan membawanya ke ruang perawatan, di sana nyonya bisa menemaninya," ucap dokter. "Baiklah dokter, saya akan menunggu," ucap Luna. Luna menunggu di luar ruang Unit Gawat Darurat. Dia masih begitu gelisah, dia tidak ingin Vero terluka, dia hanya ingin menemani Vero, berada di sisinya, bersamanya.Beberapa saat kemudian tuan Dipo dan dua orang kepercayaannya samp
Semua Telah BerakhirPersidangan Vero telah usai, dengan hasil yang sangat di luar dugaan, namun hal itu sebenarnya sudah sesuai dengan rencana Radit dan juga Laura. Tim pengacara Vero tidak menyangka, bahwa ibu Rahma, ibu dari wanita yang meninggal karena tenggelam dan jenazahnya dimakamkan atas nama Luna hadir, datang, memberikan kesaksian.Vero tidak bisa berkutik, dia menjadi orang satu satunya yang harus bertanggung jawab. Walaupun dia selalu menyatakan bahwa apapun yang dia lakukan dibawah tekanan Rose, namun semua itu tidak memiliki bukti yang kuat. Dia bisa saja menolak, bisa saja tidak menuruti apa yang Rose inginkan, untuk menyingkirkan Luna.Ditambah lagi dengan bukti rekaman CCTV juga tangkapan video amatir, itu semua cukup untuk mendakwa Vero dengan pasal pembunuhan berencana. Mungkin dia memang tidak memiliki niat, namun dari tangkapan video, Vero terlihat jelas jelas mendorong istrinya, Luna, hingga jatuh dari sungai. Bahkan ketika Luna meminta tolong, bergelantung di
Memperlihatkan Wajah AsliTim pengacara bertemu dengan Vero di dalam sebuah ruangan pribadi.“Tuan, saya harap tuan jujur dan terbuka mengenai apa yang sebenarnya terjadi,” ucap salah seorang pengacara.“Jujur? Apa yang harus aku katakan,” ucap Vero kesal.“Tuan, jaksa memiliki saksi yang masih dirahasiakan, kami kesulitan mencari informasi, kami khawatir saksi itu akan memberatkan, sedangkan tuan bersikeras tidak mau menceritakan yang sebenarnya,” ucap pengacara.“Apa firma hukum loyal tergabung menjadi tim pengacara?” tanya Vero.“Iya tuan, tapi karena kegagalannya membantu nyonya Rose, firma hukum loyal memilih mengundurkan diri dari tim pengacara tuan muda,” ucap salah seorang pengacara dari ketiga orang pengacara yang ada di sana.“Rose? apa tidak salah. Dia memang istriku, tapi dia membunuh orang yang sangat aku sayangi. Bahkan jika dia mendapat hukuman mati, aku tidak akan menyesalinya,” ucap Vero.Vero terlihat diam, menunduk, seperti memikirkan sesuatu yang sangat penting.“R
KepergianSetelah 8 jam.Dokter keluar dari ruang ICU, memberi kabar bahwa tuan Dipo tidak lagi bisa diselamatkan, semua alat hanya menunjang hidupnya, jika itu semua dilepas maka detak jantungnya akan berhenti.“Sebaiknya kita bicara di ruangan saya,” pinta dokter yang melihat nyonya Anna mulai histeris. Di sana masih dengan orang orang yang sama, nyonya Anna, jihan, Laura, Radit, tante Imelda dan juga nyonya Fuji. Mereka semua masih setia di sana.Nyonya Anna dan Jihan sudah berada di dalam ruangan dokter. Jantung mereka pun tidak baik baik saja, ada rasa khawatir juga ketakutan.“Dengan sangat menyesal kami harus menyampaikan ini,” ucap dokter.“Semua kami kembalikan kepada keputusan keluarga, kami sudah berusaha melakukan yang terbaik, kondisinya tidak juga stabil, kita tidak bisa melakukan apa apa,” ucap dokter.“Tidak dokter, tidak, selamatkan suami saya, tolong,” ucap nyonya Anna.“Kami sudah berusaha sebaik mungkin, maafkan kami,” ucap dokter.“Apa tidak bisa dioperasi?” tanya
Tuan Besar DipoNyonya Anna terlihat menangis di depan ruang ICU, menangis sejadi jadinya, menunggu keadaan suaminya membaik.“Kenapa hal ini terjadi, Sayang, jangan seperti ini, jangan tinggalkan aku,” ucap nyonya Anna yang menjatuhkan diri di lantai, tepat di depan ruang ICU, bersandar tembok, seperti orang pada umumnya yang begitu resah ketika menunggu kabar mengenai keluarganya yang sedang dirawat.“Ibu,” teriak Jihan ketika melihat ibunya duduk bersimpuh.“Jihan, Jihan,” teriak nyonya Anna yang kemudian segera berdiri mencari putrinya itu.“Bagaimana keadaan ayah?” tanya Jihan.“Ibu tidak tahu, dokter belum memberitahu ibu bagaimana kabar ayahmu,” ucap nyonya Anna.“Ayah, kenapa hal ini bisa terjadi,” gumam Jihan yang kemudian berjalan mendekat ke arah kaca besar, masih tertutup tirai, dia tidak bisa melihat ayahnya dari luar.“Ayah,” ucap Jihan. Air mata Jihan meluncur hebat, deras, dia benar benar tidak bisa menahan diri, hatinya begitu sakit melihat kondisi keluarganya saat in
Kelegaan LauraLaura dan Radit keluar dari ruang sidang, mereka terlihat senang dan puas dengan hasil sidang hari ini.“Ah, lega sekali, akhirnya Rose dijatuhi hukuman seumur hidup,” ucap Laura.“Aku tidak menyangka, ternyata Rose juga merupakan dalang dari kematian temanmu, bukan bunuh diri melainkan dibunuh,” ucap Laura seraya melihat ke arah Radit.“Aku juga tidak menyangka, Evan, dia orang yang sangat baik, wanita itu tega menghabisinya tanpa alasan yang jelas,” ucap Radit.“Oh iya di sebelah kantor pengadilan ada kafe minuman viral yang sedang ramai, mau ke sana?” tanya Radit.“Ayo, kita harus merayakan ini, ya walaupun ada kesedihan di dalamnya, namun kita wajib bernafas lebih baik,” ucap Laura seraya tersenyum.Laura dan Radit duduk di dalam kafe minuman pelangi yang sedang viral. Menurut informasi cafe sangat ramai, namun entah kenapa siang itu hanya ada mereka berdua.“Kau bilang ini kafe ini sedang hits, viral, namun kenapa sepi begini,” ucap Laura heran. Radit hanya terseny
Mendepak Rose Dari Kehidupan Keluarga HermansyahRadit dan Laura terlihat keluar dari kediaman keluarga Hermansyah.Di dalam kamar tuan Dipo, dia terlihat masih dalam posisi berbaring.“Aku akan menghentikan semua bantuan hukum terhadap wanita itu, dia bukan lagi bagian dari keluarga Hermansyah,” ucap tuan Dipo.“Iya, iya, ingat apa yang tadi dokter katakan, jangan banyak pikiran, tekan darahmu naik dan itu tidak baik untuk kesehatanmu,” ucap nyonya Anna.“Ya, mungkin sekarang Vero sudah tahu apa yang terjadi,” ucap tuan Dipo.Di Kantor polisi, Vero terlihat duduk di kursi, menunjukkan wajah yang begitu sedih.“Apa ini benar Mike?” tanya Vero pada sekretaris pribadinya.“Iya tuan, saya mendapatkan video itu dari tim pengacara yang membantu nyonya Rose,” ucap sekretaris Mike.“Kenapa dia bisa melakukan hal gila seperti itu, dia yang membunuh nenek? apa ini bisa aku terima? dia tahu betul bahwa aku sangat menyayangi nenek Ellin,” ucap Vero.“Hal ini akan memberatkan nyonya Rose tuan, m
Kabar MengerikanLaura dan Radit terlihat memasuki area pemakaman di mana nenek ellin disemayamkan. Tegap langkah Laura beriringan dengan segala perasaan mendalam yang dia rasakan. Dia mengingat ingat semua waktu yang dia lewati bersama dengan nenek Ellin, satu satunya orang yang menerima juga menghargainya dengan sangat tulus.Kasih dan penerimaan keluarga Hermansyah kepadanya hanya berupa cangkang. Di luar, terlihat seperti itu, namun sebenarnya dia lebih menjadi seorang asisten dalam rumah tangga Hermansyah. Dia memang duduk di meja makan yang sama, memakan makanan yang juga keluarga Hermansyah makan, namun dialah orang dibalik semua hidangan lezat itu. Mulai dari membeli bahan mentah, memasak, menyajikan juga membereskan.Bahkan dia juga harus membersihkan seisi rumah, selayaknya seorang asisten rumah tangga, dengan berbagai kritik ketika semua pekerjaannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan tuannya. Dia bekerja dari fajar menyingsing, hingga matahari terbenam. Setiap hari ta
Laura Begitu MarahSekretaris Mimih terlihat sudah berada di rumah sakit, dia ingin segera memberitahu Laura mengenai video yang ditemukan.“Nona Laura pasti akan sangat sedih setelah melihat video ini,” ucap sekretaris Mimih sebelum masuk ke dalam ruang perawatan perawat Vanila.Sekretaris Mimih terlihatsw menarik nafas panjang.DI dalam ruang perawatan, terlihat Laura sedang berbincang dengan perawat Vanila.“Mimih kau sudah datang?” tanya Laura setelah melihat sekretaris Mimih masuk ke dalam ruang perawatan perawat Vanila.“No-nona,” ucap sekretaris Mimih terbata bata.“Ada apa? kenapa wajahmu seperti ada masalah?” tanya Laura yang menangkap ekspresi kesedihan di wajah sekretaris Mimih.“I-itu nona, meng-mengenai video yang tersimpan di penyimpan data milik perawat Vanila,” ucap sekretaris Mimih.“Pasti sudah melihat video itu ya?” tanya perawat Vanila lirih.“I-iya,” ucap sekretaris Mimih yang kemudian mendekat ke arah Laura dan perawat Vanila.“Ada apa?” tanya Laura penasaran.“I
Bukti Video Yang MenyesakkanSekretaris Mimih berhasil menemukan alamat kos perawat Vanila. Dia mencoba mencari pemilik kos itu atau yang tidak lain adalah ibu kos.“Saya ingin bertemu dengan ibu Endah,” ucap sekretaris Mimih pada seseorang yang dia temui di rumah kos itu.“Ibu Endah ada di rumahnya, di sana,” ucap wanita muda itu seraya menunjuk ke sebuah rumah yang ada di samping bangunan rumah kos.“Baiklah, terimakasih, saya akan mencari ibu Endah,” ucap sekretaris Mimih yang kemudian segera menuju ke rumah ibu Endah seperti yang sudah diinformasikan.Sekretaris Mimih terlihat berhenti di depan rumah pribadi ibu Endah.“Permisi, permisi,” teriak sekretaris Mimih. Beberapa saat dia menunggu, tidak ada orang yang keluar untuk menyambut kedatangannya sebagai tamu.“Ibu Endah, permisi,” ucap sekretaris Mimih.Sekitar lima menit, tidak ada tanda tanda orang yang keluar dari rumah itu.“Sepertinya tidak ada orang,” gumam sekretaris Mimih.Sekretaris Mimih melihat pagar tidak dikunci, la