Adam mengerutkan dahi, ia langsung ingat siapa Cokro yang di sebut oleh putranya barusan. Cokro yang telah ia tuntut dulu karena korupsi uang perusahaan.
“Cokro? Mustahil, Am. Apa hubungannya dengan kematian Fa?”
“Lelaki yang mendekati adik saat itu bernama Jecky, Pa. Dia anak kedua Cokro. Dia sengaja menjalin hubungan dengan adik, sampai adik melakukan kesalahan besar karena baj*ngan itu, dan ketika adik meminta dia untuk bertanggung jawab, seorang perempuan yang mengaku kekasih Jecky mendatangi Fa saat di kampus, menghinanya, mengancam untuk menyebarkan video-video kebersaam Fa dan Jecky, jika Fa tidak meninggalkan Jecky.”
Mata Dirham berapi-api, rasa marah kembali menguasai dirinya.
Mata Adam berkaca-kaca, urat di pelipisnya timbul, tangannya mengepal, siapa sangka di balik kepergian putrinya tersimpan kisah yang sangat rumit, dan ia tidak menyangka putrinya mengalami tekanan yang berat.
Dirham duduk tegak tanpa memperdulikan selimut yang kini hanya menutupi bagian bawah perutnya. Dinar memandang suaminya dengan pandangan penuh tanya. Apa yang membuat Dirham sampai kaget seperti itu.“Je, cari bukti kalau memang ia terlibat. Tanya lagi lelaki brengsek itu soal nomor kontak yang elo curigai. Hari ini elo masuk kerja lambat tidak apa. Urus yang itu dulu.”(Lha, kirain elo kasih gue cuti.)“Cutilah! gaji juga ikut cuti nanti!”Panggilan diakhiri.Dinar duduk di sebelah suaminya. Lengan Dirham disentuh lembut.“Ada apa, Mas? Masalah serius, ya?”“Jehan menemukan nomor Julia banyak melakukan panggilan dan pesan ke nomor pria brengsek itu.” Dinar terkesiap kaget. Sangat diluar dugaan.“Apa rencana Mas, selanjutnya?”“Ku minta Jehan untuk terus melakukan penyelidikan dan lebih berhati-hati lagi.”“Hari
Dirham menutup buku diary kecil itu, matanya berkaca-kaca. Nora mengangkat wajah dan menatap heran pada putranya.“Ada apa, Am?”“Tidak ada apa, Ma. Cuma kangen adik. Ini Am pinjam ya, Ma.” Dirham membawa buku yang dipegangnya dari tadi. Melangkah meninggalkan ruang keluarga.“Sayang, Aku ke ruang baca ya.”“Nanti ku antar kopi.” Sahut Dinar.“Mau dibawa ke mana tu?”“Am mau baca bentar, Ma. Kangen sama adik.”Ia melangkah menuju ruang baca.Ponsel di saku diambilnya. Nomor Jehan dihubungi.“Jehan, malam ini datang ke rumah, kita atur langkah selanjutnya, gue sudah ada bukti tentang Julia.”(Yang bener, Bro? Soalnya si brengsek itu masih alot untuk mengakui, gue rasa dia memang tahu kalau Julia akan kita seret juga)“Gue sudah lama tidak lihat Julia, di resepsi gue itu datang sepertinya,
(Am, ada yang aku tidak tahu tentang Julia?)“Ini, mmmm, nanti kamu pasti akan tahu semuanya. Nanti setelah Julia aku temukan.”(Bikin penasaran aja, cerita dong, Am)“Tidak sekarang, Na. Tante dan Om tidak tahu di mana Julia?”(Kalau tahu, mana mungkin kami mencari keberadaannya)“Iya juga, sih! Oke, thanks ya, Na. Bye.”Dirham mengakhiri panggilan. Ia kembali berpikir keras.‘Julia tengah hamil, apa mungkin itu anak Jecky. Apa ini sebabnya Jecky bungkam tentang Julia.’Di dapur, Dinar sedang memasak apa yang diminta oleh suaminya, sup ayam kesukaan Ruby sudah siap. Untuk Oma dan Opa ia memasak steak salmon. Santi memotong buah mangga dan kiwi, setelah air jeruk hangat siap dibuat. Santi segera menyiapkan piring dan gelas serta menyusun semua makanan di atas meja makan.“Tadi Mama sama Oma mau kemana, Mbak?”&ldquo
Suara Nora bergetar, ia berdiri tegak di ambang pintu seperti patung. Dua cawan kaca berisi kopi sudah pecah menjadi serpihan kecil di bawah kakinya.Dirham berdiri dan segera menuntun Nora untuk duduk di sofa. Jehan mengumpulkan pecahan cawan di atas lantai.“Mama tidak mau memiliki anak seorang pembunuh, Mama tidak pernah mengajarimu menjadi penjahat, Am.” Tangis Nora sudah terhambur bersama kalimat kecewanya. Dirham memegang tangan ibunya kuat, meskipun Nora mencoba melepaskan.“Am bisa jelaskan semuanya, Ma. Ini tidak seperti yang Mama dengar.” Dirham memejamkan mata, hari itu istrinya yang salah faham, sekarang ibunya pula.“Mama gagal jadi ibu, Mama merasa bukan ibu yang baik kalau sampai itu terjadi, Am. Kamu satu-satunya anak Mama yang ada sekarang, Mama gagal mendidikmu.”Tangis Nora semakin keras.“Ada apa ini, Am?” Adam yang baru selesai member
Dinar memasukkan baju tembus pandang itu cepat-cepat ke dalam paper bag. Ucapan Santi tadi membuatnya malu. Dirham keterlaluan. Masa iya, ia diminta pakai baju seperti jaring untuk menangkap ikan gitu. Ia melongok ke ruang keluarga, Ruby masih anteng nonton kartun kesukaannya. Ucapan salam dari luar membuat semua orang menoleh. Nora dan Adam yang pulang. “Selamat sore, Ibu.” “Sore juga, Tia.” “Papa mandi dulu ya, Ma. Ruby mana? Oh, itu.” Dirham bertanya tapi kemudian tersenyum melihat cucunya minum susu sambil menonton televisi. “Iya, Pa.” Adam terus masuk ke dalam kamarnya, tidak suka ikut campur urusan perempuan. Nora rupanya mengenal siapa orang butik itu. Rupanya butik tempat gadis itu bekerja adalah butik langganan Nora. “Koleksi butik ini bagus banget lho, Di. Tadi Am call Mama, tanya butik langganan tempat Mama belanja baju.” “Iya, Ma. Dinar sudah lihat semua koleksi yang dibawa
Konten 21+ “Aaaaargh.” Dinar menjerit tertahan, dalam sekelip mata saja tubuhnya sudah melayang. Dan dihempaskan di atas tempat tidur empuk itu. Mata Dirham nanar menatap tubuh indah istrinya di balik lingerie tipis dan transparan berwarna merah cabe. Sexy, panas dan menggoda. Tangan suaminya sudah mengusap kaki Dinar dari bawah sampai ke pangkal, membuatnya tidak tenang karena degupan jantung yang seperti genderang perang. Tiap hari ada saja gaya baru dari sentuhan sang suami, membuatnya tidak pernah bosan. Bahkan ia sangat mendambakan. “Mas.. ” panggilan itu umpama seruling syahdu yang terus menggoda hasrat. Dirham mengangkat kaki istrinya, jemari kaki itu dikulum hangat satu demi satu. Sensasi luar biasa yang diberikan, membuat bawah tubuh Dinar berdenyut. Bibir merah sensual karena ia bukan perokok, terus mengecup, menjilat dan menghisap dari ujung hingga pangkal.
(Iya, Am. Baru kemarin Julia pulang, itupun karena Nurma yang memaksanya, dia belum tahu Jecky di mana, tapi karena kehamilannya ia menurut dan pulang)Dinar memberi isyarat kalau ia mau ke dapur. Dijawab anggukan oleh Dirham. Ia kembali fokus pada obrolan di telepon.“Dari mana Julia tahu, kalau dia target kita, Ma.”(Jefri, kau ingat Jefri kan? Orang papa)“Iya, Am ingat.”(Papa meminta Jeff untuk mencari di mana keberadaan Julia, Jeff tanya pada Nurma 3 hari lalu, datang ke rumahnya dan mengatakan pada Nurma serta Juliana kalau Julia tersandung masalah serius dengan keluarga Assegaff. Nurma memaksa Julia pulang, setelah tahu kabar terakhir di mana putrinya berada)“Papa sudah tahu, soal ini, Ma?”(Ya, papa menunggu keputusanmu, tapi Am, mama tidak tega melihat Nurma menangis meminta maaf tadi, hampir saja mencium kaki kami, bagaimanapun ia juga teman Mama)
Julia mengangkat wajahnya, wajahnya memelas, betapa ia malu dengan keluarga Assegaff, ternyata gadis yang pernah diserangnya dulu adalah putri dari keluarga Assegaff.“Tidak mudah untuk memaafkan kesalahan kalian, karena kalian berdua, aku salah mengambil langkah, menyakiti orang yang tidak pernah bersalah bahkan tidak tahu tentang ini semua. Kalian tahu? Karena amarahku, aku telah berbuat yang tidak seharusnya aku perbuat. Tapi aku banyak belajar dari orang yang dulu aku sakiti, aku belajar untuk ikhlas dan menerima, mungkin ini ketentuan dari Tuhan. Aku dipertemukan dengan seorang bidadari yang tulus menerimaku dan semua kesalahanku padanya.” Dinar meremas tangan suaminya.“Aku beruntung memilikinya sekarang.” imbuh Dirham, sambil menatap wajah istrinya.“Setelah ini Jecky, dan kau Julia! Jangan pernah dekat dengan keluarga Assegaff lagi."Mendengar perkataan Dirham, Jecky han
Suara nyanyian burung kenari dan debur ombak berselang-seling membangunkan tidur pulas Dirham. Pria itu membuka matanya dan melihat jam di ponsel, sudah jam 5 pagi. Ia bangun dan menatap pada wajah ayu wanita yang masih tertidur pulas di atas lengannya. Dirham bangun dari tempat tidur dan mengalihkan kepala sang istri. Ia melangkah menuju ke kamar mandi. Membersihkan diri sebentar dan menunaikan kewajibannya. Lima belas menit berlalu tapi tidak ada tanda-tanda Dinar akan bangun, pasti wanita cantik itu kelelahan melayani keinginan suaminya yang tidak pernah jemu. Dinar baru dibiarkan tidur hampir jam 1 pagi.“Eungh …” Dinar menggeliat ketika merasakan tidurnya terganggu. Kantuknya tidak dapat lagi dinegosiasi, suaminya yang perkasa membuatnya hampir tidak bisa berdiri tadi dini hari, hingga ke kamar mandi harus digendong.Melihat istrinya tidur dengan mulut terbuka, membuat Dirham tertawa.'Kenapalah kamu itu sangat m
Mature contentDinar mencoba mengimbangi permainan lidah nakal sang suami, dan seperti selalu, Dirham selalu tidak bisa ditebak arah permainannya.“Mas, engh …” satu lenguhan keluar dari bibir mungil sang istri tatkala bibir Dirham mulai turun menjelajahi leher putih dan menyesap serta melumat dengan sesapan-sesapan kecil dan panas meninggalkan beberapa jejak kemerahan si sana. Jemari tangan Dinar meremas rambut Dirham menyalurkan hasratnya yang mulai bangkit.Dirham membawa istrinya ke atas tempat tidur dan menjatuhkannya, ia merasa celananya sesak karena miliknya mengeras sejak mereka turun dari mobil tadi. Membayangkan Dinar yang mendesis nikmat di bawah tubuhnya saja membuat pria itu langsung bergairah.Dirham membuka blouse istrinya, sementara Dinar memberi akses pada sang suami untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Ia juga menarik keluar baju pria yang menjadi tempat ia mencurahkan segal
“Mas! Anak-anak dengar tuh.” Dinar mencubit pinggang suaminya.“Dengar apa itu, Bunda?” Ruby memang kritis pemikirannya, selalu ingin tahu apapun yang didengar oleh telinganya.“Tidak ada apa, Sayang. Ruby nanti kalau bobo sama Oma dan Opa jangan rewel tau.” Dinar berpesan pada putrinya.“Kakak kan udah gede, pesen itu buat adik kali, Bunda.” Dirham tertawa mendengar kalimat pedas dari putrinya, ngikut siapalah itu, pedas kalau ngomong.“Adik uga udah pintal kok, pipis malam aja udah kaga pelnah.” Abizaair tidak mau ketinggalan.“Jelas dong, Adik udah mau 4 tahun, mana boleh pipis malem. Kasihan yang bobo sama adik kalau kena pipisnya.”Ujar Dirham pula, ia membawa mobil dalam kecepatan sedang.“Papa pelnah pipis malam-malam?” pertanyaan dari sang putra membuat Dinar terbatuk-batuk.“Pernah dong, tanya sama Bunda tuh. S
Dirham menatap istrinya, ia merasa heran mendengar ucapan dari gadis di depannya itu.“Sada, maksudnya apa? Kami tulus lho membantu kalian.” Dinar meminta Sada untuk menjelaskan penolakannya tadi.“Loli, ajak adik-adik ini bermain dengan Ruby.” Dinar memanggil Loli.“Iya, Bu. Ayo adik. Ada temannya di sana.” Loli datang dan memanggil adik-adik Sada untuk menuju ke halaman samping.“Pergilah, nanti Mbak panggil kalau mau pulang.” Baim dan Zahra mengangguk dan mengikuti langkah Loli.“Begini, Pak. Saya tidak enak kalau harus menerima kebaikan bapak dan ibu cuma-cuma.” Dinar tersenyum, ia mengerti apa maksud dari Sada. Ia masih ingat dulu Sada tidak pernah mau menerima uang secara cuma-cuma, ia harus bekerja sebelum menerima uang dari orang lain.“Tapi ini kan beasiswa. Namanya beasiswa pasti tanpa syarat. Kecuali beasiswa prestasi.&r
“Mbak Dinar!” Dinar langsung berdiri dan memeluk gadis itu dengan mata berbinar, gadis yang ingin ditemui ternyata sekarang ada di depannya. Sada membalas memeluknya.“Kamu kerja di sini?” Dirham bertanya pada Sada, gadis yang dulu pernah menjadi orang kepercayaannya untuk mengantar dan menjemput Dinar waktu mereka belum menikah.“Iya, Pak. Saya kerja di sini? Bapak sekeluarga liburan?”“Ayo, duduk. Kita bisa cerita-cerita. Adik-adik kamu pasti sudah besar sekarang.”Dinar menyentuh lengan Sada.Gadis itu tersenyum tapi menggelengkan kepalanya.“Saya masih kerja, Mbak. Mana bisa duduk-duduk di sini. Adik saya sudah sekolah, kelas 6 SD sama kelas 4.”“Kamu tidak narik ojol lagi?” Dirham bertanya sambil mengambil sebotol air mineral di atas meja. Dibuka tutupnya dan diberikan pada sang istri.“Sore jam 4 setelah pul
“Sayang, Sorry Papa sama bunda ketiduran tadi. Sekarang ajak adik tunggu di depan, ya?”Dirham mengusap kepala putrinya. Ruby mengangguk dengan cepat. Ia memanggil sang adik sesuai pesan papanya.Sementara Dirham kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Dinar baru saja selesai memakai selendang pashmina kegemarannya. Ia menyembur parfum lalu mengoles bibirnya dengan lipstik berwarna nude.Pelukan hangat Dirham dari belakang membuatnya sedikit menoleh.Dirham mendekap erat tubuh ramping istrinya, wangian aroma yang selalu segar pada penciumannya ia hirup dalam-dalam.“Jangan cantik-cantik, nanti ada yang naksir.”“Ruby bilang apa?”Dinar mengusap lengan sang suami yang melingkari perutnya.“Minta jalan-jalan ke pantai. Kita gerak sekarang. Kasihan anak-anak, ngambek katanya nungguin kita lama dari tadi.”“Papanya sih suka lama-lam
Mature content “Sayang, sabar.” Dinar mengacuhkan kalimat suaminya, entah kenapa sejak ia masuk ke dalam kamar, hasrat seksualnya naik tiba-tiba. “Mas, aku tidak bisa sabar lagi.” Dinar langsung menyerang Dirham dengan ciuman-ciuman panas, Pria itu bergerak mundur dan masuk dalam kotak kaca, ia membalas setiap lumatan dan sesapan bibir istrinya. Tangannya menahan tengkuk Dinar agar ciuman panas dan dalam mereka tidak terlepas. Bagian bawah tubuh Dirham sudah berdiri mengeras di dalam celana chino-nya. Begitu juga Dinar ia merasakan denyutan yang semakin menggila di bawah sana. Ia merapatkan kedua kakinya menahan rasa juga keinginan. Pria itu menarik dress istrinya lalu dilepaskan menyisakan penutup bagian dalam saja semakin membuat hasrat Dirham bergelora menatap tubuh indah yang tidak berubah dari awal mereka bersama, Dinar juga tidak tinggal diam, ia menarik turun celana sang suami, matanya membulat saat tangannya meremas sesuatu yang sudah menge
“Iya, ini Ruby. Yang saya kandung waktu masih di sini dulu, Mak. Ini Abizaair adik dia. Ini Loli pengasuh mereka. Ayo sayang, Salim sama Nek Marni.” Mak Marni manggut-manggut dengan mata berkaca-kaca. Terharu ternyata masih diberi kesempatan bertemu dengan majikannya yang baik seperti Dinar dan Dirham.“Saya kaget waktu Masnya menghubungi saya, untuk membantu membersihkan rumah ini.”“Ini semua juga buat saya kaget, Mak. Suami saya selalu memberi kejutan.” matanya memandang pada Dirham yang membaringkan Ruby di atas sofa.“Nak Loli, mari saya tunjukkan kamar untuk tidurkan nak Abizaair.” Mak Marni membawa Loli ke kamar yang memang disediakan khusus untuknya dan anak-anak.“Mas, sebaiknya Ruby juga dipindahkan sekali, lagian mereka juga sudah makan tadi di bandara, biarkan mereka istirahat dulu.”“Iya, aku juga ngantuk. Padahal baru jam 1 siang.”
Mendengar kalimat dari staf itu membuat wajah Rosy pucat seketika. Jadi pria yang begitu mempesona dan sesuai dengan impiannya adalah pemilik Cafe tempatnya bekerja. Istrinya juga berada di sini dan terlihat sangat saling mencintai. Ada rasa malu terselip dalam hatinya tapi rasa terpesonanya masih menguasai perasaannya. Pria yang sangat luar biasa, sudah tampan mempesona dengan postur tubuh sempurna kaya rasa dan romantis. Wanita mana saja pasti akan bertekuk lutut di depannya. Sungguh beruntung wanita yang sudah berhasil menjadi istrinya.“Kamu staf baru ya, tidak tahu kalau itu adalah owner Cafe, itu bos kita. Istrinya sangat baik, ramah dengan siapa saja.” tambah pekerja itu memuji istri bosnya. Sejak bekerja di sini, ia baru tiga kali bertemu dengan istri bos, Dinar tidak segan-segan memberi contoh jika staf baru tidak tahu cara mengerjakan tugasnya.“Mm, i-iya. Gue staf baru.”“O, pantas saja tidak ken